11
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian TPPHP, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
B. Bahan Dan Alat
Bahan baku utama yang digunakan adalah buah sawo Achras zapota, L kultivar Sukatali ST1 yang sudah tua yaitu berumur 180 hari, sehat, tidak cacat atau luka, dan ukuran relatif seragam yaitu 8
buah per kg. Buah sawo yang digunakan diperoleh dari perkebunan di desa Sukatali, Sumedang, Jawa Barat yang dibawa menggunakan mobil dalam karung plastik hitam untuk menghindari dari radiasi
matahari, dan masing-masing buah dilapisi kertas pembungkus untuk menghindari lecetnya kulit. Bahan lain yang digunakan selain sawo adalah lapisan edibel dengan bahan glukomanan dari pabrik
Rhado Gel, asam sitrat, lilin malam selang plastic ¼ inchi. Peralatan yang digunakan dalm penelitian adalah continous gas analyzer merk Shimadzu tipe
IRA-170 untuk mengukur konsentrasi CO
2
, continous gas analyzer merk Shimadzu tipe portable, oxygen tester untuk keperluan komposisi O
2
, rheometer merk Sun model CP-300 untuk mengukur kekerasan bahan, chromameter Minolta tipe CR-200 untuk uji warna, refractometer untuk mengukur
total padatan terlarut, timbangan digital untuk mengukur berat, stopless, lemari pendingin, sendok, timbangan analitik, wadah plastik, talenan, pisau untuk mengiris bahan, sarung tangan dan masker.
C. Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yang setiap pelaksanaannya diawali dengan penyiapan irisan segar buah sawo dan larutan lapisan edibel. Setelah melakukan tahapan
persiapan tersebut, nantinya dilakukan proses pelapisan edibel, penyimpanan pada suhu rendah serta pengemasan dengan teknik atmosfer termodifikasi. Hasil dari setiap tahapan penelitian akan dijadikan
sebagai patokan untuk melakukan tahapan-tahapan selanjutnya.
1. Tahapan Persiapan
a. Persiapan irisan segar buah sawo
Buah sawo dipetik pada umur petik yang sama agar didapatkan buah dengan kematangan yang sama. Buah sawo tersebut dilakukan minimally processing meliputi
kegiatan sortasi, pencucian, pengupasan, pemotongan. Pemotongan buah sawo dilakukan dengan cara membelahnya menjadi enam bagian. Setelah terbagi menjadi enam maka buah
dibersihkan dari bijinya.
12
b. Pembuatan lapisan edibel
Larutan yang harus dipersiapkan dalam penelitian ini, meliputi larutan antioksidan, CaCl
2
kalsium klorida, dan glokomanan. Pembuatan larutan glukomanan dengan konsentrasi 0.5 diperlukan aquades sebanyak 1000 ml yang dituangkan ke dalam gelas
ukur kemudian 5g glukomanan dilarutkan ke dalamnya sambil terus diaduk. Untuk pembuatan larutan antioksidan, bahan yang digunakan adalah asam sitrat dan
asam askorbat sebanyak 1.5 g dari masing-masing bahan dilarutkan ke dalam aquades 1000 ml sambil terus diaduk hingga merata. Untuk pembuatan larutan CaCl
2
yaitu pada konsentrasi 0.75 digunakan CaCl
2
sebanyak 7.5 g yang dilarutkan dalam 1000 ml aquades sambil terus diaduk hingga merata.
