Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan di Er
Jakarta, Oktober 2014
Tim Penyusun: Prof. Dr. Djisman Simandjuntak Dr. Gregorius Irwan Suryanto Harry Gustara Pambudi, SE, MBA Ginna Ayu Puteri, SE
Desain dan Tata Letak : Pandu Mas Saputra
Editor : Rani Anggraini Pratiwi
Diterbitkan Oleh : Komite Ekonomi Nasional
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Lantai III
Jl. Medan Merdeka Barat No. 7, Jakarta Pusat
021-34832582 / 34832586
ISBN : 978-602-71465-4-9
Hak Cipta dilindiungi Undang - Undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun
tanpa ijin tertulis dari penerbit
SAMBUTAN KETUA
KOMITE EKONOMI NASIONAL
Indonesia telah mencacatkan diri sebagai salah satu negara yang berhasil tumbuh disaat gejolak ekonomi global yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Walau tidak sepenuhnya stabil, prestasi pertumbuhan ekonomi yang selalu diatas 6% dipandang oleh masyarakat dunia sebagai potensi besar yang dimiliki negara ini. Guna mengurangangi kemiskinan dan menjaga pertumbuhan, tumbuh secara berkesinambungan saja tidak cukup, dibutuhkan akseleratif pertumbuhan yang ditopang oleh proteksi dan sistem jaminan sosial yang baik sebagai landasan tumbuhnya ekonomi Indonesia.
Dalam kaitannya dengan pertumbuhan yang berkesinambungan dan tantangan atas ekonomi global, sistem ekonomi yang komprehensif harus disiapkan agar sektor-sektor yang dianggap penting serta memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi fokus pemerintah dalam pemilikan sektor atau industri unggulan sebagai penopang ekonomi Indonesia. Selain dari pada pemilihan sektor unggulan, beberapa hal yang penting yang harus menjadi fokus pertumbuhan adalah yang pertama, salah satu syarat negara tetap tumbuh adalah pengembangan teknologi. Baik dalam melakukan difusi maupun akusisi teknologi harus dilakukan guna penciptaan barang ataupun jasa yang baru untuk tetap bersaing di persaingan global.
Kedua perbaikan literasi dan modal manusia. Tidak dapat dipungkiri masyarakat Indonesia masih tertinggal jauh dari masyarakat dunia terutama dalam hal pemerataan pengetahuan masyarakat. Hanya sebagian kecil masyarakat Indonesia yang sudah siap menghadapi persaingan global. Indonesia bagian timur diluar Sulawesi masih merupakan bagian Indonesia yang sangat jauh tertinggal. Ketiga, alokasi sumber daya yang didukung oleh infrastruktur pasar yang mumpuni menjadikan efisiensi pasar terjadi. Paket regulasi yang mendukung pertumbuhan serta menjaga UMKM tetap tumbuh adalah sarat penting selanjutnya. Yang terakhir adanya korelasi positif antara dunia usaha, dunia penelitian dan pemerintah harus diciptakan agar terciptanya suatu kondisi yang produktif dan mendorong tumbuhnya sektor-sektor yang dianggap penting. Dengan desain perekonomian yang disusun secara menyeluruh, lengkap dan terstruktur dengan baik transformasi Indonesia memasuki status pendapatan tengah akan dapat terwujud dengan lebih cepat.
Terakhir, kami ucapkan terima kasih kepada seluruh anggota Komite Ekonomi Nasional terutama kepada Prof. Djisman Simandjuntak beserta tim kajian yang telah berupaya memberikan kontribusi terbaik dalam melakukan kajian dan memberikan rekomendasi pembangunan nasional bagi kemajuan Indonesia yang kita cintai.
Jakarta, Oktober 2014 Ketua Komite Ekonomi Nasional
Chairul Tanjung
KATA PENGANTAR
Indonesia sedang memasuki tahap graduasi ke status pendapatan tengah tinggi dan dari situ ke status pendapatan tinggi. Dalam peralihan ini kecepatan lepas harus dihimpun dan dipelihara. Sumber pertumbuhan yang selama ini bertumpu atas faktor modal dan tenaga kerja terdidik dan terlatih rendah dan sedang harus bergeser ke perbaikan produktivitas yang dihela oleh difusi luas dari teknologi lokal dan impor yang sudah ada dan dipacu oleh teknologi hasil akuisisi melalui pembelajaran melalui produksi, peniruan kreatif dan komersialisasi hasil penelitian dan pengembangan (P&P) yang berasal dari kerja sama trilateral R&D perusahaan, pusat R&D universitas dan pusat R&D pemerintah.
Untuk memaksimasi peluang sukses graduasi itu diperlukan efisiensi statik dan dinamik yang sebaik-baiknya dalam alokasi sumber-sumber, kenaikan kuat yang berkelanjutan dalam modal human sebagai komposit perbaikan kesehatan, perbaikan literasi secara umum dan literasi sains dan teknologi secara khusus, perbaikan dalam keahlian keras dan lunak dan kewirausahaan, terutama yang terkait dengan usaha kecil dan menengah (UKM), dan perbaikan proteksi dan jaminan sosial.
Perbaikan efisiensi alokasi sumber memerlukan perbaikan infrastruktur fisik, institusi dan konektivitas antar manusia, konsentrasi pasar yang sedang atau tidak oligopolistik ataupun atomistik, keterbukaan regional dan internasional yang dipupuk incremental dalam kesatuan dengan pemupukan kapasitas (capacity building) dan fasilitasi, dan stabilitas kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi alokasi sumber seperti daftar negatif penanaman modal, tata ruang dan wilayah, hak-hak atas tanah, undang- undang ketenagakerjaan dan upah, minimasi penyalahgunaan kekuasaan pasar (market power), standar industri, standar saniter dan phytosaniter, atau singkatnya kepastian hukum yang tidak pandang bulu. Meknisme pasar terbuka yang diregulasi dengan baik akan membantu Indonesia memaksimasi efisiensi statik dan dinamik alokasi sumber sebagai penyumbang perbaikan produktivitas.
Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia mengalami kenaikan progresif dalam sumber-sumber yang dicurahkan pada pemupukan modal human, yaitu komposit kesehatan, literasi umum dan sains, keahlian keras dan lunak dan kewirausahaan. Kenaikan progresif ini akan masih berlanjut karena demografi dan kebijakan keuangan
Negara. Namun demikian, beberapa catatan perlu dibuat. Pertama, indeks perkembangan human (IPH) Indonesia, kematian maternal, bayi dan balita, capaian sains dan matematik dalam PISA (Program for International Student Assessment), dan indeks kemajuan sosial masih kurang dari unggul. Kedua, dunia usaha sebagai salah satu pengguna utama modal human masih sangat lemah dalam innovasi. Pengeluaran R&D sebagai persentase PDB dan angkatan kerja R&D masih sangat kecil dan didominasi oleh pemerintah yang negara- negara lain termasuk RR Tiongkok didominasi oleh dunia usaha. Akselerasi yang cepat masih sangat diperlukan dalam pemupukan modal human ini. Negara masih harus memperbesar belanja pemupukan modal sosial dengan pengekonomian yang semakin baik, menggerakkan (leverage) pengeluaran rumah tangga dan dunia usaha dengan belanja pemerintah itu, di samping tentunya memperbesar belanja infrastrukturnya. Negara Indonesia perlu menggeser pengeluarannya ke arah pengeluaran sosial dan semakin mengandalka dunia usaha dalam infrastruktur ekonomi atau menjadi negara sosial singkatnya.
