Hegemoni Gramsci Kerangka Teoritis

bisa dipakai di sini misalnya Bagaimana kesatuan sosial bisa terbentuk? Mereka bersatu secara spontan atau dibutuhkan semacam pemimpin untuk mempersatukannya. Kalau ada pemimpin, apakah pemimpin itu hanya mengumpulkan kepentingan-kepentingan mereka atau perlu melakukan intervensi secara ideologis atau konseptual? Apa hakekat hubungan-hubungan yang mempersatukan unsur-unsur dalam kesatuan sosial? Ekonomi atau politis? Atau kedua-duanya? Bagaimanakah sifat kesatuan sosial tersebut; tertutup atau terbuka? Sejauh mana mapan dan sejauh mana labil? Apa implikasinya bagi subjek agen-agen sosial? 16 Landasan pertama yang dipakai oleh Laclau-Mouffe untuk membangun teorinya adalah tradisi linguistik struktural-pascastruktural. 17 Konsep Laclau- Mouffe ini berfokus pada pembentukan wacana lewat praktik artikulatoris. Dilihat dari logika artikulasi, masyarakat terdiri dari identitas-identitas yang tidak pernah selesai diartikulasikan. Masyarakat sebagai praktik artikulatoris tidak sepenuhnya bisa dituntaskan dalam artikulasi dengan momen-momen sebagai satuannya, melainkan senantiasa meninggalkan residu-residu. Keberadaan etika penting dalam Demokrasi Radikal karena berusaha menginstitusionalisasikan lack dalam realitas politik. Salah satu konsep dalam etika Lacanian, yaitu simtom. 18 Dalam pemikiran Gramsci juga dipakai istilah 16 Ibid. Hal 5. 17 Ibid. Hal 5. Walaupun kemudian keduanya melampaui tradisi linguistik, prinsip dasar tetap mereka pakai, terutama yang berkaitan dengan konsep tentang bahasa. Akses kita pada realitas hanya bisa dicapai lewat bahasa. Hanya saja, berbeda dengan Saussure, mereka melihat bahasa sebagaimana dimanifestasikan dalam omongan, bukan dalam sistem umum. 18 op.cit. Hal 131. Lihat juga Yannis Stavrakakis. 1999. Lacan and The Political. London : Routledge. Hal 121. Sebenarnya ada dua konsep dalam etika Lacanian, yaitu sublimasi dan simtom. Namun, yang akan dijelaskan lebih jauh adalah simtom karena lebih terkait dengan isu yang dibicarakan. Sedangkan Sublimasi merupakan penghalusan atau bentuk yang berbeda dari idealisasi dalam kesadaran etika tradisional. Sublimasi menciptakan ruang publik public space, walaupun bersifat individual tapi bisa mempersatukan ranah tertentu seperti halnya di bidang seni. kemunculan simtom untuk menggambarkan struktur sosial, kelas buruh, atau kelas yang tidak dominan. Simtom sebagai manifestasi dari kelas yang terepresi, merupakan kata-kata atau penanda yang kelihatannya mengikuti hukum bahasa atau simbolik, tapi sebenarnya tidak. Pengalaman tidak terpenuhinya need kemudian menimbulkan simtom. Simtom dapat ditemukan dalam kelompok yang tersubordinasi atau menjadi sasaran kekerasan seperti JAI. Seperti yang telah dibahas dalam konsep Gramsci di atas, muncul stigmatisasi yang dilakukan oleh kelas hegemonik. Fantasi dalam konstruksi utopia kemudian disandingkan dengan sesuatu yang menakutkan, paranoid yang membutuhkan korban terstigmatisasi. Stigmatisasi biasanya diikuti oleh pembasmian. Utopia bisa saja bekerja atas dasar kekerasan atau antagonisme yang memunculkan enemy atau musuh, sehingga muncullah demonisasi. Dengan konsep hegemoni-nya, Gramsci membawa spirit baru dalam Marxisme, yang menekankan strategi kelas proletar atau tersubordinasi. Kasus JAI di Lombok juga menunjukkan adanya counter hegemony hegemoni tandingan yang dilakukannya terhadap kelas yang berkuasa atau hegemonik dalam masyarakat. Ini menjadi salah satu strategi