c. Pelapisan irisan segar buah sawo dengan lapisan edible
Buah sawo yang telah dilakukan pengolahan minimal kemudian akan dicelupkan dengan lapis edibel. Prosesnya menggunakan standard operational procedure SOP yang
telah direkomendasikan oleh Zulfebriadi, 1998 sebagai berikut: Buah sawo utuh
↓ Pembersihan awal dan sortasi
↓ Pengupasan dan pemotongan dengan tebal 5 cm
↓ Pencelupan ke dalam larutan antioksidan yaitu campuran asam sitrat dan asam askorbat 150
ppm selama 30 detik ↓
Penirisan selama 10 detik ↓
Pencelupan potongan sawo ke dalam larutan glukomanan selama 15 detik ↓
Penirisan selama 5 detik ↓
Pencelupan potongan sawo ke dalam laruatan CaCl
2
selama 15 detik ↓
Penirisan selama 5 detik ↓
Pencelupan potongan sawo ke dalam larutan glukomanan selama 15 detik ↓
Penirisan selama 5 detik ↓
Pencelupan potongan sawo ke dalam larutan CaCl
2
selama 15 detik ↓
Penirisan selama 5 detik ↓
Buah sawo dikeringkan pada tray berlubang Gambar 3. Bagan alir SOP standard operation procedure pelapiasan irisan segar buah
sawo. Zulfebriadi, 1998
13 Pencelupan irisan segar buah sawo pada proses pelapisan menggunakan tray
berlubang. Untuk proses pelapisan glukomanan dan CaCl
2
dilakukan dua kali, untuk memastikan semua permukaan irisan segar buah sawo terlapisi. Dimana setelah pencelupan
pertama posisi irisan segar buah sawo dibalik, untuk pelapisan berikutnya memastikan pada proses pelapisan seluruh permukaan irisan segar buah sawo terlapisi.
2. Tahapan Penelitian
a. Penentuan laju respirasi pada persentase konsentrasi glukomanan yang berbeda
Penentuan laju respirasi dengan konsentrasi glukomanan dilakukan untuk menentukan presentase konsentrasi yang tepat dalam menentukan laju respirsai. Perlakuan yang
digunakan adalah konsentrasi glukomanan dengan taraf perlakuan konsentrasi glukomanan adalah 0.5, 0.55, 0.6 dan tanpa konsentrasi lapisan edibel. Taraf konsentrasi dipilih
merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu mengenai pelapisan edibel dengan menggunakan glukomanan. Pemilihan tersebut didasari oleh sifat kekentalan dari
glukomanan yang dengan penambahan konsentrasi dari 0.5 menjadi 0.55 saja, sudah mengalami perubahan kekentalan yang cukup besar.
Taraf konsentrasi tersebut akan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Buah sawo yang sudah terolah minimal akan dilakukan pelapisan edibel dengan masing-masing
konsentrasi tersebut. Setelah itu, buah tersebut dimasukan ke dalam stoples dengan berat buah sekitar ±200 g. Pada tahap pertama ini akan dilakukan penyimpanan pada suhu ruang.
Pengukuran gas CO
2
dan O
2
dilakukan setiap 4 jam pada hari pertama, setiap 6 jam pada hari kedua, setiap 12 jam pada hari ketiga dan hari selanjutnya pengukuran dilakukan setiap 24
jam sampai irisan sawo segar tersebut mengalami kerusakanbusuk. Berikut disajikan bagan alir mengenai proses pengukuran laju respirasi pada Gambar 4.
Pembelian dan sortasi sawo dari petani ↓
Standard operation procedure SOP penyiapan irisan segar buah sawo ↓
Sawo dipotong dengan tebal irisan 5 cm ↓
Standard operation procedure SOP penyiapan lapisan edibel pada sawo ↓
Penimbangan ± 200 g daging buah stopless ↓
Penyimpanan dalam stopless kaca ↓
Pengukuran komposisi gas CO
2
dan O
2
setiap 4 jam sekali hari pertama, setiap 6 jam sekali hari kedua, setiap 12 jam sekali hari ketiga, dan setiap 24 jam sekali hari selanjutnya
hingga irisan segar buah sawo berlapis edibel mengalami kebusukan kerusakan. Gambar 4. Bagan alir pengukuran laju respirasi irisan segar buah sawo dengan lapisan edibel
Pengukuran laju respirasi dilakukan secara open system yaitu dengan cara membuka lipatan selang plastik pada sisi stopless kemudian selang plastik dihubungkan dengan
continous gas analyzer untuk mengukur komposisi CO
2
dan portable oxygen tester untuk
14 mengukur komposisi gas O
2.
