Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hasil belajar adalah nilai yang diperoleh peserta didik setelah peserta didik tersebut
mengalami proses belajar yang dibuktikan dengan perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya yang terutama dinilai aspek kognitifnya
yang ditunjukkan melalui nilai atau angka. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar
matematika kelas VIII materi pokok bentuk aljabar.
2.1.5 Ketuntasan Belajar
Kriteria ketuntasan minimal KKM ditentukan oleh masing-masing sekolah berdasarkan keadaan sekolah itu berada. Dalam hal ini sekolah yang satu dengan
yang lain mempunyai standar ketuntasan minimal SKM yang berbeda. Kriteria Ketuntasan minimal ditetapkan diawal tahun pelajaran oleh forum MGMP
sekolah. Akan
tetapi, dalam
menetukan KKM
haruslah dengan
mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata siswa, kompleksitas indikator, serta kemampuan sumber daya dukung. Berdasarkan KKM yang ditetapkan di
sekolah yang digunakan untuk penelitian, yaitu SMP Negeri 1 Kranggan, ditetapkan seorang siswa dipandang tuntas belajar jika ia mampu menyelesaikan
dan menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran jika siswa tersebut memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 71, sedangkan keberhasilan kelas
tercapai jika sekurang-kurangnya 80 dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut mencapai KKM .
2.1.6
Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Lie 2010: 12, model pembelajaran kooperatif atau disebut juga
dengan pembelajaran gotong-royong merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama peserta didik
dalam menyelesaikan tugas-tugas terstruktur. Selanjutnya menurut Ibrahim 2000: 2, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang jangkauannya melampaui
membantu siswa belajar isi akademik dan keterampilan semata namun juga melatih siswa tujuan – tujuan hubungan sosial dan manusia.
Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan hanya belajar dalam kelompok. Ada unsur–unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya
dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan
pendidik mengelola kelas dengan efektif. Chaplin mendefinisikan kelompok sebagai “ a collection of individuals who
have some characteristic in common or who are pursuing a common goal. Two or more persons who interact in any way constitute a group. It is not necessary,
however, for the members of a group to interact directly or in face to face manner” Suprijono, 2012: 56.
Roger dan David Johnson dalam Lie 2010: 30 mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai
hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Kelima unsur tersebut, yaitu: 1 saling ketergantungan positif, 2
tanggungjawab perseorangan, 3 tatap muka, 4 komunikasi antar anggota, 5 evaluasi proses kelompok.
Untuk memenuhi kelima unsur tersebut harus dibutuhkan proses yang
melibatkan niat dan kiat para anggota kelompok para peserta didik harus mempunyai niat untuk bekerja sama dengan yang lainnya dalam kegiatan belajar
kelompok yang akan saling menguntungkan. Selain niat, peserta didik juga harus menguasai kiat – kiat berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. Salah satu
cara untuk mengembangkan niat dan kerja sama antar peserta didik dalam model pembelajaran kooperatif adalah melalui pengelolaan kelas. Ada tiga hal penting
dalam pembelajaran kooperatif, yakni pengelompokan, semangat kerja sama, dan penataan ruang kelas.
Menurut Suprijono 2012: 65, sintaks model pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase.
Tabel 2.1 Fase-Fase Pembelajaran Kooperatif FASE-FASE
PERILAKU GURU
Fase 1: Present goals and set Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan peserta didik Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan peserta didik siap belajar
Fase 2: Present information Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal
Fase 3: Organize students into learning teams
Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar
Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim
belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien
Fase 4: Assist team work and study Membantu keja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya
Fase 5: Test on the materials Mengevaluasi
Menguji pengetahuan peserta didik mengenal berbagai materi pembelajaran atau
kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6: Provide recognition Memberikan pengakuan atau
penghargaan Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha
dan prestasi individu maupun kelompok
2.1.7
Model Pembelajaran Talking Stick
Menurut Ramadhan
dalam http:tarmizi.wordpress.com20100215talking-stick
,
talking stick tongkat
berbicara adalah metode yang pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat
dalam suatu forum pertemuan antarsuku, sebagaimana dikemukakan Carol
Locust berikut ini.
The talking stick has been used for centuries by many Indian tribes as a means of just and impartial hearing. The talking stick was commonly used in
council circles to decide who had the right to speak. When matters of great concern would come before the council, the leading elder would hold the talking
stick, and begin the discussion. When he would finish what he had to say, he would hold out the talking stick, and whoever would speak after him would take it.
In this manner, the stick would be passed from one individual to another until all who wanted to speak had done so. The stick was then passed back to the elder for
safe keeping. Talking stick merupakan salah satu model pembelajaran model kooperatif.
Pembelajaran menggunakan model talking stick mendorong peserta didik berani mengemukakan pendapat. Model pembelajaran ini dilakukan dengan bantuan
tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah peserta didik mempelajari materi pokoknya.
Ramadhan dalam http:tarmizi.wordpress.com20100215talking-stick
menyatakan
langkah-langkah pembelajaran talking stick adalah sebagai berikut:
1. guru membentuk kelompok yang terdiri atas 5 orang; 2. guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm;
3. guru menyampaikan
materi pokok
yang akan
dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran;
4. peserta didik berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana; 5. setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya,
guru mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup isi bacaan; 6. guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu siswa, tongkat
akan bergulir dari satu siswa ke siswa yang lain, setelah itu guru memberi pertanyaan dan anggota kelompok yang memegang tongkat tersebut harus
menjawabnya, demikian seterusnya tongkat akn bergulir lagi dari siswa yang terakhir menjawab pertanyaan hingga semua pertanyaan telah dijawab;
7. siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan;
8. guru memberikan kesimpulan; 9. guru melakukan evaluasipenilaian, baik secara kelompok maupun individu;
10. guru menutup pembelajaran. Selanjutnya, menurut Suprijono 2012:110, ketika stick bergulir dari
peserta didik ke peserta didik lainnya, seyogyanya diiringi musik.
2.1.8 Model Pembelajaran Konvensional