Asal-Usul Tari Merak Sejarah Tari Merak

BAB III PERTUNJUKAN TARI MERAK DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT ADAT SUNDA

3.1. Sejarah Tari Merak

3.1.1. Asal-Usul Tari Merak

Sejarah tari merak sebenarnya berasal dari bumi Pasundan ketika pada tahun1950an seorang kareografer bernama Raden Tjetje Somantri menciptakan gerakan tari merak.Raden Tjetje Somantri adalah seorang pelopor tari kreasi Jawa Barat yang juga merupakan salah seorang yang mendirikan Badan Kebudayaan Djawa Barat BKDKB dan Badan Kebudayaan Indonesia BKI. Raden Tjetje Somantri lahir di Bandung pada tahun 1891 dari ibu Nyi Raden Siti Munigar, gadis ningrat asal Bandung, serta ayahnya bernama Raden Somantri. Pendidikan yang dilaluinya adalah HIS dan MULO di Bandung. Pernah meneruskan ke MOSVIA tetapi tidak sampai tamat. Belajar tari tayub pertama kali di Kabupaten Purwakarta pada tahun 1911, dari R. Gandakusumah Aom Doyot. Juga belajar tari wayang dari Aom Menin, Camat Buah batu di Bandung. Sekilas tentang pelopor Tari Merak ini menulis ingin menjelaskan sedikit tentang Biografi Raden Tjetje Somantri. Tjetje Somantri adalah seorang tokoh tari Sunda yang sangat penting dalam khasanah tari Sunda. Nama lengkapnya adalah R. Rusdi Somantri, yang kemudian dipanggil dengan nama Tjetje. Lahir di Wanayasa, Purwakarta 1892 dari pasangan R. Somantri Kusumah dan Ny. R. Siti Munigar. Ayahnya meninggal sejak ia masih dalam kandungan ibunya yang baru berusia delapan bulan. Tjetje, kemudian dibesarkan pamannya, R. Karta Kusumah hingga dewasa. Ia mempunyai saudara seibu yakni R. Basari, R. Mujenan, dan R. Jumanah. Pada tahun 1907, ia menyelesaikan sekolah di DIS dan meneruskan sekolahnya di Voor Work OSVIA Opleidingschool Voor Inlandsche Ambternaren, yakni sekolah Pamong Praja atau sekolah menak di Bandung. Ketika masih sekolah di OSVIA, ia sudah gemar menari tayub. Kegemaran menari dalam tayuban, menyebabkan ia sering bolos sekolah, dan oleh sebab itulah ia tidak menamatkan sekolahnya. Oleh pamannya, Patih Mayadipura, ia dimasukkan sebagai pegawai di suatu kecamatan di Purwakarta. Akan tetapi, karena sering mangkir, ia kemudian diberhentikan. Pada tahun 1916, Tjetje bekerja di kantor Kehutanan Purwakarta dan mendapat jabatan sebagai Mantri Polisi Kehutanan. Di kantor ini pun ia sering tak masuk kerja hanya karena ia sangat mencintai seni tari. Pada tahun 1918, pamannya menganjurkan agar melamar pekerjaan lain di Bandung. Ia kemudian diterima bekerja di sebuah bank milik pemerintah kolonial Belanda di Jl. Braga No. 14, yakni bank Denis De Earste Nederlandsche Indische Spaarkas en Hipotheek bank. Nampaknya ia tak betah bekerja. Di bank ini pun ia seringkali mangkir, bahkan oleh teman-temannya yang bangsa Belanda itu, ia acapkali ditegur yang akhirnya berujung dengan pertengkaran, Tjetje akhirnya ke luar dari bank tersebut. Belajar menari sejak usia muda, Tari Tayub dipelajarinya dari Aom Doyot, Wedana Leuwiliang, Bogor di Pendopo Kabupaten Purwakarta sekitar tahun 1911. Tari topeng Cirebon yang dipelajari dari Wentar dan Koncer dalang topeng Cirebon pada tahun 1918 bersama teman-teman sebayanya, antara lain Asep Berlian, Endang Thamrin, dan lain-lain. Tarian yang dipelajarinya, antara lain topeng Pamindo, topeng Klana, dan lain-lain. Ia juga belajar tari kepada dua orang guru asal Susukan-Cirebon, Kamsi dan Karta. Pada tahun 1925, Tjetje kemudian memperdalam tari topeng kepada salah seorang Pangeran Kesultanan Cirebon, Elang Oto Denda Kusumah. Tari-tarian yang dipelajarinya antara lain: Menak Jingga, Anjasmara, Jingga Anom Nyamba, Anjasmara, Menak Koncar, Panji, dan Kendit Birayung. Pada tahun ini pula ia belajar wayang wong kepada Aom Menim, Camat Buah Batu. Dalam pertunjukan wayang wong pada tahun 1926 yang diselenggarakan atas prakarsa Bupati Bandung, Kanjeng Adipati Arya Wiranata Kusumah V, dan dikoordinir oleh R.A. Adiputra, Tjetje diberi peran tokoh Baladewa. Pada tahun ini pula ia menjadi guru tari di OSVIA dengan mengajarkan tari keurseus dan tari wayang. Pada tahun 1930, Tjetje bertemu dengan R.M. Sutignja dan banyak mendapat petunjuk tentang kepenarian Jawa. Ia juga belajar tari Jawa kepada Sudiani dan Sujono pelatih tari yang bertempat di Gedung Mardi Harjo. Sudiani dan Sujono adalah dua pelatih tari di Perkumpulan Tirtayasa dan Sekar Pakuan pimpinan Tb. Oemay Martakusumah. Sedangkan pada tahun 1935, Tjetje bertemu dengan Tb. Oemay Martakusumah, seorang pegawai Jawatan Kebudayaan Jawa Barat dan pimpinan Badan Kesenian Indonesia BKI. Rupanya, pertemuan dengan Tb. Oemay Martakusumah menjadi berkat bagi Tjetje, ia bak peribahasa ’ikan masuk ke dalam air’. Jiwa seninya