Setelah pengukuran dilakukan
,
penutup stoples dibuka dan dihembuskan udara menggunakan kipas angin untuk mempercepat komposisi uadara dalam
stoples kembali normal. Selanjutnya, stoples ditutup kembali dengan rapat dan ulir stoples dilapisi dengan malam serta selang plastik dilipat dan dijepit kembali untuk mencegah keluar
masuknya udara dari luar. Laju respirasi irisan segar buah sawo dengan lapisan edibel dihitung berdasarkan persamaan 4 yang dikembangkan oleh Mannapperuma et al. 1989:
Dimana: R
= laju respirasi ml CO
2
kg.jam atau ml O
2
kg.jam V
= volume bebas wadah ml W
= berat bahan kg Dxdt
= laju perubahan komposisi CO
2
dan O
2
jam
b. Penentuan laju respirasi dengan suhu
Pada tahap ini dilakukan pengukuran laju respirasi dengan tiga taraf perlakuan suhu yaitu 5
o
C, 10
o
C dan 25
o
C suhu ruang. Penentuan laju respirasi dengan suhu dilakukan untuk menentukan suhu yang tepat untuk penyimpanan irisan segar buah sawo berlapis
edibel. Irisan segar buah sawo dengan berat sekitar ±200 g kemudian dicelupkan ke dalam
larutan antioksidan, dilapisi dengan larutan glukomanan, kemudian dicelupkan ke dalam larutan CaCl
2
. Irisan segar buah sawo berlapis edibel tersebut dimasukan ke dalam stoples kaca kemudian ditutup dengan penutupnya yang dilengkapi dengan dua buah lubang untuk
pengukuran komposisi CO
2
dan O
2
. Lubang tersebut disambungkan dengan selang plastik yang kemudian dijepit dengan klip. Stoples tersebut dimasukan ke dalam lemari pendingin
dengan suhu yang berbeda-beda. Pada hari pertama, pengambilan data laju produksi CO
2
dan konsumsi O
2
dilakukan setiap 4 jam sekali kemudian pada hari kedua pengukuran dilakukan setiap 6 jam sekali, pada hari ketiga 12 jam sekali, serta pada hari keempat dan
seterusnya dilakukan pengukuran setiap 24 jam sekali. Pengukuran tersebut dihentikan jika irisan segar buah sawo berlapis edibel yang disimpan telah mengalami kerusakan fisik berupa
timbulnya mikroba, terjadi perubahan warna dan terdapat bau yang tidak diinginkan.
c. Penentuan komposisi O
2
dan CO
2
dalam kemasan atmosfer termodifikasi
Irisan segar buah sawo seberat ±200 g dilapisi film edibel dengan bahan glukomanan dan CaCl
2
yang sebelumnya telah dicelupkan ke dalam larutan antioksidan. Irisan segar buah sawo berlapis edibel dimasukan ke dalam stoples kaca dengan tutup plastik yang dilengkapi
dengan dua buah lubang untuk pengukuran O
2
dan CO
2
. Lubang disambung dengan selang plastik yang dapat ditutup dengan rapat. Pengaturan komposisi atmosfer sesuai perlakuan
dilakukan dengan mixer, yaitu dengan mencampur gas O
2
, CO
2
, N
2
menjadi satu, kemudian gas tersebut disemprotkan ke dalam wadah stopless yang telah terisi irisan segar buah sawo
berlapis edibel. Pembacaaan komposisi atmosfer yang diinginkan dilakukan menggunakan continous gas analyzer dan portable oxygen tester. Setelah komposisi O
2
mendekati batas maksimum dan konsentrasi CO
2
mendekati batas minimum, maka penyemprotan gas
15 dihentikan. Kemudian bagian ujung selang ditutup rapat dengan malam dan selang dilipat
serta dijepit untuk mencegah masuknya gas O
2
dan CO
2
dari luar. Setiap perlakuan dan suhu dilakukan pengulangan sebanyak dua kali sebagai kelompok. Pengaturan komposisi O
2
dan CO
2
dilakukan setiap 12 jam sekali umtuk mencegah adanya kelebihan dan kekurangan gas O
2
dan CO
2
. Pada hari pertama pengukuran gas O
2
dan CO
2
dilakukan setiap 4 jam sekali, semakin sering pengukuran semakin baik karena langsung dapat diketahui perkembangan
laju respirasinya. Pada hari kedua dilakukan pengukuran gas O
2
dan CO
2
