Analisis Perbandingan Brand Equity Sistem Operasi Android dengan Sistem Operasi iOS pada Smartphone (Studi Kasus pada Anggota Forum Kaskus Bagian Handphone & Tablet Subforum Android dan iOS)

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN BRAND EQUITY SISTEM OPERASI ANDROID DENGAN SISTEM OPERASI iOS PADA SMARTPHONE

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

RACHMAD JUMADI TARIGAN NIM: 1110081000009

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLA JAKARTA


(2)

ANALISIS PERBANDINGAN BRAND EQUITY SISTEM OPERASI ANDROID DENGAN SISTEM OPERASI iOS PADA SMARTPHONE

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :

Rachmad Jumadi Tarigan NIM: 1110081000009

Dibawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Cut Erika Ananda Fatimah, SE, MBA

NIP: 19570617 198503 1 002 NIDN: 01318107403

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

Analisis Perbandingan Brand Equity Sistem Operasi Android dengan Sistem Operasi iOS pada Smartphone (Studi kasus pada anggota forum Kaskus bagian Handphone & Tablet subforum Android dan iOS)

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini Jumat, 9 September 2014 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa:

1. Nama : Rachmad Jumadi Tarigan 2. NIM : 1110081000009

3.Jurusan : Manajemen 4.Judul Skripsi :

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan mahasiswa yang berangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut diatas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 September 2014

1. Fitri Amalia, S.Pd, M.Si ( )

NIP: 19820710 200912 2 002 Ketua

2. Titi Dewi Warninda, SE, M.Si ( )

NIP: 19731221 200501 2 002 Sekretaris

3. Ade Suherlan, SE, MM, MBA ( )


(4)

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hari Senin, 21 September 2015 telah dilakukan Ujian Skripsi atas Mahasiswa 1. Nama : Rachmad Jumadi Tarigan

2. NIM : 1110081000009

3. Jurusan : Manajemen (Pemasaran)

4. Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Brand Equity Sistem Operasi Android Dengan Sistem Operasi iOS Pada Smartphone

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 21 September 2015

1. Dr. Desmadi Saharuddin, MA (...)

NIP: 19720711 200501 1 700 Ketua

2. Ir. Ella Patriana, MM (...)

NIP: 19690528 200801 2 010 Sekretaris

3. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS (...) NIP: 19570617 198503 1 002 Pembimbing I

4. Cut Erika Ananda Fatimah, SE, MBA (...)

NIDN: 01318107403 Pembimbing II

5. Leis Suzanawaty, SE, M.Si (...) NIP: 19720809 200501 2 004 Penguji Ahli


(5)

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Rachmad Jumadi Tarigan NIM : 1110081000009

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Jurusan : Manajemen (Pemasaran)

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya;

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan.

2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain

3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin pemilik karya

4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini

Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan diatas, maka saya siap untuk dikenakan sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Ciputat, September 2015 Yang Menyatakan


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

Nama : Rachmad Jumadi Tarigan

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 11 Desember 1992 Alamat : Jl. Gatot Subroto No. 357

Kelurahan Sei Sikambing D Kecamatan Medan Petisah Medan

Telepon : 08960-2494-566

Email : rachmadjt@gmail.com

II. Data Pendidikan

1. SD Brigjen Katamso Medan Tahun 1998-2004 2. SMP Ar-Rahman Medan Tahun 2004-2007

3. SMAN 4 Medan Tahun 2007-2010

4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010-2015

III. Pengalaman Organisasi

Anggota Bintalis SMAN 4 Medan Periode 2007-2008 Ketua 1 Bintalis SMAN 4 Medan Periode 2008-2009


(7)

COMPARATIVE ANALYSIS OF BRAND AQUITY OPERATING SYSTEM ANDROID WITH OPERATING SYSTEM iOS ON SMARTPHONE

ABSTRACT

The objectives of the study were to know difference in brand equity an its elements between operating system Android with operating system iOS for the smarthphone. The sample is taken with non probabilty technique sampling and with purposive sampling approach. In collecting data, the research applies questionnaire technique which consists of 24 statements which are distributed to 100 respondents. The data analysis technique used is the mean difference test with paired samples. Base on the result of the study, it was found there is no difference between brand equity operating system Android with operating system iOS, although there are two different dimensions, brand awareness and brand loyalty, and the other is same.

Key word: brand equity, brand awareness, brand association, perceived quality, brand loyalty.


(8)

ANALISIS PERBANDINGAN BRAND EQUITY SISTEM OPERASI ANDROID DENGAN SISTEM OPERASI iOS PADA SMARTPHONE

ABSTRAK

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui perbedaan brand equity beserta elemen-elemennya antara sistem operasi Android dengan sistem operasi iOS pada smarthphone. Pengambilan sampel dalam penelitian diambil dengan menggunakan teknik non probability sampling dengan pendekatan purposive sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi 24 butir pernyataan yang di distribusikan kepada 100 responden. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji beda mean dengan sampel berpasangan. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan ekuitas merek antara sistem operasi Android dengan sistem operasi iOS pada smarthphone, walaupun terdapat dua dimensi yang berbeda yaitu kesadaran merek dan loyalitas merek dan selebihnya sama.

Kata kunci : ekuitas merek, kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, loyalitas merek.


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita, barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya hidayah. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (sesembahan) Yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Amma ba’du

Segala puji bagi Allah yang akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca. Serta penulis sampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Kedua orang tuaku yang tersayang, Ayah dan Ibu yang selalu mendoakan dan menyemangati anaknya hingga dapat menyelesaikan studinya. Semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan sebaik-baik balasan berupa dimasukkan kedalam surga Firdaus-Nya. Serta abang dan adikku yang menjadi teman bermainku, semoga kebaikan selalu menyertai kalian. Ayo semangat belajar ! 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku selaku Dosen Pembimbing I yang

diwakilkan oleh Ibu Ismawati Haribowo, SE., M.Si yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Ibu Cut Erika Ananda Fatimah, SE., MBA selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dengan sabar, memberikan banyak masukan sehingga selesailah penelitian ini.

4. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Titi Dewi Wiarnida, SE., M.Si. selaku Ketua Jurusan Manajemen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat.


(10)

7. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu segala pengurusan berkas-berkas dalam penelitian skripsi saya.

8. Seluruh teman-teman baikku, semoga Allah melimpahkan kebaikan kepada kita.

9. Serta semua pihak yang telah membantu sampai terselesaikannya penelitian ini.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna baik dalam segi penulisan, cara penguraian, maupun pada pembahasan secara ilmiah. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun dari berbagai pihak. Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jakarta, 30 Agustus 2015

Rachmad Jumadi Tarigan NIM: 1110081000009


(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI...i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF...ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI...iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SRIPSI...iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP...v

ABSTRACT...vi

ABSTRAK...vii

KATA PENGANTAR...viii

DAFTAR ISI...x

DAFTAR TABEL...xiii

DAFTAR GAMBAR...xiv

DAFTAR LAMPIRAN...xv

BAB. I. PENDAHULUAN..……...………...………......1

A. Latar Belakang Penelitian..………...…...1

B. Perumusan Masalah …..………...7

C. Tujuan Penelitian ……...…………..………...…...7

D. Manfaat Penelitian ……...………..……..…………...8

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA ………..……...…...10

A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil...10


(12)

2. Pengertian Ekuitas Merek...12

3. Elemen-Elemen Ekuitas Merek ...20

a. Kesadaran Merek...20

b. Asosiasi Merek...23

c. Persepsi Kualitas Merek...26

d. Loyalitas Merek...30

B. Penelitian Sebelumnya...36

C. Kerangka Pemikiran...49

D. Hipotesis...51

BAB. III. METODOLOGI PENELITIAN.…...53

A. Ruang Lingkup Penelitian.………….………...53

B. Metode Penentuan Sampel ………...…………...53

1. Populasi...53

2. Sampel...54

C. Metode Pengumpulan Data………...…...56

1. Data Primer...57

2. Data Sekunder...57

D. Metode Analisis Data………...………....…...58

1. Uji Validitas………...……... ...58

2. Uji Reliabilitas ...59

3. Uji Beda T - Test ...59

E. Operasional Variabel Penelitian...61

BAB. IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN...62

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian...62

1. Sejarah Singkat Android...62


(13)

B. Pembahasan Hasil Kuesinoner...67

1. Karakteristik Responden...68

2. Hasil Uji Validitas...70

3. Hasil Uji Reliabilitas...73

C. Pembahasan dan Hasil Analisis Data...74

1. Perbandingan Kesadaran Merek (Brand Awareness)...74

2. Perbandingan Asosiasi Merek (Brand Association)...75

3. Perbandingan Persepsi Kualitas Merek (Brand Perceived Quality)...76

4. Perbandingan Loyalitas Merek (Brand Loyalty)...78

5. Perbandingan Ekuitas Merek (Brand Equity)...79

BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN...81

A. Kesimpulan...81

B. Saran...82

DAFTAR PUSTAKA ...86


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel. 1.1 Smartphone OS Market Share...3

