Stabilitas Harga

3.4. Stabilitas Harga

Harga adalah signal yang sangat penting dalam ekonomi. Tingkat dan perubahannya mempengaruhi lalu lintas sumber, seperti modal dan distribusi sosial. Indonesia sudah mengalami berkali-kali betapa beratnya konsekuensi sosial politik yang dapat timbul kalau harga berfluktuasi liar, seperti tahun 1965 – 1996 dan 1997 – 1998. Namun demikian, kenaikan harga adalah bagian yang lumrah dari ekonomi yang tumbuh. Sampai batas tertentu, kegairahan ekonomi, seperti produksi dipengaruhi juga oleh kenaikan harga. Inflasi sudah menjadi bagian permanen dari ekspektasi rakyat dalam kedudukan sebagai konsumen maupun sebagai produsen. Yang harus diupayakan adalah kedekatan perubahan harga dengan ekspektasi yang terbentuk karena pengalaman dan penargetan oleh pemerintah melalui bank sentral.

Pengalaman Indonesia dengan penargetan inflasi adalah pengalaman positif. Tingkat inflasi aktual pada umumnya sudah dapat dijaga dalam kisaran yang sempit sekitar target inflasi, walaupun masih jauh diatas tetangga-tetangga di Asia Timur. Apakah inflasi “sedang” yang berlaku di Indonesia dalam masa 2000-an turut bekerja dibelakang tingkat pertumbuhan moderat perlu diteliti. Dengan kondisi ketenagakerjaan Indonesia sekarang yang ditandai oleh ketergantungan masif pada kegiatan informal yang berproduktivitas rendah, studi tentang hubungan negatif antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran adalah tugas yang mendesak.

Gambar 3.3 Perkembangan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah (2005-2011)

HPP

600 Gabah Kerin

100 Kerin g 0 Panen

Sumber: BPS, 2012, data diolah

Pertanyaan sistemik yang menyangkut harga berkaitan dengan pilihan kebijakan tentang harga bebas yang terbentuk melalui interaksi mekanisme permintaan dan penawaran, harga tetap yang ditetapkan pemerintah melalui keputusan politik dan harga fleksibel yang batas atas dan bawahnya ditentukan oleh pemerintah. Bagian terbesar dari harga-harga barang dan jasa di Indonesia adalah harga bebas. Sebagian kecil dikendalikan oleh pemerintah melalui harga fleksibel atau harga tetap.

Gambar 3.4b Perkembangan Harga Gambar 3.4a OPEC Reference Basket Price ($/bn)

Minyak Mentah Indonesia (ICP) Tahun 1993-2011

Sumber: Annual Statistic Book OPEC, 2012 Sumber: Kementerian Energi dan Sumber

Daya Mineral, 2012

Dalam bahan bakar minyak (BBM), Indonesia menganut harga yang berbeda untuk pertamax dan bensin serta solar dilain pihak. Harga premium ditetapkan rendah dibawah harga keekonomian, selisihnya ditombok melalui APBN. Kebijakan ini turut berperan dalam munculnya defisit ganda di Indonesia; defisit APBN dan defisit transaksi berjalan. Sudah jadi rahasia umum bahwa APBN Indonesia menjadi tawanan subsidi BBM dalam arti bahwa pengeluaran modal yang sangat kecil, terutama untuk infrastruktur, harus diterima sebagai pil pahit sebagai konsekuensi penyubsidian BBM. Sudah jadi rahasia umum juga bahwa konsumsi dan impor BBM Indonesia tumbuh progresif atau lebih cepat daripada PDB. Karena itu adalah suatu “quandary” atau teka-teki buruk bahwa kebijakan harga BBM dipertahankan, walaupun perubahannya sudah disuarakan secara luas.

Gambar 3.5 Penerimaan Minyak Bumi dan Subsidi BBM di Indonesia Tahun 2000-2011

Keterangan: Data tahun 2011 merupakan angka sementara. Sumber: Kemeterian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2011

Kontrol harga juga diberlakukan dalam pasar bebas. Barangkali harga yang terlalu rendah adalah bagian dari cerita tentang ancaman kelangkaan laten yang dihadapi Indonesia ketika RR Tiongkok dan India dengan penduduk masing-masing yang sangat besar mampu memelihara swasembada secara berkelanjutan. Cerita yang negatif juga menandai pasar gula. Dengan sejarah emas dalam pergulaan dan alam yang kondusif bagi tanaman bergula, impor gula yang sangat besar adalah tamparan bagi Indonesia. Di pasar gula pun kontrol harga tampaknya turut melemahkan respon produksi terhadap permintaan.

Dalam jasa-jasa tampak perubahan yang lebih beragam. Deregulasi harga dari jasa angkutan udara atau perpindahan dari harga tetap ke harga fleksibel menyulut pertumbuhan yang sangat tinggi. Pada harga yang turun tajam, jasa angkutan udara menjadi terjangkau bagi rakyat luas. Cerita serupa juga terjadi lebih dahulu dalam jasa telekomunikasi. Sambungan telepon yang dahulu harus diantri bertahun-tahun berubah menjadi “kelimpahan” yang memungkinkan rakyat luas memasuki dunia maya pada harga yang menurun cepat. Dua jasa penting ini membuktikan dengan baik bahwa pasar yang diatur dengan baik akan berfungsi baik juga di Indonesia, berlawanan dengan kecurigaan tua bahwa pasar hanya menguntungkan yang kuat saja. Kalau saja pengalaman jasa angkutan udara dan telekomunikasi dapat direplikasi dalam jasa-jasa lain seperti pelabuhan, freight forwarding dan trucking, biaya logistik sebagai persentase PDB dapat diturunkan dari tingkat yang sangat tinggi sekarang yang ditaksir berkisar pada 27 persen.