setiap 6 jam sekali, dan pada hari selanjutnya 12 jam sekali semakin jarang, pengukuran dihentikan saat irisan
buah tersebut rusakberjamur. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan mutu fisik meliputi warna dan kekerasan,
perubahan mutu kimia meliputi total gula dan uji tingkat kesukaan terhadap perubahan warna, aroma, kekerasan dan rasa. Pengamatan dilakukan pada keadaan awal, 2, 4, 6, 8 hari
selama penyimpanan. Pengolahan data statistik dilakukan dengan program SPSS. Data input berupa data
dari setiap parameter kualitas produk. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh perlakuan yang satu dengan yang lainnya, maka dilakukan uji ANOVA. Berdasarkan hasil uji dapat
disimpulkan apakah perlakuan tersebut berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh nyata terhadap mutu produk dalam setiap periode pengamatan dan pengukuran. Uji statistik lanjut
yang digunakan adalah analisis Duncan yang digunakan untuk menentukan nilai parameter dan mutu periode pengamatan dan pengukuran keberapa yang mempunyai perbedaan rata-
rata yang tidak berbeda secara signifikan. Pengujian statistik yang dilakukan berdasarkan jumlah parameter menggunakan Anova-Duncan. Untuk pengujian statistik organoleptik
menggunakan Mann-Whitney. Standard operation procedure SOP irisan segar buah sawo
dengan pelapis edibel ↓
Sawo dipotong dengan ketebalan sekitar 5 cm ↓
Penimbangan ±200 g daging buah sawostoples ↓
Komposisi gas: 1
14-16 O
2
dan 2-4 CO
2
2 14-16 O
2
dan 4-6 CO
2
3 16-18 O
2
dan 2-4 CO
2
↓ Pengamatan komposisi gas setiap 4 jam pada suhu ruang
dan setiap 24 jam pada suhu penyimpanan 10
o
C ↓
Penyimpanan dalam respiration Chamber suhu 10
o
C dan suhu ruang ↓
Pengukuran laju susut bobot, laju kekerasan, laju total padatan terlarut, dan perubahan warna
↓ Komposisi atmosfer terpilih
Gambar 5. Bagan alir penentuan komposisi O
2
dan CO
2
pada suhu terpilih.
16
d. Penentuan Jenis Film Kemasan
Jenis film kemasan ditentukan setelah percobaan kadar kombinasi O
2
dan CO
2
yang optimum diketahui. Nilai permeabilitas bahan yang diperlukan dihitung berdasarkan kombinasi O
2
dan CO
2
optimum yang diperoleh dari penelitian sebelumnya menggunakan plastik terpilih menggunakan persamaan 2 dan 3 di bawah ini Deily
dan Rizvi, 1981: ……………………………..…..2
………………………………….3
Di samping menggunakan jenis plastik film terpilih, plastik jenis lain dengan permeabilitas berbeda digunakan sebagai pembanding. Rancangan berupa berat produk
optimal yang akan dikemas dapat diperoleh berdasarkan persamaan 4 sebagai berikut Mannapperuma dan Singh, 1989:
............................4
dimana: W : berat bahan yang dikemas kg
Py : permeabilitas terhadap O
2
ml.milm
2
.jam.atm Pz : permeabilitas terhadap CO
2
ml. milm
2
.jam.atm ya : konsentrasi O
2
udara normal y : konsentrasi O
2
dalam kemasan A : luas permukaan kemasan m
2
za : konsentrasi CO
2
udara normal z : konsentrasi CO
2
dalam kemasan Ry : laju konsumsi O
2
ml.milm
2
.jam.atm Rz : laju konsumsi CO
2
ml.milm
2
.jam.atm b : tebal kemasan mil
Untuk pengamatan kadar O
2
dan CO
2
dalam kemasan, dibuat dua buah lubang pada salah satu sisi kemasan yang dihubungkan dengan selang. Kemasan yang telah terisi produk ditutup
rapat menggunakan mesin sealer serta kedua selang dihubungkan menggunakan konektor berbentuk huruf “L”. Pengukuran terhadap konsentrasi O
2
dan CO
2
dilakukan setiap hari, sedangkan pengamatan penyusutan bobot, kekerasan, perubahan warna, total padatan terlarut, dan
uji organoleptik tiap dua hari sekali hingga buah dalam keadaan tidak optimal. Setiap perlakuan dilakukan dalam tiga kali ulangan.
