EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN LATIHAN INDIVIDUAL TERSTRUKTUR PADA MATERI TRIGONOMETRI DITINJAU DARI KECERDASAN LOGIKA MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010 20

(1)

commit to user

i

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

STAD ( STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION ) DENGAN

LATIHAN INDIVIDUAL TERSTRUKTUR PADA MATERI TRIGONOMETRI DITINJAU DARI KECERDASAN LOGIKA MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2010 - 2011

SKRIPSI Oleh : Novi Arum Sari NIM : K1307005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

STAD ( STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION ) DENGAN

LATIHAN INDIVIDUAL TERSTRUKTUR PADA MATERI TRIGONOMETRI DITINJAU DARI KECERDASAN LOGIKA MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2010 - 2011

Oleh : Novi Arum Sari NIM : K1307005

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(3)

commit to user

iii


(4)

commit to user

iv


(5)

commit to user

v

ABSTRACT

Novi Arum Sari. THE EXPERIMENTATION STUDENT LEARNING TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) WITH INDIVIDUAL EXERCISE STRUCTURLY ON THE MAIN MATERIAL OF TRIGONOMETRI VIEWED FROM 678'(17¶6 MATHEMATICS LOGIC MATHEMATIC INTELLIGENCE X STUDENTS OF SMA N (STATE SENIOR HIGH SCHOOL) 5 SURAKARTA OF SCHOOL YEAR 2010/20011. Thesis, Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas Maret University. Surakarta, 2011.

The aims of the research are: (1) to investigate whether type STAD cooperative learning model with individual exercise structurly given mathematics student¶s achievement better than using the direct learning model achievement in the sub matter of the rules of sinus and cosinus. (2) whether students with higher logic mathematic intelligence have better achievement than students with lower logic mathematic intelligence achievement in the sub matter of the rules of sinus and cosinus. (3) to find out whether there is interaction between the use of learning model and student¶s logic mathematic intelligence level on the mathematics learning achievement in the sub matter of the rules of sinus and cosinus.

The research uses quasi experimental method. The population of the research is all of the eleventh grade students of SMA N (State Senior High School) 5 Surakarta of school year 2010/2011. The sample used in the research is taken with cluster random sampling technique, consisting of two classes, one class is an experiment class and the other is a control class. The techniques of collecting data used are documentation and the test. The trial run of instrument is conducted in SMA (State Senior High School) Al Islam 1 Surakarta. The equilibrium test with t-test is conducted as research requirement. The technique of data analysis used is two-line variance analysis through normality test using Liliefors method and homogenity test using Bartlett method as requirement test of data analysis.

The research conclude: (1) Model type STAD cooperative learning with individual exercise structurly given mathematics VWXGHQW¶V achievement better


(6)

commit to user

vi

than using the direct learning model achievement in the sub matter of the rules of sinus and cosinus (Fobs = 10,292 > 3,992 = Ftable), (2) Students with high mathematics logic mathematic intelligence have similar mathematics achievement with students with mathematics logic mathematic intelligence of middle, and better mathematics achievement with students with mathematics logic mathematic intelligence low in the sub matter of the rules of sinus and cosinus (Fobs = 11,837 > 3,142 = Ftable), (3) there is no interaction between the use of learning model and student¶s logic mathematic intelligence level on the mathematics learning achievement in the sub matter of the rules of sinus and cosinus (Fobs = 1,326 < 3,142= Ftable).


(7)

commit to user

vii

ABSTRAK

Novi Arum Sari. EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD ( STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION ) DENGAN LATIHAN INDIVIDUAL TERSTRUKTUR PADA MATERI TRIGONOMETRI DITINJAU DARI KECERDASAN LOGIKA MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010 - 2011 Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011.

Tujuan penelitian adalah : (1) untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung pada sub materi aturan sinus dan cosinus (2) untuk mengetahui apakah siswa dengan kecerdasan logika matematika lebih tinggi mempunyai prestasi belajar lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan logika matematika lebih rendah pada sub materi aturan sinus dan cosinus, (3) untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan logika matematika siswa terhadap prestasi belajar matematika pada sub materi aturan sinus dan cosinus.

Penelitian menggunakan pendekatan penelitian eksperimental semu. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. Sampel yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua kelas yaitu satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol yang diambil dengan teknik cluster random sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi dan metode tes. Uji coba instrumen dilakukan di SMA Al Islam 1 Surakarta. Sebagai persyaratan penelitian, populasi harus dalam keadaan seimbang. Sehingga dilakukan uji keseimbangan dengan uji-t. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dengan uji persyaratan analisis data adalah uji normalitas dengan metode Liliefors dan uji homogenitas dengan metode Bartlett.


(8)

commit to user

viii

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) pembelajaran matematika dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik jika dibandingkan dengan model pembelajaran langsung pada sub materi aturan sinus dan cosinus (Fobs = 10,292 > 3,992 =Ftabel pada tingkat signifikansi 5%), (2) siswa dengan kecerdasan logika matematika tinggi menghasilkan prestasi yang sama baiknya dengan siswa dengan kecerdasan logika matematika sedang dan lebih baik dari siswa dengan kecerdasan logika matematika rendah (Fobs = 11,837 > 3,142 = Ftabel), (3) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan logika matematika siswa terhadap prestasi belajar matematika pada sub materi aturan sinus dan cosinus (Fobs = 1,326 < 3,142 = Ftabel).


(9)

commit to user

ix

MOTTO

´«6HVXQJJXKQ\

a Allah tidak merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah

NHDGDDQSDGDGLULPHUHNDVHQGLUL«´

46$U5D·G

´6HVXQJJXKQ\DVHVXGDKNHVXOLWDQDGDNHPXGDKDQ0DNDDSDELODHQJDNDXWHODK

selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan

hanya kepada Tuhanmu

²ODKHQJNDXEHUKDUDSµ

(QS. Al Insyiroh : 6-8)

´

terkadang apa yang kita dapatkan, bukan yang kita inginkan, tapi itu yang kita

butuhkan

µ


(10)

commit to user

x

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada:

W Ibu, yang selalu mencurahkan kasih sayang,

melantunkan doa yang tak pernah putus untuk keberhasilanku.

W Bapak, yang tiada henti berjuang demi

keluarga, mendukungku meraih mimpi.

W Adik kecilku, Mitha, yang dengan melihatnya

mampu memulihkan semangatku kembali.

W Sahabat ³Negeri Timur´ GZL QLWD yang

telah memberikan semangat.

W Mas Bambang yang telah memberi keyakinan

bahwa aku bisa.

W 0DKDVLVZD 3 0DWK ¶ DWDV NHEHUVDPDDQ

dan perjuangan, waktu yang tak bisa terlupakan

W Semua pihak yang membuatku mampu


(11)

commit to user

xi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Rabb semesta alam atas segala berkah dan limpahan rahmat-Nya sehingga skripsi dengan MXGXO³Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ( Student Teams Achievement Division ) dengan Latihan Individual Terstruktur Pada Materi Trigonometri Ditinjau dari Kecerdasan Logika Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Ajaran 2010 ± 2011, dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, saran, dukungan, dan dorongan dari berbagai pihak yang sangat membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada segenap pihak antara lain:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan FKIP UNS yang telah memberikan ijin menyusun skripsi ini.

2. Sukarmin,S.Pd, M.Si, Ph.D Ketua Jurusan P. MIPA FKIP UNS yang telah memberikan ijin menyusun skripsi ini.

3. Triyanto, S.Si, MSi, Ketua Program P. Matematika FKIP UNS dan pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat membantu dalam penulisan skripsi ini.

4. Yemi Kuswardi, S.Si, M.Pd, Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat membantu dalam penulisan skripsi ini.

5. Joko Ariyanto, S.Si, M.Si, Koordinator Skripsi P. MIPA FKIP UNS yang telah memberikan kemudahan dalam pengajuan ijin menyusun skripsi ini. 6. Drs. Makmur Sugeng, M.Pd, Kepala SMA Negeri 5 Surakarta yang telah

memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.

7. Darmanto, S.Pd, guru matematika di SMA Negeri 5 Surakarta yang telah meluangkan waktu dan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian.


(12)

commit to user

xii

8. Siswa-siswa kelas X8 dan X9 SMA Negeri 5 Surakarta tahun ajaran 2010/2011, atas kesediaannya mengikuti pembelajaran dengan baik.

9. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Demikian skripsi ini disusun. Penulis sadar bahwa tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan karya ini. Oleh karenanya, demi tersempurnanya karya ini, saran, ide, dan kritik yang membangun dari semua pihak tetap penulis harapkan.

Semoga karya ini memberikan manfaat bagi perkembangan pendidikan di masa mendatang.