Dalam jasa kesehatan dan jasa pendidikan, Indonesia menganut harga dual. Disatu pihak rumah sakit dan sekolah-sekolah pemerintah dikenakan harga tetap sementara untuk kesehatan dan pendidikan swasta diberi ruang gerak yang lebih luas untuk menyesuaikan harga dengan kondisi pasar. Dengan kebijakan harga dua tingkat ini, layanan kesehatan dan pendidikan Indonesia juga tumbuh dengan kontras yang kuat. Dalam layanan kesehatan dan pendidikan dasar, konsumen cenderung bertumpu atas pasokan dalam negeri. Untuk layanan kesehatan dan pendidikan tinggi, konsumen cenderung bertumpu atas impor selama dimungkinkan oleh kemampuan keuangan. Dengan demikian, pasar jasa kesehatan dan pendidikan Indonesia melepas segmen yang sangat penting, yaitu warga yang berdaya beli tinggi.

Khusus dalam jasa pendidikan, masih perlu dibuat beragam catatan. Pertama, subsidi pendidikan tinggi yang diberikan melalui universitas negeri dinikmati justru oleh penduduk yang berasal dari kelompok strata ekonomi sosial (SES) yang lebih tinggi, sementara penduduk yang berasal dari kelompok SES yang lebih rendah harus membayar harga tinggi di perguruan tinggi swasta yang mutunya dipersepsi lebih rendah. Kedua, kebijakan pendidikan tinggi akan menjadi sangat penting dengan program wajib belajar 9 tahun yang akan mendongkrak permintaan akan pendidikan tinggi. Ketiga, akses ke perguruan tinggi perlu dilepas dari status ekonomi sosial. Subsidi barang atas jasa melalui harga yang ditekan rendah perlu dihindari sejauh mungkin, alternatif harus dicari menggantikan skema yang mendistorsi harga. Ia dapat berupa kredit mahasiswa yang mulai dicicil 34 tahun sesudah kelulusan atau tabungan pendidikan tinggi yang dipupuk oleh rumah tangga dengan insentif pemerintah dalam bentuk tabungan tambahan.

Harga sebagai persoalan sistemik menyangkut juga harga faktor modal dan tenaga kerja. Dalam hal modal, negara melalui Bank Indonesia mempengaruhi perubahan tingkat bunga. Kalau tingkat bunga dianggap terlalu rendah, Bank Indonesia menaikkan bunga kebijakan. Dalam hal tenaga kerja, tingkat upah dipengaruhi melalui UMP/K yang pada gilirannya diputuskan dengan mempertimbangkan pendapat serikat pengusaha dan serikat buruh. Bahwa UMP/K naik lebih kuat daripada produktivitas mencerminkan kekurangpekaan pemerintah terhadap kepentingan penganggur dan penduduk yang bergumul dalam sektor informal. Indonesia sangat memerlukan keputusan UMP/K yang seirama dengan perubahan produktivitas.

Moderasi juga diperlukan dari pemerintah dalam kaitan dengan harga tanah. Persoalan ini akan semakin mengemuka dengan pertumbuhan tinggi urbanisasi dan kebutuhan besar-besaran dalam pembangunan segala macam infrastruktur. Melalui keputusan tentang Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), pemerintah mendorong kenaikan harga yang pada gilirannya mendorong kenaikan harga lebih lanjut di sejumlah banyak pembeli yang menaikkan pembelian ketika harga naik dalam gejala “positive feedback traders”. Kenaikan NJOP secara progresif menaikkan disatu pihak penerimaan pajak pemerintah, tetapi mempertajam dilain pihak persaingan sesama penggunaan tanah dengan kecenderungan dimenangkan oleh penggunaan yang paling komersial seraya menyulitkan pengadaan bagi infrastruktur, perumahan rakyat, dan fasilitas warga, seperti taman umum.

Reformasi harga adalah bagian permanen dalam sistem ekonomi. Disatu pihak harga perlu dijaga cukup tinggi untuk memicu respon cepat produksi terhadap perubahan permintaan. Dilain pihak, ia perlu dijaga cukup rendah untuk memungkinkan akses yang seluas mungkin. Campur tangan pemerintah sudah berkali-kali gagal menemukan keseimbangan antara harga yang menarik bagi produsen dan harga yang adil bagi pembeli. Arah kebijakan lumrah dalam reformasi harga adalah kebebasan yang lebih luas melalui pelonggaran atau penghapusan kontrol, terutama yang bersifat mandatoris. Semakin kompleks suatu ekonomi, semakin penting kebebasan harga untuk bergerak menyesuaikan diri dengan pergeseran daya-daya pasar. Orang dapat merendahkan pendapat ini sebagai ekses neoliberalisme, tetapi harga bukanlah tempat yang baik bagi campur tangan pemerintah yang bersifat mandatoris.

ormation Mapping eF

Pric

Tabel 3.2

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24