Tabel. 1.2 Features Pada Sistem Operasi Android dan Sistem Operasi iOS....5

Tabel. 2.1 Cek Tabel Penelitian Sebelumnya...46

Tabel. 3.1 Operasional Variabel...62

Tabel. 4.1 Karakteristik Responden...68

Tabel. 4.2 Hasil Uji Coba Kuesioner Android untuk Validitas...70

Tabel. 4.3 Hasil Uji Coba Kuesioner iOS untuk Validitas...71

Tabel. 4.4 Hasil Uji Coba Kuesioner Android untuk Reliabilitas...72

Tabel. 4.5 Hasil Uji Coba Kuesioner iOS untuk Reliabilitas...73

Tabel. 4.6 Hasil Uji Beda Mean Pada Subvariabel Brand Awareness...73

Tabel. 4.7 Hasil Uji Beda Mean Pada Subvariabel Brand Association...74

Tabel. 4.8 Hasil Uji Beda Mean Pada Subvariabel Brand Perceived Quality...75

Tabel. 4.9 Hasil Uji Beda Mean Pada Subvariabel Brand Loyalty...76


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar. 2.1 Elemen Ekuitas Merek Model Aaker ...16 (Brand Equity Element Aaker Mode)

Gambar. 2.2 Piramida Ekuitas Merek Berbasi Pelanggan Model Keller...17 (Customer-Based Brand Equity Pyramid Keller Mode)

Gambar. 2.3 Piramida Kesadaran Merek (The Brand Awareness Pyramid)...21 Gambar. 2.4 Piramida Loyalitas Merek (The Brand Loyalty Pyramid)...32 Gambar. 2.5 Kerangka Pemikiran...49


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1...87

Lembar Kuesioner...88

Lampiran 2...93

1. Tabel Jawaban Responden untuk Try Out Kuesioner Android...94

2. Tabel Jawaban Responden untuk Try Out Kuesioner iOS...94

3. Hasil Uji Validitas Data Android...96

4. Hasil Uji Validitas Data iOS...97

5. Hasil Uji Reliabilitas Android...98

6. Hasil Uji Reliabilitas iOS...100

7. Tabel Jawaban Responden Kuesioner Android...104

8. Tabel Jawaban Responden Kuesioner iOS...108

9. Hasil Analisis Data Kuesioner Menggunakan Uji Beda Mean Pada Android dan iOS...111


(17)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sejarah telepon selular dimulai pada tahun 1940-an setelah Perang Dunia II. Sejak penemuannya pada pertengahan abad ke-19, telepon menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari jutaan orang di seluruh dunia. Pada pertengahan abad ke-20, berbicara dengan orang lain melalui saluran telepon adalah cara yang terbaik untuk tetap berhubungan dengan teman, keluarga, terlibat dalam kegiatan sosial dan organisasi serta melakukan bisnis di negara-negara kaya. Dikenal sebagai cell phone, terutama di Amerika, atau mobile phone, di Eropa, Asia, Australia dan tempat lain, dan lebih banyak kata lain dalam bahasa lain. Banyaknya pengguna teknologi ini menunjukkan tingkat yang mengejutkan yaitu di tahun 2004 diperkirakan ada 1.752 miliar pengguna telepon selular di dunia, naik dari sekitar 91 juta pengguna pada tahun 1995 dan 1.158 miliar pada tahun 2002 (Goggin, 2006).

Perkembangan teknologi turut menciptakan inovasi dari sebuah telepon genggam, yang dahulu hanya berupa cell phone ataupun mobile phone, sekarang telah menjadi sebuah smartphone. Salah satu ciri khas dari sebuah smartphone adalah sistem operasi yang ada pada smartphone. Sistem operasi ini merupakan jantung dari perangkat mobile. Sistem operasilah yang mengatur daya, aplikasi, serta layanan-layanan seperti e-mail, dan fitur jaringan selular


(18)

komputerisasi seperti visual pesan suara juga dapat memungkinkan untuk melakukan kontrol laptop, perangkat web tv, dan banyak lagi (Tom, 2011).

Berdasarkan data dari ATSI (Asosiasi Telepon Selular Indonesia) di tahun 2012 kwartal pertama, pertumbuhan pengguna ponsel telah melampaui jumlah populasi di Indonesia yaitu mencapai 240 juta unit. Data yang dekeluarkan oleh IDC (International Data Corporation) menyebutkan bahwa tingkat penjualan smartphone di Indonesia sebesar 11% di kwartal ketiga tahun 2011 menjadi 13% di kwartal ketiga tahun 2012 dan menyebut Indonesia sebagai pasar telepon genggam terbesar di Asia Tenggara.

Terdapat beberapa nama-nama sistem operasi yang sudah tidak asing lagi bagi pengguna smartphone yaitu Android dari Google Inc, iOS dari Apple Inc, BlackBerry OS dari RIM, Symbian OS dari Symbian Ltd, Windows Phone dari Microsoft dan juga masih banyak lagi. Namun pada penelitian kali ini, penulis hanya akan membahas dua sistem operasi pada smartphone yaitu Android dari Google Inc dan sistem operasi iOS dari Apple Inc.

Perusahaan dari sistem operasi yang disebutkan di atas memiliki kebijakan yang berbeda. Android dengan open source-nya yaitu sebuah kebijakan yang menjadikan para pembuat atau pabrikan telepon genggam bebas untuk menggunakan sistem operasi Android pada produk telepon genggamnya juga pengembangan-pengembangannya dan membebaskan pengguna untuk merubah perangkatnya sesuai dengan keinginannya. Sedangkan iOS merupakan sistem operasi yang hanya dibuat untuk produk


(19)

buatan Apple dan pengguna hanya dapat menggunakan perangkat seperti yang telah disediakan oleh developer atau closed source.

Dengan kebijakan Google Inc menjadikan Android bersifat open source, maka sistem operasi tersebut dapat ditemukan di berbagai merek smartphone seperti Samsung, HTC, Motorola, Xiaomi, Asus dan masih banyak lagi. Berbeda dengan iOS yang bersifat closed source, menjadikannya hanya dapat ditemukan pada produk developer Apple saja.

Tabel. 1.1

Smartphone OS Market Share

Period Android iOS Windows

Phone

BlackBerry OS

Others

Q3 2014 84,4% 11,7% 2,9% 0,5% 0,6%

Q3 2013 81,2% 12,8% 3,6% 1,7% 0,6%

Q3 2012 74,9% 14,4 % 2,0% 4,1% 4,5%

Q3 2011 57,4% 13,8 % 1,2% 9,6% 18,0%

Sumber: www.idc.com, 2014

Dari data pada tabel di atas dapat dilihat bahwa smartphone dengan sistem operasi Android merupakan smartphone yang paling besar market share-nya dan memang sistem operasi inilah yang paling banyak beredar di berbagai macam merek smartphone. Selain itu, peningkatan penjualan dari tiap kwartal ketiga dari tahun 2011 sampai 2014 menghasilkan peningkatan market share dari smartphone dengan sistem operasi Android. Sedangkan market share pada smartphone dengan sistem operasi iOS terlihat terjadi penurunan dari kuartal ketiga di tahun 2011 sampai 2014 meskipun di tahun 2012 terjadi peningkatan. Penurunan market share iOS disebabkan oleh banyaknya


(20)

perlambatan ekonomi di China yang merupakan pasar terbesar bagi Apple (detik.com), meskipun begitu iOS tetap mendapatkan keuntungan yang besar dari market share yang ia miliki saat ini.

Disatu sisi, Android merupakan OS smartphone yang paling banyak digunakan di seluruh dunia karena banyaknya pabrikan menggunakan sistem operasi ini dan juga ia bisa didapatkan di berbagai kelas harga. Berbeda dengan iOS yang merupakan OS smartphone yang hanya didapat pada produk Apple serta pada pasar dengan kelas harga yang tinggi (high end segment market) (pcworld.com). Meskipun begitu kedua OS smartphone ini tetap memiliki kualitas bagi konsumennya.

Tentunya terdapat perbedaan pendapat dari para konsumen yang menggunakan smartphone dengan kedua sistem operasi tersebut. Salah satu yang menjadi acuan para konsumen adalah features dari sistem operasi tersebut. Adapun selain membandingkan features dari kedua sistem operasi ini, ada juga yang membandingkan harga smartphone, model smartphone yang mirip, spesifikasi smartphone yang hampir sama, developer smartphone dan daya tahan smartphone. Maka peran merek sangatlah penting untuk membantu konsumen menghilangkan persepsi-persepsi yang meragukan. Darwing & Wijoyo (2004) mengemukakan bahwa merek (brand) adalah nama dan identitas utama suatu produk atau jasa badan usaha, sehingga dapat dibedakan dari produk atau jasa sejenis yang ditawarkan oleh pesaing. Selain itu Kartajaya (2004) mengemukakan bahwa merek (brand) merupakan nilai utama


(21)

merek tersebut, terutama dalam hal mendominasi kesadaran konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut. Sehingga merek yang baik dapat dikatakan memiliki ekuitas merek yang kuat. Aaker (1991) berpendapat bahwa dari sudut pandang perilaku, ekuitas merek sangatlah penting untuk membuat poin diferensiasi yang menyebabkan keunggulan kompetitif berdasarkan persaingan non harga.

