PENGUKURAN KUALITAS PADA PROSES PRODUKSI VELG MOBIL DENGAN METODE SIX SIGMA UNTUK MEMINIMUMKAN KECACATAN PADA VELG MOBIL DI PT. UNION METAL SURABAYA.
SKRIPSI
Oleh:
DIMAS WIDIARTA
0532010129 / FTI / TI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
(2)
Inayah-NYA, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Skripsi atau Tugas Akhir
ini dengan baik. Dengan judul “
PENGUKURAN KUALITAS PADA PROSES
PRODUKSI VELG MOBIL DENGAN METODE
SIX SIGMA
UNTUK
MEMINIMUMKAN KECACATAN PADA VELG MOBIL DI PT.UNION
METAL SURABAYA
“. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi
sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik Industri.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari
bimbingan, dukungan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini, penyusun dengan segala kerendahan hati menyatakan rasa hormat
dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.
Bapak DR, Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2.
Bapak Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3.
Bapak Dr.Ir.Minto Waluyo. MM , selaku Ketua Jurusan Teknik Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4.
Ibu Ir Erlina Purnawaty. MT dan Ibu Enny Ariyani ST. MT
selaku Dosen
Pembimbing I dan II yang telah banyak memberikan masukan, motivasi
dan bantuan selama dalam bimbingannya..
5.
Pihak perusahaan yang telah memberikan ijin dan kesempatan khususnya
Ibu. Neni selaku Kabag. SDM dan Umum PT. UNION METAL dan Mbak
Lia terima kasih atas bantuannya.
(3)
7.
My Lovely dan keluarganya, yang selalu memberi dukungan semangat
buatku agar cepat selesai.
8.
Teman-temanku:Gembrot, Quntul, Tuwex, Rombeng, Lodrok, Kuping,
Rizal,Reza (mbah) ‘06
dan Semua KonCo2ku pararel C ’05.
9.
Semua pihak yang turut serta membantu dalam penyusunan skripsi ini
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penyusun menyadari adanya kekurangan dalam penyusunan penelitian
ini karena terbatasnya pengetahuan dan pengalaman, sehingga penyusun
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan
penelitian ini.
Akhir kata penyusun sangat mengaharap agar skripsi ini dapat bermanfaat
baik untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan masyarakat pada umumnya.
Surabaya, 24 November 2011
Penyusun
(4)
DAFTAR TABEL
... vii
DAFTAR GAMBAR
... ix
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...
1
1.2 Rumusan Masalah ...
2
1.3 Batasan Masalah...
3
1.4 Asumsi ...
3
1.5
Tujuan
Penelitian ...
3
1.6
Manfaat
Penelitian ...
4
1.7
Sistematika
Penulisan ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Velg...
7
2.2 Proses Produksi... 9
2.3
Kualitas ...
14
2.3.1
Pengertain
kualitas...
14
2.3.2 Ciri-ciri kualitas ... 19
(5)
2.4 Pengertian
data... 23
2.4.1 Jenis-jenis data... 23
2.5
Konsep
dasar
six sigma
... 24
2.5.1
Sigma
... 25
2.5.2
Six sigma
... 25
2.5.3 Faktor penentu dalam
six sigma
... 30
2.6
DMAIC
(Define, Measure, Analyze, Improve,
dan
Control)
... 31
2.6.1
Define (D
) ... 32
2.6.2
Measure (M)
... 33
2.6.2.1 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Atribut ... 33
2.6.2.2 Pengukuran Baseline Kinerja (
performance baseline
)... 36
2.6.2.2.1 DPO
(Defects Per Opportunities)
... 36
2.6.2.2.2 DPMO
(Defects Per Million Opportunities)
... 37
2.6.3
Analyze (A)
... 38
2.6.4
Improve ( I )
... 39
2.6.4.1
Failure Mode Effect Analysis
(FMEA) ... 40
2.6.4.1.1
Severity
... 41
2.6.4.1.2
Occurrence
... 42
(6)
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 50
3.2
Identifikasi
dan
Definisi Operasional Variabel ... 50
3.2.1 Variabel Terikat ... 50
3.2.2 Variabel
Bebas ... 51
3.3 Langkah-langkah Pemecahan Masalah... 52
3.4 Metode Pengumpulan Data... 57
3.5 Metode Pengolahan Data ... 58
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1
Pengumpulan Data... 62
4.1.1
Jumlah Produksi... 62
4.1.2
Jumlah Produk Cacat dan Karakteristik Kualitas... 63
4.2
Pengolahan Data... 63
4.2.1
Define... 63
4.2.1.1
Identifikasi Obyek Penelitian... 63
4.2.1.2
Identifikasi Jenis Kecacatan... 64
4.2.2
Measure... 65
4.2.2.1
Menetapkan CTQ... 66
4.2.2.2
Menentukan kecacatan terbesar... 66
4.2.2.3
Pengukuran berdasarkan CTQ... 68
4.2.2.4
Mengukur Baseline Kinerja... 79
(7)
4.2.4
Improve... 99
4.2.4.1
Menetapkan Suatu Rencana Perbaikan... 100
4.2.4.2
Merencanakan perbaikan... 107
4.2.5
Control...110
4.2.6 Hasil dan Pembahasan...110
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan...111
(8)
Tabel 2.1 Pencapaian tingkat
Six Sigma
...26
Tabel 2.2 Kelemahan
TQM
dan Solusi
Six Sigma
...27
Tabel 2.3 Cara Memperkirakan Kapabilitas Proses untuk Data Atribut………35
Tabel 2.4 Skala Penilaian
Severity
………..42
Tabel 2.5 Skala Penilaian
Occurrence
………42
Tabel 2.6 Skala Penilaian
Detection
………..43
Tabel 4.1 Jumlah Output Produksi
Velg Davino
...62
Tabel 4.2
Kecacatan Produk Velg Davino...63
Tabel 4.3 Jumlah Output Produksi
Velg Davino
... 64
Tabel 4.4
Kecacatan Produk Velg Davino...64
Tabel 4.5 Prosentase Kecacatan……… 67
Tabel 4.6 Kecacatan Proses Produksi (Januari)………..68
Tabel 4.7 Kecacatan Proses Produksi (Pebruari)……….. 70
Tabel 4.8 Kecacatan Proses Produksi (Maret)……….. 72
Tabel 4.9 Kecacatan Proses Produksi (April)………74
Tabel 4.10 Kecacatan Proses Produksi (Mei)………76
Tabel 4.11 Kecacatan Proses Produksi (Juni)………78
Tabel 4.12 DPMO dan Kecacatan
Pada Proses Produksi (Januari)... 80
Tabel 4.13 DPMO dan Kecacatan
Pada Proses Produksi (Pebruari)... 82
Tabel 4.14 DPMO dan Kecacatan
Pada Proses Produksi (Maret)... 83
Tabel 4.15 DPMO dan Kecacatan
Pada Proses Produksi (April)... 84
Tabel 4.16 DPMO dan Kecacatan
Pada Proses Produksi (Mei)... 85
Tabel 4.17 DPMO dan Kecacatan
Pada Proses Produksi (Juni)...87
Tabel 4.18 Kapabilitas Proses Bulan Januari – Juni 2011………88
(9)
(10)
Gambar 2.1 Aluminium Silikon………..8
Gambar 2.2 Mesin Forging Press………..12
Gambar 2.3 Mesin CNC 3 D ……...………...13
Gambar 2.4 Siklus
PDCA
……….22
Gambar 2.5 Proses
DMAIC
………...32
Gambar 2.6 Fishbone Diagram………..50
Gambar 3.1 Langkah-langkah pemecahan masalah...53
Gambar 4.1 Histogram Kecacatan Produk Velg Davino………..65
Gambar 4.2 Diagram Pareto Jenis Cacat pada proses produksi………68
Gambar 4.3 Diagram Pareto Jenis Cacat Pada Proses Produksi………..69
Gambar 4.4 Diagram Pareto Jenis Cacat Pada Proses Produksi………...71
Gambar 4.5 Diagram Pareto Jenis Cacat Pada Proses Produksi………...73
Gambar 4.6 Diagram Pareto Jenis Cacat Pada Proses Produksi………...75
Gambar 4.7 Diagram Pareto Jenis Cacat Pada Proses Produksi………...77
Gambar 4.8 Diagram Pareto Jenis Cacat Pada Proses Produksi………...79
Gambar 4.9
Grafik Pola DPMO
...91
Gambar 4.10 Grafik Pola Kapabilitas Sigma
………..91
Gambar 4.11 Diagram Pareto...93
Gambar 4.12
Fishbone
Diagram Kecacatan Cat tidak rata...94
Gambar 4.13
Fishbone
Diagram Kecacatan Cetakan Meluber...95
Gambar 4.14
Fishbone
Diagram Kecacatan Ukuran tidak Presisi...96
Gambar 4.15
Fishbone
Diagram Kecacatan Cat Menggumpal...97
Gambar 4.16
Fishbone
Diagram Kecacatan Penyok... 98
(11)
perkembangan ekonomi. Saling ketergantungan ini disebabkan oleh persaingan
yang semakin ketat antar produsen dalam merebut pangsa pasar di Indonesia.