Surakarta, Juli 2011


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN ABSTRAK ... v

HALAMAN MOTTO ... ix

HALAMAN PERSEMBAHAN ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pemilihan Masalah ...7

D. Pembatasan Masalah ... 8

E. Perumusan Masalah ... 8

F. Tujuan Penelitian ... 9

G. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II. LANDASAN TEORI ... 11

A. Tinjauan Pustaka ... 11

1. Prestasi Belajar Matematika ... 11

2. Model Pembelajaran ... 13

3. Kecerdasan Logika Matematika ... 23

4. Tinjauan Tentang Aturan Sinus dan Cosinus ... 26

B. Kerangka Pemikiran ... 26


(14)

commit to user

xiv

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 31

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

1. Tempat Penelitian ... 31

2. Waktu Penelitian ... 31

B. Metode Penelitian ... 31

1. Pendekatan Penelitian ...31

2. Rancangan Penelitian ...32

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 32

1. Populasi ... 32

2. Sampel ... 32

3. Teknik Pengambilan Sampel ... 33

D. Teknik Pengumpulan Data ... 33

1. Variabel Penelitian ... 33

2. Metode Pengumpulan Data ... 35

3. Penyusunan Instrumen ... 35

E. Teknik Analisis Data ... 39

1. Uji Keseimbangan ... 39

2. Uji Prasyarat ... 40

3. Uji Hipotesis ... 42

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 51

A. Deskripsi Data ... 51

1. Data Hasil Uji Coba Instrumen ... 51

2. Data Skor Prestasi Belajar Matematika Siswa ... 53

3. Data Skor Kecerdasan Logika Matematika Siswa ... 53

B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 54

1. Pengujian Persyaratan Eksperimen ... 54

2. Persyaratan Analisis ... 55

C. Pengujian Hipotesis ... 56

1. Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ... 56


(15)

commit to user

xv

D. Pembahasan Hasil Analisis Data ... 60

1. Hipotesis Pertama ... 60

2. Hipotesis Kedua ... 61

3. Hipotesis Ketiga ... 63

BAB V. KESIMPULAN ... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Implikasi ... 65

1. Implikasi Teoritis ... 65

2. Implikasi Praktis ... 67

C. Saran ... 67

1. Bagi Guru ... 67

2. Bagi Peneliti ... 67

3. Bagi Siswa ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Fase-fase Model Pembelajaran Langsung ... 15

Tabel 2.2. Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif ... 17

Tabel 2.3. Tabel Skor Perkembangan Individu ... 19

Tabel 2.4. Tabel Penghargaan Kelompok ... 20

Tabel 2.5. Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 20

Tabel 2.6. Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur ... 23

Tabel 3.1. Rancangan Penelitian ... 32

Tabel 3.2. Notasi dan Tata Letak Data Anava Dua Jalan Sel Tak Sama ... 43

Tabel 3.3. Rataan dan Jumlah Rataan ... 44

Tabel 4.1. Deskripsi Data Skor Prestasi Belajar Matematika Siswa ... 53

Tabel 4.2. Penentuan Kategori Kecerdasan Logika Matematika Siswa ... 53

Tabel 4.3. Sebaran Kategori Kecerdasan Logika Matematika Siswa ... 54

Tabel 4.4. Rataan dan Variansi Nilai UAS I ... 54

Tabel 4.5. Harga Statistik Uji dan Harga Kritik Uji Normalitas ... 54

Tabel 4.6. Hasil Analisis Uji Normalitas ... 55

Tabel 4.7. Hasil Analisis Uji Homogenitas ... 56

Tabel 4.8. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama .... 56

Tabel 4.9. Rataan Skor Prestasi Belajar Siswa ... 58


(17)

commit to user

xvii

DAFTAR GAMBAR


(18)

commit to user

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. RPP Kelas Eksperimen ... 72

Lampiran 2. Lembar Kerja Kelompok ... 79

Lampiran 3. Lembar Kerja Individual ... 87

Lampiran 4. Soal Kuis Individual ... 92

Lampiran 5. Pembahasan Kuis Individual ... 95

Lampiran 6. RPP Kelas Kontrol ... 99

Lampiran 7. Penghargaan Kelompok ... 106

Lampiran 8. Soal Tes Kecerdasan Logika Matematika ... 110

Lampiran 9. Lembar Jawab Tes Kecerdasan Logika Matematika... 117

Lampiran 10. Pembahasan Soal Tes Kecerdasan Logika Matematika ... 118

Lampiran 11. Kisi-kisi Tes Prestasi Belajar Matematika Siswa ... 122

Lampiran 12. Soal Tes Prestasi Belajar (Try Out) ... 123

Lampiran 13. Lembar Jawab Tes Prestasi (Try Out) ... 133

Lampiran 14. Pembahasan Soal Try Out Tes Prestasi Belajar «««... 134

Lampiran 15. Soal Tes Prestasi Belajar (Penelitian) ... 142

Lampiran 16. Lembar Jawab Tes Prestasi (Penelitian) ... 150

Lampiran 17. Pembahasan Soal Tes Prestasi Belajar (Penelitian) ... 151

Lampiran 18. Lembar Validasi Tes Kecerdasan Logika Matematika ... 157

Lampiran 19. Lembar Validasi Tes Prestasi Belajar Matematika ... 165

Lampiran 20. Uji Konsistensi Internal Tes Prestasi Belajar Matematika ... 169

Lampiran 21. Uji Reliabilitas Tes Prestasi Belajar Matematika ... 170

Lampiran 22. Tingkat Kesukaran Soal... 171

Lampiran 23. Data Induk Penelitian ... 173

Lampiran 24. Uji Keseimbangan Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 176

Lampiran 25. Uji Normalitas Prestasi Belajar Matematika Kelas Eksperimen (Sebelum Anava) ... 177


(19)

commit to user

xix

Lampiran 26. Uji Normalitas Prestasi Belajar Matematika Kelas Kontrol

(Sebelum Anava) ... 179

Lampiran 27. Uji Normalitas Kecerdasan Logika Matematika Kategori Tinggi... 181

Lampiran 28. Uji Normalitas Kecerdasan Logika Matematika Kategori Sedang... 183

Lampiran 29. Uji Normalitas Kecerdasan Logika Matematika Kategori Rendah... 185

Lampiran 30. Uji Homogentitas Antar Baris Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 187

Lampiran 31. Uji Homogentitas Antar Kolom Kecerdasan Logika Matematika ... 189

Lampiran 32. Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ... 191

Lampiran 33. Uji Komparasi Ganda Antar Kolom ... 196

Lampiran 34. Tabel Statistik ... 198


(20)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menuntut adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa. Potensi ini hanya dapat digali dan dikembangkan serta dipupuk secara efektif melalui pendidikan dan pembelajaran yang terarah dan terpadu, yang dikelola secara serasi dan seimbang dengan memperhatikan pengembangan potensi peserta didik secara utuh dan optimal. Lembaga pendidikan dituntut untuk berperan aktif dalam mengembangkan intelektual dan emosional bangsa secara optimal agar dapat meningkatkan kualitas, harkat, dan martabat bangsa. Oleh karena itu inovasi di bidang pendidikan sangat diperlukan agar kualitas pendidikan terus meningkat dan hasilnya sesuai dengan tuntunan jaman.

Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan matematika. Matematika salah satu mata pelajaran yang menjadi dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain karena di dalamnya terdapat kemampuan berhitung, logika, dan berpikir. Pendidikan matematika mencakup proses mengajar, proses belajar, dan proses berfikir kreatif.

Sampai saat ini matematika masih menjadi masalah bagi sebagian siswa. Sebagian siswa masih menganggap pelajaran matematika, sulit dan hanya berisi kumpulan rumus belaka. Akibatnya, prestasi belajar mengajar matematika yang dicapai siswa masih tergolong rendah. Kondisi itu terlihat dari hasil Ujian Nasional (UN) SMA dan sederajat tahun 2009-2010 di Surakarta yang memprihatinkan.

Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Olahraga kota Surakarta, dari 14.523 siswa SMA dan sederajat di Surakarta yang mengikuti UN tahun 2010, terdapat 2.600 siswa yang tidak lulus UN, dan kebanyakan dari siswa yang tidak lulus ini, gagal dalam pelajaran matematika. Hal ini tentunya menimbulkan keprihatinan tersendiri bagi guru, khususnya guru matematika.


(21)

commit to user

(http://imbalo.wordpress.com/2010/04/26/persentase-kelulusan-ujian-nasional-tahun-2010-smasmkma-di-beberapa-kota).

Matematika merupakan ilmu yang terstruktur, yang dipelajari siswa secara bertahap dari tingkat sederhana hingga tingkat yang rumit. Materi di dalamnya selalu berkaitan sehingga untuk mampu menguasai suatu materi, siswa harus menguasai materi prasyaratnya. Semakin tinggi jenjang pendidikan dimana siswa belajar, materi matematika yang diberikan menuntut kemampuan yang lebih kompleks.

Trigonometri adalah salah satu materi yang dihadapi siswa SMA kelas X semester 2, dimana pada jenjang pendidikan sebelumnya belum pernah disampaikan. Walaupun demikian, bukan berarti trigonometri terlepas dari materi matematika yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan dan penguasaan tentang aljabar, aritmatika, segitiga, dan pythagoras yang telah ditempuh di SMP menjadi dasar yang baik untuk dapat menguasai materi ini. Trigonometri merupakan materi pokok yang penting. Hal ini karena trigonometri merupakan materi pendukung mata pelajaran lain seperti fisika. Selain itu materi pokok trigonometri masih dipelajari ke jenjang yang lebih tinggi. Muatan pada materi trigonometri tergolong padat sehingga dibagi ke dalam beberapa sub materi. Salah satu sub materi tersebut adalah aturan sinus dan cosinus. Konsep dalam menyelesaikan permasalahan terkait penggunaan aturan sinus dan cosinus tergolong dalam pengetahuan pemahaman dan prosedural sehingga secara umum tidaklah sukar bagi siswa.

Akan tetapi, hasil survei yang diperoleh dari informasi guru menunjukkan bahwa nilai ulangan harian siswa kelas X SMA Negeri 5 Surakarta tahun ajaran 2009/2010 pada materi trigonometri masih kurang memuaskan. Masih ada sekitar 25% dari jumlah siswa seluruhnya yang memperoleh nilai di bawah kriteria ketuntasan minimum (KKM) yaitu 60. Kurang memuaskannya nilai tersebut karena banyaknya kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan permasalahan terkait penggunaan rumus trigonometri diantaranya penggunaan aturan sinus dan cosinus.