Tabel. 1.2

Features Pada Sistem Operasi Android dan Sistem Operasi iOS

Operating System iOS Android

Developer Apple Google

Copy/Paste

Multitasking

Flash Support X

Silverlight Support X X

HTML Support

Unified Inbox

Exchange Support

Threaded Email

Visual Voicemail

Video Calling √ Third Party App

Universal Search

Internet Tethering

Removable Storage X

Facebook Integration x (Third Party App) √ (Third Party App) Twitter Integration x (Third Party App) √ (Third Party App)

Folders

App Organization Customizable Customizable App Store 300.000+ Apps 90.000+ Apps Microsoft Office Support Third Party App Third Party App

Widgets X

Media Sync iTunes Mac & PC Direct File Transfer + Third Party Software X-Box Live Integration Via Third Party App Via Third Party App Sumber: www.pcworld.com, 2011 dengan beberapa penyesuaian


(22)

Yoo dkk (2000) mengatakan bahwa adapun harga, ekuitas merek yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk menetapkan harga yang lebih tinggi karena konsumen bersedia membayar harga premium. Hal ini terjadi pada penjualan smartphone pada kelas harga high-end. Sebagai aset besar bagi perusahaan, ekuitas merek dapat meningkatkan arus kas untuk bisnis (Simon & Sullivan, 1993 dalam Yoo dkk, 2000).

Dengan begitu ekuitas merek akan menciptakan nilai bagi pelanggan dan perusahaan. Nilai bagi pelanggan akan meningkatkan nilai bagi perusahaan, dan ekuitas merek yang terdiri dari beberpa dimensi. Dimensi-dimensi dari ekuitas merek (brand equity) yaitu terdiri dari kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas (perceived quality), loyalitas merek (brand loyalty). Dimensi-dimensi ini digunakan untuk mengetahui brand equity yang dimiliki suatu produk perusahaan dan juga sudah digunakan oleh banyak peneliti seperti Keller, 1993; Motameni & Shahrokhi, 1998; Low & Lamb, 2000; Prasad & Dev, 2000; Yoo & Donthu, 2001 (Yoo dkk, 2000).

Dari latar belakang yang dipaparkan, penulis bertanya-tanya tentang kedua sitem operasi tersebut, siapakah yang paling baik brand equity-nya. Karena pada umumnya keduanya sudah dikenal di pasar smartphone. Selanjutnya penulis mencoba memaparkannya kedalam skripsi yang berjudul Analisis Perbandingan Brand Equity Sistem Operasi Android dengan Sistem Operasi iOS pada Smartphone.


(23)

B. Perumusan Masalah

Selain sebagai pembeda yang memudahkan konsumen, merek juga berguna untuk meyakinkan konsumen bahwa konsumen akan mendapatkan kualitas yang konsisten ketika membeli produk yang digunakan. Merek juga dapat dipakai untuk mengurangi perbandingan harga, karena merek adalah salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membandingan produk-produk sejenis yang berbeda (Rangkuti, 2009:5).

Merek tentunya sangat erat hubungannya dengan sebuah perusahaan, apalagi perusahaan yang sangat besar, yang memproduksi barangnya secara masal, yang sudah berdiri sangat lama, menghasilkan keuntungan yang besar, dan tentunya sudah dikenal oleh pasar atau calon konsumennya. Tentunya merek sangat berguna bagi perusahaan, seperti adanya ekuitas merek yang akan mencerminkan cara konsumen berpikir, merasa, bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Untuk hal-hal yang berhubungan dengan angka, mungkin dapat dengan mudah diketahui karena perusahaan bisa langsung melihatnya pada laporan keuangannya. Namun bagaimana dengan hal-hal yang bersifat tak terlihat, inilah yang menjadi pertanyaan peneliti. Seperti pada smartphone dengan sistem operasi Android dan iOS. Data menyebutkan bahwa market share Android jauh lebih besar. Namun bagaimana dengan ekuitas mereknya? Para pengguna (baik yang awam dan yang mengerti teknologi sistem operasi) smartphone ini beranggapan bahwa yang mereka gunakan adalah yang terbaik. Namun apa bukti yang bisa diberikan jika hanya membuktikannya pada satu


(24)

sisi saja. Apakah ekuitas merek dari smartphone dengan sistem operasi Android lebih baik daripada iOS? Inilah yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan ekuitas merek antara sistem operasi Android dengan sistem operasi iOS yang dilihat dari variabel :

a. Kesadaran merek (brand awareness) b. Asosiasi merek (brand association) c. Persepsi kualitas (perceived quality) d. Loyalitas merek (brand loyalty)

D. Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk memperoleh tambahan pengetahuan tentang perbandingan ekuitas merek.

b. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perusahaan dalam mengambil kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan usaha untuk


(25)

meningkatkan ekuitas merek produknya agar lebih mengoptimalkan peluang.

c. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian yang akan datang, khususnya bagi sivitas akademika di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah dan umumnya kepada peneliti lainnya.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Teori yang berkenaan dengan variabel yang diambil

1. Pengertian Merek

Menurut Aaker (1996:9), merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu.

American Asosiation Marketing dalam Kotler dan Keller (2009:256), mendefinisikan merek (brand) sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikan mereka dari para pesaing.

Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Tjiptono, 2009:3)

Menurut Kotler dan Armstrong (2008:275), merek (brand) adalah sebuah nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasi semua ini, yang menunjukkan identitas pembuat atau penjual produk atau jasa.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa merek adalah produk atau jasa yang dimensinya mendiferensiasikan merek tersebut dengan


(27)

beberapa cara dari produk atau jasa lainnya yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama. Perbedaan ini bisa fungsional, rasional, atau nyata berhubungan atau tidak nyata berhubungan dengan apa yang direpresentasikan merek.

Merek memiliki peran yang sangat penting bagi konsumen maupun produsen. Dari sisi konsumen, merek mempermudah pembelian. Bila tidak ada merek, konsumen harus mengevaluasi semua produk yang tidak memiliki merek setiap kali mereka akan melakukan pembelian. Merek juga membantu meyakinkan konsumen bahwa mereka akan mendapatkan kualitas yang konsisten ketika mereka membeli produk yang digunakan.

Dari sisi produsen, merek dapat dipromosikan. Merek dapat dengan mudah diketahui ketika diperlihatkan atau ditempatkan dalam suatu pameran. Selain itu, merek dapat dipakai untuk mengurangi perbandingan harga, karena merek adalah salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membandingkan produk-produk sejenis yang berbeda (Rangkuti, 2009:5).

Merek memegang peranan sangat penting salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjadikan sesuatu harapan kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama


(28)

(Durianto dkk, 2004:2). Merek menjadi sangat penting saat ini, karena beberapa faktor seperti:

a. Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji emosi menjadi konsisten dan stabil

b. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar.

c. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan makin banyak brand association (asosiasi merek) yang terbentuk dalam merek tersebut. Jika brand association (asosiasi merek) yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan brand image (citra merek).

d. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen, dan sebuah merek yang kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen. e. Merek juga mampu memudahkan proses pengambilan keputusan

pembelian oleh konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut.

f. Merek dapat berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan.

2. Pengertian Ekuitas Merek (Brand Equity)

Menurut Aaker (1996:23), ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang


(29)

menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan.

Menurut Kotler dan Keller (2007:334) ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa, nilai ini bisa dicerminkan dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas merek merupakan aset tak terwujud yang penting, yang memiliki nilai psikologis dan keuangan bagi perusahaan.

Sedangkan Philip Kotler dan Gary Armstrong (2008:282) berpendapat bahwa ekuitas merek adalah pengaruh deferensial positif bahwa jika pelanggan mengenal nama merek, pelanggan akan merespon produk atau jasa.