Dengan kata lain hanya produk yang berkualitas lah yang mungkin mendapatkan
pangsa pasarnya.
Permasalahan yang dihadapi perusahaan adalah masih tingginya
defect
produk yang terjadi pada
Velg mobil jenis Davino
. Jenis
defect
tersebut adalah Cat
tidak rata,Cetakan meluber,Ukuran tidak presisi,Cat menggumpal,Penyok,Adanya
guretan.
Six sigma
merupakan salah satu pendekatan teknik di bidang industri
manufaktur yang digunakan sebagai metode pemecahan masalah yang berkaitan
dengan upaya perbaikan secara terus menerus.
Six sigma
adalah cara mengukur
proses, tujuan mendekati sempurna, disajikan dengan 3,4
DPMO
(
defect per
million opportunities
), sebuah pendekatan untuk mengubah organisasi.
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah Mengukur tingkat
DPMO dan level sigma PT.UNION METAL SURABAYA saat ini, serta
memberikan usulan perbaikan dengan tujuan mengurangi jumlah
defect
paling
dominan (terbesar) yang ada pada proses produksi dengan metode
six sigma.
Setelah dilakukan pengolahan data selama 6 bulan didapat nilai DPMO
sebesar 12745 yang dapat diartikan bahwa dari satu juta kesempatan akan terdapat
12745 kemungkinan produk yang dihasilkan akan mengalami kecacatan.
Perusahaan berada pada tingkat 3,73 sigma dengan CTQ (Critical To Quality)
yang paling banyak menimbulkan cacat yaitu Adanya guretan sebesar 23,19 %
dari total cacat 3043. Dari hasil analisis maka dapat disimpulkan bahwa penyebab
utama kecacatan adalah faktor manusia dan berdasarkan table FMEA maka
kebijakan utama yang harus dijalankan oleh perusahaan yaitu memberikan arahan
atau teguran serta pengawasan proses produksi secara rutin dan memperketat
standarisasi kemampuan pekerja di segala bidang.
(12)
from economic development. This interdependence is caused by increasingly
fierce competition between manufacturers in the capture market share in
Indonesia. In other words a quality product only one who might gain market
share.
Problems faced by companies is still high product defect that occurs in car
wheel type Davino. This type of defect is not paint,mold over flow,size is not
precise,clumping cat,dents,the guretan. Six sigma is one approach in the field of
industrial manufacturing techniques that are used as a method of solving the
problems associated with continuous improvement efforts. Six sigma is a way to
measure the process, the goal of near-perfect, served with 3.4 DPMO (defects per
million opportunities), an approach to organizational change.
Objectives to be achieved in this study is to measure the level of sigma
level DPMO and PT.UNION METAL SURABAYA today, as well as providing
improvements proposed with the aim of reducing the number of defects the most
dominant (largest) which is in the production process with six sigma methods.
After processing the data obtained during the 6 months DPMO value of 12
745 which can be interpreted a million chance that there will be 12 745 chance
that the resulting product will experience a disability. The company is at 3.73
sigma level with the CTQ (Critical To Quality) the most cause defects ie broken
stitches for 23.19% of total disability in 3043. From the analysis it can be
concluded that the major cause of disability is a human factors and based on
FMEA table then the main policies that must be run by a company that provides
direction or warning as well as supervision of production processes on a regular
basis and tightened standards in all areas of workers' ability.
(13)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Adanya persaingan antar produk yang semakin ketat dewasa ini menuntut
setiap perusahaan memberikan yang terbaik bagi konsumen. Agar dapat bertahan
dalam kompetisi yang sangat ketat maka perusahaan dituntut untuk dapat
mengerti keinginan konsumen (voice of customer) dan menjamin kualitas produk
dan jasa yang akan dikonsumsi. Sebagai dasar keputusan konsumen dalam
memilih produk atau jasa yang diinginkan, maka kualitas menjadi kunci yang
membawa keberhasilan bisnis, pertumbuhan, dan peningkatan posisi bersaing.
PT. Union Metal Surabaya adalah Perusahaan Industri yang bergerak
dalam pembuatan velg mobil yang berdiri pada tahun 1995. PT. Union Metal
Surabaya memilih memproduksi velg mobil dikarenakan pada saat itu sebagian
besar velg dengan kualitas yang baik hanya didapatkan melalui import dari luar
negeri, hal tersebut mengilhami bagaimana mendapatkan produk dengan kualitas
yang baik tetapi masih mempertimbangkan faktor-faktor yang lainnya antara lain
hubungan dengan konsumen, supplier, relasi, dan terutama pada perusahaan
sendiri. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan dan peningkatan kualitas secara
terus menerus dari perusahaan sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan
pelanggan.
Saat ini pada produksi velg khususnya jenis Davino masih terdapat
(14)
adalah cat tidak rata, cetakan meluber, ukuran tidak presisi, cat menggumpal ,
penyok, dan adanya guretan. Dari 6 macam product defect dengan presentase
kecacatan rata-rata sebesar 8,64% sedangkan di PT. Union Metal sendiri
kecacatan tidak boleh lebih dari 5%. hal ini berarti masih perlu dilakukan
peningkatan kualitas produk velg jenis davino sehingga bisa mengurangi
kecacatan pada produk velg tersebut.
Untuk memecahkan masalah yang dihadapi perusahaan, maka dilakukan
penelitian dengan metode Six Sigma yaitu suatu metode yang bertujuan untuk
mengurangi jumlah kecacatan pada proses produksi, sehingga diharapkan ada
solusi yang tepat untuk mengetahui jenis dan akar penyebab dari ketidak sesuaian
produk yang ada pada proses produksi, sehingga nilai dari kualitas produk velg
mobil lebih meningkat.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan kondisi yang terjadi pada PT. Union Metal Surabaya
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
" Berapa tingkat kecacatan produk dan bagaimana usulan perbaikannya
(15)
1.3Batasan Masalah
Batasan masalah sehubungan dengan yang diteliti oleh penulis agar arah
pembahasan tidak terlalu luas, maka dilakukan pembatasan sebagai berikut :
1. Produk yang akan dijadikan objek penelitian adalah produk velg mobil jenis
Davino.
2. Data yang diambil adalah data kecacatan produk velg Davino bulan Januari
2011 sampai bulan Juni 2011.
3. Cacat yang diamati adalah cacat yang terjadi, yaitu : cat tidak rata, cetakan
meluber, ukuran tidak presisi, cat menggumpal , penyok, adanya guretan.
4. Tahap improve sebagai usulan dan tahap control dilakukan oleh pihak
perusahaan.