(22)

commit to user

Pada prinsipnya secara umum ada dua faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu kegiatan belajar mengajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri subyek belajar, diantaranya intelegensi, minat, bakat, motivasi belajar, aktivitas belajar, gaya belajar, kedisiplinan belajar, dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar subyek belajar. Yang termasuk faktor eksternal adalah materi pembelajaran, fasilitas belajar, media pembelajaran, model pembelajaran, sarana dan prasarana belajar, dan lain sebagainya.

Model pembelajaran merupakan salah satu faktor eksternal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan belajar mengajar. Pemilihan suatu model perlu memperhatikan beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, materi yang disampaikan, waktu yang tersedia, fasilitas yang tersedia, dan kesiapan guru, agar tujuan pembelajaran tercapai secara optimal. Dari observasi melalui wawancara dengan seorang guru matematika SMA Negeri 5 Surakarta, bahwa beberapa guru masih melakukan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung

Pembelajaran langsung adalah pembelajaran yang berpusat pada guru, namun keterlibatan siswa masih diperhatikan. Pada akhir pelajaran, siswa selalu diberikan contoh soal oleh guru untuk diselesaikan siswa. Jika siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal tersebut, guru membimbing siswa. Namun, jarang siswa mau menanyakan kesulitan yang dihadapinya. Sehingga guru tidak tahu tentang kesulitan yang dihadapi siswa-siswanya. Hal ini dimungkinkan karena dalam pembelajaran siswa cenderung pasif sehingga siswa enggan untuk bertanya.

Model pembelajaran yang dilaksanakan seperti itu mengakibatkan kurangnya partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Hal itu dapat berakibat rendahnya prestasi belajar matematika. Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan partisipasi dan prestasi belajar matematika.

Model yang dapat melibatkan siswa dalam kegiatan belajar diantaranya adalah dengan menempatkan siswa belajar secara kelompok-kelompok. Dengan bekerja secara kelompok siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami


(23)

commit to user

konsep-konsep yang sulit dengan berdiskusi dan bertukar pendapat dengan temannya.

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain. Dalam menyelesaikan tugasnya, setiap anggota kelompok saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pelajaran.

Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Model ini mampu memudahkan siswa untuk memahami konsep lebih baik dibandingkan dengan model konvensional. Imbasnya, beberapa sekolah mulai menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Namun demikian, model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki kekurangan. Model ini melibatkan siswa dalam kelompok untuk mengkonstruksi pemahaman konsep, akibatnya jika ada sebagian siswa yang tidak memenuhi syarat kemampuan untuk mempelajari konsep tersebut akan gagal memperoleh manfaat dalam kelompok. Selain itu, model kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri. Padahal siswa memasuki kelas dengan pengetahuan, kemampuan dan motivasi yang beragam, sehingga diperlukan adanya individualisasi dalam pembelajaran. Individualisasi dipandang penting khususnya dalam pelajaran matematika, dimana pembelajaran dari tiap kemampuan yang diajarkan sebagian besar tergantung pada penguasaan kemampuan yang dipersyaratkan. Selain itu individualisasi diperlukan dalam rangka penguatan konsep materi agar siswa lebih memahami konsep materi. Untuk dapat meningkatkan individualisasi dan kemandirian belajar yang efektif dapat dilakukan dengan pemberian latihan soal terstruktur secara individual.

Keberhasilan proses belajar mengajar selain dipengaruhi oleh model mengajar, dipengaruhi pula oleh kecerdasan siswa. Kecerdasan yang ada dalam diri setiap siswa bermacam ± macam. Salah satunya adalah kecerdasan logika matematika

Kecerdasan logika matematika adalah kemampuan dalam menangani angka dan logika, serta menyusun solusi (jalan keluar) dengan urutan yang logis (masuk akal) dalam memecahkan masalah. Kecerdasan logika matematika merupakan salah


(24)

commit to user

satu faktor penting dalam kegiatan belajar matematika karena membantu mengembangkan keterampilan berpikir, berhitung dan logika seseorang. Di samping itu juga juga kecerdasan ini dapat membantu menemukan cara kerja, pola, dan hubungan, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, mengklasifikasikan dan mengelompokkan, meningkatkan pengertian terhadap bilangan dan meningkatkan daya ingat.

Melalui model pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih mudah untuk memahami suatu konsep matematika. Dengan demikian dapat memberi peluang kepada siswa yang memiliki kecerdasan logika matematika rendah untuk dapat meningkatkan kemampuannya seiring dengan siswa lain yang mempunyai kecerdasan logika matematika lebih tinggi. Pada akhirnya, melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa terutama pada siswa yang memiliki kecerdasan logika matematika rendah.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa dalam materi pokok trigonometri kemungkinan dikarenakan kurang tepatnya guru dalam memilih model pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu perlu diteliti penggunaan model pembelajaran yang tepat apakah dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa pada materi pokok trigonometri.

2. Dengan model pembelajaran langsung, siswa cenderung pasif dan enggan bertanya tentang kesulitan yang dihadapinya sehingga dimungkinkan dapat menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa. Namun pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran memiliki beberapa kekurangan. Pada model ini siswa bekerja dalam kelompok - kelompok kecil untuk memahami konsep. Tetapi tidak semua siswa memberikan kontribusi dalam kelompok. Jika ada sebagian siswa yang tidak memenuhi syarat kemampuan untuk mempelajari konsep tersebut akan


(25)

commit to user

gagal memperoleh manfaat dalam kelompok. Terlebih jika diterapkan pada rumpun trigonometri khususnya pada sub materi aturan sinus dan cosinus yang notabene siswa harus mampu memahami konsep aturan sinus dan cosinus serta mampu menggunakan aturan sinus dan cosinus untuk menyelesaikan masalah. Sehingga perlu adanya penguatan pemahaman konsep secara individual dengan latihan individual terstruktur. Terkait dengan ini peneliti ingin meneliti apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur mampu meningkatkan prestasi belajar siswa pada sub materi aturan sinus dan cosinus.

3. Ada kemungkinan rendahnya prestasi trigonometri khususnya pada sub materi aturan sinus dan cosinus disebabkan oleh kecerdasan logika matematika siswa yang memang rendah. Kemampuan deret bilangan, numerik, konsep aljabar, dan logika siswa yang kurang diyakini akan mempengaruhi prestasi siswa. Oleh karena itu, perlu diteliti apakah benar bahwa kecerdasan logika matematika siswa mempengaruhi prestasi belajar siswa dalam subpokok bahasan aturan sinus dan cosinus. Dalam konteks ini, kecerdasan logika matematika dianggap relatif tetap dalam diri siswa, sebelum ada perlakuan pihak luar untuk meningkatkan kecerdasan logika matematika.

4. Adanya kemungkinan penguasaan materi pendukung trigonometri yang telah dipelajari di SMP tidak sepenuhnya dikuasai siswa. Untuk mengatasinya, seharusnya siswa yang berusaha sendiri untuk mengingat kembali pengetahuan sebelumnya seperti aljabar, aritmatika, segitiga, dan phytagoras. Adalah hal yang tidak mungkin bagi guru untuk mampu mereview semua materi pendukung itu di kelas. Selain karena keterbatasan waktu, guru juga harus merampungkan target sesuai silabus yang telah dibuat. Terkait dengan ini, muncul penelitian yang menarik yaitu penelitian yang membandingkan prestasi trigonometri siswa yang berkemampuan materi pendukung baik dengan prestasi trigonometri siswa yang berkemampuan materi pendukung kurang baik.


(26)

commit to user

C. Pemilihan Masalah

Dari keempat masalah yang diidentifikasi di atas, peneliti hanya ingin melakukan penelitian yang terkait dengan permasalahan kedua dan ketiga, yaitu :

1. Dengan model pembelajaran langsung, siswa cenderung pasif dan enggan bertanya tentang kesulitan yang dihadapinya sehingga dimungkinkan dapat menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa. Namun pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran memiliki beberapa kekurangan. Pada model ini siswa bekerja dalam kelompok - kelompok kecil untuk memahami konsep. Tetapi tidak semua siswa memberikan kontribusi dalam kelompok. Jika ada sebagian siswa yang tidak memenuhi syarat kemampuan untuk mempelajari konsep tersebut akan gagal memperoleh manfaat dalam kelompok. Terlebih jika diterapkan pada rumpun trigonometri khususnya pada sub materi aturan sinus dan cosinus yang notabene siswa harus mampu memahami konsep aturan sinus dan cosinus serta mampu menggunakan aturan sinus dan cosinus untuk menyelesaikan masalah. Sehingga perlu adanya penguatan pemahaman konsep secara individual dengan latihan individual terstruktur. Terkait dengan ini peneliti ingin meneliti apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur mampu meningkatkan prestasi belajar siswa pada sub materi aturan sinus dan cosinus.

2. Ada kemungkinan rendahnya prestasi trigonometri khususnya pada sub materi aturan sinus dan cosinus disebabkan oleh kecerdasan logika matematika siswa yang memang rendah. Kemampuan deret bilangan, numerik, konsep aljabar, dan logika siswa yang kurang diyakini akan mempengaruhi prestasi siswa. Oleh karena itu, perlu diteliti apakah benar bahwa kecerdasan logika matematika siswa mempengaruhi prestasi belajar siswa dalam subpokok bahasan aturan sinus dan cosinus. Dalam konteks ini, kecerdasan logika matematika dianggap relatif tetap dalam diri siswa, sebelum ada perlakuan pihak luar untuk meningkatkan kecerdasan logika matematika.


(27)

commit to user

D. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, ruang lingkup masalah dibatasi pada:

1. Model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur untuk kelas eksperimen dan model pembelajaran langsung untuk kelas kontrol ditinjau dari kecerdasan logika matematika.