Sejauh ini terdapat dua model dari brand equity, yaitu model Aaker (yang kita gunakan dalam penelitian ini) dan model Keller. Dalam model Aaker, brand equity diformulasikan dari sudut pandang manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan utamanya adalah perilaku konsumen. Sedangkan dalam model Keller lebih berfokus pada perspektif perilaku konsumen yang berasumsi bahwa kekuatan sebuah merek terletak pada apa yang dipelajari, dirasakan, dilihat, dan didengarkan konsumen tentang merek tersebut sebagai hasil dari pengalamannya sepanjung waktu (Tjiptono, 2011:97)

Aaker (1991) berpendapat bahwa brand equity dapat dikelompokkan ke dalam lima dimensi, yaitu:


(30)

a. Kesadaran merek (brand awareness), menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek dari produk atau jasa perusahaan. Kesadaran merek memiliki beberapa tingkatan mulai dari tingkat tidak mengetahui adanya merek tersebut, sampai pada tingkat sangat mengenal merek tersebut (top of mind awareness). Tingkat paling rendah adalah apabila pengenalan merek dilakukan melalui alat bantu tes untuk mengingat kembali suatu merek (an aided recall test). Pengenalan merek adalah tingkat minimal dari kesadaran merek. Tingkat berikutnya adalah mengingat kembali suatu merek (brand recall), yaitu mengingat kembali suatu merek berdasarkan pada kemampuan seseorang untuk menyebut suatu merek tanpa alat bantu (unaided call). Tahap selanjutnya adalah apabila suatu merek disebutkan pertama kali dalam mengingat suatu produk atau jasa, pada tahap ini merek tersebut telah berada dalam pikiran paling utama (top of mind awareness), atau dengan kata lain merek tersebut menjadi merek yang paling diingat di dalam pikiran seseorang.

b. Asosiasi merek (brand association), adalah segala kesan yang muncul di benak konsumen yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait dengan merek akan semakin meningkat dengan semakin bertambahnya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau semakin sering kemunculan merek tersebut dalam strategi komunikasi perusahaan. Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai


(31)

asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, maka semakin kuat brand image yang dimiiki oleh merek tersebut

c. Persepsi kualitas merek (brand perceived quality), adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas dari suatu merek produk/jasa perusahaan. Perceived quality ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk di mata pelanggan karena perceived quality merupakan persepsi konsumen. Produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama di pasar jika perceived quality pelanggan negatif, sebaliknya jika perceived quality pelanggan positif, maka produk akan disukai dan dapat bertahan lama di pasar.

d. Loyalitas merek (brand loyalty), adalah cerminan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk/jasa. Loyalitas merek sangat berpengaruh terhadap kerentanan pelanggan dari serangan pesaing, hal ini sangat penting dan berkaitan erat dengan kinerja masa depan perusahaan. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, maka hal tersebut apat menunjukkan loyalitas terhaap merek tersebut rendah.

e. Aset-aset ekuitas merek lainya (other proprietary brand asssets) dapat memberikan nilai, baik bagi perusahaan maupun bagi konsumen. Dimensi ini secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas keempat


(32)

dimensi utama dari brand equity yaitu brand awareness, brand association, brand perceived quality dan brand loyalty.

Gambar. 2.1

Elemen Ekuitas Merek Model Aaker (Brand Equity Element Aaker Mode)

Sumber: Tjiptono, 2011:101

Sementara itu, model brand equity Keller (Tjiptono, 2011:98) lebih berfokus pada perspektif perilaku konsumen. Dengan model ekuitas merek berbasis pelanggan (CBBE = Consumer-Based Brand Equity), model ini berasumsi bahwa kekuatan sebuah merek terletak pada apa yang dipelajari, dirasakan, dilihat, dan didengarkan konsumen tentang merek tersebut sebagai hasil dari pengalamannya sepanjung waktu.

Keller (Tjiptono, 2011:99) mengatakan terdapat empat langkah dalam proses membangun merek yaitu:

1. Menyusun identitas merek yang tepat, 2. Menciptakan makna merek yang sesuai, 3. Menstimulasi respon merek yang diharapkan

4. Menjalin relasi merek yang tepat dengan pelanggan. Brand Equity

Brand Awareness

Brand Association

Brand Perceived

Quality


(33)

Dengan kata lain, keempat langkah ini mencerminkan empat pertanyaan fundamental yaitu: (1) identitas merek, (2) makna merek, (3) respon merek, (4) relasi merek. Proses implementasi keempat tahap ini membutuhkan enam building blocks utama yaitu: brand salience, brand performance, brand imagenary, brand judgments, brand feelings, dan brand resonance.

Gambar. 2.2

Piramida Ekuitas Merek Berbasis Pelanggan Model Keller (Customer-Based Brand Equity Pyramid Keller Mode)

Resonance

Judgments Feelings

Performance Imagery

Salience

Sumber: Tjiptono, 2011:101

1. Identitas Merek 2. Makna Merek 3. Respon Merek 4. Relasi Merek


(34)

1. Brand salience, berkenaan dengan aspek-aspek awareness sebuah merek, seperti seberapa sering dan mudah sebuah merek diingat dan dikenali dalam berbagai situasi? Faktor ini menyangkut seberapa bagus elemen merek menjalankan fungsinya sebagai pengidentifikasi produk. Brand awareness bukan hanya sekedar menyangkut apakah konsumen mengetahui nama merek dan pernah melihatnya, namun berkaitan pula dengan mengkaitkan merek (nama merek, logo, simbol, dan seterusnya) dengan asosiasi-asosiasi tertentu dalam memori konsumen bersangkutan.

2. Brand performance, berkenaan dengan kemampuan produk dan jasa dalam memenuhi kebutuhan fungsional konsumen. Secara garis besar, ada lima atribut dan manfaat pokok yang mendasari kinerja merek:

(1) unsur primer dan fitur suplemen; (2) reliabilitas; durabilitas, dan serviceability produk; (3) efektivitas, efisiensi, dan empati layanan; (4) model dan desain; serta; (5) harga.

3. Brand imagery, menyangkut extrinsic properties produk atau jasa, yaitu kemampuan merek dalam memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial pelanggan. Brand imagery bisa terbentuk secara langsung (melalui pengalaman konsumen dan kontaknya dengan produk, merek, pasar sasaran, atau situasi pemakaian) dan tidak langsung (melalui iklan dan komunikasi). Empat kategori utama brand imagery meliputi:

(1) profil pemakai, baik berdasarkan faktor demografis deskriptif (seperti usia, gender, ras, atau pendapatan) maupun psikografis abstrak (seperti sikap terhadap hidup, karir, kepemilikan, isu sosial atau institusi politik);


(35)

(2) situasi pembelian (berdasarkan tipe saluran distribusi, toko spesifik, kemudahan pembelian, dan sejenisnya) dan pemakaian (kapan dan dimana merek digunakan); (3) kepribadian dan nilai-nilai; (4) sejarah, warisan (heritag), dan pengalaman.

4. Brand judgments, berfokus pada pendapat dan evaluasi personal konsumen terhadap merek berdasarkan kinerja merek dan asosiasi citra yang dipersepsikannya. Aspek brand judgments meliputi:

(1) brand quality, yakni persepsi konsumen terhadap nilai dan kepuasan yang dirasakannya;(2) brand credibility, yaitu seberapa jauh sebuah merek dinilai kredibel dalam hal expertise (kompeten, inovatif, pemimpin pasar), trustworthiness (bisa diandalkan, selalu mengutamakan kepentingan pelanggan) dan likeability (menarik, fun, dan memang layak untuk dipilh dan digunakan); (3) brand consideration, yaitu sejauh mana sebuah merek dipertimbangkan untuk dibeli atau digunakan konsumen; dan (4) brand superiority, yakni sejauh mana konsumen menilai merek itu unik dan lebih baik dibandingkan merek-merek lain

5. Brand feelings, yaitu respon dan reaksi emosional konsumen terhadap merek. Reaksi semacam ini bisa berupa perasaan warmth, fun excitement, security, social approval, dan self-respect.

6. Brand resonance, mengacu pada karakteristik relasi yang dirasakan pelanggan terhadap merek spesifik. Resonasi tercermin pada intensitas atau kekuatan ikatan psikologis antara pelanggan dan merek, serta tingkat aktivitas yang ditimbulkan loyalitas tersebut (misalnya, tingkat pembelian,


(36)

uang, usaha dan waktu yang dicurahkan untuk mencari informasi merek, dan seterusnya). Secara spesifik, resonasi meliputi loyalitas behavioral (share of category requirements), loyalitas attitudinal, sense of community (identifikasi dengan brand community), dan keterlibatan aktif (berperan sebagai brand evangelist dan brand ambassadors).

Model Aaker dan model Keller memiliki kesamaan prinsip, yaitu brand equity mencerminkan nilai tambah yang didapatkan sebuah produk sebagai hasil investasi pemasaran sebelumnya pada merek yang bersangkutan (Tjiptono, 2011:102).

3. Elemen-Elemen Ekuitas Merek

a. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Menurut Aaker (1996:90), kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Kesadaran (awareness) menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Meningkatkan kesadaran adalah suatu mekanisme untuk memperluas pasar merek. Kesadaran juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah (Durianto dkk, 2004).