1.4Asumsi
Mengingat permasalahan yang terkait dalam kualitas produk ini cukup
kompleks, maka untuk menyederhanakan diperlukan asumsi – asumsi sebagai
berikut :
1. Selama penelitian berlangsung, proses produksi berjalan dalam keadaan stabil.
2. Kondisi lingkungan internal kerja bersifat tetap dan berjalan normal.
1.5Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian Skripsi / Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
(16)
2. Memberikan usulan perbaikan untuk mengurangi kecacacatan pada produk
velg mobil jenis Davino.
1.6Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Perusahaan
Dengan adanya penerapan metode six sigma, perusahaan dapat mengurangi
jumlah defect produk yang dialami selama ini.
2 Bagi Peneliti
Sebagai sumber pengetahuan dan bahan pustaka serta untuk mengetahui
sejauh mana mengaplikasikan teori-teori yang didapat di bangku kuliah
terutama mahasiswa jurusan teknik industri dengan kenyataan permasalahan
yang dihadapi di perusahaan, serta dapat menambah pengetahuan dan
wawasan mengenai metode six sigma.
3 Bagi Universitas
Memberikan referensi tambahan dan perbendaharaan perpustakaan agar
berguna di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga berguna
(17)
1.7 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan penelitian disusun sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang
dilakukannya penelitian, perumusan masalah yang akan dibahas,
penetapan tujuan yang ingin dicapai, manfaat yang didapatkan,
batasan dan asumsi yang digunakan serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dipaparkan teori–teori yang relevan dan sesuai
dengan topik penelititan yang dilakukan, mulai dari teori tentang
gambaran umum produk yang diteliti sampai teori tentang metode–
metode yang digunakan dalam penelitian ini.
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dijabarkan langkah-langkah dalam melakukan
penelitian secara struktur, termasuk formulasi dan pengembangan
model serta kerangka berfikir juga instrument penelitian sehingga
didapatkan solusi atau koherensi pembahasan guna menarik
kesimpulan penelitian.
BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi pengumpulan data dan pengolahan data dan
(18)
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan dirumuskan kesimpulan yang merupakan hasil
dari penelitian dan saran sebagai pertimbangan perbaikan
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(19)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Velg
Mobil merupakan sarana transportasi yang sangat penting dalam era
sekarang ini, karena pentingnya jumlah populasinya semakin meningkat, hal itu
dapat kita lihat dengan adanya semakin padatnya lalu lintas walaupun
pembangunan sarana lalu lintas selalu ditingkatkan. Dengan jumlah yang semakin
tinggi tentunya kebutuhan akan onderdil semakin meningkat, sehingga sudah
saatnya bangsa memikirkan untuk membuat suku cadang didalam negri untuk
mengurangi ketergantungan terhadap bangsa ini.
Salah satu suku cadang mobil adalah velg, yang merupakan penunjang
sekaligus tempat dimana ban terpasang. Velg dapat dibuat dalam berbagai proses,
salah satu diantaranya adalah pengecoran mengunakan cetakan logam (permanen)
dengan gaya gravitasi bumi.
Sebenarnya ada berbagai kriteria velg yang dapat dipilih sesuai dengan
kebutuhan. Tetapi anda harus bijak dalam pemilihan velg ini, karena akan dapat
mempengaruhi kenyamanan dan juga budget anda dapat terkuras banyak, tentunya
ini dapat merugikan anda juga. Disini velg dapat mempengaruhi performa mobil
dan keselamatan pengemudi secara langsung.
Velg tentunya juga bermacam asalnya, ada yang buatan lokal ataupun
import. Velg import pun terbagi menjadi dua macam, yaitu ada yang kualitas
(20)
didatangkan dari Thailand, berbagai macam modelpun disediakan dengan harga
yang sangat miring tetapi biasanya kualitas sesuai dengan harga yang ditawarkan.
Berbeda dengan kualitas nomor dua, velg import kualitas nomor satu
memang ditujukan memberikan kepuasan dan kelas tersendiri. Biasanya velg ini
didatangkan dari Eropa, Jepang atau Amerika.
Bahan baku dasar pembuatan velg mobil yang umum digunakan adalah
Aluminium Silikon, yang mempunyai sifat tahan korosi, relative lebih ringan,
mempunyai sifat kemampuan untuk mengalir (fluiditas) sangat baik dan paduan
ini memiliki permukaan coran yang sangat baik
Gambar 2.1 Aluminium Silikon
Sedangkan untuk bahan velg sendiri ada yang berbahan aluminium
ataupun campuran antara aluminium dan baja. Berdasarkan teknologi
pembuatannya, dipasaran dikenal jenis forged wheel, ini dikenal paling kuat dan
termahal, Pressure cast wheel dikenal cukup kuat dan lebih ringan dan yang
terakhir Velg Cast wheel yang kekuatannya tidak berbeda jauh dari velg Pressure
cast wheel. Yang pasti ketiga jenis teknologi pembuatan velg ini terbilang aman
(21)
Bahan dasar velg biasa terbuat dari metal aluminium alloy yang terdiri
campuran aluminium (Al), silikon (Si), besi (Fe), tembaga (Cu), mangan (Mn),
magnesium (Mg), krom (Cr), seng (Zn), vanadium(V), titanium (Ti), bismut (Bi),
galium (Ga), timbal (Pb) hingga zirkonium (Zr). Salah satu yang diunggulkan
untuk velg forged adalah 6061 yang asalnya dipakai buat tulang pesawat terbang!
Selanjutnya, alloy 6061 ini masuk tahap tempa untuk dibentuk velg secara
kasar. Proses ini membutuhkan mesin forging raksasa dengan kekuatan tempa
beragam; dari 5.000, 8.000, 10.000 bahkan 15.000 ton. Metodanya beragam,
bahkan engineer pabrikan sampai mempatenkan caranya, umumnya menggunakan
closed-dies (cetakan/moulding khusus) secara presisi.
2.2 Proses Produksi
Proses produksi dalam sebuah industri biasanya menghasilkan produk
yang abstrak seperti halnya dalam industri jasa pelayanan. Didalam suatu proses
akan terjadi pada apa yang disebut dengan pemberian nilai tambah (value added)
dari input material yang diolah. Penambahan nilai tersebut biasanya ditinjau dari
aspek penambahan nilai fungsional maupun nilai ekonomisnya. Proses produksi
tidaklah bisa berlangsung sendirian, karena hal tersebut akan melibatkan proses
produksi tidak terarah dan tidak terkendali. Agar proses produksi bisa berfungsi
secara lebih efektif dan efisien, maka dalam hal ini perlu dikaitkan dengan satu
proses lain yang mampu memberi arah, mengevaluasi performansi dan membuat
(22)
Proses produksi merupakan usaha-usaha pengolahan secara optimal
penggunaan sumber daya, diantaranya dalam proses transformasi bahan mentah
dan tenaga kerja menjadi berbagai produk atau jasa.
Menurut Assauri (2002) memberikan pengertian proses produksi sebagai
cara, metode, dan teknik untuk menciptakan / menambah kegunaan suatu barang/
jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan
dana) yang ada.
Sedang menurut Ahyari (2003) mendefinisikan pengertian proses produksi
sebagai kegiatan yang dapat menimbulkan manfaat dan menciptakan faedah yang
terdiri dari berbagai macam, misalnya: faedah bentuk, faedah waktu, faedah
tempat dan kombinasi faedah tersebut.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa proses produksi
adalah suatu cara teknik dan metode yang digunakan dalam suatu kegiatan untuk
menciptakan/ menambah faedah/ kegunaan/ jasa dengan menggunakan
faktor-faktor produksi, baik secara manajerial maupun perubahan secara fisik dari mata
rantai antar alat atau komponen input menjadi output agar sesuai dengan tujuan.
