mikroba pada simplisia. Herba dikatakan kering apabila ketika diremas mudah hancur. Herba yang telah kering kemudian diserbuk dengan menggunakan blender
dan diayak dengan ayakan tepung berukuran 35. Simplisia dibuat serbuk dan diayak untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil sehingga luas permukaan
serbuk lebih banyak kontak dengan cairan penyari sehingga semakin besar dan cepat senyawa aktif tersari. Selanjutnya serbuk disimpan dalam plastik hitam yang
diikat rapat dan diharapkan melindungi simplisia dari cahaya dan kelembaban untuk mencegah penguapan dan penguraian zat aktif, karena dengan adanya
cahaya dapat menyebabkan terjadinya fotooksidasi yang akan menguraikan susunan-susunan kimia senyawa aktif simplisia.
C. Penyarian Bahan
Penyarian dilakukan dengan cara maserasi, karena maserasi merupakan salah satu metode penyarian yang sederhana, mudah dikerjakan, dan untuk
menghindari kemungkinan rusaknya senyawa lain selain flavonoida karena pemanasan tinggi yang akan mengganggu proses penyarian..
Pelarut yang digunakan dalam proses penyarian adalah campuran metanol-air dengan perbandingan 9 : 1 dan 1 : 1. Proses maserasi dilakukan
dengan merendam serbuk selama 6-12 jam dengan digojog pada shaker. Proses maserasi dengan campuran pelarut pertama perbandingan 9 : 1 sebanyak 150 ml
dilakukan sebanyak satu kali, sedangkan proses maserasi dengan campuran pelarut kedua perbandingan 1 : 1 sebanyak 150 ml dilakukan sebanyak lima kali.
Jadi, kemungkinan besar semua flavonoidanya sudah tersari. Cairan penyari akan
38 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menembus membran dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung flavonoida di dalam sel, dan zat aktif akan larut sehingga terjadi perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dan konsentrasi cairan penyari di luar sel. Konsentrasi di dalam sel lebih besar daripada cairan penyari di luar sel karena
arah perpindahan terjadi dari konsentrasi tinggi ke rendah maka flavonoida dapat tersari oleh cairan penyari. Pada proses maserasi dilakukan penggojogan dengan
shaker untuk meratakan konsentrasi larutan di luar sel sehingga tetap terjadi perbedaan konsentrasi yang berarti antara larutan di dalam sel dan di luar sel.
Ekstrak yang didapat kemudian diuji dengan kromatografi lapis tipis KLT.
D. Pemeriksaan Pendahuluan Flavonoida Secara KLT
Pemeriksaan pendahuluan adanya flavonoida dilakukan dengan menotolkan ekstrak metanol herba pegagan embun dan rutin sebagai pembanding
pada KLT dengan fase diam selulosa yang kemudian dielusi menggunakan fase gerak n-butanol : asam asetat : air BAW = 4 : 1 : 5, fase atas. Pemilihan fase
diam dan fase gerak didasarkan pada polaritas dan sifat flavonoida. Penggunaan selulosa sebagai fase diam karena selulosa bersifat non polar sehingga sesuai
dengan senyawa flavonoida yang bersifat polar dan juga selulosa dapat memisahkan glikosida dari aglikon yang kurang polar. Apabila digunakan fase
diam lain contohnya silika yang mengandung logam CaSO
4
akan mengakibatkan terjadinya kompleks dengan flavonoida yang banyak mengandung gugus OH dan
dengan adanya kompleks dapat menyebabkan terjadinya pemisahan yang tidak sempurna sehingga mengganggu dalam identifikasi bercak.