(37)

Terdapat beberapa tingkatan dari brand awareness dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi dapat di lihat dari piramida merek sebagai berikut:

Gambar. 2.3

Piramida Kesadaran Merek (The Awareness Pyramid)

Top of mind Brand Recall

Brand Recognation

Brand Unaware

Sumber: Aaker, 1991:62

Penjelasan mengenai piramida kesadaran merek dari tingkat yang paling rendah hingga pada tingkat yang tertinggi adalah sebagai berikut : 1) Unaware of Brand (tidak menyadari keberadaan merek)

Menggambarkan tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek, di mana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek.

2) Brand Recognition (pengenalan merek)

Merupakan tingkat minimal kesadaran merek, di mana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan


(38)

(aided recall). Pertanyaan yang diajukan dibantu dengan menyebutkan ciri-ciri produk tersebut.

3) Brand Recall (pengingatan kembali terhadap merek)

Yaitu pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan (unaided recall), yakni pengingatan tanpa bantuan, karena konsumen tidak perlu dibantu untuk mengingat merek. Brand Recall mencerminkan merek-merek apa yang diingat konsumen setelah menyebutkan merek-merek yang pertama kali disebut.

4) Top of Mind (puncak pikiran)

Adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen.

Perlunya sebuah kesadaran merek karena konsumen tidak bisa membeli sebuah merek yang belum mereka kenal, kesadaran merek adalah tujuan umum komunikasi dari sebuah strategi promosi. Dengan menciptakan sebuah kesadaran merek, pemasar berharap bahwa setiap kali muncul sebuah kebutuhan maka sebuah merek akan muncul dari ingatan yang mampu memberikan alternatif pilihan dalam pengambilan keputusan. Konsumen tidak perlu mengingat nama merek, mereka hanya perlu untuk mengenali merek (biasanya berdasarkan package), yang nantinya ingatan merek akan membantunya untuk mengetahui sebuah merek tersebut (Peter & Olson, 2010:417).


(39)

Pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan upaya mendapatkan identitas nama dan menghubungkannya ke kategori produk. Brand awareness dapat dicapai dan diperbaiki, beberapa cara yang dapat ditempuh antara lain sebagai berikut (Durianto dkk, 2004:57):

1) Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda dibandingkan dengan lainnya serta harus ada hubungan antara merek dengan kategori produknya.

2) Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik, sehingga dapat membantu konsumen untuk mengingat merek.

3) Jika produk memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat dihubungkan dengan mereknya.

4) Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat pelanggan.

5) Brand awareness dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang sesuai dengan kategori produk, merek, atau keduanya.

6) Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.

Pemasar dapat mengukur tingkat kesadaran merek konsumen dengan meminta mereka menyebutkan nama-nama merek yang mereka ingat atau dengan hasil dari pengamatan yang mereka kenali (Peter & Olson, 2010:417)


(40)

Indikator yang digunakan untuk mengukur brand awareness berdasarakan pendapat Peter & Olson (2010) yaitu:

1) Android/iOS adalah merek OS smartphone yang familiar bagi saya. 2) Saya mengenali Android/iOS ketika melihat iklan-iklan smartphone di

sebuah media.

3) Saya mengenali smartphone Android/iOS dari tampilan layarnya. b. Asosiasi Merek (Brand Association)

Menurut Aaker (1991:167) asosiasi merek adalah segala sesuatu yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu merek.

Menurut Durianto dkk (2004:69) asosiasi merek merupakan segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek.

Susanto (2004:133) menambahkan bahwa hal-hal lain yang penting dalam asosiasi merek adalah asosiasi yang menunjukan fakta bahwa produk dapat digunakan untuk mengekspresikan gaya hidup, kelas sosial, dan peran professional atau yang mengekspresikan asosiasi-asosiasi yang memerlukan aplikasi produk dan tipe-tipe orang yang menggunakan produk tersebut, toko yang menjual produk atau wiraniaganya.

Aaker (1991:115) menjelaskan bahwa asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek dapat dihubungkan dengan berbagai hal diantaranya: atribut produk, barang tak berwujud, manfaat pelanggan, harga relatif,


(41)

pengguna/aplikasi, pengguna/pelanggan, orang yang terkenal, gaya hidup, personalitas, kelas produk, kompetitor, dan negara/wilayah geografis.

Berbagai fungsi dari sebuah asosiasi merek adalah (Durianto dkk, 2004:69) :

1) Membantu proses penyusunan informasi (Help process/retrieve information)

2) Membedakan (Differentiate). Suatu produk dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek lain.

3) Alasan pembelian (Reason to buy). Brand association membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut.

4) Menciptakan sikap atau perasaan positif (Create positive attitude/feelings). Beberapa asosiasi mampu menciptakan suatu perasaan positif atas dasarpengalaman mereka serta pengubahan pengalaman tersebut menjadisesuatu yang berbeda.

5) Landasan untuk perluasan (Basis for exetensions). Menjadi landasan bagi suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian (sense of fit) antara merek dan sebuah produk baru.

Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan para pelanggan, karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dari merek yang lain. Terdapat lima keuntungan asosiasi merek dikemukan oleh Rangkuti (2009:44) yaitu :


(42)

1) Dapat membantu proses penyusunan informasi, yaitu dapat membantu memberikan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dengan mudah dikenal oleh konsumen.

2) Perbedaan. Asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi usaha yang dapat membedakan satu merek dengan merek yang lain.

3) Alasan untuk membeli. Asosiasi merek sangat membantu para konsumen untuk mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak. 4) Penciptaan sikap atau perasaan positif. Asosiasi merek dapat merangsang

perasaan positif yang pada akhirnya juga akan berdampak positif pada produk yang bersangkutan.

5) Landasan untuk perluasan. Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dengan sebuah produk baru.

Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur brand association berdasarakan pada pendapat Durianto (2004) yaitu:

1) Android/iOS adalah OS yang berasal dari perusahaan dengan reputasi yang baik.

2) Android/iOS adalah OS smartphone yang mudah ditemui.

3) Android/iOS adalah OS smartphone dengan tampilan antar muka (interface) yang menarik.

c. Persepsi Kualitas Merek (Brand Perceived-Quality)

Menurut Susanto (2004:129), persepsi kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan


(43)

suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan. Aaker (1991:91) berpendapat bahwa apabila kesan kualitas adalah untuk dimengerti dan diatur, maka penting untuk mengetahui dimensi-dimensi yang mempengaruhi kesan kualitas produk dan kualitas jasa, yaitu

1) Menurut Garvin dalam Gaspersz (2002: 37) dimensi kualitas yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas barang ada delapan, yaitu:

a) Performa (performance) berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.

b) Keistimewaan (features) merupakan aspek kedua yang manambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya. c) Keandalan (reliability) berkaitan dengan kemungkinan suatu produk

berfungsi dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu. d) Sesuai dengan spesifikasi (conformance), berkaitan dengan tingkat

kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Conformance merefleksikan derajat dimana karakteristik desain produk dan karakteristik operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan. Kerap kali didefinisikan sebagai konformasi terhadap kebutuhan (conformance to requirements).

e) Daya tahan (durability), merupakan ukuran masa pakai suatu produk. Karakteristik ini berkaitan dengan daya tahan dari produk itu.


(44)

f) Kemampuan pelayanan (service ability), merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan atau kesopanan, kompetensi, kemudahan serta akurasi dalam perbaikan.

g) Estetika (aestetic), merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan individual.

h) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), bersifat subjektif dan berkaitan dengan perasaan pelanggan yang mengkonsumsi produk, seperti meningkatkan harga diri. Hal ini dapat juga berupa karakteristik yang berkaitan dengan reputasi (brand name-image). 2) Sedangkan dimensi kualitas jasa menurut Zeithaml dan Bitner (2003),

terbagi menjadi 5 aspek, yaitu:

a) Realiability. Kemampuan menampilkan pelayanan yang diandalkan dan akurat.

b) Responsiveness. Kesediaan membantu dan menyediakan layanan yang cepat.

c) Assurance. Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk menumbuhkan keyakinan konsumen terhadap pelayanan penyedia jasa.

d) Empathy. Menunjukkan perhatian perusahaan terhadap konsumennya. e) Tangibles. Tampilan dari fasilitas fisik, peralatan, personil/karyawan

Membangun perceived quality harus diikuti dengan peningkatan kualitas nyata dari produknya karena akan sia-sia meyakinkan


(45)

pelanggan bahwa kualitas merek produknya tinggi bila mana kenyataan menunjukkan kebalikannya. Bahkan dalam jangka panjang upaya tersebut akan menjadi bumerang. Pelangan yang tidak puas akan merasa dikecewakan sehingga perceived quality yang dimiliki pada awalnya berganti dengan kesan benci karena merasa dibodohi. Berikut adalah berbagai hal yang perlu dipertahankan dalam membangun perceived quality menurut Durianto dkk (2004:103), yaitu: 1) Komitmen terhadap kualitas

Perusahan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta memelihara kualitas secara terus menerus. Upaya memelihara kualitas bukan hanya basa basi tapi tercermin dalam tindakan tanpa kompromi. 2) Budaya kualitas

Komitmen kualitas harus terefleksi dalam budaya perusahaan, norma perilakunya, dan nilai-nilainya. Jika perusahaan dihadapkan kepada pilihan kualitas dan biaya maka kualitas yang harus dimenangkan.