Adapun proses produksi velg mobil adalah sebagai berikut :
1. Proses Forging Velg
Proses forging yaitu proses penempaan metal/logam, proses ini bukan
dicor (casting ) melainkan penempaan metal/logam dan pembentukan atau
pencetakan bahan baku yang terdiri dari aluminium dan silikon menjadi
bentuk velg. Proses forging dibagi menjadi dua cara yaitu : cold forming dan
(23)
getas. Solusinya dengan hot forming, material ditempa dengan pemanasan
(tidak sampai pada titik leleh, cukup pada titik bara) sehingga didapat efek
percipitation hardening. Serat makin rapat namun dengan grain/bulir molekul
yang lebih lembut, tidak tajam berserabut. Hasilnya, makin kuat tanpa
beresiko getas, malah in-case bisa jadi sangat liat (ductile). Lewat alat raksasa
ini, material ditempa ribuan ton agar terjadi penguatan material secara internal
Disini pada waktu penuangan logam cair tidak mengunakan tekanan
sama sekali, dimana logam yang cair itu mengalir mengisi rongga cetakan
akibat gaya gravitasi semata-mata. Kita mengunakan komposisi paduan
Aluminium Silikon, yang mempunyai sifat tahan korosi, relative lebih ringan,
mempunyai sifat kemampuan untuk mengalir (fluiditas) sangat baik dan
paduan ini memiliki permukaan coran yang sangat baik
Untuk pengecoran ini mempunyai tahapan-tahan untuk pengerjaanya.
Tahapan pertama adalah persiapan bahan, persiapan cetakan mengunakan
cetakan permanent yang terbuat dari bahan baja paduan tinggi. Untuk
peleburan mengunakan dapur induksi jenis krus. Melakukan penuangan
paduan aluminium silicon kedalam cetakan haruslah mempunyai temperatur
tertentu yang diizinkan oleh pabrik dan kemudian penuangan mengunakan
panic tangan. Pembongkaran dilakuakan apabila logam cair sudah benar
membeku dan mengadakan pemeriksaan hasil coran atau disebut kualiti
(24)
Gambar 2.2 Mesin Forging Press
Proses forging pun tidak berlangsung sekali. Dapat bentuk kasar,
dilanjutkan pembentukan melalui proses spin forging agar didapat bentuk
lebih presisi dengan kekonsentrisan yang tepat. Metoda RM8000 bikinan Rays
Wheels asal Jepang, memenuhi spin forging hingga 10.000 ton pembebanan
yang ditengarai standar. Untuk hasil coran yang layak atau sesuai dengan yang
dihapkan, masuk kepermesinan (macining) dan untuk hasil coran yang tidak
layak (adanya kecacatan) dimasukkan atau dikembalikan kepeleburan untuk
dilebur kembali.
2. Proses Pemotongan (pembentukan model)
Proses pemotongan yaitu proses memotong, meratakan dan
memperhalus benda coran sehingga sesuai dengan ukuran atau standar yang
sudah ada atau yang telah ditetapkan oleh pabrik itu sendiri. Kemampuannya
ini dijadikan tolak ukur kualitas suatu hasil produk terhadap detail desain,
bobot, konsentrisan (ketepatan sumbu), hingga kestabilan terhadap getaran.
(25)
tradisional karena di pabrik – pabrik besar lainnya sudah menggunakan mesin
CNC yang berkolaborasi dengan perangkat lunak 3D, seperti AutoCAD.
3. Proses Pembentukkan Model
Yaitu proses dimana coran tsb di model dengan mesin bubut sesuai
dengan model yang ada proses ini berpengaruh ke detail dan estetika tampilan
velg. Mesin yang biasa digunakan oleh pabrik - pabrik besar adalah mesin
CNC 3D
Gambar 2.3 Mesin CNC 3D
( Sumber : www.cncmagazine.com)
4. Proses Finishing
Proses finishing adalah proses dimana produk di puber (dempul) untuk
meratakan permukaan produk dan menghaluskan agar tidak ada sisa bahan
yang menempel pada permukaan. Setelah itu produk di cat sesuai dengan
desain dan model barulah selanjutnya proses pengecatan dilanjutkan dengan
penyemprotan vernis agar permukaan tampak lebih mengkilat dan mempunyai
(26)
selesai proses pengecatan dan pengopenan barulah proses pengopenan agar cat
dan vernis tidak mudah luntur , kuat dan tahan lama. Dan untuk tahapan
terakhir adalah inspeksi terhadap segala kecacatan produk yang ada. Lalu
dilanjutkan dengan pemakingan produk velg agar produk siap dipasarkan.
(Sumber :www.majalahmotor.com).
Diatas telah sedikit penjabaran tentang proses pengecoran velg yang
ada sebagian dipasaran. Untuk itu bagaimana kita mengembangkan produk
yang sesuai dengan keinginan konsumen.
2.3 Kualitas
Kualitas merupakan hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam
setiap proses produksi, kualitas yang baik akan dihasilkan oleh proses yang
terkendali. Kualitas menjadi faktor dasar keputusan konsumen dalam banyak
produk dan jasa, tanpa membedakan apakah konsumen itu perorangan, kelompok
industri, program pertahanan militer, atau toko pengecer. Akibatnya, kualitas
adalah faktor kunci yang membawa keberhasilan bisnis, pertumbuhan, dan
peningkatan posisi bersaing. (Sumber : “Pengantar PKS”, hal.3, Gajahmada
University Press, Yogyakarta, Montgomery Douglas C, 1993).
2.3.1 Pengertian Kualitas
Terdapat dua segi umum tentang kualitas, yaitu kualitas rancangan dan
kualitas kecocokan. Dimana pada kualitas rancangan adalah variasi dalam tingkat
(27)
yang digunakan dalam pembuatan, daya tahan dalam proses pembuatan,
keandalan yang diperoleh, dan perlengkapan atau alat-alat yang lain. Sedangkan
untuk kualitas kecocokan adalah seberapa baik produk itu sesuai dengan
spesifikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rancangan itu. (Sumber :
“Pengantar PKS”, hal.2, Gajahmada University Press, Yogyakarta,
Montgomery Douglas C, 1993).
Sedangkan kualitas menurut Tjiptono F. & A. Diana bahwa konsep
kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa
yang terdiri dari kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain
merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu
ukuran seberapa jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas
yang telah ditetapkan.
a. Elemen-elemen yang ada dalam pengertian kualitas antara lain :
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang
dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas
pada masa mendatang).
b. Pengertian kualitas menurut Dorothea W.A (2002), beberapa ahli yang banyak
dikenal, antara lain :
a. Juran (1962)
Menurut Juran Kualitas adalah kesesuaian untuk penggunaan (fitness
(28)
dengan apa yang diperlukan atau diharapkan oleh pengguna, lebih jauh
Juran mengemukakan lima dimensi kualitas yaitu :
a. Rancangan (design), sebagai spesifikasi produk
b. Kesesuaian (conformance), yakni kesesuaian antara maksud desain
dengan penyampaian produk aktual
c. Ketersediaan (availability), mencakup aspek kedapatdipercayaan,
serta ketahanan. Dan produk itu tersedia bagi konsumen untuk
digunakan
d. Keamanan (safety), aman dan tidak membahayakan konsumen
e. Guna praktis (field use) , kegunaan praktis yang dapat dimanfaatkan
pada penggunaannya oleh konsumen.
b. Crosby (1979) “kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi avaibility, delivery, reability, maintainability, dan cost
effectiveness”.
c. Deming (1982)
Menurut Deming Kualitas adalah suatu tingkat yang dapat diprediksi dari
keseragaman dan ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai
dengan pasar. Meskipun kualitas mencakup kesesuaian atribut produk
dengan tuntutan konsumen, namun kualitas harus lebih dari itu.
Menurut Deming terdapat empatbelas poin penting yang dapat
membawa/membantu manager mencapai perbaikan dalam kualitas yaitu
1. Menciptakan kepastian tujuan perbaikan produk dan jasa
(29)
3. Berhenti tergantung pada inspeksi missal
4. Berhenti melaksanakan bisnis atas dasar harga saja
5. Tetap dan continue memperbaiki system produksi dan jasa
6. Melembagakan metode pelatihan kerja modern
7. Melembagakan kepemimpinan
8. Menghilangkan rintangan antar departemen
9. Hilangkan ketakutan
10.Hilangkan/kurangi tujuan-tujuan jumlah pada pekerja
11.Hilangkan managemen berdasarkan sasaran
12.Hilangkan rintangan yang merendahkan pekerja jam-jaman
13.Melembagakan program pendidikan dan pelatihan yang cermat
14.Menciptakan struktur dalam managemen puncak yang dapat
melaksanakan transformasi seperti dalam poin-poin di atas.
