26
2. Motivasi Menjadi Seorang Abdi dalem
Hasil penelitian dari Agus Sudaryanto 2008 tentang hak dan kewajiban abdi dalem di Keraton Yogyakarta menyebutkan beberapa
motivasi bekerja seorang abdi dalem. Ada 4 motif atau faktor pendukung yang melatarbelakangi seseorang memilih untuk mengabdikan dirinya
sebagai seorang abdi dalem yaitu : agar mendapatkan ketentraman atau ketenangan
hidup, mendapatkan
berkah dari
sultan, untuk
mempertahankan identitas diri dan pelestarian budaya, dan untuk meneruskan tradisi orang tua. Senada dengan itu, Soenarto 2012: 6
diungkapkan beberapa alasan yang melatarbelakangi kesetiaan para abdi dalem adalah :
a. Kesadaran akan jati diri sebagai orang Jawa, sehingga ingin
mempertahankan dan memeliara budaya Jawa. b.
Ingin lebih mengenal dan ingin tahu tentang budaya keraton yang menggambarkan ajaran adiluhung dan ingin mengajarkannya
kepada anak, saudara dan keluarga. c.
Menemukan ketentraman hidup ketika mengabdikan dirinya menjadi seorang abdi dalem keraton.
d. Tradisi yang sudah turun temurun dari orang tua. Ingin
melestarikan tradisi yang turun temurun dari orang tua. Merasa jiwanya terpanggil untuk menjadi seorang abdi dalem karena
terbiasa diasuh dan melihat kebiasaan orang tuanya sebagai seorang abdi dalem.
27 Dari beberapa pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa
motivasi atau faktor pendorong seseorang menjadi seorang abdi dalem adalah bukan karena alasan finansial, namun motif mereka menjadi
seorang abdi dalem dilihat dari segi spiritualitas adalah untuk mencari ketenagan batin dan ketentraman hidup dalam upaya pencapaian
kehidupan secara rohani. Selain itu motif lain seseorang menjadi abdi dalem adalah melestarikan budaya, sebagai wujud dari aktualisasi diri
dan juga melestarikan tradisi yang sudah turun-temurun dari nenek moyang.
3. Kehidupan Keagamaan Abdi dalem
Menurut E.B Tylor dalam Soerjono Soekanto, 2006: 172 mendefinisikan
kebudayaan adalah
kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Jadi dapat diartikan bahwa salah
satu unsur kebudayaan yang ada dalam masyarakat yaitu adanya sistem kepercayaan atau religi. Koentjaraningrat dalam Purwadi, 2002: 30
mengungkapkan bahwa kehidupan religi orang Jawa dipengaruhi oleh beberapa unsur, baik dari budaya asli Jawa, pengaruh Hindu, Budha,
maupun Islam. Pada jaman dulu, nenek moyang orang Jawa menganggap bahwa semua benda yang ada di sekelilingnya bernyawa, semua yang
bergerak dianggap hidup dan mempunyai kekuatan gaib atau roh yang
berwatak baik maupun buruk.
28 Meskipun ajaran Islam telah masuk ke Pulau Jawa dan
mendominasi keyakinan penduduknya, namun masih ada pula unsur- unsur Hindu Budha di dalamnya dalam Capt. R.P. Suyono, 2007: 75.
Sukatman dalam Sindung Haryanto, 2013: 26 mengungkapkan bahwa kebanyakan orang Jawa zaman dahulu mengakomodasi unsur-unsur
Hindu Budha ke ajaran Islam, dan dari situlah lahir Islam Kejawen. Menurut Mulder dalam Sindung Haryanto, 2013: 27, kejawen
umumnya menunjuk pada kebudayaan Jawa yang berpusat di Surakarta dan Yogyakarta. Islam Kejawen seringkali dipahami sebagai suatu sistem
kepercayaan yang berhubungan dengan mistisme, yaitu praktik-praktik keagamaan yang berhubungan dengan ngelmu tentang kehidupan. Hal ini
dapat diartikan bahwa masuknya ajaran Islam ke pulau Jawa sekaligus membawa pengaruh besar pada adat istiadat, tata cara hidup, maupun
praktik keagamaan sehari-hari. Dalam kehidupannya, para abdi dalem lekat dengan dunia simbol
kejawen. Pakaian yang digunakan para abdi dalem saat melakukan sowan juga memiliki beberapa simbol yang mengandung nilai-nilai religi. Baju
peranakan yang digunakan para abdi dalem memiliki ketentuan khusus yaitu warna dasar biru tua degan garis lurik berjumlah tiga dan empat,
kancing baju di leher berjumlah tiga pasang atau enam buah, lengan panjang dengan ada belahan di ujungnya dengan kancing masing-masing
dua buah untuk setiap lengan. Dalam Sindung Haryanto 2013, 125 mengungkapkan bahwa
semua unsur-unsur dari pakaian peranakan yang digunakan para abdi
29 dalem memiliki makna simbolik yaitu: warna pakaian biru tua bermakna
dalam atau serius dalam artian tidak dapat dianggap sebagai suatu hal yang sepele, kancing baju berjumlah lima melambangkan rukun Islam
shahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji, kancing baju di leher berjumlah enam melambangkan rukun iman, dan jumlah lurik berjajar tiga dan
empat mempunyai makna kewulu minongko perpat yang artinya direngkuh sebagai saudara. Hal ini memiliki arti bahwa abdi dalem
dianggap sebagai saudara yang dekat dengan rajasultan. Menurut Hadi Sutrisno dalam Sindung Haryanto, 2013: 126
ajaran dalam busana kejawen merupakan ajaran untuk melakukan segala sesuatu di dunia ini secara selaras yang berkaitan dengan aktivitas harian,
baik dalam hubungan dengan sesama manusia, dengan diri sendiri maupun dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi dengan adanya simbol-
simbol kejawen yang mengandung nilai religi yang kuat, para abdi dalem diharapkan dapat memiliki kehidupan spiritualitas yang baik dengan
selalu mengingat dan menjalankan setiap ajaran-ajaran agama Islam. Karena nilai keagamaan juga merupakan salah satu dari kebudayaan
Jawa yang harus dilestarikan.
C. Penelitian Terdahulu