Di beberapa negara seperti Jerman proteksi dan jaminan sosial adalah elemen yang inheren dari sistem ekonomi, bukan appendix. Melalui proteksi dan jaminan itu keadilan sosial diproduksi secara konkrit dan kerukunan sosial, termasuk kerukunan industrial antara pengusaha dan pekerja, dipelihara dengan lebih baik. Dengan sistem sosial yang sistemik tabungan jangka panjang juga dimobilisasi yang dapat dipakai memperkuat pendanaan infrastruktur dan perumahan rakyat. Kepemimpinan pemerintah memenangkan hati pengusaha dan buruh untuk mengikat pakta sosial yang inklusif dan berkelanjutan sangat diperlukan dengan selalu menjaga bahwa sistem sosial itu berkembang secara bertahap sesuai dengan kemampuan ekonomi.
Mekanisme pasar terbuka yang diregulasi dengan baik dan dipadu dengan pemupukan kapasitas dan fasilitasi, negara sosial yang kuat dalam penyediaan infrastruktur dan pemupukan modal human, termasuk penggerakan pemupukan modal human rumah tangga dan dunia usaha, dan sistem sosial berisi proteksi dan jaminan sosial yang realistik dan dikembangkan secara bertahap membentuk arsitektur segitiga yang sistemik dan dikenal di kalangan yang meluas sebagai ekonomi pasar sosial. Dengan desain seperti itu dan kepemimpinan transformasional Indonesia akan berhasil memasuki status pendapatan tengah atas dalam waktu yang tidak lama.
Tim Kajian Prof. Dr. Djisman Simandjuntak
Dr. Gregorius Irwan Suryanto Harry Gustara Pambudi SE, MBA Ginna Ayu Puteri, SE
DAFTAR ISI
fur
BAB I
KEHARUSAN GRADUASI KE KELOMPOK PENDAPATAN TENGAH ATAS
Indonesia sedang bergerak dari pendapatan tengah bawah menuju pendapatan tengah atas. Peluang sukses bagi pergerakan ini tampak baik secara keseluruhan. Pengalaman dengan pertumbuhan yang cukup baik dalam 10 tahun terakhir dalam politik demokratik dan desentral memberi pelajaran-pelajaran berharga sebagai kekuatan menghadapi masa depan dekat dan sedang. Tidak saja Indonesia melewati krisis ekonomi dunia tahun 2008–2009, lebih cepat daripada negara lain, di dalam negeri juga terjadi pergeseran spasial yang menggembirakan berupa pertumbuhan yang progresif di Sulawesi dan bagian lain Indonesia Timur. Dinamika pertumbuhan ini dapat dipelajari dari Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Pertumbuhan PDB per Regional Tahun2005
Bali & Nusa
Tenggara 3,82 4,41 7,40 4,74 7,23 5,88 3,17 4,01 Kalimantan 3,93 3,80 3,36 5,35 3,47 5,38
4,97 4,83 Sulawesi 6,28 6,83 7,23 8,43 6,92 8,24 8,10
Kep. Maluku -
dan Papua
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014
Masuknya Indonesia dalam kelompok sedikit negara yang berhasil memelihara kinerja baik sesudah krisis dunia tahun 2008 ditanggapi dengan baik dan secara luas oleh pemimpin-pemimpin politik dan bisnis dunia. Tahun 2010-an ditandai antara lain oleh penggambaran Indonesia sebagai ekonomi yang berpeluang baik menjadi salah satu ekonomi besar dunia sebelum akhir 2020-an. Dalam lanskap perdagangan dan investasi dunia, Indonesia sudah tampil kembali sebagai titik terang. Persepsi yang sangat positif itu disusul oleh arus masuk investasi langsung dan investasi portofolio asing dalam jumlah yang sangat besar.
Gambar 1.1 FDI Inflows Tahun 2000 – 2013 (juta US$)
Sumber: World Investment Report, 2004, 2006, 2011, dan 2014
Gambar 1.2 FDI Stocks Tahun 1990, 2000, 2010 dan 2013 (juta US$)
Sumber: World Investment Report, 2004, 2006, 2011, dan 2014
Optimisme serupa pun menghinggapi pelaku-pelaku kebijakan dan bisnis dalam negeri, seperti tercermin dalam pertumbuhan investasi swasta dan pemerintah. Dalam masa 10 tahun terakhir, Indonesia sudah kembali ke profil baku negara sedang berkembang Asia Timur sepanjang menyangkut investasi sebagai persentase PDB yang bergerak di atas 30 persen.
Tabel 1.2 Realisasi Investasi Penanaman Modal Dalam Negeri Tahun 2000 – 2012 (miliar rupiah)
Tahun Realisasi Investasi PMDN
Realisasi Investasi PMDN 2000
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014
Perbaikan kinerja ekonomi sesudah reformasi juga tampak dalam indikator- indikator lain. Jumlah pengangguran terbuka turun menjadi 6 persen pada tahun 2014, walaupun di pihak lain penduduk yang bekerja di sektor informal masih sangat besar. Secara bersama-sama penduduk yang bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain, pekerja keluarga, dan pekerja musiman di sektor pertanian masih mewakili sekitar 60 persen dari penduduk yang bekerja. Struktur penyerapan tenaga kerja ini memberi di satu pihak, peluang yang besar bagi pertumbuhan, tetapi juga mewakili tantangan yang berat untuk diatasi di masa depan. Dari perspektif pemerataan, kemajuan Indonesia juga tercermin dalam indikator-indikator yang lebih struktural dan komprehensif sebagaimana dapat dipelajari dari Tabel A.1, Tabel A.2 dan Gambar A.1 hingga Gambar A.3 dalam Appendix.