39 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Fase gerak yang dipakai adalah BAW karena BAW bersifat polar sehingga sesuai dengan flavonoida yang juga bersifat polar. Dengan persamaan
sifat polar ini maka BAW dapat mengelusi flavonoida dengan baik karena akan terjadi interaksi yang lebih kuat antara flavonoida dengan BAW daripada
flavonoida dengan selulosa. Ketiga larutan tersebut akan membentuk dua lapisan, yaitu fase atas dan fase bawah. Pemisahan disebabkan adanya perbedaan sifat
kepolaran yaitu asam asetat dan air lebih polar dibandingkan dengan n-butanol. Asam asetat dengan sifatnya yang polar dan volumenya yang sedikit dapat larut
dalam air. Fase atas mengandung n-butanol namun karena volume di fase atas lebih banyak daripada volume pada n-butanol yang semula ditambahkan maka
menandakan adanya air dan asam asetat yang terdispersi dalam n-butanol. Untuk deteksi bercak pemisahan digunakan cahaya tampak dan UV 365
nm sebelum dan sesudah diuapi amonia pekat. KLT menggunakan fase diam selulosa dengan fase gerak BAW menghasilkan kromatogram Gambar 5 dimana
terdapat 3 bercak, ketiganya diduga sebagai flavonoida. Ketiga bercak tersebut memiliki nilai Rf sebagai berikut 0,63; 0,76; dan 0,90. Diperoleh juga harga Rf
rutin 0,73 Tabel VIII. Rutin berfungsi sebagai senyawa baku pembanding. Digunakan rutin karena rutin memiliki aglikon yang sama dengan hiperin yaitu
kuersetin. Sehingga dengan penggunaan rutin sebagai senyawa baku pembanding diharapkan dapat dipilih bercak yang bukan hiperin untuk dianalisis lebih lanjut.
Bercak dengan Rf 0,63 dan 0,90 memiliki penampakan warna yang sama dengan rutin yaitu pada cahaya tampak bercak tidak tampak namun ketika dilihat
pada UV 365 nm warna yang tampak adalah ungu. Sedangkan bercak dengan Rf
40 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
0,76 pada cahaya tampak bercak tidak tampak namun ketika dilihat pada UV 365 nm warna yang tampak adalah fluoresensi biru muda. Kemudian kromatogram
diuapi dengan uap amonia pekat yang dengan cepat menimbulkan bercak berwarna kuning yang mudah hilang pula, namun pada UV 365 nm warna yang
timbul tidak jauh berbeda dengan sebelum diuapi amonia pekat pada UV 365 nm Gambar 6.
41 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 5. Kromatogram uji KLT pendahuluan ekstrak metanol herba pegagan embun, fase gerak BAW 4 : 1 : 5, fase atas, fase diam selulosa, jarak
pengembangan 10 cm, deteksi dengan lampu UV 365 nm sesudah diuapi amonia.
Keterangan : A dan B : Ekstrak metanol herba pegagan embun Rf a : 0,63; Rf b : 0,76; Rf c : 0,90
C : Rutin Rf : 0,73
42 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel VIII. Penampakan warna bercak sampel ekstrak metanol herba pegagan embun dan pembanding rutin 0,05 dalam metanol sebelum dan
sesudah diberi pereaksi uap amonia pekat yang dideteksi dengan cahaya tampak dan UV 365 nm.
Tanpa pereaksi Diuapi amonia
Bercak Cahaya
tampak UV 365
nm Cahaya
tampak UV 365
nm Rf
Pembanding C Tidak
tampak Ungu Kuning Ungu 0,73
a Tidak tampak
Ungu Kuning Ungu 0,63 b Tidak
tampak Fluoresensi
biru muda Kuning Fluoresensi
biru muda 0,76
Sampel A dan B
c Tidak tampak
Ungu Kuning Ungu 0,90
O
O HO
OH
O
O O
OH
NH
3
O
O O
OH
+ -NH
4
Gambar 6. Reaksi yang terjadi setelah diberi uap amonia
Struktur flavonoida memiliki gugus auksokrom OH dengan atom O yang sifatnya senang untuk menarik elektron, dengan adanya basa amonia akan mudah
melepaskan H yang kemudian diikat oleh amonia sehingga O memiliki 3 pasang elektron bebas. Dengan adanya tambahan elektron tersebut, energi yang
diperlukan untuk mempromosikan elektronnya semakin kecil sehingga akan diserap pada panjang gelombang yang lebih besar. Warna kuning terjadi karena
terbentuknya kuinoid. Kuinoid merupakan kromofor yang dapat menyebabkan
43 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
suatu senyawa menjadi berwarna. Warna dapat cepat kembali seperti semula karena di udara terdapat banyak uap air H-OH yang akan memberikan H pada O
yang kelebihan elektron sehingga reaksi kembali seperti semula reversible. Dengan melihat data perubahan warna pada ketiga bercak dan
dibandingkan menurut acuan Markham, 1988, dapat dinyatakan bahwa ketiga bercak tersebut merupakan senyawa flavonoida.
E. Isolasi Flavonoida dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif