BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Teh merupakan salah satu dari komoditas perkebunan sebagai penyumbang devisa negara dan juga penyerap banyak tenaga kerja. Indonesia yang sempat menempati posisi ke-5
negara eksportir teh dunia, kini tergusur ke ranking tujuh dunia. Turki dan Vietnam berhasil naik kelas ke posisi lima dan enam dunia dalam hal penguasaan pangsa pasar teh internasional.
Sementara peringkat pertama masih diduduki oleh China, disusul oleh India, Kenya dan Srilanka Asosiasi Teh Indonesia, 2009.
Arifin 2013, salah satu penyebab turunnya kinerja ekspor teh nasional, karena produksi teh yang terus menyusut akibat adanya konversi lahan. Produktivitas kebun teh dalam
negeri mengalami penurunan akibat gangguan cuaca dan penyakit tanaman. Penurunan produksi teh berdampak pada volume ekspor yang diperkirakan turun dari 87.100 ton tahun lalu
menjadi 79.800 ton. Nasir 2013, produksi teh tahun ini diperkirakan berkurang dari 150.342 ton menjadi
136.800 ton. Kondisi ini berdampak pada kinerja ekspor. Penurunan tidak hanya dari sisi volume, tetapi nilai ekspor tahun ini juga diperkirakan turun menjadi US 171,67 juta dari
tahun lalu US 178,55 juta. Berdasarkan
Statistik Perkebunan 2010, luas areal teh pada tahun 2007 133,734 Ha, turun menjadi 123,506 Ha pada tahun 2009. Hal ini disebabkan rendahnya harga
komoditi teh di pasar internasional, yang berimplikasi pada rendahnya harga jual teh domestik. Rendahnya harga tidak sebanding dengan biaya produksi yang terus meningkat
setiap tahunnya, sehingga banyak pembudidaya teh rakyat yang mengkonversi lahan teh
Universita Sumatera Utara
miliknya menjadi komoditi yang lebih menguntungkan bagi mereka, seperti sayur-sayuran dan kelapa sawit.
Permasalahan ini berdampak pada jumlah produksi teh Indonesia, dimana produksi teh Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2005 hingga tahun 2006. Pada tahun 2007
hingga 2011 terjadi peningkatan produksi teh namun sebesar tahun 2005. Pengurangan jumlah produksi ini mempengaruhi volume ekspor teh Indonesia, karena hampir 80 teh
yang diproduksi oleh Indonesia dialokasikan untuk dijual ke pasar ekspor. Jumlah produksi, luas areal dan jumlah ekspor selama 2005-2011 dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Produksi, Luas Areal dan Ekspor Teh Nasional Tahun 2005-2011
Tahun 200
5 200
6 200
7 200
8 200
9 201
201 1
Produk si
Ton 166.
951 146.
858 150.
623 153.
971 156.
901 150.
342 153.
175 Luas
area Ha
139. 121
135. 590
133. 734
127. 712
123. 506
124. 573
123. 554
Ekspor Ton
102. 389
95.3 38
83.6 58
96.2 09
92.3 05
- -
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan 2010 Indonesia sebagai negara produsen teh harus melakukan upaya untuk meningkatkan
produksinya. Salah satu upaya tersebut adalah meningkatkan produktivitas. Teh sebagai komoditas andalan masih memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan. Peranan ekspor
Universita Sumatera Utara
teh terhadap ekspor hasil pertanian masih rendah sementara peningkatan ekspor non migas merupakan alat penting dalam pengembangan perekonomian di Indonesia.
Menurut Rochayati 2012, penurunan areal teh menyebabkan hasil produksi industri teh Indonesia mengalami penurunan produksi tiap tahun. Penurunan produksi berdampak pada
volume ekspor yang ikut berkurang dari 7,9 pada tahun 2000 menjadi 6,1 pada tahun 2010. Produktivitas teh saat ini hanya 1,5 ton per ha, dimana harga hanya naik 4,6 per tahun
sementara lonjakan biaya produksi naik rata-rata 13 per tahun. Dengan demikian industri teh Indonesia mengalami kerugian.