Indeks Pembangunan Manusia membaik dari 0,609 dalam tahun 2000 menjadi 0,684 dalam tahun 2013. Indeks Pendidikan bahkan jauh lebih tinggi pada 0,79, mencerminkan penguatan besar-besaran dari pendidikan dalam 10 tahun terakhir. Harapan hidup memanjang terus, membuat investasi dalam modal human semakin menarik dan penting. Kematian pada usia dini juga menurun, walaupun melandai sejak tahun 2002, tetapi perjalanan Indonesia masih panjang menuju masyarakat sejahtera. Beberapa kelemahan yang berakibat panjang masih menyusahkan, “stunting” misalnya masih sangat tinggi di beberapa daerah Indonesia Timur. Dalam Indeks Kemajuan Sosial 2014, Indonesia dilemahkan oleh keterbatsan peluang emansipasi, air dan sanitasi, keamanan personal, akses informasi dan komunikasi, hak-hak personal, toleransi dan inklusi yang sangat rendah serta akses ke pendidikan tinggi. Kekurangan-kekurangan struktural ini mempengaruhi daya saing warga sepanjang hidup. Penurunan Indeks Pembangunan Manusia membaik dari 0,609 dalam tahun 2000 menjadi 0,684 dalam tahun 2013. Indeks Pendidikan bahkan jauh lebih tinggi pada 0,79, mencerminkan penguatan besar-besaran dari pendidikan dalam 10 tahun terakhir. Harapan hidup memanjang terus, membuat investasi dalam modal human semakin menarik dan penting. Kematian pada usia dini juga menurun, walaupun melandai sejak tahun 2002, tetapi perjalanan Indonesia masih panjang menuju masyarakat sejahtera. Beberapa kelemahan yang berakibat panjang masih menyusahkan, “stunting” misalnya masih sangat tinggi di beberapa daerah Indonesia Timur. Dalam Indeks Kemajuan Sosial 2014, Indonesia dilemahkan oleh keterbatsan peluang emansipasi, air dan sanitasi, keamanan personal, akses informasi dan komunikasi, hak-hak personal, toleransi dan inklusi yang sangat rendah serta akses ke pendidikan tinggi. Kekurangan-kekurangan struktural ini mempengaruhi daya saing warga sepanjang hidup. Penurunan
Graduasi ke kelompok pendapatan tengah tinggi dan dari situ kelak ke kelompok pendapatan tinggi adalah cita-cita setiap bangsa, tetapi yang berhasil melaluinya dalam sejarah panjang masih tetap merupakan minoritas kecil. Sebagian besar seperti negara- negara Afrika di Selatan Sahara masih bergumul dalam perangkap pendapatan rendah. Sebagian lain, seperti banyak negara Amerika Latin berhasil naik ke kelompok pendapatan sedang, tetapi terperangkap di situ atau “berkembang dalam keterbelakangan” dalam kamus Mazhab Dependensia yang pernah mendominasi perdebatan pembangunan di benua ini. Sebagian kecil di Eropa Barat dan negara-negara “turunannya” (off-shot) di Amerika Utara, Australia dan Selandia Baru, dan sedikit di Asia Timur, yaitu Jepang, Korea Selatan, Singapura dan Hong Kong SAR naik ke kelompok pendapatan tinggidan masih bertahan di situ. Beberapa di antara mereka, seperti Spanyol dan Italia sedang dilanda krisis berat yang tercermin dalam pertumbuhan negatif, pengangguran yang sangat tinggi, dan defisit fiskal yang sangat besar. Beberapa diantaranegara-negara maju ini tampaknya sudah tiba ke “steady state” yang ditandai oleh siklus pertumbuhan positif yang silih berganti dengan siklus pertumbuhan negatif atau tumbuh dengan kecepatan yang rendah.
Gambar 1.3 Pendapatan per Kepala Beberapa Negara DalamDolar (PPP) Tahun 2013
GNI/ 10.000 Nigeria; 5.600 5.000
Nigeria
Indonesia
Brazil ROK
Jepang
Sumber:World Development Indicator, 2014
Masih ada kelompok lain dari negara-negara yang dikaruniai dengan sumber alam yang melimpah, seperti Brunei Darussalam di Asia Tenggara, Saudia Arabia dan Kuwait di Asia Barat Daya yang menikmati pendapatan yang sangat tinggi yang berasal dari rente sumber alam, terutama sumber alam energi yang tergolong langka dibanding permintaan dalam peradaban yang semakin padat motorisasi dan mobilitas tinggi dewasa ini. Dalam sejarah purba ada juga peradaban yang pernah menikmati jaman keemasan, seperti Sumeria, Mesir Purba, peradaban Harapan yang runtuh dan lenyap karena penguasaan sumber yang tidak terkendali seperti didiskusikan oleh Jared Diamond. Secara global lanskap pertumbuhan ekonomi adalah mirip dengan kurva logistik yang dihuni sangat padat di bagian kiri bawah, tetapi tipis di bagian kanan atas.Negara-negara sedang berlomba merebut tempat yang semakin tinggi di kanan atas kurva itu.
Transformasi ekonomi adalah proses yang sangat kompleks, probabilistik, dan masih penuh teka-teki. Geografi fisikal seperti kedudukan lintang, keragaman genetik (heterocigo city) dan kondisi awal tahun 1000 BC dibilang oleh banyak peneliti sebagai faktor-faktor struktural yang mempengaruhi pertumbuhan jangka panjang. Bagi Indonesia sebagai negara dengan penduduk keempat terbesar di dunia dari berbagai etnisitas yang bermigrasi dalam beberapa gelombang yang terpisah jauh dalam waktu, geografi fisikal berupa sabuk khatulistiwa yang terdiri dari air dengan puluhan ribu pulau kecil dan sedikit pulau besar atau arsipel raya dan keragaman kultural yang tergolong tinggi, telah menyebabkan kompleksitas transformasi ekonomi itu menjadi semakin tinggi lagi. Salah satu pengaruh langsung dapat dilihat dalam biaya logistik Indonesia yang relatif sangat tinggi dibanding negara-negara yang kontinental.
Tabel 1.3 Biaya Logistik Sebagai Persentase PDB
Sumber: World Development Indicator, 2014
Sudah beberapa kali Indonesia dalam era baru tiba ke “gerbang kemajuan”, seperti pada pertengahan 1990-an, tetapi urung maju karena dipukul oleh kejutan eksternal.
Tabel 1.4 Pertumbuhan Pendapatan per Kepala Tahun 1980 s/d 2010
Tahun
GDP/kepala (US$)
Tahun
GDP/kepala (US$)
Sumber: World Development Indicator, 2014
Memasuki usia ke-70 sekali lagi Indonesia tiba di “gerbang kemajuan itu”. Menangkap dan memanfaatkan kesempatan ini dengan baik kiranya adalah panggilan nasional bagi rakyat Indonesia. Dalam berbuat demikian muncul berbagai tantangan berat yang menyangkut keberlanjutan dan keinklusifan pertumbuhan ekonomi. Untuk menghindari perangkap pendapatan sedang (middle income trap) diperlukan prakarsa- prakarsa sistemik dalam pemilikan alat produksi dan kewajaran persaingan, reposisi pemerintah ke peran utamanya sebagai penyedia infrastruktur, pelopor akselerasi dan pemupukan modal human, perlindungan dan jaminan sosial, pembangunan berkelanjutan dan pemupukan kemampuan sains dan teknologi. Peninggian kompleksitas ekonomi dalam arti semakin terdiversifikasi menurut sektor, ruang dan sumber pertumbuhanyang bergeser ke keahlian sedang dan tinggi adalah inheren dalam penyeberangan melewati perangkap pendapatan sedang.