2. Kecerdasan logika matematika siswa dibatasi kemampuan numerik, kemampuan konsep aljabar, kemampuan deret bilangan, dan kemampuan logika (penalaran). Dalam hal ini akan dibagi dalam tiga skala ordinal yaitu tinggi, sedang, dan rendah dalam populasinya.

3. Prestasi belajar dalam penelitian ini dibatasi pada prestasi belajar matematika kelas X semester 2 SMA Negeri 5 Surakarta pada sub materi aturan sinus dan cosinus yakni prestasi belajar siswa yang dicapai setelah proses belajar mengajar.

E. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas masalah-masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung pada sub materi aturan sinus dan cosinus?

2. Apakah siswa dengan kecerdasan logika matematika lebih tinggi mempunyai prestasi belajar lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan logika matematika lebih rendah pada sub materi aturan sinus dan cosinus?

3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan logika matematika terhadap prestasi belajar matematika pada sub materi aturan sinus dan cosinus?

a. Pada siswa dengan kecerdasan logika matematika tinggi, manakah yang lebih baik model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur atau dengan model pembelajaran langsung?


(28)

commit to user

b. Pada siswa dengan kecerdasan logika matematika sedang, manakah yang lebih baik model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur atau dengan model pembelajaran langsung?

c. Pada siswa dengan kecerdasan logika matematika rendah, manakah yang lebih baik model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur atau dengan model pembelajaran langsung?

F. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada pembelajaran model pembelajaran langsung pada sub materi aturan sinus dan cosinus.

2. Untuk mengetahui apakah siswa dengan kecerdasan logika matematika lebih tinggi mempunyai prestasi belajar lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan logika matematika lebih rendah pada sub materi aturan sinus dan cosinus.

3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan logika matematika terhadap prestasi belajar matematika pada sub materi aturan sinus dan cosinus.

a. Untuk mengetahui manakah yang lebih baik model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur atau dengan model pembelajaran langsung pada siswa dengan kecerdasan logika matematika tinggi.

b. Untuk mengetahui manakah yang lebih baik model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur atau dengan model pembelajaran langsung pada siswa dengan kecerdasan logika matematika sedang.

c. Untuk mengetahui manakah yang lebih baik model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur atau dengan model


(29)

commit to user

pembelajaran langsung pada siswa dengan kecerdasan logika matematika rendah.

G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Memberikan informasi kepada guru matematika tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur khususnya dalam sub materi aturan sinus dan cosinus.

2. Memberikan pengetahuan kepada siswa-siswa bahwa pelajaran matematika dapat disajikan dengan cara yang berbeda dan lebih menarik, sehingga membuat siswa belajar lebih nyaman dan dapat meningkatkan prestasi belajar mereka. 3. Sebagai bahan pertimbangan atau referensi untuk melakukan penelitian pada


(30)

commit to user

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Prestasi Belajar Matematika a. Prestasi

Pada hakekatnya, setiap akhir pembelajaran siswa dituntut untuk memberikan prestasi tertentu sebagai wujud penampakan dari hasil pembelajaran secara nyata bagi tujuan instruksional. Prestasi diperlukan untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran.

Berkenaan dengan prestasi, Zainal Arifin (1988: 3) menyatakan bahwa ³3UHVWDVL DGDODK KDVLO GDUL NHPDPSXDQ NHWUDPSLODQ GDQ VLNDS VHVHRUDQJ GDODP PHQ\HOHVDLNDQVXDWXKDO´

Sutratinah Tirtonegoro (2001 PHQJHPXNDNDQ EDKZD ³3UHVWDVL DGDODK hasil pengukuran serta penilaian usaha belajar. Prestasi belajar ini dinyatakan dalam EHQWXNDQJNDKXUXIPDXSXQVLPEROSDGDWLDSSHULRGHWHUWHQWX´

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 895), kata prestasi mempunyai pengertian "Hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya)".

Dari berbagai pendapat tentang pengertian prestasi di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari kemampuan, ketrampilan dan sikap seseorang setelah melakukan sesuatu.

b. Belajar

Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu erat dengan belajar. Seseorang yang telah belajar akan mengalami perubahan tingkah laku baik dalam aspek pengetahuan, ketrampilan, maupun dalam sikap. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Masykur (2007:32) yang mengatakan bahwa ³%HODMDU DGDODK SURVHV perubahan individu yang relatif permanen akibat adanya latihan, pembelajaran atau pengetahuan konkret sebagai produk adanya interaksi GHQJDQ OLQJNXQJDQ OXDU´ Perubahan ini meliputi perubahan secara kognitif, afektif, dan psikomotorik. Senada dengan Masykur, Purwoto mengemukakan bahwa:


(31)

commit to user

Belajar adalah suatu proses yang berlangsung dari keadaan tidak tahu menjadi tahu, atau dari tahu menjadi lebih tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, dari belum cerdas menjadi cerdas, dari sikap belum baik menjadi bersikap baik, dari pasif menjadi aktif, dari tidak teliti menjadi teliti dan seterusnya (Purwoto, 2003: 21).

Pendapat lain dikemukakan olHK:LQNHOEDKZD³%HODMDUDGDODK suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan ini bersifat secara relatif NRQVWDQGDQEHUEHNDV´

Dari pendapat-pendapat tentang belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang melibatkan seseorang berupa interaksi antara individu dengan individu atau dengan lingkungan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berupa pengetahuan (aspek kognitif), sikap (aspek afektif), dan ketrampilan (aspek psikomotor)

c. Pengertian Matematika

,VWLODK PDWHPDWLND EHUDVDO GDUL NDWD \XQDQL ³PDWKHLQ´ DWDX ³PDQWKHQHLQ´ yang berarti mempelajari. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 723), ³0DWHPDWLNDDGDODKLOPXWHQWDQJELODQJDQ-bilangan dan prosedur operasional yang GLJXQDNDQGDODPSHQ\HOHVDLDQPDVDODKPHQJHQDLELODQJDQ´

3XUZRWRPHQJHPXNDNDQEDKZD³0DWHPDWLNDDGDODKSHQJHWDKXDQ tentang pola keteraturan, pengetahuan tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke unsur-unsur yang didefinisikan ke aksioma GDQSRVWXODWGDQDNKLUQ\DNHGDOLO´

Sedangkan R. Soejadi (2000:11) mengemukakan bahwa beberapa definisi sebagai berikut:

1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik.

2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan.

4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.


(32)

commit to user

6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak yang memiliki objek kajian abstrak dengan pola keteraturan yang terorganisir secara sistematik dalam penyelesaian masalah.

d. Prestasi Belajar Matematika

Berdasarkan pengertian prestasi, belajar dan matematika yang telah diuraikan di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil yang dicapai oleh peserta didik sebagai usaha yang telah dilakukan dalam bentuk penguasaan pengetahuan tentang pola keteraturan, terstruktur yang logik dan teroganisir secara sistematik melalui interaksi dengan manusia, dengan lingkungan sekitarnya yang dapat menghasilkan perubahan yang dinyatakan dalam simbol, angka, huruf, maupun kalimat dalam periode tertentu.

2. Model Pembelajaran a. Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Joyce dalam Trianto (2007:5), model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Setiap model pembelajaran mengarahkan kepada kita untuk mendesain pembelajaran sedemikian sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Selain itu, Soekamto dalam Trianto (2007:5) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dalam mencapai tujuan belajar tertentu serta berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang maupun para pemberi pembelajaran dalam merencanakan aktivitas pembelajaran.

Menurut Trianto (2007:6), model pembelajaran mempunyai empat ciri-ciri khusus, yaitu:

1) rasional teoritik yang logis yang disusun oleh penciptanya, 2) tujuan pembelajaran yang akan dicapai,


(33)

commit to user

3) tingkah laku memberikan pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan

4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu tercapai. Sejalan dengan pendapat di atas Arends (2004: 26) mengemukakan bahwa ³ A model is more than a specific method or strategy. It is overall plan or pattern for

KHOSLQJ VWXGHQWV WR OHDUQ VSHFLILF NLQGV RI NQRZOHGJH DWWLWXGHV RU VNLOOV´. Model

pembelajaran lebih dari metode atau stategi tertentu, model pembelajaran merupakaan keseluruhan rencana atau pola untuk membantu siswa dalam belajar ilmu pengetahuan, sikap atau kemampuan tertentu.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar serta digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Adapun model pembelajaran yang berkaitan dengan penelitian ini adalah: b. Model Pembelajaran Langsung

Model pembelajaran langsung dirancang secara khusus untuk menunjang proses belajar siswa berkenaan dengan pengetahuaan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah.

Pembelajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang cukup rinci terutama pada analisis tugas. Pembelajaran langsung berpusat pada guru, tetapi harus tetap menjamin terjadinya keterlibatan siswa. Jadi lingkungannya harus berorientasi pada tugas-tugas yang diberikan kepada siswa.

Adapun ciri-ciri pembelajaran langsung menurut Lambas, dkk (2004:6) adalah sebagai berikut :

1) Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar. 2) Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran

3) Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung berlangsung dan berhasilnya pembelajaran.

Pada model pembelajaran langsung terdapat fase-fase yang penting. Fase-fase tersebut dapat disajikan pada tabel berikut ini:


(34)

commit to user

Tabel 2.1. Fase-fase Model Pembelajaran Langsung

Fase ke- Indikator Kegiatan Guru

1 Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

Menjelaskan tujuan, materi prasyarat, memotivasi siswa, dan mempersiapkan siswa

2 Mendemostrasikan pengetahuan dan ketrampilan

Mendemostrasikan ketrampilan atau menyajikan informasi tahap demi tahap

3 Membimbing pelatihan Guru memberikan latihan terbimbing

4 Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

Mengecek kemampuan siswa dan memberikan umpan balik

5 Memberikan latihan dan penerapan konsep

Mempersiapkan latihan untuk siswa dengan menerapkan konsep yang dipelajari pada kehidupan sehari±hari

(Lambas, dkk, 2004:7) c. Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Lambas, dkk (2004:11), model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya dituntut untuk secara individual berupaya mencapai sukses atau berusaha mengalahkan rekan mereka, melainkan dituntut dapat bekerja sama untuk mencapai hasil bersama, aspek sosial sangat menonjol dan siswa dituntut untuk bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya.