JAI. Berbicara mengenai strategi tentu tak bisa dilepaskan dari subjek. Pemikiran Lacan dan Gramsci baca : Gramsci yang ditafsirkan oleh Laclau memiliki perhatian pada subjek. Gramsci lebih menekankan subjek sebagai produk dari praktik sosial karena adanya proses determinasi dalam ranah ideologi. Hal inilah yang menjadi mediasi antara individu dengan komunalnya atau partikular dengan universal. Sublimasi mengakui lack dan pusat dari real sebagai ganti dari eliminasi ketidakmungkinan dan identifikasi dari yang ideal. Sublimasi menciptakan ruang yang ideal untuk pemenuhan desire. Diskursus tentang ideologi dipahami sebagai artikulasi mata rantai dari elemen ideologi. Ideologi sebetulnya adalah janji kolektif yang bisa memenuhi lack subjek. Untuk merumuskan ideologi, maka perlu diperhatikan apa yang menjadi lack masyarakat yang bersangkutan, dan bagaimana cara memenuhinya. Setiap orang dalam masyarakat sebenarnya memiliki sejarah kehidupan masing-masing. Sejarah tadi akan menentukan ideologi atau objek yang diinginkan oleh subjek atau masyarakat. Pada hakikatnya, fungsi sentral dari ideologi adalah integrasi serta penjagaan atas status quo. Berbicara tentang hegemoni tidak bisa dilepaskan dari bicara tentang subjek politik. Laclau-Mouffe mengingatkan bahwa politik bukanlah masalah “mendaftar kepentingan-kepentingan yang sudah ada melainkan memainkan peran penting dalam pembentukan subjek-subjek politik” Laclau dan Mouffe, 1985:vii. 19 Dengan kata lain, politik bukanlah sekedar melakukan mobilisasi orang-orang yang memiliki kepentingan yang sama misalnya kepentingan ekonomis, melainkan juga harus meliputi pembentukan subjek-subjek politik. Gagasan Laclau-Mouffe terkait Demokrasi Radikal akan mengarah pada revolusi demokrasi sebagai medan artikulasi hegemonik dilihat dalam fenomena gerakan-gerakan sosial baru yang muncul sejak paruh kedua abad ke-20. Gerakan ini bisa dibaca sebagai munculnya bentuk-bentuk antagonisme baru dalam masyarakat, karena adanya jenis-jenis hubungan subordinatif yang belum terlihat di zaman sebelumnya. Laclau-Mouffe melihat jenis-jenis hubungan subordinatif itu sebagai akibat komodifikasi hubungan sosial karena sistem produksi 19 Ibid. Hal 16. kapitalis, birokratisasi hubungan sosial karena intervensi negara dalam melindungi rakyat namun secara paradoks justru menghasilkan hubungan subordinatif baru, dan hegemonisasi hubungan sosial karena moda baru dalam penyebaran budaya lewat media massa. 20

G. Metode Penelitian

a. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian utama adalah di tempat pengungsian warga Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Asrama Transito, Mataram, Nusa Tenggara Barat. Selain itu, juga beberapa wilayah di Lombok Barat dan Sumbawa. b. Sumber Data Sumber data berasal dari sejarah lisan melalui ingatan dan pengalaman dari para informan, yakni orang yang mengalami kekerasan baik langsung ataupun tidak terutama yang menyangkut masalah penelitian. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup data primer dan sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. c. Metode Pengumpulan Data Data primer saya kumpulkan melalui teknik wawancara terbuka dan observasi. Wawancara saya lakukan dengan para pengungsi Jemaat Ahmadiyah Indonesia, koordinator pengungsi, pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Pengurus Lembaga atau Ormas Islam di NTB, pegiat LSM seperti Lembaga Studi Kemanusiaan, dan masyarakat. Selain itu, saya juga 20 Ibid. Hal 19