(Sumber: www.uharsputra.wordpress.com ).
d. Feigenbaum (1991) “kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan
maintenance, di mana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan
sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan”.
e. Scherkenbach (1991) “kualitas ditentukan oleh pelanggan; pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan
harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai
(30)
f. Elliot (1993) “kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai
dengan tujuan”.
g. Goetch dan Davis (1995) “kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan”.
Dari definisi-definisi diatas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
kualitas adalah kesesuaian antara produk yang dihasilkan oleh perusahaan dengan
spesifikasi yang diinginkan oleh pelanggan.
Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara
universal, dari definisi-definisi yang ada terdapat beberapa kesamaan yaitu dalam
elemen-elemen sebagai berikut :
a. Kecocokan untuk dipakai
b. Kesesuaian dengan spesifikasi
c. Menghasilkan produk yang sangat baik
d. Keunggulan dalam produk dan jasa
e. Kepuasan total pelanggan
f. Melampaui harapan pelanggan
Kualitas telah muncul sebagai strategi bisnis baru yang utama. Ini terjadi
karena beberapa alasan, meliputi :
a. Meningkatkan kesadaran pelanggan akan kualitas dan orientasi pelanggan
(31)
b. Kemampuan produk
c. Peningkatan tekanan biaya pada tenaga kerja, energi dan bahan baku
d. Persaingan yang semakin intensif
e. Kemajuan yang luar biasa dalam produktivitas melalui program keteknikan
kualitas yang efektif. (Sumber : “Pengantar PKS”, hal.5, Gajahmada
University Press, Yogyakarta, Montgomery Douglas C, 1993).
2.3.2 Ciri-ciri Kualitas
Setiap produk mempunyai sejumlah unsure yang bersama-sama
menggambarkan kecocokan penggunanya. Parameter-parameter ini biasanya
dinamakan cirri-ciri kualitas. Ciri-ciri kualitas ada berapa jenis :
1. Fisik, yaitu Panjang, berat, voltase, kekentalan.
2. Indera, yaitu Rasa, penampilan, warna.
3. Orientasi waktu, yaitu keandalan (dapatnya dipercaya), dapatnya dipelihara,
dapatnya dirawat. (Sumber : “Pengantar PKS”, hal.3, Gajahmada University
Press, Yogyakarta, Montgomery Douglas C, 1993).
2.3.3 Perencanaan Kualitas
Perencanaan kualitas meliputi pengembangan produk, sistem, dan proses
yang dibutuhkan untuk memenuhi atau melampaui harapan pelanggan.
Langkah-langkah yang dibutuhkan menurut The Juran Trilogy adalah :
1. Menentukan siapa yang menjadi pelanggan.
(32)
3. Mengembangkan produk dengan keistimewaan yang dapat memenuhi
kebutuhan pelanggan.
4. Mengembangkan sistem dan proses yang memungkinkan organisasi untuk
menghasilkan keistimewaan tersebut.
5. Menyebarkan rencana kepada level operasional.
2.3.4 Pengendalian Kualitas
Tidak mungkin untuk memeriksa atau menguji kualitas kedalam suatu
produk itu harus dibuat dengan benar sejak awal. Ini berarti bahwa proses
produksi harus stabil dan mampu beroperasi sedemikian hingga sebenarnya semua
produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi. Pengendalian proses statistik
pada jalur adalah alat utama yang digunakan dalam membuat produk dengan
benar sejak awal (Sumber : “Pengantar PKS”, hal.117, Gajahmada University
Press, Yogyakarta, Montgomery Douglas C, 1993).
Pengendalian kualitas adalah aktivitas keteknikan dan manajemen, yang
dengan aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya
dengan spesifikasi atau persyaratan, dan tindakan penyehatan yang sesuai apabila
ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang standart. (Sumber :
“Pengantar PKS”, hal.3, Gajahmada University Press, Yogyakarta, Montgomery Douglas C, 1993).
(33)
a. Langkah-langkah dalam pengendalian kualitas menurut The Juran Trilogy,
yaitu :
1. Menilai kinerja kualitas aktual.
2. Membandingkan kinerja dengan tujuan.
3. Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan.
b. Tujuan dari pelaksanaan kualitas adalah :
1. Pencapaian kebijaksanaan dan terget perusahaan secara efisien.
2. Perbaikan hubungan manusia.
3. Peningkatan moral karyawan.
4. Pengembangan kemampuan tenaga kerja.
Dengan mengarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan diatas maka akan
terjadi peningkatan produktivitas dan profibilitas usaha. Secara spesifik dapat
dikatakan bahwa tujuan pengendalian kualitas adalah :
1. Memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan.
2. Penurunan ongkos kualitas (cost of quality) secara keseluruhan.
2.3.5 Perbaikan Kualitas
Perbaikan harus dilakukan secara on-going dan terus-menerus.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan menurut The Juran Trilogy adalah :
1. Mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk melakukan perbaikan
kualitas setiap tahun.
2. Mengidentifikasi bagian-bagian yang membutuhkan perbaikan dan melakukan
(34)
3. Membentuk suatu tim proyek yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan
setiap proyek perbaikan.
4. Memberikan tim-tim tersebut apa yang mereka butuhkan agar dapat
mendiagnosis masalah guan menentukan sumber penyebab utama,
memberikan solusi, dan melakukan pengendalian yang akan mempertahankan
keuntungan yang diperoleh.
2.3.6 Metode-metode Manajemen Kualitas
Dalam melakukan perbaikan kualitas, metode-metode yang dapat
digunakan antara lain :
a. Plan-Do-Check-Act (PDCA)/Siklus Deming
Ada banyak “model perbaikan” yang diterapkan pada proses selama
bertahun-tahun sejak gerakan kualitas dimulai. Sebagian besar dari model terseut
didasarkan pada langkah-langkah yang diperkenalkan oleh W. Edwards Deming.
Plan-Do-Check-Act atau PDCA menggambarkan logika dasar dari perbaikan
proses berbasis data dimana siklus deming ini dikembangkan untuk
menghubungkan antara produksi suatu produk dengan kebutuhan pelanggan, dan
memfokuskan sumber daya semua departemen (riset, desain, produksi,
pemasaran) dala suatu usaha kerja sama untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
(35)
Action (A) Bertindak
Check (C) Memeriksa
Plan (P) Merencanakan
Do (D)
Melaksanakan A P
C D
Gambar 2.4 Siklus PDCA
Dimana :
P (Plan) : Mengadakan riset konsumen dan menggunakannya dalam
perencanaan produk.
D (Do) : Melaksanakan sesuai dengan rencana untuk menghasilkan
produk.
C (Check) : Memeriksa produk yang dihasilkan, apakah telah sesuai dengan
rencana.
A (Action) : Memasarkan produk tersebut.
2.4 Pengertian Data
Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun
kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. (Sumber :
“PedomanImplementasi Six Sigma”, hal.14, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
(36)
2.4.1 Jenis-jenis Data
Berdasarkan data, kita mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian
mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta itu. Dalam konteks
pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu :
1. Data Atribut (Attributes Data)
Merupakan data kualitatif yang dihitung menggunakan daftar
pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data atribut
bersifat diskrit. Jika suatu catatan hanya merupakan suatu ringkasan atau
klasifikasi yang berkaitan dengan sekumpulan persyaratan yang telah
ditetapkan. Contoh data atribut karakteristik kualitas adalah : ketiadaan label
pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah,
banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat
karena corelap, dan lain-lain.
Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit
nonkonformans/ketidaksesuian atau cacat/kegagalan terhadap spesifikasi
kualitas yang ditetapkan.