Kotak 1.1 Perangkap Pendapatan Sedang
Pembangunan yang cepat telah membawa Indonesia ke jalur pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang menjanjikan. Gambaran tentang lintasan jangka panjang ekonomi Indonesia sudah pernah dikembangkan oleh Yayasan Indonesia Forum (2007) dan McKinsey Global Institute (2012). Sejauh ini proses pembangunan ekonomi dalam jangka panjang telah membawa Indonesia masuk dalam kelompok negara berpendapatan sedang (Middle Income Country). Namun demikian, ada kekhawatiran apakah Indonesia akan mampu melepaskan diri dari perangkap pendapatan sedang-Middle Income Trap (MIT), untuk kemudian bergabung dengan kelompok negara berpenghasilan tinggi di dunia.
MIT adalah kondisi dimana suatu negara (terlepas dari karunia yang dimilikinya) akan terjebak pada tingkat penghasilan tertentu untuk periode waktu yang relatif lama (The Economist 2011). Menurut Asian Development Bank (ADB2012), negara yang terjebak pada tingkat pendapatan sedang biasanya memiliki karakteristik sebagai berikut (i) rasio investasi rendah, (ii) pertumbuhan manufaktur yang lambat, (iii) diversifikasi kegiatan industri terbatas, dan (iv) kondisi pasar kerja domestik yang buruk.
Fenomena yang sering ditemui ketika suatu negara masuk dalam MIT adalah produk- produk kegiatan industri pengolahan negara tersebut menjadi tidak kompetitif di pasar internasional, mengingat biaya tenaga kerja yang tinggi. Oleh karena itu, suatu negara perlu menemukan alternatif pertumbuhan dan menemukan pasar baru dalam mempertahankan pertumbuhan ekspornya (ADB2011). Meningkatkan permintaan domestik menjadi sangat penting. Saat ini Indonesia didominasi oleh penduduk dengan tingkat pendapatan per kapita yang terus meningkat. Jumlah penduduk pada kelompok berpendapatan menengah yang semakin banyak dapat memanfaatkan tingginya daya beli mereka dalam mengkonsumsi barang-barang berkualitas maupun produk-produk berteknologi tinggi, yang pada gilirannya dapat berguna sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi. Sisi penawaran (proses produksi) juga sangat penting. Indonesia harus bergerak dari pertumbuhan yang berbasiskan sumberdaya (misal tenaga kerja murah), menjadi pertumbuhan yang bertumpu pada produktivitas, kreativitas dan inovasi yang tinggi.
Untuk memulainya, diperlukan investasi di bidang infrastruktur dan modal human, termasuk pendidikan. Pendidikan tidak hanya bisa diperoleh di bangku sekolah, tetapi pendidikan harus dilakukan sepanjang waktu. Pendidikan juga harus dimaknai sebagai perubahan cara pikir dan cara pandang. Republik Korea misalnya, membangun sistem pendidikan berkualitas tinggi yang mendorong kreatifitas dan mendukung berbagai terobosan baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini tidak dapat tercapai hanya jika mengandalkan pendidikan sekolah semata. Jawabannya adalah perlu pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy). Pada sisi lain, studi World Bank Institute (2004) menunjukkan jika pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan sangat memerlukan (i) kinerja ekonomi secara keseluruhan, (ii) insentif ekonomi dan rezim kelembagaan, (iii) pendidikan dan sumber daya manusia, (iv) sistem inovasi, dan (v) infrastruktur informasi.
Dengan segala kekurangannya, Produk Domestik Bruto (PDB) dan strukturnya merupakan salah satu pencerminan kemajuan ekonomi suatu negara, begitu juga bagi Indonesia. Sementara itu, potensi ekonomi pada suatu negara dapat diukur dari kontribusi masing-masing sektor terhadap nilai PDB-nya. PDB tanpa migas Indonesia atas dasar harga konstan 2000 mencapai angka Rp2,480,955.80 miliar pada tahun 2012, atau meningkat sebesar Rp875,697 miliar dalam 7 tahun terakhir, dengan kontribusi terbesar diberikan oleh sektor industri pengolahan 27,01 persen dan disusul oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel, yaitu sebesar 19,05 persen (Tabel 1.5).
Tabel 1.5 Distribusi Produk Domestik Bruto, Berdasarkan Lapangan Usaha, Harga Konstan Tahun
2000, Tahun 2000 dan 2013 (persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014
Jika diamati dari sisi pengeluaran, ternyata porsi konsumsi rumah tangga mendominasi pendapatan nasional Indonesia. Pada tahun 2012 proporsi konsumsi rumah tangga sebesar 66,21 persen atau menurun 1,03 persen dari tahun 2011 (Gambar 1.4). Di pihak lain, turunnya kontribusi ekspor barang dan jasa Indonesia tahun 2012 sebesar 16,71 persen dari 40,98 persen pada tahun 2000.
Gambar 1.4 Proporsi Produk Domestik Bruto, Pengeluaran, Harga Konstan 2000 (persen)
Sumber: BPS, berbagai tahun (diolah)
Gambaran makro ekonomi Indonesia yang menggembirakan mendongkrak ketertarikan negara-negara di dunia untuk menanamkan modalnya di Indonesia. World Development Indicators 2013 (World Bank2013), menyebutkan adanya peningkatan FDI arus masuk bersih ke Indonesia dari USD19,2 miliar pada tahun 2011 menjadi USD19,9 miliar pada tahun 2012. Besarnya arus masuk investasi langsung ini diperkirakan terjadi karena sampai dengan akhir tahun 2012, Indonesia masih mengalami pertumbuhan ekonomi positif setinggi 6,23 persen per tahun, atau naik 1,31 persenpoin,dibandingkan angka pertumbuhan ekonomi 4,92 persen pada tahun 2011.
BAB 2 PEMUPUKAN MODAL NASIONAL
2.1. Modal Ekonomi
Secara samar-samar modal sering didefisinikan sebagai “nilai kini” (present value) dari pendapatan yang mengalir dari penggunaan aset atau harta. Pendekatan itu dipakai oleh Bank Dunia dalam studi tentang kekayaan bangsa-bangsa. Dalam rumusan ini hanya harta yang menghasilkan adalah bagian dari modal. Sebaliknya harta yang tidak menghasilkan bukanlah bagian dari modal. Sayangnya pendekatan ini adalah “sirkuler” sampai batas tertentu. Ia cenderung menilailebihi aset yang sedang dominan dalam neraca, tetapi menilairendahi aset yang masih diam menunggu saat yang baik ketika perubahan teknologi memampukannya menggeser aset yang sedang mendominasi neraca. Namun demikian, pengiraan modal bangsa-bangsa adalah upaya yang dapat membantu perencanaan pembangunan.
