produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam semen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, lebar, tinggi,
volume merupakan data variabel. Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”
, hal.14, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002.
2.5 Konsep Dasar
Six Sigma
Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk barang danatau jasa
diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan DPMO atau mengharapkan bahwa 99,99966
dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk tersebut. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang
bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok industri dan pelanggan pasar. Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem
industri akan semakin baik. Sehingga Six Sigma dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada
kemampuan proses process capability.
2.5.1 Sigma
Sigma adalah abjad Yunani yang yang menotasikan standart deviasi
suatu proses pada statistik yang menunjukkan jumlah variasi atau ketidaktepatan suatu proses. Dengan kata lain, sigma merupakan unit pengukuran statistikal yang
mendeskripsikan distribusi tentang nilai rata-rata mean dari setiap proses atau prosedur.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.5.2 Six Sigma
Six sigma merupakan suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan DPMO untuk setiap transaksi produk barang
danatau jasa. Upaya giat menuju kesempurnaan zero defect-kegagalan nol. .
Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.9, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, Gaspersz Vincent, 2002. Simbol Sigma
sendiri seringkali dihubungkan dengan kemampuan proses yang terjadi terhadap produk yang diukur dengan defect per million
opportunities DPMO. Sumber dari defect atau cacat hampir selalu dihubungkan dengan variasi, misalnya variasi material, prosedur, perlakuan proses. Dengan
demikian Six Sigma sendiri telah mengalami pertambahan lingkup seperti keterlambatan deadline, variabilitas lead time, dan lain-lain. Maka perhatian
utama dari Six Sigma ini adalah variasi karena dengan adanya variasi maka kurang memenuhi spesifikasi dengan demikian mempengaruhi potensi pasar bahkan juga
pertumbuhan pendapatan. Tingkat kualitas sigma biasanya juga dipakai untuk menggambarkan
variasi dari suatu proses. Semakin tinggi tingkat sigma maka semakin kecil toleransi yang diberikan pada kecacatan dan semakin tinggi kemampuan proses.
Sehingga variasi yang dihasilkan semakin rendah dan dapat mengurangi frekuensi munculnya defect, biaya-biaya proses, waktu siklus proses mengalami penurunan
dan kepuasan konsumen meningkat. Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”
, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Gaspersz Vincent, 2002.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tingkat six sigma sering dihubungkan dengan kapabilitas proses yang dihitung dalam Defect per Million Opportunities DPMO. Beberapa tingkat
pencapaian six sigma sebagai berikut : Tabel 2.1 Pencapaian Tingkat Six Sigma Gaspersz, 2002
Tingkat Pencapaian Sigma
DPMO Hasil Keterangan
1 691.462 31
Sangat tidak
kompetitif 2
308.538 69,2
Rata-rata industri Indonesia 3
66.807 93,32
Rata-rata industri Indonesia 4
6.210 99,379
Rata-rata industri USA 5
233 99,977
Rata-rata industri USA 6
3,4 99,9997
Industri kelas mapandunia
Pada dasarnya pelanggan akan puas jika mereka menerima nilai sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk diproses pada tingkat
kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan
pelanggan akan ada dalam produk tersebut. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu
proses transaksi produk antara pemasok industri dan pelanggan pasar. Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan semakin baik. Six
Sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses process capability.
Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.9, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, Gaspersz Vincent, 2002.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Berikut ini akan diberikan alasan yang membuat Six Sigma berbeda dari TQM dan program-program kualitas sebelumnya :
Tabel 2.2 Kelemahan TQM dan solusi Six Sigma
No Kelemahan TQM
Solusi Six Sigma 1 Kurangnya
integrasi Link Hubungan ke “lini dasar” bisnis dan
personal 2
Kepemimpinan yang apatis Kepemimpinan di barisan depan
3 Konsep yang tidak jelas
tentang kualitas Pesan sederhana yang diulang – ulang
4 Gagal untuk menghancurkan
penghalang– penghalang internal
Prioritas terhadap fungsi manajemen proses lintas fungsi
5 Pelatihan yang tidak efektif
Blackbelts, Greenbelts, Master Blackbelts 6 Fokus
pada kualitas
produk Perhatian pada semua proses bisnis
Sumber : “The Six Sigma Way”, hal.46, Penerbit Andi, Yogyakarta,
Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2002. a.
Menurut Gaspersz 2002 dalam aplikasi konsep six sigma terdapat 6 aspek kunci yaitu :
1. Identifikasi pelanggan. 2. Identifikasi produk.
3. Identifikasi kebutuhan dalam memproduksi produk untuk pelanggan. 4. Definisi proses.
5. Menghindari kesalahan dalam proses dan menghilangkan pemborosan yang terjadi.
6. Meningkatkan proses secara terus menerus menuju target yang telah ditetapkan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
b. Terdapat 6 aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam penerapan Six Sigma
dibidang manufakturing, yaitu : 1. Identifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan sesuai
kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. 2. Mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ Critical
To Quality individual. Critical To Quality adalah atribut-atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan
kebutuhan dan kepuasan pelanggan. CTQ merupakan elemen dari suatu produk, proses atau praktek-praktek yang berdampak langsung pada
kepuasan pelanggan. 3. Menentukan apakah setiap CTQ itu dapat dikendalikan melalui
pengendalian material, mesin, proses-proses kerja, dll. 4. Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang
diinginkan pelanggan menentukan nilai USL dan LSL dari setiap CTQ. 5. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ menentukan nilai
maksimum standart deviasi untuk setiap CTQ. 6. Mengubah desain produk atau proses sedemikian rupa agar mampu
mencapai nilai target Six Sigma. Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”
, hal.9, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Six Sigma tidak muncul begitu saja. Sejak dulu konsep ilmu manajemen sudah berkembang di Amerika, kemudian dilanjutkan dengan gebrakan
manajemen Jepang dengan konsep Total Quality. Total Quality Manajemen juga merupakan program peningkatan yang terfokus. Didalam Six Sigma terdapat lebih
banyak tool improvement yang bisa dipakai. Selain itu didalam six sigma akan diperkenalkan suatu konsep mengenai defect, opportunity, DPMO, yang menjadi
rujukan nilai sigma proses. Kita juga akan diperkenalkan dengan variasi proses konsep untuk data
kontinyu. Bukan berarti di dalam TQM hal tersebut tidak ada, hanya saja TQM tidak terlalu mementingkan pembahasan tersebut. Namun apabila ingin lebih
mengenal proses, kita lebih mengetahui bagaimana variasi prosesproduk kita, artinya juga berapa sigma dari prosesproduk kita, maka Six Sigma lebih memadai
dalam hal ini. Berikut ini akan diberikan alasan yang membuat Six Sigma berbeda
dengan TQM dan program-program kualitas sebelumnya : a.
Six Sigma terfokus pada konsumen. Konsumen, terutama eksternal konsumen selalu diperhatikan sebagai patokan arah peningkatan kualitas.
b. Six Sigma menghasilkan Returns of investement yang besar contohnya pada
general electrics. c.
Six Sigma mengubah cara manajemen beroperasi. Six Sigma lebih dari sekedar proyek peningkatan kualitas. Ia juga merupakan cara pendekatan baru
terhadap proses berpikir, merencanakan dan memimpin untuk menghasilkan hasil yang baik.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.5.3 Faktor Penentu Dalam Six Sigma