3) Informasi masukan dari pelanggan

Pada akhirnya dalam membangun perceived quality pelangganlah yang mendefinisikan kualitas. Seringkali para pemimpin keliru dalam memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya. Untuk kartu kredit, misalnya para manajer memperkirakan bahwa kemudahan memperoleh kartu kredit adalah yang paling penting bagi pelanggan, padahal bagi pelanggan keamanan dan jaminan terhadap kartu hilang adalah yang terpenting. Untuk itulah perusahaan perlu secara


(46)

berkesinambungan melakukan riset terhadap pelanggannya sehingga diperoleh informasi yang akurat, relevan, dan up-to-date.

4) Sasaran/standar yang jelas

Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena sasaran kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat. Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas, dapat dipahami, dan diperioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa prioritas sama saja dengan tidak mempunyai sasaran yang fokus yang pada akhirnya akan membahayakan kelangsungan perusahaan sendiri.

5) Kembangkan karyawan yang inisiatif

Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif dilibatkan dalam pengendalian kualitas layanan.

Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur brand equity berdasarakan pendapat Gaspersz (2002) yaitu:

1) Saya tidak pernah mengalami masalah dalam menggunakan smartphone Android/iOS.

2) Android/iOS memiliki banyak pilihan aplikasi.

3) Android/iOS mampu mengatur daya smartphone dengan baik. d. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Aaker (1996) mendefinisikan brand loyalty sebagai “A measure of the attachment that a costumer has a brand“. Loyalitas merek menunjukkan


(47)

adanya suatu ikatan antara pelanggan dengan merek tertentu dan ini sering kali ditandai dengan adanya pembelian ulang dari pelanggan. Mowen (2002) mengemukakan bahwa loyalitas dapat didasarkan pada perilaku pembelian aktual produk yang dikaitkan dengan proporsi pembelian. Perusahaan yang mempunyai basis pelanggan yang mempunyai loyalitas merek yang tinggi dapat mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena biaya untuk mempertahankan pelanggan jauh lebih murah dibandingkan dengan mendapatkan pelanggan baru. Loyalitas merek yang tinggi dapat meningkatkan perdagangan dan dapat menarik minat pelanggan baru karena mereka memiliki keyakinan bahwa membeli produk bermerek minimal dapat mengurangi risiko. Keuntungan lain yang didapat dari loyalitas merek adalah perusahaan dapat lebih cepat untuk merespons gerakan pesaing.

Loyalitas merek menurut Mowen dan Minor (dalam Basu Swastha, 1999) adalah suatu kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Definisi ini didasarkan pada dua pendekatan yaitu behavioral dan attitudinal. Jika pendekatan yang dipakai adalah pendekatan keperilakuan (behavioral), maka hal ini mengacu pada perilaku konsumen yang hanya membeli sebuah produk secara berulang-ulang, tanpa menyertakan aspek perasaaan di dalamnya. Sebaliknya jika yang dipakai adalah pendekatan attitudinal maka loyalitas merek mengandung aspek kesukaan konsumen pada sebuah merek.


(48)

Clow dan Baack (2010:126) mengatakan bahwa loyalitas merek didasarkan pada fitur produk. Mungkin juga terkait dengan pengalaman konsumen dengan perusahaan.

Menurut Basu Swastha Dharmmesta (1999), secara umum loyalitas merek dapat diukur dengan cara sebagai berikut:

1) Runtutan pilihan merek (brand-choice sequence) 2) Proporsi pembelian (proportion of purchase) 3) Preferensi merek (brand prefenrence)

4) Komitmen merek (brand commitment)

Loyalitas merek tidak akan terjadi tanpa melalui tindakan pembelian dan pengalaman dalam menggunakan suatu merek (Aaker, 1991). Hal inilah yang membedakan antara loyalitas merek dengan elemen ekuitas merek lain dimana pelanggan mempunyai kesadaran merek, kesan kualitas, dan asosiasi merek tanpa melakukan transaksi pembelian dan penggunaan merek lebih dahulu.


(49)

Gambar. 2.4

Piramida Loyalitas Merek The Loyalty Pyramid

Commited Buyer Like the Brand-- Considers It a Friend

Satisfied Buyer with Switching Costs Satisfied/Habitual Buyer

No Reason toChange Switchers/Price Sensitive Indifferent—No Brand Loyalty

Sumber: Aaker, 1991:40

Berikut penjelasan Aaker (1997) tentang tingkatan loyalitas terhadap merek yaitu:

1) Switcher (Berpindah-pindah)

Merupakan tingkatan loyalitas yang paling rendah. Perpindahan merek biasanya dipengaruhi oleh perilaku pembelian di lingkungan sekitar. 2) Habitual Buyer (Pembeli yang bersifat kebiasaan) Adalah pembeli yang

mengalami ketidakpuasan ketika mengkonsumsi suatu produk karena ia membeli suatu produk hanya berdasarkan kebiasaan saja.


(50)

Yaitu pembeli yang merasa puas dengan merek yang mereka konsumsi, namun mereka berkeinginan melakukan perpindahan merek.

4) Likes the Brand (Menyukai merek)

Adalah pembeli yang benar-benar menyukai merek karena alasan persepsi kualitas yang tinggi, pengalaman, dan lain-lain.

5) Committed Buyer ( Pembeli yang berkomitmen)

Merupakan kelompok pembeli yang setia karena mereka merasa bangga ketika mengkonsumsi produk dan mereka secara sukarela bersedia untuk merekomendasikan merek kepada orang lain.

Dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang benar, brand loyalty dapat menjadi asset strategi bagi perusahaan. Berikut (Durianto, dkk, 2004:127) adalah beberapa potensi yang dapat diberikan oleh brand loyalty bagi perusahaan:

1) Reduced Marketing Costs (Mengurangi Biaya Pemasaran)

Biaya pemasaran untuk mempertahankan pelanggan akan lebih murah dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru. Jadi, biaya pemasaran akan mengecil jika brand loyalty meningkat. Ciri yang paling Nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.

2) Trade Laverage (Meningkatkan Perdagangan)

Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara


(51)

pemasaran. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didsarkan atas kebiasaan mereka selama ini.

3) Attacing New Customers (Menarik Minat Pelanggan Baru)

Perasaan puas dan suka kepada merek oleh pelanggan akan menimbulkan perasaan keyakinan bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung resiko tinggi. Di samping itu, pelanggan yang puas umumnya akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya sehingga dapat menarik pelanggan baru.

4) Provide Time to Respond to Competitive Threats (Memberi Waktu untuk Merespons Ancaman Persaingan)

Brand loyalty akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk merespons gerak pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada perusahaan tersebut untuk memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisasikannya.

Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur brand loyalty berdasarakan pendapat Clow dan Baack (2010:126) yaitu:

1) Saya merasa puas menggunakan smartphone Android/iOS 2) Saya setia menggunakan smartphone Android/iOS


(52)

B. Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini berkaitan dengan ekuitas merek yang sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan fokus pada produk yang berbeda. Berikut ini beberapa penelititan terdahulu yang akan penulis paparkan berkenaan dengan tema skripsi yang diangkat oleh penulis.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Woo Gon Kim dan Hong-Bum Kim (2004),

dengan judul “Measuring Customer-based Restaurant Brand Equity

Penelitian ini menggunakan metode uji beda t-test yang meneliti beberapa

merek restoran cepat saji seperti McDonald’s, KFC, Burger King, Lotteria, Popeyes, Jakob’s dan Hardee’s. Penelitian ini dilakukan terhadap 394 responden yang mengunjungi sejumlah mall di Seoul, Korea Selatan. Adapun hasil analisis elemen-elemen ekuitas merek pada beberapa merek restoran cepat saji yang diteliti dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Hasil penelitian pada variabel brand awareness oleh Kim dan Kim (2004) Dalam penelitian ini terdapat perbedaan nilai kesadaran merek antar merek restoran cepat saji. Penilaian ini dilihat dari nilai mean masing-masing merek yang diambil dari jawaban responden. Hasil penelitian ini

menunjukkan McDonald’s sebagai merek yang paling diingat responden

dengan nilai mean sebesar (4,46) yang diikuti oleh KFC (4,12), Lotteria (4,03), Burger King (3,75), Popeyes (3,12), Hardee’s (2,19) dan Jakob’s (1,45). Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa nilai mean Jakob’s merupakan yang terendah dari semua merek restoran cepat saji yang


(53)

diteliti, hal ini dikarenakan Jakob’s merupakan merek lokal yang baru

didirikan pada tahun 1999.