Modal dapat berupa sumber alam, tetapi modal jenis ini per definisi adalah terbatas dan semakin terbatas. Walaupun keterbatasan itu dapat dilonggarkan oleh kemajuan teknologi yang terjadi sebagai perubahan yang “punctuated” seperti revolusi ICT tahun 1990-an. Ruang yang tersedia bagi manusia cenderung menyempit karena pertambahan penduduk dan kerusakan yang timbul karena pencemaran buatan manusia.
Tabel 2.1 Daratan Indonesia per Kepala; Lautan Indonesia per Kepala; dan Arable Land per Kepala
Tahun 2000 – 2013
Sumber: World Development Indicator, 2014 dan Wikipedia, 2014 (data diolah)
Elemen-elemen yang tersedia di alam adalah terbatas dalam jenis, massa dan kemungkinannya untuk dipakai oleh manusia. Air tawar yang bersih, energi fosil, mineral logam dan non-logam dan elemen-elemen lain adalah terbatas, demikian juga persenyawaan mereka. Beberapa di antara persenyawaan itu terpusat di sedikit tempat saja. Spesies tanaman dan hewan yang dapat dimanfaatkan manusia juga cenderung berkurang jumlahnya karena kepunahan yang untuk sebagian disebabkan oleh manusia.
Tabel 2.2 Potensi Sektor Perikanan Indonesia 2000 – 2010
Sumber: FAO Statistical Year Book 2013
Tabel 2.3 Hutan dan Lahan Indonesia, 1990 – 2010
Sumber: FAO Statistical Year Book 2013
Dengan berkurangnya modal alam itu, pertumbuhan ekonomi dihadapkan pada keharusan untuk mengembangkan sumber-sumber alternatif dan keharusan meminimasi intensitas bahan (material intensity) dari output. Statistik tentang sumber alam memang tersebar dimana-mana, seperti US Geological Survey. Tetapi kuantifikasi modal alam adalah upaya baru seperti yang dicoba oleh Bank Dunia. Berlawanan dengan kesan umum tentang kelimpahan kekayaan alam Indonesia, studi Bank Dunia menunjukkan justru keterbatasannya dibanding beberapa negara lain, apalagi kalau ditaksir per penduduk dan diproyeksi ke masa depan ketika pendapatan per kepala berada jauh di atas tingkatnya yang sekarang.
Kelompok kedua dari modal adalah modal buatan (produced capital) yang dapat berupa jalan raya, pelabuhan, rumah tinggal, kantor, bangunan sekolah, teater, dan mesin- mesin. Stok modal ini sangat tergantung dari pengeluaran modal pemerintah dan pengeluaran modal perusahaan. Menurut statistik perkiraan nasional, Indonesia mengeluarkan dewasa ini sekitar 30-32 persen dari PDB untuk pembentukan modal tetap bruto. Dengan demikian, investasi dalam modal buatan tampakanya jauh lebih besar daripada konsumsi modal atau penghapusan modal, dan stok total dan per kepala modal buatan Indonesia naik pada kecepatan yang cukup tinggi.
Kelompok ketiga dari modal disebut modal nirwujud (intangible capital). Ia dapat berupa Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang dikelompokkan ke dalam Hak Kekayaan Industrial seperti desain industri, paten dan Merek Dagang, Hak Cipta, Desain Integrated Circuits (IC) dan Indikasi Geografikal (GI).
Tabel 2.4 Pengajuan HAKI berdasar Kantor dan Kelompok Pendapatan
Sumber: WIPO Statistical Database, Oktober 2013
Di luar HAKI tentu banyak unsur lain dari modal nirwujud, termasuk literasi, keahlian keras, seperti kemahiran tukang bubut dan tukang las, keahlian lunak seperti keikhlasan dalam bekerja, keteguhan, daya tahan, kepatuhan terhadap hukum, dan kecondongan untuk bersaing dan bekerjasama. Modal nirwujud ini dipupuk melalui pembelajaran melalui perbuatan, pembelajaran di sekolah, penelitian dan pengembangan pemerintah, universitas, organisasi non-pemerintah dan organisasi korporat dengan atau tanpa kolaborasi internasional, pembelajaran di perkumpulan-perkumpulan, dan sarana-sarana lain.
Peran masing-masing modal di atas berubah seiring dengan perjalanan suatu ekonomi sepanjang kurva logistik menuju steady state. Pada tingkat pendapatan terendah suatu ekonomi bertumpu sangat kuat pada modal alam. Pada tingkat pendapatan tengah bawah hingga tengah atas, seperti Indonesia dan RR Tiongkok dewasa ini, tumpuan utama adalah modal buatan yang berkembang sekitar industri pengolahan fabrikasi. Pada tingkat pendapatan tinggi yang dominan adalah modal nirwujud yang tersebar dalam segala macam jasa, termasuk segala macam jasa yang diperlukan dalam industri pengolahan. Studi tentang nilai yang dicipta dalam kegiatan ekonomi menemukan bahwa bagian terbesar nilai dicipta dalam ruas-ruas sebelum pengolahan, seperti desain dan ruas-ruas sesudah pengolahan seperti pengeceran.
Pusat utama dari penggunaan modal dalam peradaban abad ke-21 adalah perusahaan. Pertumbuhan inklusif yang berkelanjutan sangat memerlukan populasi perusahaan yang tidak terlalu terpusat sehingga menjadi oligopolistik, tetapi juga tidak terlalu terpecah-pecah sehingga menjadi atomistik. Ada sejenis tingkat konsentrasi yang kondusif bagi pergerakan perusahaan menuju efisiensi terbaik dalam artian statik berupa produksi pada biaya terendah meniru hukum energi terendah dalam alam, maupun dalam artian dinamik berupa diversifikasi teknologi meniru hukum spesiasi dalam alam.
Bertambah dan semakin beragamnya perusahaan-perusahaan dalam perekonomian Indonesia menimbulkan dengan sendirinya persoalan-persoalan baru yang menyangkut persaingan. Menggunakan data Sensus Ekonomi 1986 dan 2006, keragaman jenis usaha ditelaah dengan melihat dinamika pergeseran kepemilikan modal atas alat/faktor produksi sektor industri manufaktur di Indonesia (Tabel 2.5).
Tabel 2.5 Kepemilikan Formal Perusahaan Industri Manufaktur (persen)
SE 2006 Badan Usaha
Pusat Asing Pemerintah
PT/PD/PT (Persero)/PER
UM PT/NV
Lainnya Berbadan Hukum (Ijin Khusus dari
Instansi Terkait)
Sumber: BPS, 1986 dan 2006 (diolah)
Secara umum dapat disimpulkan bahwa sumber perusahaan sektor industri manufaktur dalam 20 tahun terakhir telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya total kepemilikan asing (dari 2,15% pada tahun 1986 menjadi 6,23% pada tahun 2006) di berbagai jenis badan usaha sektor industri manufaktur di Indonesia, yang diiringi dengan turunnya kepemilikan pemerintah pusat dan daerah (dari masing-masing 2,74% dan 1,32% pada 1986 menjadi 1,32% dan 1,27% pada 2006).