kemudian tersalurkan, bakat dan kreativitasnya terbina. Ia kemudian dijadikan sebagai salah satu pengajar tari di BKI. Di dalam wadah kesenian itulah ia berkreativitas, menciptakan berbagai macam tarian. Tari yang diciptakannya kebanyakan tari putri, seperti tari Anjasmara, Sekarputri, Sulintang, Ratu Graeni, Kandagan, Merak, Srigati, Dewi, Topeng Koncaran, dan sebagainya. Tari-tarian putra antara lain: Kendit Birayung, Menak Jingga, Yuyu Kangkang, Panji, dan sebagainya. Sedangkan kostum tari-tariannya kebanyakan didesain oleh Tb. Oemay Martakusumah. Suatu catatan penting bahwa, karya tari Tjetje Somantri telah memperkaya khasanah seni tari Jawa Barat. Bagaimanapun ia adalah seorang koreografer pembaharu tari Sunda, yang kemudian banyak menginspirasi banyak seniman tari lainnya. Ia pulalah yang ‟mendobrak‟ pandangan tentang penari wanita ronggeng dari jelek menjadi terhormat. Selain itu, ia pun berhasil membuat tradisi baru dalam menyajikan tari, yakni dengan membuat tari rampak. Bersama para penari wanita, karya-karya tarinya seringkali dipentaskan di berbagai event, di dalam maupun di luar negeri, serta diajarkan di berbagai sekolah. Kini, sebagian karya tarinya menjadi salah satu mata kuliahpelajaran di sekolah seni dan di perguruan tinggi seni seperti KOKAR Bandung kini SMKISMK 10 Bandung, ASTI kini STSI Bandung, dan IKIP kini UPI Bandung. Atas jasa-jasanya di bidang seni tari, pada tahun 1961 ia mendapat anugerah seni berupa Piagam Wijaya Kusumah dari pemerintah Republik Indonesia. TIKAR 2012 : Raden Tjetje Somantri dalam Media Budaya Nusantara. Tari Merak sesuai dengan namanya, yang kemudian koreografinya direvisi kembali oleh Dra. Irawati Durban Arjon pada tahun 1965 dan direvisi kembali pada tahun 1985 kemudian mengajarkannya secara langsung kepada Romanita Santoso pada tahun 1993. Tari Merak merupakan implentasi dari kehidupan burung merak yang utamanya dari tingkah merak jantan ketika ingin memikat merak betina. Gerakan merak jantan yang memamerkan keindahan bulu ekornya ketika ingin menarik perhatian merak betina tergambar jelas dalam Tari Merak. Dalam pertunjukannya Sejarah Tari Merak Jawa Barat biasanya ditampilkan secara berpasangan dengan masing – masing penari memerankan sebagai merak jantan atau betina. Dengan iringan lagu gending Macan Ucul para penari mulai menggerakan tubuhnya dengan gemulai layaknya gerakan merak jantan yang sedang tebar pesona. Gerakan merak yang anggun dan mempesona tergambar dari gerakan Tari Merak yang penuh keceriaan dan keanggunan.Sehingga tak heran jika Tari Merak sering digunakan untuk menyambut pengantin pria atau sebagai hiburan untuk tamu dalam acara pernikahan. Ket. Gambar 3.1 : Penari Merak dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Adat Sunda di Kota Medan Dokumentasi Syafwan Arrazak Tarian merak mengisahkan tentang burung merak yang menampilkan keindahan bulu ekornya yang panjang dan berwarna-warni untuk mencuri perhatian sang betina. Asal usul tari merak dibuat karena adanya ketertarikan Raden Tjetje Somantri kepada hewan merak yang indah. Tari merak mempunyai ciri khas pada Kostumnya yang berwarna warni sangat mencerminkan ciri khas burung merak, yang paling menarik perhatian adalah bagian sayapnya yang dipenuhi dengan payet dan dapat dibentangkan oleh sang penari dan mahkota yang berhiaskan kepala merak yang disebut singer akan bergoyang-goyang setiap penari menggerakkan kepalanya. Dalam pertunjukannya, ciri bahwa itu adalah terlihat dari pakaian yang dipakai penarinya memiliki motif seperti bulu merak. Kain dan bajunya menggambarkan bentuk dan warna bulu-bulu merak; hijau biru danatau hitam. Ditambah lagi sepasang sayapnya yang melukiskan sayap atau ekor merak yang sedang dikembangkan. Gambaran merak bakal jelas dengan memakai mahkota yang dipasang di kepala setiap penarinya. Dalam adegan gerakan tertentu terkadang waditra bonang dipukul di bagian kayunya yang sangat keras sampai terdengar kencang, itu merupakan bagian gerakan sepasang merak yang sedang bermesraan. Tarian merak ini identik dengan warna yang sangat mencolok seperti merah, biru, kuning, emas, dan warna lainnya. Make up yang terlihat sangat tajam,karena memang merak sendiri merupakan burung yang sangat cantik dan indah. Tarian merak ini biasanya ditampilkan sebagai bentuk persembahan kepada tamu,karena memang setiap gerakannya sangat indah. Tarian merak ini biasanya ditarikan oleh 2 orang penari bahkan lebih. Warna-warna merak ini bisa dilihat dari warna asli burung merak. Ket. Gambar 3.2 : Burung Merak dengan warna yang indah inspirasi dalam tarian merak. Dokumentasi Syafwan Arrazak

3.1.2. Fungsi Tarian Merak