b. Hasil penelitian pada variabel brand image oleh Kim dan Kim (2004) Dalam penelitian ini terdapat perbedaan nilai citra merek antar merek restoran cepat saji. Penilaian ini dilihat dari nilai mean masing-masing merek yang diambil dari jawaban responden. Hasil penelitian ini

menunjukkan McDonald’s sebagai merek dengan citra merek yang

paling baik dengan nilai mean sebesar (4,43) yang diikuti oleh KFC (4,22), Lotteria (3,97), Burger King (3,93), Popeyes (3,85), Hardee’s

(3,62) dan Jakob’s (3,55).

c. Hasil penelitian pada variabel brand perceived quality oleh Kim dan Kim (2004)

Dalam penelitian ini terdapat perbedaan nilai persepsi kualitas antar merek restoran cepat saji. Penilaian ini dilihat dari nilai mean masing-masing merek yang diambil dari jawaban responden. Hasil penelitian ini

menunjukkan McDonald’s sebagai merek dengan persepsi kualitas yang

paling baik dengan nilai mean sebesar (4,43) yang diikuti oleh Lotteria (4,13), Burger King (4,07), KFC (3,94), Popeyes (3,92), Jakob’s (3,92)

dan Hardee’s (3,90).

d. Hasil penelitian pada variabel brand loyalty oleh Kim dan Kim (2004) Dalam penelitian ini terdapat perbedaan nilai loyalitas merek antar merek restoran cepat saji. Penilaian ini dilihat dari nilai mean masing-masing merek yang diambil dari jawaban responden. Hasil penelitian ini


(54)

menunjukkan KFC sebagai merek dengan loyalitas merek yang paling baik dengan nilai mean sebesar (4,52) yang diikuti oleh McDonald’s (4,46), Burger King (4,41), Popeyes (4,18), Jakob’s (4,11), Lotteria

(3,91), dan Hardee’s (3,08).

2. Penelitian yang dilakukan oleh Robertus Sola Asisi (2007), dengan judul

“Analisis Perbandingan Brand Equity Indomie Dengan Mie Sedaap Pada

Mahasiswa Universitas Negeri Semarang”

Penelitian ini menggunakan metode uji beda t-test. Adapun hasil analisis perbandingan ekuitas merek antara Indomie dan Mie Sedaap dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Hasil penelitian pada variabel brand awareness oleh Asisi (2007)

Dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara kesadaran merek Indomie dan Mie Sedaap, dimana kesadaran merek Indomie lebih baik dari Mie Sedaap. Hal ini dapat diketahui dari nilai mean brand awareness Indomie yang lebih besar dari Mie Sedaap sebesar 20,6823 > 20,1771. Perbedaan ini bisa disebabkan karena merek Indomie telah dikenal jauh lebih lama oleh konsumen mie instan di Indonesia sehingga menjadi top of mind dikategori produk mie instan. Selain itu, untuk mencuri kesadaran konsumen, Indomie tidak hanya mengandalkan iklan semata tapi juga lebih banyak melakukan event marketing dibandingkan dengan Mie Sedaap.


(55)

Dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara asosiasi merek Indomie dan Mie Sedaap, dimana asosiasi merek Indomie lebih baik dari Mie Sedaap. Hal ini dapat diketahui dari nilai mean brand association Indomie yang lebih besar dari Mie Sedaap sebesar 19,0052 > 18,3750. Perbedaan ini bisa terjadi karena merek Indomie selalu konsisten memenuhi janjinya dari waktu ke waktu.

c. Hasil penelitian pada variabel brand perceived quality oleh Asisi (2007) Dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi kualitas Indomie dan Mie Sedaap, dimana persepsi kualitas Indomie lebih baik dari Mie Sedaap. Hal ini dapat diketahui dari dari mean perceived quality Indomie yang lebih besar dari Mie Sedaap sebesar 27,3854 > 26,5469. Perbedaan ini bisa disebabkan karena dimata konsumen kualitas Indomie lebih baik yang ditunjang oleh kepercayaan konsumen terhadap merek yang telah lama dipasar mie instan. Konsumen telah mencoba berbagai macam merek mie instan dan akhirnya akan mampu memberikan persepsi yang berbeda-beda antara merek satu dan yang lainnya.

d. Hasil penelitian pada variabel brand loyalty oleh Asisi (2007)

Dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara loyalitas merek Indomie dan Mie Sedaap, dimana loyalitas merek Indomie lebih baik dari Mie Sedaap. Hal ini dapat diketahui dari nilai mean brand loyalty Indomie yang lebih besar dari Mie Sedaap sebesar 22,9583 > 22,5052. Perbedaan ini bisa disebabkan karena Indomie mampu


(56)

memberikan kepuasan pada konsumennya secara konsisten. Loyalitas tidak terbentuk secara instan dan pengalaman selama menggunakan merek tersebut (brand experience) akan menjadi hal mendasar yang mendorong konsumen melakukan pembelian ulang.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Herdian Armandhani dan I Putu Gde

Sukaatmaja (2013), dengan judul “Analisis Perbandingan Brand Equity Produk Obat Anti Nyamuk Oles Merek Autan dengan Merek Soffel do Kota

Denpasar”

Penelitian ini menggunakan metode uji beda t-test. Adapun hasil analisis perbandingan ekuitas merek antara obat anti nyamuk oles merek Autan dan Soffel dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Hasil penelitian pada variabel brand loyalty oleh Armandhani dan

Sukaatmaja (2013)

Dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara kesadaran merek Autan dan Soffel, dimana kesadaran merek Soffel lebih baik dari Autan. Hal ini dapat dilihat bahwa rata-rata kesadaran merek obat anti nyamuk oles Soffel sebesar 4,467 lebih besar jika dibandingkan dengan rata-rata kesadaran merek obat anti nyamuk oles Autan yang sebesar 4,000 dengan perbedaan rata-ratanya sebesar -0,467. Probabilitasnya lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara kesadaran merek obat anti nyamuk oles Autan dengan obat anti nyamuk oles Soffel, dimana konsumen lebih sadar akan keberadaan merek obat anti nyamuk oles merek Soffel dibandingkan obat anti nyamuk oles


(57)

Autan . Hal ini dikarenakan obat anti nyamuk oles merek Soffel kemasan produknya lebih menarik minat konsumen karena terkesan modern, obat anti nyamuk Soffel juga lebih efektif menjaga kulit dari gigitan nyamuk lebih lama ketimbang merek Autan yang hanya bertahan 0,5 - 1 jam. b. Hasil penelitian pada variabel brand association oleh Armandhani dan

Sukaatmaja (2013)

Dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara asosiasi merek Autan dan Soffel, dimana asosiasi merek Soffel lebih baik dari Autan. Hal ini dapat dilihat bahwa rata-rata asosiasi merek obat anti nyamuk oles Autan sebesar 3,883 lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata asosiasi merek obat anti nyamuk oles merek Soffel sebesar 4,367 dengan perbedaan rata-ratanya sebesar -0,483 Probabilitasnya lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara asosiasi merek obat anti nyamuk oles Autan dengan obat anti nyamuk Soffel, dimana konsumen menganggap kemasan obat anti nyamuk oles merek Soffel lebih menarik serta dalam sistem distribusi obat anti nyamuk oles merek Soffel lebih baik, sehingga obat anti nyamuk oles merek Soffel lebih berhasil menciptakan asosiasi mereknya dimata konsumen.

c. Hasil penelitian pada variabel brand perceived quality oleh Armandhani dan Sukaatmaja (2013)

Dalam penelitian ini rata-rata persepsi kualitas merek obat anti nyamuk oles Autan sebesar 4,033 lebih kecil jika dibandingkan dengan


(58)

rata-rata persepsi kualitas merek obat anti nyamuk oles Soffel yaitu sebesar 4,475 dengan perbedaan rata-ratanya -0,442 Probabilitas lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara persepsi kualitas merek produk obat anti nyamuk oles merek Autan dengan merek Soffel, dimana persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas merek produk obat anti nyamuk oles merek Soffell lebih mendekati harapan konsumen dibandingkan produk obat anti nyamuk oles merek Autan. Konsumen menganggap produk obat anti nyamuk oles merek Soffel memiliki aroma yang lebih wangi dibandingkan dengan produk obat anti nyamuk oles merek Autan, serta kandungan obat anti nyamuk oles merek Soffel dapat memberikan perlindungan lebih maksimal terhadap gigitan nyamuk

d. Hasil penelitian pada variabel brand loyalty oleh Armandhani dan Sukaatmaja (2013)

