Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menuntut adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa. Potensi ini hanya dapat digali dan dikembangkan serta dipupuk secara efektif melalui pendidikan dan pembelajaran yang terarah dan terpadu, yang dikelola secara serasi dan seimbang dengan memperhatikan pengembangan potensi peserta didik secara utuh dan optimal. Lembaga pendidikan dituntut untuk berperan aktif dalam mengembangkan intelektual dan emosional bangsa secara optimal agar dapat meningkatkan kualitas, harkat, dan martabat bangsa. Oleh karena itu inovasi di bidang pendidikan sangat diperlukan agar kualitas pendidikan terus meningkat dan hasilnya sesuai dengan tuntunan jaman. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan matematika. Matematika salah satu mata pelajaran yang menjadi dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain karena di dalamnya terdapat kemampuan berhitung, logika, dan berpikir. Pendidikan matematika mencakup proses mengajar, proses belajar, dan proses berfikir kreatif. Sampai saat ini matematika masih menjadi masalah bagi sebagian siswa. Sebagian siswa masih menganggap pelajaran matematika, sulit dan hanya berisi kumpulan rumus belaka. Akibatnya, prestasi belajar mengajar matematika yang dicapai siswa masih tergolong rendah. Kondisi itu terlihat dari hasil Ujian Nasional UN SMA dan sederajat tahun 2009-2010 di Surakarta yang memprihatinkan. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Olahraga kota Surakarta, dari 14.523 siswa SMA dan sederajat di Surakarta yang mengikuti UN tahun 2010, terdapat 2.600 siswa yang tidak lulus UN, dan kebanyakan dari siswa yang tidak lulus ini, gagal dalam pelajaran matematika. Hal ini tentunya menimbulkan keprihatinan tersendiri bagi guru, khususnya guru matematika. commit to user http:imbalo.wordpress.com20100426persentase-kelulusan-ujian-nasional- tahun-2010-smasmkma-di-beberapa-kota . Matematika merupakan ilmu yang terstruktur, yang dipelajari siswa secara bertahap dari tingkat sederhana hingga tingkat yang rumit. Materi di dalamnya selalu berkaitan sehingga untuk mampu menguasai suatu materi, siswa harus menguasai materi prasyaratnya. Semakin tinggi jenjang pendidikan dimana siswa belajar, materi matematika yang diberikan menuntut kemampuan yang lebih kompleks. Trigonometri adalah salah satu materi yang dihadapi siswa SMA kelas X semester 2, dimana pada jenjang pendidikan sebelumnya belum pernah disampaikan. Walaupun demikian, bukan berarti trigonometri terlepas dari materi matematika yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan dan penguasaan tentang aljabar, aritmatika, segitiga, dan pythagoras yang telah ditempuh di SMP menjadi dasar yang baik untuk dapat menguasai materi ini. Trigonometri merupakan materi pokok yang penting. Hal ini karena trigonometri merupakan materi pendukung mata pelajaran lain seperti fisika. Selain itu materi pokok trigonometri masih dipelajari ke jenjang yang lebih tinggi. Muatan pada materi trigonometri tergolong padat sehingga dibagi ke dalam beberapa sub materi. Salah satu sub materi tersebut adalah aturan sinus dan cosinus. Konsep dalam menyelesaikan permasalahan terkait penggunaan aturan sinus dan cosinus tergolong dalam pengetahuan pemahaman dan prosedural sehingga secara umum tidaklah sukar bagi siswa. Akan tetapi, hasil survei yang diperoleh dari informasi guru menunjukkan bahwa nilai ulangan harian siswa kelas X SMA Negeri 5 Surakarta tahun ajaran 20092010 pada materi trigonometri masih kurang memuaskan. Masih ada sekitar 25 dari jumlah siswa seluruhnya yang memperoleh nilai di bawah kriteria ketuntasan minimum KKM yaitu 60. Kurang memuaskannya nilai tersebut karena banyaknya kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan permasalahan terkait penggunaan rumus trigonometri diantaranya penggunaan aturan sinus dan cosinus. commit to user Pada prinsipnya secara umum ada dua faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu kegiatan belajar mengajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri subyek belajar, diantaranya intelegensi, minat, bakat, motivasi belajar, aktivitas belajar, gaya belajar, kedisiplinan belajar, dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar subyek belajar. Yang termasuk faktor eksternal adalah materi pembelajaran, fasilitas belajar, media pembelajaran, model pembelajaran, sarana dan prasarana belajar, dan lain sebagainya. Model pembelajaran merupakan salah satu faktor eksternal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan belajar mengajar. Pemilihan suatu model perlu memperhatikan beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, materi yang disampaikan, waktu yang tersedia, fasilitas yang tersedia, dan kesiapan guru, agar tujuan pembelajaran tercapai secara optimal. Dari observasi melalui wawancara dengan seorang guru matematika SMA Negeri 5 Surakarta, bahwa beberapa guru masih melakukan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung Pembelajaran langsung adalah pembelajaran yang berpusat pada guru, namun keterlibatan siswa masih diperhatikan. Pada akhir pelajaran, siswa selalu diberikan contoh soal oleh guru untuk diselesaikan siswa. Jika siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal tersebut, guru membimbing siswa. Namun, jarang siswa mau menanyakan kesulitan yang dihadapinya. Sehingga guru tidak tahu tentang kesulitan yang dihadapi siswa-siswanya. Hal ini dimungkinkan karena dalam pembelajaran siswa cenderung pasif sehingga siswa enggan untuk bertanya. Model pembelajaran yang dilaksanakan seperti itu mengakibatkan kurangnya partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Hal itu dapat berakibat rendahnya prestasi belajar matematika. Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan partisipasi dan prestasi belajar matematika. Model yang dapat melibatkan siswa dalam kegiatan belajar diantaranya adalah dengan menempatkan siswa belajar secara kelompok-kelompok. Dengan bekerja secara kelompok siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami commit to user konsep-konsep yang sulit dengan berdiskusi dan bertukar pendapat dengan temannya. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain. Dalam menyelesaikan tugasnya, setiap anggota kelompok saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pelajaran. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Model ini mampu memudahkan siswa untuk memahami konsep lebih baik dibandingkan dengan model konvensional. Imbasnya, beberapa sekolah mulai menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Namun demikian, model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki kekurangan. Model ini melibatkan siswa dalam kelompok untuk mengkonstruksi pemahaman konsep, akibatnya jika ada sebagian siswa yang tidak memenuhi syarat kemampuan untuk mempelajari konsep tersebut akan gagal memperoleh manfaat dalam kelompok. Selain itu, model kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri. Padahal siswa memasuki kelas dengan pengetahuan, kemampuan dan motivasi yang beragam, sehingga diperlukan adanya individualisasi dalam pembelajaran. Individualisasi dipandang penting khususnya dalam pelajaran matematika, dimana pembelajaran dari tiap kemampuan yang diajarkan sebagian besar tergantung pada penguasaan kemampuan yang dipersyaratkan. Selain itu individualisasi diperlukan dalam rangka penguatan konsep materi agar siswa lebih memahami konsep materi. Untuk dapat meningkatkan individualisasi dan kemandirian belajar yang efektif dapat dilakukan dengan pemberian latihan soal terstruktur secara individual. Keberhasilan proses belajar mengajar selain dipengaruhi oleh model mengajar, dipengaruhi pula oleh kecerdasan siswa. Kecerdasan yang ada dalam diri setiap siswa bermacam ± macam. Salah satunya adalah kecerdasan logika matematika Kecerdasan logika matematika adalah kemampuan dalam menangani angka dan logika, serta menyusun solusi jalan keluar dengan urutan yang logis masuk akal dalam memecahkan masalah. Kecerdasan logika matematika merupakan salah commit to user satu faktor penting dalam kegiatan belajar matematika karena membantu mengembangkan keterampilan berpikir, berhitung dan logika seseorang. Di samping itu juga juga kecerdasan ini dapat membantu menemukan cara kerja, pola, dan hubungan, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, mengklasifikasikan dan mengelompokkan, meningkatkan pengertian terhadap bilangan dan meningkatkan daya ingat. Melalui model pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih mudah untuk memahami suatu konsep matematika. Dengan demikian dapat memberi peluang kepada siswa yang memiliki kecerdasan logika matematika rendah untuk dapat meningkatkan kemampuannya seiring dengan siswa lain yang mempunyai kecerdasan logika matematika lebih tinggi. Pada akhirnya, melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa terutama pada siswa yang memiliki kecerdasan logika matematika rendah.

B. Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Materi Trigonometri Kelas X dengan Memperhatikan Kecerdasan Emosional Siswa

1 56 251

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN TIPE STAD YANG DIMODIFIKASI PADA MATERI LOGIKA MATEMATIKA TERHADAP HASIL PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

0 7 113

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN TIPE JIGSAW PADA KOMPETENSI DASAR PERSAMAAN KUADRAT DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS X SMA NEGERI DI

1 14 253

EKSPERIMENTASI PENGGUNAAN PETA KONSEP PADA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DITINJAU DARI KEMAMPUAN PRASYARAT SISWA KELAS X SMA DI SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 2011

0 4 115

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT PADA MATERI LUAS DAN VOLUME BANGUN RUANG DITINJAU DARI GAYA BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA BATIK 1 SURAKARTA

0 2 84

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN PENDEKATAN QUANTUM LEARNING PADA MATERI STATISTIKA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS XI SEMESTER GANJIL

0 3 86

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN PENDEKATAN RME PADA MATERI BARISAN DAN DERET DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF SISWA KELAS XI SMK NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2013/2014.

0 0 19

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG DENGAN MODIFIKASI MEDIA KOMIK PADA MATERI PERTIDAKSAMAAN KUADRAT DITINJAU DARI KECENDERUNGAN DOMINASI OTAK SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2012/2013.

0 0 17

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE “TWO STAY TWO STRAY (TSTS)” BERBASIS PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA PEMBELAJARAN TRIGONOMETRI DITINJAU DARI KEAKTIFAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 SURAKARTA - UNS Institutional Repository

0 0 23

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINIER SATU VARIABEL DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VII SMP NEGERI 20 SURAKARTA

0 0 20