2. Data Variabel (Variables Data)
Merupakan data kuantitatif yang diukurmenggunakan alat pengukuran
tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel bersifat
kontinyu. Jika suatu catatan dibuat berdasarkan keadaan aktual, diukur secara
langsung, maka karakteristik kualitas yang diukur itu disebut sebagai variabel.
(37)
produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam
semen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, lebar, tinggi,
volume merupakan data variabel. (Sumber : “Pedoman Implementasi Six
Sigma”, hal.14, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
2.5 Konsep Dasar Six Sigma
Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai
sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk (barang dan/atau jasa)
diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4
kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau mengharapkan bahwa 99,99966 %
dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk tersebut. Dengan
demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang
bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan
pelanggan (pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem
industri akan semakin baik. Sehingga Six Sigma dapat dipandang sebagai
pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada
kemampuan proses (process capability).
2.5.1 Sigma
Sigma adalah abjad Yunani ( ) yang yang menotasikan standart deviasi suatu proses pada statistik yang menunjukkan jumlah variasi atau ketidaktepatan
suatu proses. Dengan kata lain, sigma merupakan unit pengukuran statistikal yang
mendeskripsikan distribusi tentang nilai rata-rata (mean) dari setiap proses atau
(38)
2.5.2 Six Sigma
Six sigma merupakan suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4
kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) untuk setiap transaksi produk (barang
dan/atau jasa). Upaya giat menuju kesempurnaan (zero defect-kegagalan nol). .
(Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.9, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, Gaspersz Vincent, 2002).
Simbol Sigma ( ) sendiri seringkali dihubungkan dengan kemampuan proses yang terjadi terhadap produk yang diukur dengan defect per million
opportunities (DPMO). Sumber dari defect atau cacat hampir selalu dihubungkan
dengan variasi, misalnya variasi material, prosedur, perlakuan proses. Dengan
demikian Six Sigma sendiri telah mengalami pertambahan lingkup seperti
keterlambatan deadline, variabilitas lead time, dan lain-lain. Maka perhatian
utama dari Six Sigma ini adalah variasi karena dengan adanya variasi maka kurang
memenuhi spesifikasi dengan demikian mempengaruhi potensi pasar bahkan juga
pertumbuhan pendapatan.
Tingkat kualitas sigma biasanya juga dipakai untuk menggambarkan
variasi dari suatu proses. Semakin tinggi tingkat sigma maka semakin kecil
toleransi yang diberikan pada kecacatan dan semakin tinggi kemampuan proses.
Sehingga variasi yang dihasilkan semakin rendah dan dapat mengurangi frekuensi
munculnya defect, biaya-biaya proses, waktu siklus proses mengalami penurunan
dan kepuasan konsumen meningkat. (Sumber : “Pedoman Implementasi Six
(39)
Tingkat six sigma sering dihubungkan dengan kapabilitas proses yang
dihitung dalam Defect per Million Opportunities (DPMO). Beberapa tingkat
pencapaian six sigma sebagai berikut :
Tabel 2.1 Pencapaian Tingkat Six Sigma (Gaspersz, 2002)
Tingkat Pencapaian
Sigma DPMO Hasil Keterangan
1 691.462 31% Sangat tidak kompetitif
2 308.538 69,2% Rata-rata industri Indonesia 3 66.807 93,32% Rata-rata industri Indonesia
4 6.210 99,379% Rata-rata industri USA
5 233 99,977% Rata-rata industri USA
6 3,4 99,9997% Industri kelas mapan/dunia
Pada dasarnya pelanggan akan puas jika mereka menerima nilai
sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk diproses pada tingkat
kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta
kesempatan atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan
pelanggan akan ada dalam produk tersebut. Dengan demikian Six Sigma dapat
dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu
proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Semakin
tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan semakin baik. Six
Sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada
pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses (process capability).
(Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.9, Gramedia Pustaka
(40)
Berikut ini akan diberikan alasan yang membuat Six Sigma berbeda dari
TQM dan program-program kualitas sebelumnya :
Tabel 2.2 Kelemahan TQM dan solusi Six Sigma
No Kelemahan TQM Solusi Six Sigma
1 Kurangnya integrasi Link (Hubungan) ke “lini dasar” bisnis dan personal
2 Kepemimpinan yang apatis Kepemimpinan di barisan depan 3 Konsep yang tidak jelas
tentang kualitas Pesan sederhana yang diulang – ulang
4
Gagal untuk menghancurkan penghalang– penghalang
internal
Prioritas terhadap fungsi manajemen proses lintas fungsi
5 Pelatihan yang tidak efektif Blackbelts, Greenbelts, Master Blackbelts 6 Fokus pada kualitas produk Perhatian pada semua proses bisnis
(Sumber : “The Six Sigma Way”, hal.46, Penerbit Andi, Yogyakarta,
Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2002).
a. Menurut Gaspersz (2002) dalam aplikasi konsep six sigma terdapat 6 aspek
kunci yaitu :
1. Identifikasi pelanggan.
2. Identifikasi produk.
3. Identifikasi kebutuhan dalam memproduksi produk untuk pelanggan.
4. Definisi proses.
5. Menghindari kesalahan dalam proses dan menghilangkan pemborosan yang
terjadi.
6. Meningkatkan proses secara terus menerus menuju target yang telah
(41)
b. Terdapat 6 aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam penerapan Six Sigma
dibidang manufakturing, yaitu :
1. Identifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan (sesuai
kebutuhan dan ekspektasi pelanggan).
2. Mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ (Critical
To Quality) individual. Critical To Quality adalah atribut-atribut yang
sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan
kebutuhan dan kepuasan pelanggan. CTQ merupakan elemen dari suatu
produk, proses atau praktek-praktek yang berdampak langsung pada
kepuasan pelanggan.
3. Menentukan apakah setiap CTQ itu dapat dikendalikan melalui
pengendalian material, mesin, proses-proses kerja, dll.
4. Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang
diinginkan pelanggan (menentukan nilai USL dan LSL dari setiap CTQ).
5. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ (menentukan nilai
maksimum standart deviasi untuk setiap CTQ).
6. Mengubah desain produk atau proses sedemikian rupa agar mampu
mencapai nilai target Six Sigma. (Sumber : “Pedoman Implementasi Six
Sigma”, hal.9, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
(42)
Six Sigma tidak muncul begitu saja. Sejak dulu konsep ilmu manajemen
sudah berkembang di Amerika, kemudian dilanjutkan dengan gebrakan
manajemen Jepang dengan konsep Total Quality. Total Quality Manajemen juga
merupakan program peningkatan yang terfokus. Didalam Six Sigma terdapat lebih
banyak tool improvement yang bisa dipakai. Selain itu didalam six sigma akan
diperkenalkan suatu konsep mengenai defect, opportunity, DPMO, yang menjadi
rujukan nilai sigma proses.
Kita juga akan diperkenalkan dengan variasi proses (konsep untuk data
kontinyu). Bukan berarti di dalam TQM hal tersebut tidak ada, hanya saja TQM
tidak terlalu mementingkan pembahasan tersebut. Namun apabila ingin lebih
mengenal proses, kita lebih mengetahui bagaimana variasi proses/produk kita,
artinya juga berapa sigma dari proses/produk kita, maka Six Sigma lebih memadai
dalam hal ini.
Berikut ini akan diberikan alasan yang membuat Six Sigma berbeda
dengan TQM dan program-program kualitas sebelumnya :
a. Six Sigma terfokus pada konsumen. Konsumen, terutama eksternal konsumen
selalu diperhatikan sebagai patokan arah peningkatan kualitas.
b. Six Sigma menghasilkan Returns of investement yang besar (contohnya pada
general electrics).
c. Six Sigma mengubah cara manajemen beroperasi. Six Sigma lebih dari sekedar
proyek peningkatan kualitas. Ia juga merupakan cara pendekatan baru
terhadap proses berpikir, merencanakan dan memimpin untuk menghasilkan
(43)
2.5.3 Faktor Penentu Dalam Six Sigma
Dijelaskan pula bahwa faktor penentu dalam pelaksanaan Six Sigma ini
antara lain :
a. Costumer centric
Pelanggan adalah tujuan utama Six Sigma dimana kualitas dari produk diukur
melalui perspektif pelanggan dengan jalan :
1) Voice of coctumer (VOC), menyatakan keinginan pelanggan.