(http://www.docs-finder.com/jurnal-pendidikan-model-STAD-pdf-html) Menurut Slavin (2008:4), dalam model pembelajaran kooperatif, siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan, saling berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan


(35)

commit to user

dalam pemahaman masing-masing. Oleh karena itu sebagaian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan masalah. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar.

Pembelajaran kooperatif tidak sekedar belajar kelompok, melainkan terdapat prosedur yang harus dilalui. Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2008:31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam pembelajaran kooperatif harus diterapkan, antara lain:

1) Saling ketergantungan positif 2) Tanggung jawab perseorangan 3) Tatap muka

4) Komunikasi antar anggota 5) Evaluasi proses kelompok

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pemebelajaran kooperatif. Slavin dalam Isjoni (2009:21) mengemukakan tiga konsep tersebut yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu dan kesempatan yang sama untuk berhasil.

Central to the goals of cooperative learning in science and mathematics education is the enhancement of achievement, problem solving skills, attitudes and inculcate values. Tujuan utama pembelajaran kooperatif dalam pendidikan matematika dan ilmu alam adalah peningkatan prestasi belajar, kemampuan menyelesaikan masalah, sikap, dan menanamkan nilai-nilai.(Effandi Zakaria and Zanaton Iksan :2007)

Senada dengan pendapat di atas Lambas dkk (2004 :11) , mengemukakan tiga tujuan penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:

1) Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit.


(36)

commit to user

3) Pengembangan ketrampilan sosial.

Ketrampilan sosial ini meliputi berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, bekerja sama dalam kelompok dll.

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat lima langkah utama, dimulai dengan langkah guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar hingga diakhiri dengan langkah memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu, yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.2. Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Indikator Aktivitas Guru

1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar 2 Menyajikan informasi Menyajikan informasi kepada siswa

dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

4 Evaluasi Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasekan hasil kerjanya

5 Memberikan penghargaan Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya hasil belajar individu maupun kelompok


(37)

commit to user

Slavin (2008) membedakan model pembelajaran kooperatif dalam beberapa tipe yaitu : Student Teams Achievement Division (STAD), Teams Games Tournament (TGT), Teams Assisted Individualization (TAI), Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC), Jigsaw, dan lain-lain.

d. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan relatif lebih mudah diterapkan oleh guru yang baru mengenal model pembelajaran kooperatif dibandingkan dengan tipe yang lain.

Ide atau gagasan pokok yang mendasari digunakannya model pembelajaran ini adalah untuk memotivasi siswa agar saling membantu satu sama lainnya dalam menguasai materi pelajaran yang diajarkan. Jika siswa ingin mendapatkan penghargaan kelompok, maka mereka harus saling membantu teman satu teamnya dengan saling bekerja berpasangan dan membandingkan jawaban, mendiskusikan setiap perbedaan, saling membantu jika ada kesulitan dan kesalahan, saling membantu dalam memecahkan masalah dan dalam menguasai materi yang sedang dipelajari.

Menurut Slavin ( 2008 : 143-144), STAD terdiri atas lima komponen utama, yaitu:

1) Presentasi Kelas

Presentasi kelas dalam STAD berbeda dengan presentasi kelas yang dilakukan guru pada umumnya. Hal ini disebabkan karena dalam presentasi kelas dalam STAD hanya dilakukan pada hal-hal pokok saja.

Materi pokok STAD diuraikan dalam presentasi kelas. Dalam presentasi kelas ini, guru mengajarkan materi secara langsung dalam pertemuan kelas. Kemudian siswa harus mendalaminya melalui pembelajaran dalam kelompok, sehingga siswa memperhatikan dengan baik selama presentasi kelas, karena hal tersebut juga akan membantu mereka dalam mengerjakan tes dimana hasil tesnya akan menentukan skor dalam kelompoknya.


(38)

commit to user

2) Tim

Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Tim adalah bagian yang paling penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya.

3) Kuis

Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga, setiap siswa bertanggungjawab secara individual untuk memahami materinya.

4) Skor Kemajuan Individual

Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tidak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha mereka

\DQJWHUEDLN7LDSVLVZDGLEHULNDQVNRU³DZDO´\DQJGLSHUROHKGDULUDWD-rata kinerja

siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.

Tabel 2.3. Skor Perkembangan Individu

Skor Individu Skor Perkembangan Individu Lebih dari 10 poin dibawah skor awal 5

10 ± 1 poin dibawah skor awal 10 Skor awal sampai 10 poin diatas skor awal 20 Lebih dari 10 poin diatas skor awal 30 Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor

awal)

30


(39)

commit to user

5) Rekognisi Tim

Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu.

Tabel 2.4. Tabel Penghargaan Kelompok

Rata-rata skor kelompok Penghargaan

20

15 x Kelompok Baik

25

20 x Kelompok Hebat

30

25 x Kelompok Istimewa

(Slavin, 1995: 80) Dari komponen di atas, model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki lima langkah utama, dimulai dengan langkah guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar hingga diakhiri dengan langkah memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu, yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.5. Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

Fase Kegiatan Pembelajaran

1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

2. Presentasi kelas Guru menyajikan informasi atau materi pokok kepada siswa

3. Belajar tim Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar dan membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat bekerja dalam tim.

4. Kuis individual Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dengan jalan pemberian kuis individual


(40)

commit to user

5. Rekognisi tim Guru memberikan penghargaan berdasarkan skor tim. Skor tim dihitung berdasar skor kemajuan yang dibuat tiap anggota tim yang merekognisi tim dengan skor tertinggi

e. Latihan Individual Terstruktur

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 570), kata latihan mempunyai pengertian pelajaran untuk membiasakan atau memperoleh suatu kecakapan. Rusmansyah (2002) mengatakan bahwa kata latihan mengandung arti bahwa sesuatu itu selalu diulang-ulang.

Latihan terstruktur merupakan kombinasi dari metode latihan dan metode pemecahan masalah. Lebih lanjut, Rusmansyah (2002) mengemukakan bahwa metode latihan terstruktur merupakan pembelajaran dengan memberikan latihan-latihan berstruktur terhadap apa yang telah dipelajari siswa sehingga memperoleh keterampilan tertentu. Pemberian latihan soal dilakukan setelah siswa memperoleh konsep yang akan dilatihkan. Soal-soal yang diberikan kepada siswa dimulai dari soal dengan jenjang yang mudah menuju jenjang yang lebih sulit.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa latihan individual terstruktur adalah suatu metode pembelajaran memberikan latihan-latihan berstruktur yang dikerjakan secara perseorangan terhadap apa yang telah dipelajari siswa setelah memperoleh konsep yang akan dilatihkan.

Norhadi (Rusmansyah:2002) mengatakan bahwa dalam memberikan latihan terstruktur ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:

1) Tujuan pembelajaran harus dijelaskan kepada siswa.

2) Menentukan dengan jelas kebiasaan yang dilatihkan sehingga siswa mengetahui apa yang harus dikerjakan.

3) Lama latihan harus disesuaikan dengan kemampuan siswa 4) Menyelingi latihan agar tidak membosankan.

5) Memperhatikan kesalahan-kesalahan umu yang dilakukan siswa untuk usaha perbaikan.


(41)

commit to user

f. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur merupakan model pengembangan dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Pengembangan model ini berdasar adanya kekurangan pada model STAD yang melibatkan siswa dalam kelompok untuk mengkonstruksi pemahaman konsep, namun kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri. Akibatnya jika ada sebagian siswa yang tidak memenuhi syarat kemampuan untuk mempelajari konsep tersebut akan gagal memperoleh manfaat dalam kelompok. Padahal siswa memasuki kelas dengan pengetahuan, kemampuan dan motivasi yang beragam, sehingga diperlukan adanya individualisasi dalam pembelajaran.

Slavin (2008:187) mengatakan bahwa, individualisasi dipandang penting khususnya dalam pelajaran matematika, dimana pembelajaran dari tiap kemampuan yang diajarkan sebagian besar tergantung pada penguasaan kemampuan yang dipersyaratkan.

Selain itu individualisasi diperlukan dalam rangka penguatan konsep materi agar siswa lebih memahami konsep materi. Untuk dapat meningkatkan individualisasi dan kemandirian belajar yang efektif dapat dilakukan dengan pemberian latihan soal terstruktur secara individual.

Komponen model pembelajaran STAD dengan Latihan Individual Terstruktur sama dengan komponen STAD, hanya saja sebelum diadakan kuis individual, ditambahkan fase belajar individual. Pada fase ini siswa diberikan soal latihan terstruktur terkait konsep materi yang diperoleh dalam kerja kelompok. Soal latihan terstruktur dari jenjang soal yang sederhana ke soal yang lebih kompleks. Hal ini dimaksudkan sebagai penguatan pemahaman konsep materi

Dari langkah pembelajaran STAD secara umum, maka dikembangkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur dengan langkah pembelajaran sebagai berikut :


(42)

commit to user

Latihan Individual Terstruktur

Fase Kegiatan Pembelajaran

1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

2. Presentasi kelas Guru menyajikan informasi atau materi pokok kepada siswa

3. Belajar tim Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar dan membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat bekerja dalam tim.

4. Belajar individual Siswa mengerjakan soal terstruktursecara individual dengan pemahaman konsep yang telah diperoleh pada fase 3.