17
D. Pengamatan Mutu
1. Susut bobot
Laju penurunan susut bobot dilakukan berdasarkan presentase penurunan berat bahan awal penyimpanan hingga akhir masa penyimpanan. Berikut untuk menghitung susut bobot digunakan
persamaan dibawah ini:
dimana: W1: bobot sampel pada awal penyimpanan g
W2: bobot sampel pada akhir penyimpanan g
2. Uji warna
Dalam pengukuran perubahan warna dilakukan dengan menggunakan alat chromameter Minolta CR200. Data warna yang dihasilkan dinyatakan dengan nilai L untuk kecerahan, nilai a
untuk warna kromatik campuran merah-hijau, dan nilai b untuk warna kromatik biru-kuning. Nilai L menyatakan kecerahan yaitu cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih,
abu-abu, dan hitam, bernilai 0 untuk warna hitam dan bernilai 100 untuk warna putih. Bila L yang semakin besar menunjukan irisan buah sawo semakin rusak karena warnanya semakin
pucat. Nilai a menyatakan akromatik merah-hijau, bernilai +a dari 0-80 untuk warna merah dan bernilai -a dari 0--80 untuk hijau. Nilai b menyatakan akromatik kuning-biru, bernilai +b dari
0-70 untuk warna kuning dan bernilai –b dari 0--70 untuk biru. Pengujian yang dilakukan
dengan menempelkan sensor alat tersebut pada irisan segar buah sawo berlapis edibel dan menembakan sinar pada tiga bagian yang berbeda.
3. Uji total padatan terlarut
Dalam pengukuran perubahan warna dilakukan dengan menggunakan alat refractometer. Irisan segar buah sawo berlapis edibel yang diuji dihancurkan sehingga didapatkan sarinya yang
kemudian dilakukan pengukuran kadar gula. Pengamatan mutu ini dilakukan dengan tiga kali ulangan terhadap masing-masing sampel. Besarnya padatan terlarut dinyatakan dalam satuan
o
Brix.
4. Uji kekerasan
Dalam pengukuran perubahan kekerasan dilakukan dengan menggunakan rheometer, diukur tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk. Pengujian kekerasan terhadap sampel
dilakukan pada tiga titik yang berbeda, yaitu bagian ujung, bagian tengah dan bagian pangkal dengan dua kali pengulangan. Data yang diperoleh kemudian dirata-ratakan.
18
5. Uji organoleptik
Uji subjektif berupa uji organoleptik hedonik dimaksudkan untuk menentukan perlakuan penyimpanan produk yang optimal, yaitu perlakuan dengan kondisi yang menghasilkan masa
simpan terpanjang yakni mutunya masih diterima konsumen. Penilaian dilaukan berdasarkan tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, kekerasan, rasa, dan secara keseluruhan produk total.
Skor yang diberikan terdiri atas lima tingkat kesukaan, yaitu: 1 sangat tidak suka, 2 tidak suka, 3 netral, 4 suka dan 5 sangat suka. Batas penolakan adalah 3.5 karena dibawah
3.5 nilai kesukaan konsumen sudah termasuk netral. Penilaian menggunakan panelis sebanyak 10 orang. Uji perubahan tingkat kesukaan pada keadaan awal, 2, 4, 6, 8 hari setelah penyimpanan.
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan
Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting yang dapat digunakan untuk mengukur laju respirasi adalah perubahan
kandungan glukosa, jumlah ATP, O
2
yang dikonsumsi dan CO
2
yang diproduksi. Pengukuran laju respirasi dengan mengitung produksi CO
2
lebih sederhana dan praktis karena jumlah yang dihasilkan selama proses respirasi relatif cukup banyak dan penggunaan alat ukur konsentrasi untuk CO
2
dapat ditampilkan secara digital sehinga keakuratan dari data CO
2
yang diperoleh cukup baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi ada dua: faktor internal dan eksternal. Faktor
internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal antara lain suhu, etilen, O
2
yang tersedia, zat-zat pengatur pertumbuhan dan kerusakan buah.
Penentuan laju respirasi ditujukan agar dapat mengetahui konsentrasi glukomanan yang paling tepat yang akan digunakan untuk tahap selanjutnya untuk penyimpanan irisan segar buah sawo.
Adapaun konsentrasi glukomanan yang akan diujikan ada empat macam yaitu 0.5, 0.55, 0.6 dan tanpa pelapis edibel. Penyimpanan untuk masing-masing konsentrasi dilakukan pada suhu ruang.