2) Requirements, masukan dari VOC ditransfer secara spesifik dengan
elemen yang dapat diukur.
3) Critical to quality (CTQ), permintaan yang paling penting bagi pelanggan.
4) Defect, bagian yang kurang memenuhi spesifikasi.
b. Financial Result
Total Quality Management (TQM) dikenal lebih dahulu dari pada Six Sigma.
Pada TQM sendiri susah menentukan hal mana yang dijadikan prioritas
utama bahkan hampir semua proyek yang dikerjakan mengenakan biaya pada
pelanggan dan penanam saham, sehingga dapat menghasilkan banyak biaya.
TQM sering dipimpin oleh pihak yang paling kurang pemahaman terhadap
pengendalian kualitas dan cenderung menemukan cara pengukurannya
sendiri. Sedangkan Six Sigma mengakomodasikan penurunan biaya dan
(44)
c. Management Engagement
Pada penerapan Six Sigma ini selain pada proses juga memerlukan perhatian
dan kerjasama pada semua lini manajemen perusahaan.
d. Resources Commitment
Komitmen untuk maju lebih ditekankan daripada jumlah personel yang
terlibat dalam implementasi ini.
e. Execution Infrastructure
Six sigma didukung oleh infrastruktur yang berisi orang-orang dari top
management sampai operasional dimana keseluruhannya memiliki fokus
yang sama yaitu kepuasan pelanggan. (Sumber : “Lean Six Sigma”,
McGraw-Hill Companies, Inc George, Michael L, 2002).
2.6 DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control)
DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus-menerus menuju target
Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan
dan fakta. Proses ini menghilangkan langkah-langkah proses yang tidak produktif,
sering berfokus pada pengukuran-pengukuran baru, dan menetapkan teknologi
untuk peningkatan kualitas menuju target Six Sigma. (Sumber : “Pedoman
Implementasi Six Sigma”, hal.8, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
(45)
Gambar 2.5 Proses DMAIC
2.6.1 Define (D)
Merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan
kualitas Six Sigma. Pada tahap ini, yang paling penting untuk dilakukan adalah
identifikasi produk dan atau proses yang akan diperbaiki. Kita harus menetapkan
prioritas utama tentang masalah-masalah dan atau kesempatan peningkatan
kualitas mana yang akan ditangani terlebih dahulu. Pemilihan proyek terbaik
adalah berdasarkan pada identifikasi proyek yang sesuai dengan kebutuhan,
kapabilitas, dan tujuan organisasi yang sekarang.
Secara umum setiap proyek Six Sigma yang terpilih harus mampu
memenuhi kategori :
1. Memberikan hasil-hasil dan manfaat bisnis
2. Kelayakan
Control (C)
Define (D)
Improve (I)
Analyze (A) Measure (M)
(46)
3. Memberikan dampak positif kepada organisasi (Sumber : “Pedoman
Implementasi Six Sigma”, hal.33, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Gaspersz Vincent, 2002).
2.6.2 Measure (M)
Merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan
kualitas Six Sigma. Terdapat 3 hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap
Measure, yaitu :
1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (CTQ) kunci yang
berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan.
2. Melakukan pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat dilakukan pada
tingkat proses, output dan/atau outcome.
3. Mengukur kinerja sekarang (current performance) pada tingkat proses, output,
dan/atau outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja (performance
baseline) pada awal proyek Six Sigma. (Sumber : “Pedoman Implementasi
Six Sigma”, hal.72, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
2.6.2.1 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Atribut
Kapabilitas proses merupakan kemampuan proses untuk memproduksi
atau menyerahkan output sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan.
Sebuah proyek Six Sigma dikatakan berhasil dalam peningkatan kualitas apabila
(47)
kegagalan mencapai nol (Zero Defect). Dengan demikian konsep perhitungan
kapabilitas proses sangat penting dalam implementasi konsep perbaikan dalam
fase improve.
Data atribut adalah data kualitatif yang dihitung menggunakan daftar
pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data atribut
bersifat diskrit. Contoh data atribut karakteristik kualitas adalah : ketiadaan label
pada kemasan, banyaknya jenis cacat pada produk, dan lain-lain.
Langkah-langkah untuk menentukan kapabilitas proses untuk data atribut menurut
Gaspersz (2002) adalah sebagai berikut :
1. Menentukan proses yang ingin diketahui kapabilitasnya
2. Menghitung banyak unit transaksi yang dikerjakan melalui proses
3. Menghitung banyak unit transaksi yang gagal
4. Menghitung tingkat cacat (kesalahan) berdasarkan langkah 3 dengan membagi
langkah 3 dengan langkah 2
5. Menentukan banyaknya karakteristik kualitas (CTQ) potensial yang dapat
mengakibatkan cacat (kesalahan)
6. Menghitung peluang tingkat cacat (kesalahan) per karakteristik kualitas (CTQ)
dengan membagi langkah 4 dengan langkah 5
7. Menghitung kemungkinan cacat per satu juta kesempatan (DPMO) dengan
mengalikan langkah 6 dengan 1 juta
8. Mengkonversikan cacat per satu juta kesempatan (DPMO) ke dalam nilai
(48)
Membahas tentang teknik memperkirakan kapabilitas proses dalam ukuran
pencapaian target sigma untuk data atribut (data yang diperoleh melalui
perhitungan-bukan pengukuran langsung, misalnya : persentase kesalahan,
banyaknya keluhan pelanggan, dll). Pada umumnya data atribut hanya memiliki
dua nilai yang berkaitan dengan YA atau TIDAK, seperti : sesuai atau tidak
sesuai, puas atau tidak puas, berhasil atau tidak berhasil, terlambat atau tidak
terlambat, dll). Data ini dapat dihitung untuk keperluan pencatatan dan analisis.
Tabel 2.3 Cara Memperkirakan Kapabilitas Proses untuk Data Atribut
Langkah Tindakan Persamaan Hasil Perhitungan
1 2 3 4 5 6 7 8
Proses apa yang ingin anda ketahui?
Berapa banyak unit transaksi yang dikerjakan melalui
proses?
Berapa banyak unit transaksi yang gagal?
Hitung tingkat cacat (kesalahan) berdasarkan pada
langkah 3
Tentukan banyaknya CTQ potensial yang dapat mengakibatkan cacat
(kesalahan)
Hitung peluang tingkat cacat (kesalahan) per karakteristik
CTQ
Hitung kemungkinan cacat per satu juta kesempatan (DPMO) Konversi DPMO (langkah 7)
ke dalam nilai sigma
-
-
-
= (langkah 3) / (langkah 2)
= banyaknya karakteristik CTQ
= (langkah 4) / (langkah 5)
= (langkah 6) x 1.000.000 - Billing and charging 1.283 145 0,113 24 0,004708 4.708
(49)
Catatan : CTQ = critical-to-quality; DPMO = defect per milion opportunities
Contoh CTQ : Kesalahan pengisian formulir, ketiadaan bukti-bukti keuangan,
kesalahan pemasukan input ke dalam komputer, keterlambatan pemrosesan, dll.
(Sumber : “PedomanImplementasi Six Sigma”, hal.23, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
2.6.2.2 Pengukuran Baseline Kinerja (performance baseline)
Baseline kinerja dalam proyek Six Sigma biasanya diterapkan
menggunakan satuan pengukuran DPMO dan tingkat kapabilitas sigma (sigma
level). Sesuai dengan konsep pengukuran yang biasanya diterapkan pada tingkat
proses, output dan outcome, maka baseline kinerja juga dapat ditetapkan pada
tingkat proses, output dan outcome. Pengukuran biasanya dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana output dari proses dapat memenuhi kebutuhan
pelanggan. (Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.112, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
2.6.2.2.1 DPO (Defects Per Opportunities)
Defect (cacat) adalah kecacatan untuk memberikan apa yang diinginkan
oleh pelanggan. Sedangkan Defects Per Opportunity (DPO) merupakan ukuran
kegagalan yang dihitung dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang
menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan per satu kesempatan, dihitung
(50)
Dimana formula DPO adalah banyaknya cacat atau kegagalan yang
ditemukan dibagi dengan (banyaknya unit yang diperiksa dikalikan banyaknya
CTQ potensial yang menyebabkan cacat atau kegagalan itu).
