Sebaran Banteng Analisis Sosial, Ekonomi dan Persepsi Masyarakat

ditemui di sekitar Segoro Anak pada bulan November sampai akhir Januari. Sedangkan jenis reptil seperti penyu yang terdapat di sekitar pantai TNAP yaitu penyu hijau Celonia mydas, penyu belimbing Dermochelys coriacea, penyu sisik Erithmochelys imbricate dan penyu abu-abu Lepidochelys olivacea. Penyu-penyu tersebut memanfaatkan pantai sekitar TNAP sebagai tempat mendarat dan bertelur. BTNAP 2005. 4.1.6 Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Sebagian besar penduduk yang tinggalnya berdekatan dengan TNAP mempunyai mata pencaharian sebagai buruh tani dan petani pemilik. Buruh tani dan petani pemilik memiliki persentase yang cukup besar jika dibandingkan dengan mata pencaharian lainnya. Persentase mata pencaharian masyarakat sekitar TNAP terdiri dari buruh tani yaitu 37,25; petani 24,20 sedangkan sisanya yaitu pegawai negeri 0,61, pertukangan 0,56 , pedagang 0,33, nelayan 0,25 dan lainnya 36,84. Masyarakat nelayan sebagian besar tinggal di wilayah Muncar. Bidang pertanian yang diusahakan adalah pertanian tanaman palawija pangan, peternakan, perikanan darat dan perkebunan. Pertanian lahan kering tadah hujan dilakukan pada areal hutan dengan pola tumpangsari. Petani tumpang sari ini yang sering mendapat gangguan dari satwaliar karena lokasinya yang langsung berbatasan dengan kawasan taman nasional. Petani penggarap pesanggem tersebut diijinkan untuk menanam tanaman semusimpangan disela-sela tanaman pokok jati. Kegiatan tumpangsari telah berjalan sejak tahun 2001 di areal hutan bekas penjarahan tahun 1998-2000 dengan luas total kurang lebih 1.500 ha. Tanaman semusim yang ditanam meliputi padi, jagung, kedelai, kacang tanah dan sebagian kecil holtikultura yang terdiri dari jeruk siam, jeruk sambel dan cabe. 4.1.7 Aksesibilitas Kawasan Taman Nasional Alas Purwo dapat dicapai melalui rute sebagai berikut: a Jalur melalui Surabaya-Banyuwangi Surabaya – Banyuwangi – Dambuntung - Pasaranyar sepanjang 360 Km dengan jarak tempuh rata-rata selama 8,5 jam. b Jalur melalui Denpasar Bali Denpasar – Gilimanuk - Ketapang – Banyuwangi – Dambuntung – Pasaranyar dengan jarak tempuh rata-rata selama 7 jam.

4.2 KawasanTaman Nasional Meru Betiri

4.2.1 Sejarah Kawasan TNMB Kawasan hutan Meru Betiri pada awalnya berstatus sebagai hutan lindung yang penetapannya berdasarkan Besluit van den Directur van Landbouw Neverheiden Handel yaitu pada tanggal 29 Juli 1931 Nomor: 7347 B serta Besluit Directur van Economiche Zaken tanggal 28 April 1938 Nomor: 5751. Sejak saat itu pengawasan dan pengelolaannya di bawah Jawatan kehutanan sampai tahun 1961, kemudian dilanjutkan oleh Perum Perhutani . Pada tahun 1967 kawasan ini ditunjuk sebagai calon suaka alam dan pada periode berikutnya kawasan hutan lindung ini ditetapkan sebagai suaka margasatwa seluas 50.000 ha. Penetapan ini berdasarkan Surat keputusan Menteri Pertanian Nomor: 276KptsUm61972 tanggal 6 Juni 1972 dengan tujuan utama perlindungan terhadap jenis harimau jawa Panthera tigris sondaica. Selanjutnya pada tahun 1982 berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 529KptsUm61982 tanggal 21 Juni 1982 kawasan Suaka Margasatwa Meru Betiri diperluas menjadi 58.000 ha. Perluasan ini mencakup dua wilayah enclave perkebunan PT Bandealit dan PT Sukamade Baru seluas 2.155 ha, serta kawasan hutan lindung sebelah utara dan kawasan perairan laut sepanjang pantai selatan seluas 845 ha. Pada perkembangan berikutnya diterbitkan Surat Pernyataan Menteri Pertanian Nomor: 736MentanX1982 tanggal 14 Oktober 1982 yaitu Suaka Margasatwa Meru Betiri dinyatakan sebagai calon Taman Nasional, pernyataan ini dikeluarkan bersamaan dengan diselenggarakannya Kongres Taman Nasional Sedunia III di Denpasar Bali. Penunjukkan status TN Meru Betiri ditetapkan dengan keluarnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 277Kpts-VI1997 tanggal 23 Mei 1997 seluas 58.000 ha yang terletak pada dua wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Jember seluas 37.585 ha dan Kabupaten Banyuwangi seluas 20.415 ha.