Dalam penelitian rata-rata loyalitas merek obat anti nyamuk oles Autan sebesar 4,050 lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata loyalitas merek obat anti nyamuk oles Soffel sebesar 4,458 dengan perbedaan rata-ratanya -0,408. Probabilitas lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara loyalitas merek obat anti nyamuk Autan dengan Soffel, dimana konsumen memiliki kesetiaan yang lebih tinggi terhadap obat anti nyamuk oles merek Soffel dibandingkan merek Autan. Hal ini dikarenakan produk obat anti nyamuk oles merek Soffel dianggap memiliki kualitas yang lebih baik karena harga obat anti


(59)

nyamuk oles merek Soffel lebih murah daripada Autan. Selain itu, Soffel juga memiliki varian produk yang berbeda-beda

4. Penelitian yang dilakukan oleh Ida Ayu Raras Aristyani dan Ni Nyoman

Kerti Yasa (2013), dengan judul “Perbandingan Brand Equity Produk shampoo Merek Sunsilk dengan Merek Pantene”

Penelitian ini menggunakan metode uji beda t-test. Adapun hasil analisis perbandingan ekuitas merek antara shampoo merek Sunsilk dengan merek Pantene dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Hasil penelitian pada variabel brand loyalty oleh Aristyani dan Yasa

(2013)

Dalam penelitian ini brand awareness) produk shampoo Sunsilk sebesar 2,833 lebih besar jika dibandingkan dengan rata-rata kesadaran merek (brand awareness) produk shampoo Pantene yang sebesar 2,797 dengan perbedaan rata-ratanya sebesar 0,0367. Probabilitasnya lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan antara kesadaran merek (brand awareness) produk shampoo Sunsilk dengan produk shampoo Pantene, yang mana konsumen sama-sama sadar akan keberadaan merek produk shampoo Sunsilk dan Pantene. Hal ini dikarenakan shampoo Sunsilk maupun shampoo Pantene sama-sama gencar melakukan berbagai kegiatan promosi sehingga brand awareness-nya sama-sama tinggi

b. Hasil penelitian pada variabel brand association oleh Aristyani dan Yasa (2013)


(60)

Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa rata-rata asosiasi merek (brand association) produk shampoo Sunsilk sebesar 2,828 lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata asosiasi merek (brand association) produk shampoo Pantene sebesar 2,855 dengan perbedaan rata-ratanya sebesar 0,0267. Probabilitasnya lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan antara asosiasi merek (brand association) produk shampoo Sunsilk dengan Pantene, yang mana konsumen menganggap merek produk shampoo Pantene memiliki asosiasi merek produk yang sama, yaitu sama-sama di-produksi oleh perusahaan yang memiliki reputasi baik yang telah memproduksi shampoo dengan mutu yang baik. c. Hasil penelitian pada variabel brand perceived quality oleh Aristyani dan

Yasa (2013)

Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa rata-rata persepsi kualitas merek (brand perceived quality) produk shampoo Sunsilk sebesar 2,580 lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata persepsi kualitas merek (brand perceived quality) produk shampoo Pantene yaitu sebesar 2,722 dengan perbedaan rata-ratanya 0,1417. Probabilitas lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, terdapat perbedaaan antara persepsi kualitas merek (brand perceived quality) produk shampoo merek Sunsilk dengan Pantene, yang mana persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas merek produk shampoo merek Pantene lebih mendekati harapan konsumen dibandingkan produk shampoo merek Sunsilk. Konsumen menganggap produk shampoo Pantene memiliki aroma yang lebih wangi


(61)

dibandingkan dengan shampoo Sunsilk, serta kandungan shampoo Pantene yang dapat memberikan hasil yang lebih baik bagi tiap-tiap jenis masalah rambut dibandingkan dengan shampoo merek Sunsilk. Perbedaan persepsi kualitas merek shampo Sunsilk dengan shampo Pantene adalah signifikan

d. Hasil penelitian pada variabel brand loyalty oleh Aristyani dan Yasa (2013)

Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa rata-rata loyalitas merek (brand loyalty) produk shampoo Sunsilk sebesar 2,420 lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata loyalitas merek (brand loyalty) produk shampoo Pantene sebesar 2,477 dengan perbedaan rata-ratanya 0,0567. Probabilitas lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan antara loyalitas merek (brand loyalty) produk shampoo Sunsilk dengan Pantene, yang mana konsumen memiliki kesetiaan (loyalitas) yang sama terhadap produk shampoo merek Pantene maupun shampo merek Sunsilk.


(62)

Tabel. 2.1

Cek Tabel Penelitian Sebelumnya

No Nama/

Tahun Judul

Metode Penelitian

Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

1 Woo Gon Kim dan Hong-Bum Kim, 2004 Measuring Customer-Based Restaurant Brand Equity 1. Kedua peneliti sama-sama menggunakan uji beda t-test

- 1. Hasil penelitian menunjukkan bawah keduanya memiliki perbedaan nilai kesadaran merek pada objek yang diteliti.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keduanya memiliki perbedaan nilai citra merek pada objek yang diteliti.

3. Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai asosiasi merek pada objek yang diteliti. Berbeda dengan penelitian terdahulu yang menunjukkan terdapat perbedaan nilai asosiasi merek objek yang diteliti. 4. Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai persepsi kualitas merek pada objek yang diteliti. Berbeda dengan penelitian terdahulu yang menunjukkan terdapat perbedaan nilai persepsi kualitas merek objek yang diteliti.

2 Robertus Sola Asisi, 2007

Analisis Perbandingan Brand Equity Indomie dengan Mie Sedap Pada Mahasiswa Universitas Negeri Semarang 1. Kedua peneliti sama-sama menggunakan uji beda t-test

- 1. Hasil penelitian menunjukkan bawah keduanya memiliki perbedaan nilai kesadaran merek pada objek yang diteliti.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keduanya memiliki perbedaan nilai citra merek pada objek yang diteliti.

3. Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai asosiasi merek pada objek yang diteliti. Berbeda dengan penelitian terdahulu yang menunjukkan terdapat perbedaan nilai asosiasi merek objek yang diteliti. 4. Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai persepsi kualitas merek pada objek yang diteliti. Berbeda dengan penelitian terdahulu yang menunjukkan terdapat perbedaan nilai persepsi kualitas merek objek yang diteliti.


(1)

iOS

No Brand Awareness Brand Association Brand Perceived Quality Brand Loyalty BA1 BA4 BA5 BS1 BS4 BS5 PQ1 PQ2 PQ3 BL2 BL3 BL5

31 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

32 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

33 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

34 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

35 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

36 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

37 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

38 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

39 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

40 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

41 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

42 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

43 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

44 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

45 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

46 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

47 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

48 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

49 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

50 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

51 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

52 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

53 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

54 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

55 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

56 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

57 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

58 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

59 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5


(2)

iOS

No Brand Awareness Brand Association Brand Perceived Quality Brand Loyalty BA1 BA4 BA5 BS1 BS4 BS5 PQ1 PQ2 PQ3 BL2 BL3 BL5

61 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

62 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

63 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

64 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

65 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

66 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

67 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

68 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

69 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

70 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

71 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

72 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

73 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

74 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

75 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

76 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

77 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

78 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

79 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

80 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

81 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

82 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

83 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

84 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

85 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

86 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3


(3)

Android

No Brand Awareness Brand Association Brand Perceived Quality Brand Loyalty BA1 BA4 BA5 BS1 BS4 BS5 BP1 BP2 BP3 BL2 BL3 BL5

91 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

92 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

93 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

94 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

95 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

96 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

97 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

98 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

99 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

100 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

9. Hasil Analisis Data Kuesioner Menggunakan Uji Beda Mean Pada Android dan iOS

a. Hasil Analisis Data

Brand Awareness

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 A.aware 4.33667 3 .165025 .095277

i.aware 3.42333 3 .023094 .013333

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 A.aware & i.aware 3 -.245 .842


(4)

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper Pair

1

A.aware -

i.aware .913333 .172143 .099387 .485706 1.340961 9.190 2 .012

b. Hasil Analisis Data

Brand Association

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 A.association 4.15000 3 .259808 .150000

i.association 3.47000 3 .010000 .005774

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 A.association & i.association 3 .866 .333

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper Pair

1

A.association -


(5)

c. Hasil Analisis Data

Brand Perceived Quality

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 A.perceived 3.69667 3 .467155 .269712

i.perceived 3.47667 3 .023094 .013333

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 A.perceived & i.perceived 3 -.989 .096

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper Pair

1

A.perceived -

i.perceived .220000 .490000 .282902 -.997227 1.437227 .778 2 .518

d. Hasil Analisis Data

Brand Loyalty

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 A.loyalty 3.84333 3 .070238 .040552


(6)

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 A.loyalty & i.loyalty 3 .963 .173

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper

Pair 1 A.loyalty - i.loyalty .380000 .055678 .032146 .241689 .518311 11.821 2 .007

e. Hasil Analisis Data

Brand Equity

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 A.equity 1.20200E1 4 .869866 .434933

i.equity 1.03750E1 4 .071880 .035940

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 A.equity & i.equity 4 -.786 .214

Paired Samples Test

Paired Differences