Gambar 2.1 Perkembangan Jumlah Usaha, Indonesia-Jerman, 2011-2012 (persentase PDB)
Indonesia Perusahaan Mikro (unit)
Jerman
54,559,969 55,856,176 Perusahaan Kecil (unit)
629,418 Perusahaan Menengah (unit)
48,997 Perusahaan Besar (unit)
Sumber: European Commision dan Kementerian KUKM, 2012
Menurut skala usaha, Indonesia berhadapan dengan piramida yang lemah. Bagian yang terbesar dari perusahaan Indonesia adalah perusahaan mikro yang berjumlah 55,9 juta dalam tahun 2012, naik dengan lebih dari 1 juta dibanding 2011. Perusahaan- perusahaan ini pada umumnya adalah perusahaan sintas (survival business) dengan peluang yang kecil menjadi perusahaan akumulasi. Diatas perusahaan-perusahaan mikro ini, bergumul perusahaan-perusahaan kecil yang berjumlah 629 ribu atau naik dengan hanya 4,5 persen dibanding 2011 atau lebih lambat daripada PDB. Perlu dicatat juga bahwa perusahaan kecil Indonesia berjumlah 5,6 per seribu penduduk yang bekerja dalam 2012 dibanding 7,2 untuk Jerman.
Dalam kaitan dengan UKM, informasi sangat dibutuhkan tentang perusahaan- perusahaan yang baru berdiri, yang dapat bertahan selama satu tahun, yang tumbuh sesudah tiga tahun dan yang naik kelas ke kelas yang lebih besar. Faktor-faktor dibelakang sukses atau kegagalan perlu dievaluasi dengan seksama untuk dipakai dalam kebijakan yang berdasarkan bukti. Pengetahuan umum tentang faktor-faktor penghambat perkembangan UMKM tidak cukup bagi perbaikan kebijakan.
dibelakang sukses atau kegagalan perlu dievaluasi dengan seksama untuk dipakai dalam kebijakan yang berdasarkan bukti. Pengetahuan umum tentang faktor-faktor penghambat perkembangan UMKM tidak cukup bagi perbaikan kebijakan.
Sertifikasi perusahaan kecil dan menengah akan sangat membantu pemupukan modal nirwujud (intangible capital) mereka, misalnya dengan menyebut perusahaan yang baik sebagai perusahaan terpercaya (trusted company). Sertifikasi didasarkan atas tatakelola perusahaan, manajemen perusahaan, kepatuhan pada standar teknikal dan catatan pengusahanya sebagai warga UKM.
2.2. Modal Human
Bagian terbesar dari modal nirwujud (intangible capital) adalah modal human. Sukses transformasi ekonomi pada dasarnya adalah sukses pemupukan modal human sebagai faktor kunci bagi kemajuan teknologi. Sebanyak-banyaknya sumber alam, ia hanya berperan sebagai uang sekolah bagi bangsa yang menguasainya. Kesalahan dalam pengurusannya bahkan membuat sumber alam menjadi tulah di banyak negara sejak zaman purba hingga sekarang.
Didepan sudah didiskusikan beberapa persoalan struktural yang berkaitan dengan skala dan kecepatan pemupukan modal human Indonesia. Secara umum prospek keberhasilan Indonesia dalam pemupukan modal human adalah baik. Bangsa Indonesia mewarisi keragaman genetik human (heterozigocity) yang sedang, tidak terlalu rendah, tidak terlalu tinggi. Antara kemajuan ekonomi dan keragaman genetik human yang sedang, ditemukan hubungan statistikal positif yang tinggi.
Indonesia juga mewarisi nilai-nilai kultural yang beragam. Walaupun gerakan anti- keragaman terjadi sekali-sekali, kultural keragaman kiranya sudah berakar dalam di Indonesia. Yang diperlukan adalah sentuhan-sentuhan kepemimpinan dan manajerial sebagai penggerak percepatan sehingga kenaikan modal human itu bermuara dalam difusi dan akuisisi teknologi besar-besaran yang pada gilirannya menggerakan graduasi Indonesia ke status perkembangan yang lebih tinggi.
Prakarsa-prakarsa kebijakan sangat berperan dalam penggunaan modal human pemerintah sebagai katalis kenaikan yang lebih besar lagi dalam upaya-upaya rumah tangga untuk maksud yang sama. Koneksi antara pendidikan dan dunia kerja perlu diperkuat. Kerjasama trilateral antara pemerintah, pusat dan daerah, masyarakat Prakarsa-prakarsa kebijakan sangat berperan dalam penggunaan modal human pemerintah sebagai katalis kenaikan yang lebih besar lagi dalam upaya-upaya rumah tangga untuk maksud yang sama. Koneksi antara pendidikan dan dunia kerja perlu diperkuat. Kerjasama trilateral antara pemerintah, pusat dan daerah, masyarakat
Tabel 2.6 Life Expectancy dan Healthy Life Expectancy (HALE), Saat Kelahiran, Indonesia-Jerman,
1990 dan 2010, (95% Uncertainty Intervals)
Tahun Keterangan Indonesia Jerman
Male Life expectancy 63.5 (62.7–64.3) 71.9 (71.8–72.0) 1990 population Healthy life 55.1 (53.2–56.8) 62.8 (61.0–64.4)
Female Life expectancy 66.5 (65.7–67.2) 78.4 (78.4–78.5) population
Healthy life 57.3 (55.3–59.1) 67.5 (65.3–69.4) Male
Life expectancy
67.7 (66.0–69.2) 77.5 (77.3–77.7) population Healthy life 59.3 (57.1–61.3) 67.1 (65.0–69.0)
2010
Female Life expectancy 71.8 (70.3–73.3) 82.8 (82.6–83.1) population
Healthy life
62.5 (60.2–64.5)
70.9 (68.7–72.9)
Sumber: Salomon et.al., 2012
Gambar 2.2 Perkembangan Skor PISA, Indonesia-Jerman, 2003-2012
600
500 503
514 400
504
513
375 300
391
360
371
200
Mathematics
100
Indonesia
Jerman
2003
2006
2009
2012
Sumber: OECD, 2012
Dalam kaitan ini Indonesia masih harus melipatgandakan upaya-upayanya dalam pemupukan modal humanuntuk dapat memelihara keberlanjutan pertumbuhan yang semakin inklusif. Upaya-upaya itu perlu digalang bersama-sama antara rumah tangga dalam bentuk pengeluaran pendidikan yang semakin besar sebagai persentase pengeluaran rumah tangga, pengeluaran pendidikan dan pelatihan yang semakin besar dalam pengeluaran sumber daya manusia perusahaan, pengeluaran pendidikan dan pelatihan yang semakin besar dari masyarakat kewargaan (civil societies) dan pengeluaran pendidikan dan pelatihan pemerintah pusat dan daerah yang disamping naik juga diperbesar untuk pemupukan kemampuan sains dan teknologi dan kemampuan lain yang berkaitan dengan pertumbuhan berkelanjutan yang semakin inklusif.