5. Kuis individual Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dengan jalan pemberian kuis individual

6. Rekognisi tim Guru memberikan penghargaan berdasarkan skor tim. Skor tim dihitung berdasar skor kemajuan yang dibuat tiap anggota tim yang merekognisi tim dengan skor tertinggi

3. Kecerdasan Logika Matematika a. Kecerdasan

Kendler dalam E.Mulyasa (2005:125) menyatakan bahwa intelegensi atau kecerdasan adalah kemampuan untuk berfikir abstrak, belajar, atau mengintegrasikan pengalaman baru dan mangadaptasikan ke situasi ± situasi baru.

Sedangkan, menurut Gardner (2003:32), kecerdasan merupakan bakat tunggal yang dipergunakan dalam situasai menyelesaikan masalah apapun.


(43)

commit to user

Dalam bukunya, Gardner juga mengidentifikasikan adanya 8 macam kecerdasan dalam diri setiap manusia dengan kadar pengembangan yang berbeda. Kedelapan kecerdasan tersebut antara lain :

1) Linguistic intelligence (kecerdasan linguistik)

2) Logic Mathematic intelligence (kecerdasan logika matematika) 3) Visual and spatial intelligence (kecerdasan visual dan spasial) 4) Music intelligence (kecerdasan musik)

5) Interpersonal intelligence (kecerdasan interpersonal) 6) Intrapersonal intelligence (kecerdasan intrapersonal) 7) Kinestetic intelligence (kecerdasan kinestetik) 8) Natural intelligence (kecerdasan naturalis)

Kecerdasan tertentu merupakan kunci untuk materi subyek sekolah tertentu, seperti matematika dan ilmu pengetahuan yang menekankan pada kecerdasan logika matematika.

b. Kecerdasan Logika Matematika

Kecerdasan logika matematika merupakan faktor penting dalam pembelajaran matematika. Kecerdasan ini penting karena akan membantu mengembangkan keterampilan berpikir dan logika seseorang.

Kecerdasan logika matematika didukung oleh kriteria empiris yakni daerah tertentu dari otak lebih menonjol dalam perhitungan matematika daripada daerah lain. Sehingga, kecerdasan logika matematika boleh jadi lebih dasar daripada kecerdasan ± kecerdasan yang lain. Kemunculan kecerdasan ini dapat dilihat dari kemampuan menemukan perbedaan pola-pola numerik, kemampuan untuk melakukan argumentasi yang panjang teratur dengan pola pikir yang terstruktur secar logis (Martinis Jamaris:2005).

Lebih lanjut, Martinis Jamaris mengatakan bahwa kecerdasan logika matematika adalah bagian dari kecerdasan jamak berkaitan dengan kepekaan dalam mencari dan menemukan pola yang digunakan untuk melakukan kalkulasi hitung dan berpikir abstrak serta berpikir logis.

Masykur (2007:153) mengemukakan bahwa kecerdasan logika matematika merupakan kemampuan seseorang dalam menghitung, mengukur dan menyelesaikan


(44)

commit to user

hal-hal yang bersifat matematis. Menurut, Amstrong (2002:3), kecerdasan logika matematika merupakan kemampuan dalam hal angka dan logika. Kemampuan ini meliputi kemampuan dalam hal penalaran, mengurutkan, berfikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis, dan mencari keteraturan konseptual (pola numerik).

Senada dengan Amstrong, Lwin, dkk (2008:43) mendefinisikan kecerdasan logika matematika adalah kemampuan untuk menangani bilangan dan perhitungan, pola, dan pemikiran logis dan ilmiah.

Sedangkan menurut Gardner, kecerdasan logika matematika merupakan kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah. Gardner juga mengatakan bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan logika matematika mampu memikirkan dan menyusun solusi (jalan keluar) dengan urutan yang logis (masuk akal), suka dengan angka, urutan, logika dan keteraturan

Dari uraian di atas, diperoleh kesimpulan bahwa kecerdasan logika matematika adalah kemampuan dalam menangani angka dan logika, serta menyusun solusi (jalan keluar) dengan urutan yang logis (masuk akal) dalam memecahkan masalah matematika. Kemampuan dalam kecerdasan matematika meliputi:

1) Kemampuan numerik

Kemampuan numerik adalah kemampuan yang berhubungan dengan angka, dan kemampuan untuk berhitung serta melakukan operasi matematika.. Peserta didik semacam ini cenderung menyukai aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi mengerjakan perhitungan matematika secara tepat.

2) Kemampuan konsep aljabar

Kemampuan konsep aljabar adalah kemampuan bekerja dalam konsep aljabar untuk menyelesaikan persoalan matematika.

3) Kemampuan deret bilangan

Kemampuan deret bilangan adalah kemampuan mengurutkan, mendeteksi serta menganalisis pola angka-angka tertentu.

4) Kemampuan logika (penalaran)

Kemampuan logika (penalaran) adalah kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan,


(45)

commit to user

serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir. Kemampuan ini meliputi kemampuan menganalisis dan mempelajari sebab akibat terjadinya sesuatu serta menganalisa berbagai permasalahan matematika secara logis.

4. Tinjauan Tentang Aturan Sinus dan Cosinus

Dalam penelitian ini kompetensi dasar yang ingin dicapai adalah merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas trigonometri

Indikator hasil belajar yang dapat digunakan untuk mencapai kompetensi dasar dalam penelitian ini diantaranya adalah siswa dapat :

a) Merumuskan aturan sinus yang berlaku pada tiap segitiga

b) Merumuskan aturan cosinus yang berlaku pada tiap segitiga.

c) Menggunakan aturan sinus dan kosinus untuk menyelesaikan soal perhitungan sisi atau sudut pada segitiga.

Pada umumnya, pada pembelajaran langsung siswa diberikan rumus aturan sinus dan cosinus secara langsung oleh guru tanpa disertai pengkontruksian pemahaman oleh siswa sendiri. Akibatnya, siswa hanya menghafal rumus yang diberikan. Sehingga ketika siswa menghadapi permasalahan terkait dengan penggunaan aturan sinus dan cosinus, siswa mengalami kesulitan.

B. Kerangka Pemikiran

Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari prestasi belajar siswa, yakni sampai sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap materi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar diantaranya adalah model pembelajaran dan kecerdasan logika matematika.

Penggunaan model pembelajaran cukup besar pengaruhnya terhadap keberhasilan guru dalam mengajar. Seorang guru yang baik adalah guru yang dapat menguasai bermacam-macam model pembelajaran dan mampu memilih dan


(46)

commit to user

menerapkan model pembelajaran yang tepat pada setiap materi pelajaran yang diajarkan. Pemilihan model pembelajaran yang tidak tepat dapat menyebabkan kegiatan belajar mengajar berjalan kurang efektif sehingga dapat menyebabkan prestasi belajar siswa kurang optimal. Misalnya untuk sub materi aturan sinus dan cosinus, materi ini bertujuan agar siswa dapat merumuskan aturan sinus dan cosinus serta menyelesaikan permasalahan terkait aturan sinus dan cosinus. Oleh karena itu diperlukan suatu model yang dapat meningkatkan kemampuan merumuskan aturan sinus dan cosinus dan meningkatkan kemampuan individual siswa dalam menyelesaikan permasalahan mengenai trigonometri

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur merupakan suatu model pengembangan dari pembelajaran STAD yang dapat memberikan suasana baru dalam kegiatan belajar mengajar. Model pembelajaran kooperatif melalui tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur merupakan kombinasi antara belajar secara kelompok dan latihan terstruktur secara individual. Dalam model ini, siswa diarahkan untuk bekerjasama dalam kelompoknya, menilai kemampuan pengetahuan sendiri dan mengisi kekurangan anggota kelompoknya, untuk menguasai materi yang diajarkan. Sehingga kesulitan yang dihadapi siswa selama pembelajaran segera teratasi. Selain itu pemberian latihan soal terstruktur secara individual diberikan dalam rangka penguatan konsep materi agar siswa lebih memahami konsep materi. Sehingga siswa dapat meningkatkan individualisasi dan kemandirian belajar yang efektif. Akibatnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Berbeda pada model pembelajaran langsung, dimana pembelajaran terpusat pada guru. Meskipun, pada model pembelajaran pembelajaran langsung guru sudah memberikan latihan-latihan dan selalu terbuka apabila siswa mengajukan pertanyaan, namun siswa tidak diajak untuk mengkonstruksikan sendiri ilmu yang mereka peroleh. Informasi yang diberikan oleh guru, itulah yang ada dibenak siswa. Sehingga kesulitan yang dihadapi siswa selama pembelajaran tidak segera teratasi.

Prestasi belajar matematika antara siswa yang satu dengan siswa yang lain tidak sama. Perbedaan ini salah satunya dipengaruhi kecerdasan logika matematika siswa. Kecerdasan logika matematika adalah kemampuan dalam mengolah angka


(47)

commit to user

dan menggunakan logika dalam memecahkan masalah. Kecerdasan logika matematika siswa meliputi kemampuan numerik, kemampuan konsep aljabar, kemampuan deret bilangan, dan kemampuan logika (penalaran). Oleh karena itu, kecerdasan logika matematika siswa akan menunjang prestasi belajar matematika siswa.

