2. Fase gerak
Pada kromatografi lapis tipis, fase gerak biasanya terdiri dari atas satu atau beberapa pelarut. Fase ini bergerak terhadap fase diam, yaitu suatu lapisan
berpori, karena ada gaya kapiler. Pelarut yang digunakan harus mempunyai kualitas analitik dan bila diperlukan, sistem pelarut multikomponen ini harus
berupa suatu campuran sesederhana mungkin dengan maksimum tiga komponen Stahl, 1969.
Pada saat penggunaan fase gerak campuran beberapa pelarut organik sebaiknya mempunyai kepolaran yang serendah mungkin. Salah satu alasan
penggunaan itu untuk mengurangi serapan dari setiap komponen dari campuran pelarut. Pelarut mempunyai sifat kepolaran yang tinggi dalam campuran akan
mengakibatkan perubahan sistem menjadi sistem partisi dan campuran larutan fase gerak dapat dikatakan baik jika dapat memberikan kekuatan bergerak sedang
Sastrohamidjojo, 2002.
3. Penempatan cuplikan
Penotolan sampel pada kromatografi lapis tipis menggunakan alat mikropipet berujung runcing. Pada penotolan sampel diusahakan sedekat mungkin
dengan lempeng. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan cuplikan sedapat mungkin larutan yang mudah menguap dan mempunyai polaritas rendah. Garis
akhir dapat dibuat dengan menandai lapisan dengan jarak rambat fase gerak sepuluh hingga lima belas sentimeter Sastrohamidjojo, 2002.
4. Elusi
Bila sampel telah ditotolkan, lapisan kemudian dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap pelarut fase
gerak yang digunakan. Lempeng fase diam dicelupkan dalam fase gerak sedalam kira-kira 0.5-1.0 cm. Bejana kromatografi ditutup rapat untuk meyakinkan
homogenitas atmosfer dalam bejana, maka dinding dalam bejana dilapisi dengan lembaran kertas saring yang ujungnya direndam dalam fase gerak
Sastrohamidjojo, 2002. Dalam kromatografi lapis tipis terdapat dua metode pengembangan yaitu :
a. Pengembangan sinambung, yakni membiarkan bagian atas lempeng menjulur
keluar melalui sebuah celah pada tutup bejana kromatografi. Bila fase gerak telah mencapai celah itu maka akan terjadi penguapan yang sinambung, mengakibatkan
aliran pelarut yang tetap pada lempeng Anonim, 1995b. b.
Pengembangan berulang, yakni setelah dilakukan pengembangan kemudian dikeringkan lalu dikembangkan lagi pada sistem pelarut yang sama ataupun yang
berbeda hingga didapatkan pemisahan yang baik. Ini sangat berguna pada pemisahan senyawa yang mempunyai perbedaan polaritas Moffat, 1986.
5. Deteksi
Pada kromatografi lapis tipis, bercak dari senyawa umumnya tidak berwarna sehingga untuk menentukan bercak tersebut dapat dilakukan secara
fisika dan kimia.
a. Fisika. Metode-metode fisika yang sering digunakan meliputi fluoresensi sinar ultraviolet serta pencacahan radioaktif. Pada senyawa-senyawa yang dapat
berfluoresensi maka bercak akan terlihat di bawah sinar ultraviolet. Namun jika senyawa tersebut tidak berfluoresensi ditentukan dengan indikator fluoresensi
pada fase diam sehingga pada bercak akan terlihat hitam sedangkan tempat yang tanpa bercak berfluoresensi Stahl, 1969.
b. Kimia. Metode kimia yang sering digunakan untuk mendeteksi bercak pada kromatografi lapis tipis dengan menyemprotkan suatu pereaksi kimia. Senyawa-
senyawa organik dapat dilakukan dengan penyemprotan H
2
SO
4
pekat. Untuk pembentukan warna yang optimal diperlukan suhu 200
C kurang lebih selama 10 menit, noda yang akan teramati berwarna hitam. Cara ini efektif untuk
menentukan bercak tetapi tidak baik untuk identifikasi Sastrohamidjojo, 2002.
6. Penilaian kromatografi