Memanfaatkan publikasi rinci tentang data pendapatan, biaya, transaksi dalam aset dan kewajiban, serta saham aktiva dan kewajiban pemerintahan umum dan subsektor dari seluruh negara di dunia, yang terangkum dalam publikasi Government
Finance Statistics (GFS) Yearbook dikeluarkan oleh International Monetary Fund (IMF), berikut ditelaah peran negara/pemerintah dalam ekonomi, dengan membandingkan pengeluaran pemerintah Indonesia dengan beberapa negara terpilih, berdasarkan fungsi dan manfaat yang diterimanya.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa semakin condong suatu ekonomi ke sistem pasar, maka semakin tinggi pendapatan per kepala di negara tersebut. Dalam ekonomi- ekonomi seperti itu, pengeluaran negara cenderung dipusatkan ke tipe sosial ketimbang pengeluaran ekonomi. Adalah suatu paradoks bahwa ekonomi-ekonomi kapitalis seperti Jerman, Jepang atau Korea Selatan memberi prioritas yang sangat tinggi pada urusan pemupukan modal sosial, sementara ekonomi-ekonomi yang non-kapitalis seperti Indonesia justru mengutamakan pengeluaran ekonomi dalam APBN.
Gambar 2.3 Pengeluaran Pemerintah Berdasarkan Fungsi
United States (central, 1998)
Brazil China PR
Economic Expenditure
Social Expenditure
Other Expenditure
Catatan:
• Social expenditure terdiri dari (i) environmental protection, (ii) housing & community amenities, (iii) health, (iv) recreation, culture & religion, (v) education, dan (vi) social protection
• Other expenditure terdiri dari (i) general public services, (ii) defense, dan (iii) public order and safety
Sumber: Government Financial Statistic Yearbook, IMF, 2001-2011
Gambar 2.3 menunjukkan bahwa AS sebagai representasi kelompok negara yang menganut sistem ekonomi kapitalispun menempatkan 61,14 persen pengeluaran untuk tipe sosial dibandingkan 9,64 persen untuk pengeluaran tipe ekonomi. Demikian pula halnya Jerman, dimana pengeluaran sosial mewakili 71 persen dari pengeluaran negara. Berbeda halnya dengan India dan Indonesia, yang dikategorikan sebagai negara yang menganut sistem ekonomi campuran. Pengeluaran tipe sosial di masing-masing Gambar 2.3 menunjukkan bahwa AS sebagai representasi kelompok negara yang menganut sistem ekonomi kapitalispun menempatkan 61,14 persen pengeluaran untuk tipe sosial dibandingkan 9,64 persen untuk pengeluaran tipe ekonomi. Demikian pula halnya Jerman, dimana pengeluaran sosial mewakili 71 persen dari pengeluaran negara. Berbeda halnya dengan India dan Indonesia, yang dikategorikan sebagai negara yang menganut sistem ekonomi campuran. Pengeluaran tipe sosial di masing-masing
Telaah lebih lanjut dilakukan dengan melihat manfaat dari pengeluaran pemerintah tersebut. Gambar 2.4 menunjukkan bahwa bantuan sosial (social benefit) di negara yang menganut sistem kapitalis ternyata jauh lebih besar dibandingkan dengan negara-negara yang menganut sistem eknomi campuran (India dan Indonesia). Pengeluaran pemerintah untuk bantuan sosial Brazil, Jerman, dan AS, masing-masing adalah sebesar 8,16 persen, 25,58 persen, dan 15,55 persen dari total GDP-nya dibandingkan India dan Indonesia, yaitu hanya sebesar 0 persen dan 0,07 persen dari GDP-nya.
Gambar 2.4 Pengeluaran Pemerintah Berdasarkan Manfaat yang Diberikan
China PR
Germany
India
Indonesia United States (budgetary)
Compensation of employees
Subsidies
Social benefits
Use of goods and services
Sumber: Government Financial Statistic Yearbook, IMF, 2011
Statistik diatas mengindikasikan keputusan untuk menggeser pengeluaran negara Indonesia dari tipe ekonomi ke tipe sosial. Dalam pengeluaran sosial ini, prioritas pertama diletakkan pada pemupukan modal manusia, berupa kesehatan, literasi pengetahuan, keahlian dan kewirausahaan, disamping infrastruktur fisik yang mempunyai disternalitas besar.
Gambar 2.5 Pengeluaran Pemerintah, Indonesia-Jerman, 2002-2011 (persentase PDB)
Sumber: World Bank, 2013 (diolah)
Telaah lebih jauh dilakukan dengan membandingkan data pengeluaran pemerintah, khususnya untuk sektor kesehatan dan pendidikan pada tahun 2000 dan 2011 (Gambar 2.5). Secara umum data tersebut ingin menegaskan bahwa pemerintah Indonesia masih perlu meningkatkan kepedulian pemupukan modal human, yang nampak dari rendahnya persentase pengeluaran untuk sektor kesehatan dan pendidikan, dibandingkan dengan negara Jerman. Jaminan kesehatan dan kepastian memperoleh pendidikan yang layak merupakan kebutuhan jangka panjang bagi manusia Indonesia dalam usahanya mengejar ketertinggalan. Akselerasi pemupukan modal sosial ini adalah syarat graduasi ke status pendapatan tengah atas dan tinggi.
Kotak 2.1 Pemupukan modal manusia melalui Vocational Training
Vocational school berkembang dengan sangat pesat di Eropa, terutama di Jerman yang menganut Dual Education System (sistem pendidikan ganda). Sekolah ini menciptakan lulusan-lulusan yang siap memasuki dunia kerja dengan daya saing yang tidak kalah hebat dengan lulusan sekolah umum. Sistem pendidikan dalam vocational school didesain oleh Federal Ministry of Education and Research yang
kemudian juga mendapatkan arahan dari Institusi Pendidikan dan Pekerjaan di Jerman. Lembaga ini memiliki tujuan untuk pemupukan pengetahuan dan pemupukan keterampilan. Pengetahuan dipelajari di sekolah kejuruan dan pemupukan keterampilan diberikan dengan praktek di perusahaan.
Hal terpenting dalam menjalankan vocational school adalah bagaimana membangun kemitraan antara sekolah dan perusahaan. Kedua institusi ini memiliki tanggung jawab bersama dalam memberikan pendidikan dan pelatihan kepada para siswa.
Mekanisme pembelajaran yang diterapkan dalam vocational school di Jerman sangatlah komprehensif. Siswa tidak hanya mempelajari teori dan keterampilan di sekolah, melainkan terjun langsung di perusahaan selama 3,5 hari dalam seminggu, kemudian sisanya adalah mempelajari teori di sekolah. Dalam hal ini dibutuhkan peran aktif sekolah untuk membangun kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang ada di Jerman. Sarana dan prasarana belajar yang dimiliki sekolah juga sangat mendukung untuk mencapai kualitas pembelajaran yang diinginkan.
Jerman sangat serius dengan pengembangan sumber daya manusianya melalui vocational school yang kemudian menciptakan manusia-manusia dengan kualitas keterampilan yang dapat memenuhi kebutuhan pasar (dunia kerja/perusahaan). Hal tersebut dilakukan pemerintah Jerman bersama-sama dengan institusi pendidikan danperusahaan dengan memperhatikan sarana belajar, kurikulum pembelajaran, anggaran dan
Berkali-kali harus digarisbawahi bahwa graduasi ke status pendapatan tengah tinggi dan ke pendapatan tinggi yang inklusif dan berkelanjutan sangat tergantung dari difusi dan akuisisi teknologi. Sistem inovasi nasional sangat diperlukan untuk menjalin koneksi efektif antara pendidikan, penelitian dasar yang dimotori oleh lembaga-lembaga riset pemerintah, penelitian aplikatif yang dimotori oleh lembaga riset semi-publik, dan riset komersial yang dimotori oleh dunia usaha, termasuk UKM. Jerman menjadi ekonomi maju yang tergolong inklusif dan berkelanjutan antara lain adalah sumbangan sistem inovasi nasional yang unggul dengan pelaku-pelaku yang terkemuka dibidangnya masing- masing, seperti Max Planck Gesellschaft dalam penelitian aplikatif, dan riset korporat usaha besar dan UKM. Dalam sistem inovasi nasional ini, pemerintah federal dan negara bagian bekerjasama dengan erat, terutama melalui skema pendanaan kolaboratif.
Dalam kasus Indonesia, perubahan teknologi masih sangat terbatas yang berasal dari program akuisisi nasional. Ketergantungan atas difusi teknologi impor masih sangat tinggi. ndikator-indikator yang mencerminkan akuisisi teknologi masih sangat lemah dibanding negara-negara yang bersaing dengan Indonesia dalam graduasi, apalagi dibanding negara- negara yang hendak dilomba. Pengeluaran total Indonesia untuk riset dan pengembangan (R&D) masih sangat kecil, demikian juga angkatan kerja R&D. Program R&D yang kecil itu sangat tergantung pada pemerintah dalam perencanaan pelaksanaan dan pendanaan. Revolusi R&D diperlukan sebagai bagian dari upaya penciptaan kondisi yang kondusif bagi graduasi Indonesia dalam tangga perkembangan bangsa-bangsa.
Tabel 2.7 Indeks GERD, Indonesia-Jerman, 2002-2007
Keteragan Tahun
Indonesia Jerman
GERD in PPP$ thousands 2002
GERD per capita (PPP$)
GERD per researcher full-time equivalent 2002
5.9 -1 213.1 e
PPP$ thousands
GERD per researcher headcounts PPP$
Sumber: UNESCO, 2012
2.3. Pemerataan Pemilikan
Daya saing ekonomi berupa keunggulan dalam biaya dan dalam diversifikasi produk dan layanan, memerlukan persaingan yang wajar dalam arti diatur dengan regulasi yang baik sehingga bebas dari konsentrasi yang berlebihan dan bebas dari praktek-praktek penyalahgunaan kekuasaan pasar. Untuk itu diperlukan penurunan konsentrasi pemilikan dunia usaha. Penurunan konsentrasi ini dapat didorong antara lain lewat prakarsa- prakarsa pemerataan pemilikan, terutama dalam bentuk upaya-upaya khusus dalam pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah. Dalam prakarsa ini diperlukan perbaikan akses ke informasi, teknologi, modal human, pemasok masukan, pembeli keluaran dan sumber keuangan.
Akses informasi diperbaiki melalui penggambaran oleh asosiasi, industri, APINDO, KADIN, Kadinda, pemerintah, dan perguruan tinggi. Akses teknologi dapat diperbaiki melaluipameran-pameran. Sumber daya manusia dapat dimotivasi melalui kepesertaan dalam pameran lowongan kerja. Akses ke pasar masukan dan keluaran diperbaiki melalui kemitraan dengan usaha sedang dan besar. Perbaikan akses keuangan dapat diupayakan melalui reposisi bank-bank pembangunan daerah menjadi bank pembangunan UMKM dengan dana tambahan dari APBN dan APBD yang penggunaannya dikaitkan dengan persyaratan kinerja.
Menggunakan data Sensus Ekonomi 2006 (BPS), ditemukan bahwa konsentrasi dalam industri pengolahan Indonesia adalah relatif rendah. Dengan menggunakan ukuran Concentration Ratio 4 perusahaan (CR4) atau pangsa empat perusahaan terbesar dalam outputuntuk mengukur market power, dari 66 kelompok industri di Indonesia, 87 persen memiliki tingkat konsentrasi 0-50 persen. Dengan kata lain, hanya sekitar 7 kelompok industri yang memiliki tingkat konsentrasi diatas 50 persen. Dalam KBLI 3 digit, hanya 3 persen dari seluruh industri yang mempunyai CR4 yang cukup tinggi, yaitu diatas 80 persen. Mereka adalah industri kereta api, bagian-bagian dan perlengkapannya serta perbaikan kereta api dan industri pesawat terbang dan perlengkapannya serta perbaikan pesawat terbang. Hal ini mengindikasikan bahwa 2 perusahaan terbesar dapat menguasai pasar lebih dari 80 persen, walaupun harus dicatat bahwa kedua industri ini menikmati status sebagai industri strategis yang secara umum ditandai oleh konsentrasi yang tinggi. Rincian tingkat konsentrasi industri pengolahan dapat dilihat dalam Tabel A.3
BAB 3 PERBAIKAN PROTEKSI DAN JAMINAN SOSIAL
3.1. Neksus Ekonomi-Sosial
“Survival of the fittest” adalah istilah yang dikenal oleh paling banyak manusia dari buku Charles Darwin tentang asal-usul spesies dengan konotasi negatif bahwa dalam persaingan yang terjadi adalah yang kuat mengalahkan yang lemah. Hampir satu abad lebih dahulu terbit buku Adam Smith tentang penulusuran alam kekayaan bangsa-bangsa. “Invisible hand” disebut satu kali dalam buku ini tetapi istilah itulah yang diasosiasikan sangat luas dengan ekonomi pasar atau kapitalisme. Dalam zaman yang lebih baru, Richard Dawkins menerbitkan “The Selfish Gene” yang memberi kesan bahwa manusia adalah makhluk yang sangat keakuan (selfish), walaupun yang hendak dikatakan adalah bahwa satuan evolusi adalah gene yang berusaha mengabadikan keberadaannya, sedangkan selebihnya adalah sarana pengabadian bagi gene. Baik Adam Smith, Charles Darwin maupun Richard Dawkins tidak mengatakan bahwa manusia adalah semata-mata mesin persaingan. Dalam tahun 2000-an ini, sosialitas manusia bahkan mendapat perhatian yang semakin kuat dalam anthropologistik dan sosial maupun ilmu ekonomi.