Siswa dengan tingkat kecerdasan logika matematika yang berbeda, memiliki kecenderungan menggunakan kemampuan yang ada pada diri seseorang untuk memecahkan masalah yang berbeda pula. Sehingga mempengaruhi cepat lambatnya siswa menemukan sesuatu hal untuk menyelesaikan masalah secara logis. Akibatnya tingkat kecerdasan logika matematika yang berbeda dalam belajar, akan menghasilkan prestasi yang berbeda pula. Pada umumnya, siswa yang mempunyai kecerdasan logika matematika tinggi memiliki kecenderungan menyukai aktivitas berhitung dengan kecepatan tinggi, lebih mudah menyusun solusi dengan urutan yang logis dalam memecahkan masalah matematika. Apabila kurang memahami, siswa cenderung berusaha mencari jawaban atas hal yang kurang dipahaminya. Akibatnya siswa dengan kecerdasan logika matematika tinggi lebih mudah memahami suatu materi pelajaran dibandingkan dengan siswa yang memiliki kecerdasan logika matematika yang sedang maupun rendah. Begitu pula siswa yang mempunyai kecerdasan logika matematika sedang akan lebih mudah memahami suatu materi dibandingkan dengan siswa yang memiliki kecerdasan logika matematika yang rendah.

Penerapan suatu model pembelajaran dalam pembelajaran matematika sangat dipengaruhi oleh kondisi personal siswa, salah satunya adalah kecerdasan logika matematika. Pembelajaran dengan menggunaan model yang berbeda kemungkinan akan memberikan prestasi belajar matematika yang berbeda pada masing-masing tingkat kecerdasan logika matematika siswa. Baik pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur maupun model pembelajaran langsung memberikan prestasi belajar matematika yang berbeda.

Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur siswa dituntut untuk selalu aktif belajar secara berkelompok untuk memahami konsep materi yang diajarkan. Selain itu, dalam penguatan pemahaman


(48)

commit to user

konsep materi secara individual, siswa dituntut untuk menggunakan kecerdasan logika matematika.

Pada umumnya siswa dengan kecerdasan logika matematika tinggi memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyusun jalan keluar dan menggunakan logika dalam menyelesaikan masalah matematika. Sehingga, mudah dalam memahami materi. Akibatnya, pembelajaran pada siswa dengan kecerdasan logika matematika tinggi dengan model yang berbeda akan menghasilkan prestasi yang sama baiknya. Akan tetapi, pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur pada siswa dengan kecerdasan logika matematika sedang maupun rendah akan menghasilkan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran langsung. Hal ini dikarenakan pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur ini perbedaan individual mendapat perhatian secara khusus, yakni melalui kelompok yang heterogen. Sehingga kesulitan yang dihadapi siswa dengan kecerdasan logika matematika sedang maupun rendah dalam pembelajaran dapat segera teratasi. Sehingga penerapan model pembelajaran dan tingkat kecerdasan logika matematika siswa yang berbeda akan menghasilkan prestasi belajar yang berbeda pula.

Berangkat dari pemikiran tersebut di atas, maka dapat diasumsikan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur dan kecerdasan logika matematika siswa berperan dalam menentukan tingkat penguasaan mata pelajaran matematika yang tercermin dalam prestasi belajar matematika. Dari pemikiran di atas, dapat digambarkan kerangka pemikiran dalam penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.1. Paradigma Penelitian Model Pembelajaran

Kecerdasan Logika Matematika


(49)

commit to user

C. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung pada sub materi aturan sinus dan cosinus.

2. Siswa dengan kecerdasan logika matematika lebih tinggi, menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan logika matematika lebih rendah pada sub materi aturan sinus dan cosinus.

3. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan logika matematika terhadap prestasi belajar matematika pada sub materi aturan sinus dan cosinus.

a. Pada siswa dengan kecerdasan logika matematika tinggi, model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur sama baiknya dengan model pembelajaran langsung.

b. Pada siswa dengan kecerdasan logika matematika sedang, model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur lebih baik daripada model pembelajaran langsung.

c. Pada siswa dengan kecerdasan logika matematika rendah, model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur lebih baik daripada model pembelajaran langsung.


(50)

commit to user

31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah SMA Negeri 5 Surakarta pada kelas X semester II tahun ajaran 2010/2011, dan uji coba tes dilaksanakan di SMA Al Islam 1 Surakarta.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan menjadi tiga tahap yaitu: a. Tahap Persiapan

1) Bulan Desember 2010 : pengajuan judul skripsi. 2) Bulan Januari 2011 : pengajuan proposal skripsi. 3) Bulan Februari 2011 : pengajuan instrumen penelitian. b. Tahap Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2010/2011 yaitu pada tanggal 28 Maret 2011 sampai tanggal 25 April 2011.

c. Tahap Pengolahan Data dan Penyusunan Laporan 1) Bulan Mei 2011 : pengolahan data hasil penelitian. 2) Bulan Juni 2011 : penyusunan laporan

B. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental semu (quasi-experimental research), karena peneliti tidak memungkinkan untuk memanipulasi dan atau mengendalikan semua variabel yang relevan. Budiyono (2003: 79) PHQ\DWDNDQ EDKZD ³7XMXDQ SHQHOLWLDQ HNVSHULPHQWDO VHPX DGDODK XQWXN memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi VHPXDYDULDEHO\DQJUHOHYDQ´

Dalam penelitian variabel bebas yang digunakan yaitu pengajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan


(51)

commit to user

Individual Terstruktur sebagai kelas eksperimen dan model pembelajaran langsung sebagai kelas kontrol. Sedangkan variabel bebas lain yang mungkin ikut mempengaruhi variabel terikat yaitu kecerdasan logika matematika siswa.

2. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial sederhana 2 3, untuk mengetahui pengaruh dua variabel bebas terhadap variabel terikat.

Tabel 3.1. Rancangan Penelitian

Model Pembelajaran (A)

Kecerdasan Logika Matematika (B ) Tinggi (b1) Sedang (b2) Rendah (b3)

Model Pembelajaran STAD dengan Latihan Individual Terstruktur

(a1) ab11 ab12 ab13

Model Pembelajaran Langsung (a2) ab21 ab22 ab23

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Menurut Suharsimi Arikunto (1998:115 ³3RSXODVL adalah keseluruhan

REMHNSHQHOLWLDQ´$GDSXQSRSXODVLGDODPSHQHOLWLDQLQLDGDODKVHOXUXK siswa kelas

X SMA Negeri 5 Surakarta tahun ajaran 2010/2011 sebanyak 354 siswa. 2. Sampel

Dalam penelitian ini sampel diambil dua kelas dari 10 kelas X yang ada di SMA Negeri 5 Surakarta tahun ajaran 2010/2011Sebagian populasi yang diambil tersebut dinamakan sampel. Suharsimi Arikunto (1998: 117) menyatakan bahwa

³6DPSHO DGDODK VHEDJLDQ DWDX ZDNLO SRSXODVL \DQJ GLWHOLWL´ Hasil penelitian

terhadap sampel ini akan digunakan untuk melakukan generalisasi terhadap seluruh populasi yang ada.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cluster random sampling dengan cara undian. Pada undian tersebut, yang pertama kali keluar ditetapkan sebagai kelas kontrol dan nomor undian yang keluar berikutnya ditetapkan sebagai kelas eksperimen. Dalam hal ini setiap kelas pada kelas X yang ada di SMA Negeri 5


(52)

commit to user

Surakarta tahun ajaran 2010/2011 merupakan cluster. Hasil undian diperoleh, kelas X9 sebagai kelas kontrol dan kelas X8 sebagai kelas eksperimen.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

a. Variabel bebas

1) Model Pembelajaran

a) Definisi operasional : model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar serta digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai, meliputi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur dan model pembelajaran langsung.

b) Skala pengukuran : skala nominal.

c) Indikator : pemberian perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur pada kelas eksperimen dan model pembelajaran langsung pada kelas kontrol.

2) Kecerdasan Logika Matematika

a) Definisi operasional : kecerdasan logika matematika adalah kemampuan dalam menangani angka dan logika, serta menyusun solusi (jalan keluar) dengan urutan yang logis (masuk akal) dalam memecahkan masalah matematika.

b) Skala pengukuran : skala interval yang diubah ke dalam skala ordinal Menurut Budiyono (2003:28), untuk mentransformasi skala dilakukan dengan aturan, misalnya yang di atas rerata plus setengah simpangan baku termasuk kategori baik, yang di bawah rerata dikurangi setengah simpangan baku termasuk kategori kurang, dan sisanya pada kateegori sedang.


(53)

commit to user

Dalam penelitian ini, skala ordinal terdiri dari tiga kategori, yaitu skala tinggi, sedang, dan rendah dalam populasi penelitian, berdasarkan rataan skor tes dan rataan deviasi.

(i) Kecerdasan logika matematika tinggi, jika i X+ 2 1

s

(ii) Kecerdasan logika matematika sedang,

jika X

2 1

s i X+ 2 1

s

(iii) Kecerdasan logika matematika rendah, jika i X

2 1

s

Dengan :

s adalah standar deviasi

i adalah skor total siswa ke-i, dengan i = 1, 2, 3, ..., n

X adalah rerata dari seluruh skor total siswa

c) Indikator : Skor tes kecerdasan logika matematika siswa. b. Variabel Terikat

Prestasi belajar matematika

1) Definisi operasional : Prestasi belajar matematika adalah hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melalui proses pembelajaran matematika, yang ditunjukkan oleh nilai matematika dari siswa pada sub materi aturan sinus dan cosinus.

2) Skala pengukuran : Skala interval.

3) Indikator : Nilai tes prestasi belajar matematika pada sub materi aturan sinus dan cosinus.


