Perkembangan yang dialami korban KDRT saat melakukan
                                                                                88 pemulihan  mental  dan  kejiwaannya.  Namun  ada  juga  pihak
keluarga  yang  tidak  mendukung,  alasannya  karena  meminta bantuan  kepada  pihak  ketiga  dalam  penyelesaian  masalah
keluarga  masih  dianggap  suatu  hal  yang  buruk  dengan menceritakan permasalahan atau aib keluarga kepada orang lain.
Hal  tersebut  dikarenakan  faktor  budaya  yang  secara  turun temurun membaku di masyarakat.
c. Komunikasi
Faktor  lainnya  berasal  dari  komunikasi,  meskipun komunikasi
termasuk dalam
faktor pendukung
proses pelaksanaan  pendampingan  juga  sekaligus  menjadi  faktor
penghambat.  Terkadang  masih  terdapat  klien  yang  tidak memiliki  alat  komunikasi  pribadihandphone  atau  juga  klien
yang  mengganti  nomer  telepon  tetapi  tidak  menginformasikan kepada  pendampingRifka  Annisa.  Hal  ini  tentu  saja  menjadi
permasalahan  yang  dapat  menghambat  proses  pelaksanaan pendampingan.  Pendamping  menjadi  sulit  untuk  menghubungi
klien  guna  monitoring  kasus  yang  dihadapi.  Oleh  sebab  itu, untuk  mengantisipasi  terjadinya  hal  ini  maka  setiap  calon  klien
yang  akan  melakukan  pendampingan  di  Rifka  Annisa  wajib untuk melakukan registrasi.
d. Pelaku kekerasan
89 Faktor  penghambat  selanjutnya  berasal  dari  pelaku
kekerasan  atau  suami  korban.  Ketika  suami  korban  tidak mendukung proses pelaksanaan pendampingan hal ini tentu saja
juga  menyulitkan  karena  keterbatasan  akses  yang  diberikan terhadap  korban  untuk  datang  dan  menghubungi  kantor  Rifka
Annisa. e.
Kerjasama berjejaring Mitra  kerja  tidak  selamanya  berjalan  dengan  mulus,
terkadang  terdapat  kendala-kendala  yang  harus  dihadapi. Adanya  perbedaan  pemikiran  dan  strategi  penanganan  terhadap
klien  sehingga  memunculkan  perspektif  yang  kurang  sesuai merupakan  salah  satu  penghambat  pelaksanaan  pendampingan.
Selain  itu,  kerjasama  terhadap  instansi  pendidikan  yang memiliki  program-program  perkuliahan  terkait  pemberdayaan
perempuan  yang  ada  di  LSM  Rifka  Annisa  belum  maksimal terjalin dan tereksplor ke instansi pendidikannya.
f. Kurangnya jumlah pendamping
Banyaknya  kasus  yang  diterima  oleh  Rifka  Annisa membuat  ketidakseimbangan  jumlah  klien  dengan  pendamping
yang  dimiliki.  Akibatnya,  korban  yang  ingin  melakukan konseling  menjadi  tidak  langsung  terlayani  sehingga  diminta
untuk  menunggu.  Hal  tersebut  jelas  menjadi  penghambat
90 pelaksanaan  pendampingan  terhadap  korban  KDRT  karena
kurangnya sumberdaya manusia di divisi pendampingan. g.
Lokasi Kantor Keberadaan kantor Rifka Annisa yang terdapat di pinggiran
kota  menjadikan  lokasinya  kurang  strategis.  Hal  ini  karena untuk mencapai kantor klien harus melewati jalan kecil terlebih
dahulu  dan  papan  nama  Rifka  Annisa  yang  kurang  besar  juga membuat  klien  calon  klien  kesulitan  mencari  lokasi  sehingga
tidak jarang jika lokasi kantor terlewati. Faktor penghambat yang telah disebutkan diatas juga sesuai dengan
pernyataan  ibu  “In”  mengenai  faktor  yang  menghambat  proses pelaksanaa pendampingan KDRT bahwa:
“faktor  penghambat  bisa  datang  dari  klien  itu  sendiri,  karena biasanya  kami  mendapatkan  klien  yang  sudah  sampai  pada  level
gangguan  jiwa,  itukan  sulit  ya  bahkan  untuk  diajak  ngobrol  saja sudah  susah.  Atau  mungkin  dari  pihak  keluarga  yang  kurang
support  terhadap  pemulihan  klien.  dari  pelaku  kekerasan  sendiri atau  suami  korban  dan  kerjasama  berjejaring,  karena  bekerja
dengan  sesama  manusia  yang  memiliki  pemikiran  dan  strategi
pendampingan yang berbeda maka muncullah perspektif yang “kok kliennya digituin sih, kok diginiin sih, dan
sebagainya.”” Hal senada juga dilontarkan oleh “Ar” bahwa:
“untuk faktor penghambat dalam proses pendampingan biasanya sih  bisa  datang  dari  keluarga  korban  termasuk  pelaku  kekerasan
itu suami korban..” Sama dengan hal yang diungkapkan bapak “Sb” bahwa:
“faktor  yang  menghambat  dalam  proses  pendampingan tergantung  kasusnya  mbak,  kalau  menempuh  jalur  hukum  bisa
saja dalam penanganan proses hukumnya yang berkendala..”
91 Berdasarkan  hasil  wawancara  diatas  dapat  dipahami  mengenai
faktor penghambat  pelaksanaan pendampingan dapat  berasal  keadaan klien,  keluarga  termasuk  pelaku  kekerasan,  komunikasi  dan  mitra
kerja yang
bekerja sama
dalam menangani
kasus klien.
Peminimalisiran terjadinya
faktor penghambat
pelaksanaan pendampingan terhadap klien akan mempercepat pemulihan klien.
                