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada empat konsentrasi yang berbeda didapatkan laju produksi CO
2
dan laju konsumsi O
2
yang berbeda. Pengukuran laju respirasi dilakukan hingga hari kedua sampai buah sawo yang terolah minimal
mengalami kerusakan, contohnya telah muncul lendir, menimbulkan bau busukasam dan buah mengalami pelunakan. Pengukuran dilakukan bertahap, untuk dua puluh empat jam pertama
pengukuran dilakukan setiap empat jam sekali, untuk dua puluh empat jam berikutnya pengukuran setiap enam jam sekali. Hal ini dimaksudkan agar respirasi irisan segar buah sawo dapat terlihat
kenaikan atau penurunannya. Hasil pengukuran laju produksi CO
2
pada konsentrasi 0.5 ; 0.55 ; 0.6 dan tanpa edibel berturut-turut adalah 75.292 mlkg.jam, 82.764 mlkg.jam, 69.618 mlkg.jam dan 85.326 mlkg.jam.
Sedangkan laju konsumsi O
2
pada konsentrasi 0.5 ; 0.55 ; 0.6 dan tanpa edibel berturut-turut adalah 44.469 mlkg.jam, 66.685 mlkg.jam, 58.373 mlkg.jam, 55.329 mlkg.jam. Perubahan laju
produksi CO
2
dan laju konsumsi O
2
irisan segar buah sawo pada berbagai konsentrasi lapisan edibel, disajikan dengan grafik dalam Gambar 6-7 serta Tabel pada Lampiran 1.
20 Gambar 6. Laju produksi CO
2
irisan segar buah sawo berbagai konsentrasi lapisan edibel pada suhu ruang
Secara kasat mata buah sawo yang berlapis glukomanan bila dibandingkan dengan yang tanpa pelapis edibel kurang terlihat berbeda, karena permukaan daging buah sawo yang memang terlihat
basah. Hanya saja buah sawo dengan pelapis edibel terlihat sedikit lebih mengkilap. Hal ini juga dikarenakan glukomanan yang digunakan encer, sehingga tidak menutupi warna asli dari buah sawo.
Namun lapisan edibel yang diberikan tidak boleh terlalu encer, karena permukaan buah sawo tidak akan tertutup semua. Namun apabila lapisan edibel terlalu pekat juga akan membuat buah lengket dan
berlendir sehingga pemberian lapisan harus optimal agar tidak mengurangi nilai tambah dari buah sawo itu sendiri.
Gambar 7. Laju konsumsi O
2
irisan segar buah sawo berbagai konsentrasi lapisan edibel pada suhu ruang
21 Dari Gambar 6-7. dapat dilihat bahwa pola laju respirasi irisan segar buah sawo berlapis edibel
pada konsentrasi 0.5, 0.55, 0.6 dan tanpa lapisan edibel memiliki pola yang hampir sama dengan nilai laju respirasi yang berbeda-beda, dengan perbedaan yang relatif kecil. Dapat dilihat
semua konsentrasi menunjukan penururan laju respirasinya, terutama pada laju respirasi CO
2
, sedang pada laju O
2
lebih fluktuatif. Kemungkinan penurunan laju respirasi terjadi karena substrat yang digunakan dalam respirasi berhenti bereaksi dalam enzim pada sel yang terdapat di permukaan
potongan buah. Dari keempat konsentrasi yang memiliki laju respirasi terkecil adalah konsentrasi 0.5 sehingga nantinya konsentrasi ini dipilih untuk melapisi irisan segar buah sawo, dan digunakan
untuk tahapan penelitian selanjutnya. Pada Gambar 7 terlihat laju respirasi O
2
konsentrasi 0.55 dan 0.6 , laju respirasi meningkat tajam pada jam ke-42. Sementara pada konsentrasi 0.5 dan tanpa
pelapis, laju respirasi pada jam ke-42 menurun. Sementara pada Gambar 6, laju respirasi CO
2
, di semua konsentrasi pada jam ke-42, laju respirasi mengalami kenaikan. Di jam ke-42 diperkirakan
kerusakan buah terjadi. Hal ini diperkuat dengan perubahan fisik yang terjadi, seperti warna yang semakin gelap, timbul lendir, daging buah semakin lembek, dan mulai timbulnya bau asam.
B. Laju Respirasi pada Berbagai Perlakuan Suhu Penyimpanan