(54)

commit to user

2. Metode Pengumpulan Data

Salah satu kegiatan dalam penelitian adalah menentukan cara mengukur variabel penelitian dan alat pengumpul data. Dalam mengukur variabel diperlukan instrumen, dengan instrumen ini peneliti dapat memperoleh data.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan ada dua macam, yaitu metode dokumentasi dan metode tes.

a. Metode Dokumentasi

0HQXUXW %XGL\RQR ³0HWRGH GRNXPHQWDVL DGDODK FDUD pengumpulan data dengan melihatnya dalam dokumen-GRNXPHQ\DQJWHODKDGD´

Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data mengenai kemampuan awal siswa yang diambil dari nilai matematika kelas X semester I. Data yang diperoleh digunakan untuk mengetahui atau menguji keseimbangan rerata kemampuan awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. b. Metode Tes

Suharsimi Arikunto (1998: 135EHUSHQGDSDWEDKZD³7HVDGDODKVHUHQWHWDQ pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau NHORPSRN´

Tes digunakan untuk mengukur kecerdasan logika matematika siswa dan prestasi belajar. Tes berupa soal obyektif yang memuat beberapa pertanyaan sesuai indikator yang terdiri dari 25 soal untuk tes kecerdasan logika matematika dan 30 soal untuk soal tes prestasi belajar matematika dengan 5 alternatif jawaban. Adapun pemberian skor baik pada kecerdasan logika matematika maupun prestasi belajar adalah jika benar skor 1 dan jika salah skor 0.

3. Penyusunan Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes untuk memperoleh data tentang kecerdasan logika matematika dalam populasi penelitian dan prestasi belajar matematika.


(1)

commit to user

karena dengan model pembelajaran yang digunakan sudah mampu mengakomodir siswa dengan kecerdasan logika matematika tinggi dan sedang, akibatnya siswa dengan kecerdasan logika matematika tinggi memiliki prestasi yang sama baiknya dengan siswa dengan kecerdasan logika matematika sedang.

3. Hipotesis Ketiga

Dari hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama pada Tabel 4.8 diperoleh Fobs = 1,326 < 3,142 = F(0,05;2;66), sehingga Fobs bukan anggota daerah kritik

yang mengakibatkan H0AB tidak ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara

model pembelajaran dan kecerdasan logika matematika siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa pada sub materi aturan sinus dan cosinus.

Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan model pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau pada masing-masing kategori kecerdasan logika matematika siswa. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa walaupun diberi perlakuan model pembelajaran yang berbeda ditinjau dari kecerdasan logika matematika siswa maka hasilnya tidak mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa.

Tidak terjadinya interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan logika matematika dimungkinkan karena siswa dengan kecerdasan logika matematika tinggi lebih termotivasi menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk memahami suatu materi dalam mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur. Berbeda ketika mereka belajar pada model pembelajaran langsung, siswa hanya menerima materi sebagai usaha mereka. Selain itu, model pembelajaran yang digunakan dapat mengakomodir siswa dengan kecerdasan logika matematika tinggi dan sedang.

Di samping faktor-faktor di atas, adanya penghargaan kelompok pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur dapat memotivasi semua tingkatan kecerdasan logika matematika. Sehingga usaha belajar yang dilakukan, ditingkatkan agar kelompok mereka mampu meraih predikat terbaik. Dengan demikian, tingkat pemahaman siswa pada semua tingkatan


(2)

commit to user

kecerdasan logika matematika menjadi lebih baik dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur daripada dengan model pembelajaran langsung. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur dan model pembelajaran langsung tidak bergantung pada kecerdasan logika matematika.


(3)

commit to user

65 BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian teori dan didukung adanya hasil analisis data serta mengacu pada perumusan masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual

Terstruktur menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung.

2. Tingkat kecerdasan logika matematika siswa memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar matematika siswa pada sub materi aturan sinus dan cosinus. Siswa dengan kecerdasan logika matematika tinggi menghasilkan prestasi yang sama baiknya dengan siswa dengan kecerdasan logika sedang dan lebih baik dari siswa dengan kecerdasan logika matematika rendah.

3. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan logika matematika siswa terhadap prestasi belajar matematika pada sub materi aturan sinus dan cosinus. Pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan model pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau pada masing-masing kategori kecerdasan logika matematika siswa.

B. Implikasi

Berdasarkan kajian teori serta mengacu pada hasil penelitian ini, di sampaikan implikasi yang mungkin berguna, baik secara teoritis maupun secara praktis dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.

1. Implikasi Teoritis

Dari hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur


(4)

commit to user

66 lebih efektif untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa apabila dibandingkan dengan model pembelajaran langsung. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur lebih melibatkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar. Setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensinya, siswa belajar bersama dan bertukar informasi dalam suatu kelompok belajar untuk menuntaskan materi pelajaran sehingga dalam pembelajaran ini siswa benar-benar menjadi subyek belajar.

Selain itu, melalui latihan individual, siswa dapat menguatkan pemahaman konsep materi dan berkembang sesuai dengan kemampuan individualnya. Adanya penghargaan kelompok di dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur memberikan motivasi belajar pada siswa sehingga prestasi siswa menjadi lebih baik. Sedangkan, pada model pembelajaran pembelajaran langsung, proses belajar mengajar sebagian besar berpusat pada guru. Meskipun, pada model pembelajaran pembelajaran langsung guru sudah memberikan latihan-latihan dan selalu terbuka apabila siswa mengajukan pertanyaan, namun siswa tidak diajak untuk mengkonstruksikan sendiri ilmu yang mereka peroleh. Sehingga membaca dan menerima informasi yang diberikan oleh guru, menjadi usaha mereka ketika belajar pada model pembelajaran langsung.

Kecerdasan logika matematika berperan penting dalam pembelajaran matematika karena didalamnya memuat kemampuan berpikir seseorang menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola angka-angka untuk memecahkan masalah matematika. Pada umumnya siswa dengan kecerdasan logika matematika lebih tinggi memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan logika matematika lebih rendah. Namun hasil penelitian yang diperoleh, siswa dengan kecerdasan logika matematika tinggi memiliki prestasi yang sama baiknya dengan siswa dengan kecerdasan logika matematika sedang. Hal ini dikarenakan model pembelajaran yang digunakan mampu memotivasi siswa dengan kecerdasan logika matematika tinggi dan sedang dalam meningkatkan prestasi belajar matematika.


(5)

commit to user

2. Implikasi Praktis

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur memberikan hasil yang lebih baik daripada pembelajaran dengan model pembelajaran langsung dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan calon guru dalam upaya peningkatan kualitas proses belajar mengajar dikelas terutama pada sub materi aturan sinus dan cosinus, lebih luasnya dapat digunakan sebagai model pembelajaran pada pokok bahasan yang lainnya sesuai dengan kondisi materi yang akan diajarkan.

Guru dapat memilih model pembelajaran yang sesuai untuk suatu materi tertentu dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar salah satunya kecerdasan logika matematika siswa. Pada dasarnya setiap siswa memiliki kecerdasan logika matematika yang berbeda-beda. Namun dengan rangsangan belajar yang menarik dan menyenangkan kecerdasan logika matematika ini bisa dilatih dan ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa secara optimal.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi diatas, peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut :

1. Bagi Guru

Dalam menyampaikan materi pelajaran matematika terutama pada jenjang SMA hendaknya memperhatikan adanya pemilihan model pembelajaran yang tepat, karena tidak semua materi pelajaran cocok diajarkan dengan menggunakan model yang sama. Peneliti menyarankan pada sub materi aturan sinus dan cosinus, pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur dapat dijadikan salah satu alternatif dalam meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.

2. Bagi Peneliti

Dari hasil penelitian menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur menghasilkan prestasi belajar


(6)

commit to user

68 lebih baik dari model pembelajaran langsung. Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Latihan Individual Terstruktur, terstruktur terletak pada penyusunan soal dimulai dari soal dengan jenjang yang mudah menuju jenjang yang lebih sulit. Oleh karena itu penulis menyarankan kepada peneliti lain untuk mencoba menempatkan makna terstruktur pada cara berinteraksi dalam kelompok.

3. Bagi Siswa

Siswa hendaknya berperan aktif dalam pembelajaran matematika. Salah satunya melalui belajar berkelompok, karena dengan belajar berkelompok dapat melatih interaksi sosial dan kerja sama untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Sehingga siswa dapat memahami konsep materi dengan baik dan memiliki pengalaman belajar sendiri.


Dokumen yang terkait

Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Materi Trigonometri Kelas X dengan Memperhatikan Kecerdasan Emosional Siswa

1 56 251

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN TIPE STAD YANG DIMODIFIKASI PADA MATERI LOGIKA MATEMATIKA TERHADAP HASIL PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

0 7 113

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN TIPE JIGSAW PADA KOMPETENSI DASAR PERSAMAAN KUADRAT DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS X SMA NEGERI DI

1 14 253

EKSPERIMENTASI PENGGUNAAN PETA KONSEP PADA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DITINJAU DARI KEMAMPUAN PRASYARAT SISWA KELAS X SMA DI SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 2011

0 4 115

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT PADA MATERI LUAS DAN VOLUME BANGUN RUANG DITINJAU DARI GAYA BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA BATIK 1 SURAKARTA

0 2 84

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN PENDEKATAN QUANTUM LEARNING PADA MATERI STATISTIKA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS XI SEMESTER GANJIL

0 3 86

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN PENDEKATAN RME PADA MATERI BARISAN DAN DERET DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF SISWA KELAS XI SMK NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2013/2014.

0 0 19

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG DENGAN MODIFIKASI MEDIA KOMIK PADA MATERI PERTIDAKSAMAAN KUADRAT DITINJAU DARI KECENDERUNGAN DOMINASI OTAK SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2012/2013.

0 0 17

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE “TWO STAY TWO STRAY (TSTS)” BERBASIS PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA PEMBELAJARAN TRIGONOMETRI DITINJAU DARI KEAKTIFAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 SURAKARTA - UNS Institutional Repository

0 0 23

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINIER SATU VARIABEL DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VII SMP NEGERI 20 SURAKARTA

0 0 20