Kebun teh Bah Butong merupakan salah satu kebun teh yang terdapat di Sumatera Utara yang merupakan bagian dari PTPN IV dengan luas areal Hak Guna Usaha HGU 2.684,84 Ha,
luas tanaman menghasilkan TM 1.229,71 Ha di ketinggian 890 di atas permukaan laut. Pabrik teh Bah Butong merupakan satu-satunya pabrik yang masih aktif berproduksi dan
menghasilkan teh hitam orthodox. Selayang Pandang, 2013. Menurut penelitian Fandy 2009, upaya peningkatan produktivitas dan kwalitas teh
dapat dilakukan dengan merumuskan kebijaksanaan dan skenario peningkatan produksi melalui pendekatan sistem approach system. Penggunaan pendekatan sistem akan menghasilkan
keputusan yang efektif dan operasional yang sesuai dengan tujuan produksi perusahaan. Penelitian lain, Sukardi 2008 melakukan analisis tingkat penggunaan kapasitas pabrik,
menghitung biaya-biaya yang timbul akibat adanya kapasitas mengganggur dan kapasitas non produktif, menganalisis alternatif perbaikan tingkat utilitas kapasitas lini produksi pada
Perkebunan Nusantara VIII. Selain itu, Handoyo 2010 melakukan penelitian mengenai pengukuran produktivitas dan penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menganalisa
produktivitas PT. Panca Wana Indonesia dengan pendekatan metode APC The American Productivity Center
, mengetahui jumlah keluaran output hasil produksi khususnya produk
Universita Sumatera Utara
furniture yang dihasilkan oleh perusahaan. Perusahaan juga dapat mengetahui fluktuasi tingkat
produktivitasnya. Susanti 2008, Pengukuran Produktivitas PTP.Nusantara VI Unit Usaha Kayu Aro Dengan Metode Objective Matrix OMAX. Pengukuran produktivitas dengan
metode Objective Matrix OMAX diawali dengan mengindentifikasi kriteria-kriteria produktivitas dan rasio yang dapat mewakili masing-masing kriteria tersebut. PTP. Nusantara
VI memiliki tiga kriteria produktivitas, yaitu kriteria efisiensi, kriteria efektivitas, dan kriteria inferensial. Kriteria efisiensi memiliki lima rasio produktivitas, kriteria efektivitas memiliki dua
rasio, dan kriteria inferensial memiliki dua rasio produktivitas. Penelitian ini menggunakan tiga kriteria produktivitas, yaitu kriteria efisiensi, kriteria efektivitas, dan kriteria inferensial.
Kriteria efisiensi memiliki lima rasio produktivitas, kriteria efektivitas memiliki dua rasio, dan kriteria inferensial memiliki dua rasio produktivitas. Usulan perbaikan dengan menggunakan
Strategy Matrix , dimana pembentukan Strategy Matrix ini bertujuan untuk menentukan
prioritas perbaikan yang akan dilakukan. Adapun prioritas perbaikan produktivitas adalah melakukan pengawasan yang rutin dan shopfloor management, mengurangi jam kerusakan
mesin dengan cara melakukan preventive maintenance, peningkatan disiplin karyawan, pemberian insentif bagi karyawan yang berprestasi.
Kondisi perusahaan menunjukkan bahwa total biaya yang dikeluarkan meningkat dan nilai penjualan menurun. Hal ini menggambarkan bahwa kemampuan perusahaan untuk
mendapatkan laba cenderung menurun dan kondisi ini mengindikasikan terjadinya produktivitas berfluktuasi. Nilai penjualan dan total biaya dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Nilai Penjualan dan Total Biaya Dalam Milyar Rupiah Tahun
Nilai Penjualan
Total Biaya
Profitabilitas 2007
41,758 82,117
51 2008
44,500 74,729
60
Universita Sumatera Utara
2009 54,899
74,965 73
2010 45,074
84,100 54
2011 47,548
81,801 58
Sumber: Data Bagian Pengolahan Pabrik Teh Bah Butong Dari data di atas dapat juga dibuat grafik yang menunjukkan perubahan yang terjadi
pada total biaya dan nilai penjualan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1 dan 1.2.
Gambar 1.1 Grafik Total Biaya
Gambar 1.2 Grafik Nilai Penjualan
Universita Sumatera Utara
Dari grafik di atas terlihat bahwa nilai penjualan mengalami kenaikan dari tahun 2007 sampai tahun 2009, dan tahun 2010 mengalami penurunan. Namun dari tahun 2009 sampai
2010, tingkat penjualan menurun dan total biaya mengalami kenaikan. Hal ini menggambarkan profitabilitas
perusahaan mengalami penurunan yang dihitung melalui perbandingan nilai penjualan terhadap total biaya.
Pengukuran tingkat profitabilitas dan produktivitas dapat dilakukan dengan menggunakan metode model APC The American Productivity Center. Tingkat produktivitas
meningkat menunjukkan tingkat profitabilitas perusahaan juga meningkat.
1.2 Rumusan Masalah