Banyaknya unit yang diperiksa Banyaknya CTQ potensial
cacatBanyaknya DPO
_ _ _
_ _
_
(Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.6, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
2.6.2.2.2 DPMO (Defects Per Million Opportunities)
DPMO (Defects Per Million Opportunities) merupakan ukuran kegagalan
dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang menunjukkan kegagalan per
sejuta kesempatan. Target dari pengendalian Six Sigma Motorola sebesar 3,4
DPMO seharusnya tidak diinterpretasikan sebagai 3,4 unit output yang cacat dari
sejuta unit output yang diproduksi, tetapi diinterpretasikan sebagai dalam satu unit
produk tunggal terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal dari suatu karakteristik
CTQ (critical to quality) adalah hanya 3,4 kegagalan per satu juta kesempatan
(DPMO). Atau dengan kata lain hampir seluruh (99,99966 %) bagian pada produk
tunggal tidak terjadi kegagalan. (Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”,
hal.7, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
Besaran DPO apabila dikalikan dengan konstanta 1.000.000, akan menjadi
(51)
1.000.000 __ _
_ _
_
potensial CTQ
Banyaknya diperiksa
yang unit Banyaknya
cacat Banyaknya DPMO
Jika pembaca ingin memiliki kalkulator Six Sigma yang di-download
secara gratis dari www.spcwizard.com, maka penentuan kapabilitas proses untuk
data atribut dapat dilakukan sebagai berikut :
Pilih defect
Defects : 145 (masukkan banyaknya unit yang gagal / cacat)
Unit Inspected : 1283 (masukkan banyaknya unit yang diperiksa)
Opportunities per Unit : 24 (masukkan banyaknya CTQ potensial yang dapat
mengakibatkan kegagalan / kecacatan)
Pilih Calculate
Process Sigma= 4.1 (dihitung sendiri oleh kalkulator)
DPMO : 4709 (dihitung sendiri oleh kalkulator)
(Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.24, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
2.6.3 Analyze (A)
Merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan
kualitas Six Sigma. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah beberapa hal
sebagai berikut :
(52)
Process capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan
proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang telah
ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
2. Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab kecacatan atau
kegagalan. Untuk mengidentifikasi sumber-sumber penyebab kegagalan, dapat
menggunakan Fishbone diagram (cause andeffect diagram). Dengan analisa
cause and effect, manajemen dapat memulai dengan akibat sebuah masalah,
atau dalam beberapa kasus, merupakan akibat atau hasil yang diinginkan dan
membuat daftar terstruktur dari penyebab potensial.(Sumber : “Pedoman
Implementasi Six Sigma”, hal.200, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Gaspersz Vincent, 2002).
Setelah akar-akar penyebab dari masalah ditemukan, maka dimasukkan ke
dalam cause and effect diagram yang telah mengkategorikan sumber-sumber
penyebab berdasarkan prinsip 7M, yaitu :
1) Manpower ( Tenaga Kerja ).
2) Machines ( Mesin-mesin ).
3) Methods ( Metode Kerja ).
4) Material ( Bahan Baku dan Bahan Penolong ).
5) Media (Surat Kabar).
6) Motivation ( Motivasi ).
7) Money ( Keuangan ).
(Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.241, Gramedia Pustaka
(53)
2.6.4 Improve (I)
Merupakan langkah operasional keempat dalam program peningkatan
kualitas Six Sigma. Langkah ini dilakukan setelah sumber-sumber dan akar
penyebab dari masalah kualitas teridentifikasi. Pada tahap ini ditetapkan suatu
rencana tindakan (action Plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six
Sigma. Tool yang digunakan untuk tahap improve ini adalah FMEA (Failure
Mode and Effect Analysis). (Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”,
hal.282, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
2.6.4.1 Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses, dan form untuk
mengidentifikasi dan mendahulukan masalah-masalah potensial
(kegagalan). (Sumber : “The Six Sigma Way”, hal.402, Penerbit Andi,
Yogyakarta, Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2002).
Definisi FMEA yang lain yaitu suatu prosedur terstruktur untuk
mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan. Mode
kegagalan ini meliputi apa saja yang termasuk dalam kecacatan desain, kondisi di
luar batas spesifikasi yang telah ditetapkan atau perubahan-perubahan dalam
produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.
Pada dasarnya FMEA terbagi menjadi 2 yaitu FMEA Design yang
dipergunakan untuk memprediksi kesalahan yang akan terjadi pada desain proses
produk, sedangkan FMEA process untuk mendeteksi kesalahan pada saat proses
(54)
keandalan dari suatu produk dan pelayanan sehingga meningkatkan kepuasan
pelanggan yang menggunakan produk dan pelayanan tersebut.
Tahapan FMEA sendiri adalah :
1. Menetapkan batasan proses yang akan dianalisa, didapatkan dari tahap define
dari proses DMAIC.
2. Melakukan pengamatan terhadap proses yang akan dianalisa.
3. Hasil pengamatan digunakan untuk menemukan kesalahan / defect potensial
pada proses.
4. Mengidentifikasi potensial cause (penyebab dari kesalahan / defect yang
terjadi).
5. Mengidentifikasikan akibat (effect) yang ditimbulkan.
6. Menetapkan nilai-nilai (dengan jalan brainstorming) dalam point :
- Keseriusan akibat kesalahan terhadap proses lokal, lanjutan dan terhadap
konsumen (severity).
- Frekuensi terjadinya kesalahan (occurance).
- Alat kontrol akibat potential cause (detection).
7. Memasukkan kriteria nilai sesuai dengan 3 kriteria yang telah dibuat
sebelumnya.
8. Dapatkan nilai RPN (Risk Potential Number) dengan jalan mengalikan nilai
SOD (Severity, Occurance, Detection).
9. Pusatkan perhatian pada nilai RPN yang tertinggi, segera lakukan perbaikan
terhadap potential cause, alat control dan efek yang diakibatkan.
(55)
11. Ukur perubahan yang terjadi dalam RPN dengan langkah-langkahyang sama
diatas.
12. Apabila ada perubahan maka pusatkan perhatian pada potential cause yang
lain. Tidak ada angka acuan RPN untuk melakukan perbaikan.
2.6.4.1.1 Severity
Severity merupakan suatu estimasi atau perkiraan subyektif tentang
bagaimana pengaruh buruk yang dirasakan akibat kegagalan dalam proses produk
atau jasa. Adapun skala yang menggambarkan severity dapat diinterpretasikan
pada tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4. Skala Penilaian Severity
Rating Kriteria Deskripsi
1 Negligible severity Pengaruh buruk yang dapat diabaikan
2 Mild severity Pengaruh yang ringan atau sedikit
3 Mild severity Pengaruh yang ringan atau sedikit
4 Moderat severity
Pengaruh buruk yang moderat (masih berada dalam batas toleransi)
5 Moderat severity
Pengaruh buruk yang moderat (masih berada dalam batas toleransi)
6 Moderat severity
Pengaruh buruk yang moderat (masih berada dalam batas toleransi)
7 High severity Pengaruh buruk yang tinggi (berada di luar batas
toleransi)
8 High severity Pengaruh buruk yang tinggi (berada di luar batas
toleransi)
9 Potential safety problem
Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya (berkaitan dengan keselamatan atau keamanan potensial)
(56)
2.6.4.1.2 Occurrence
Occurrence menunjukkan nilai keseringan suatu masalah terjadi karena
potensial cause. Adapun skala yang menggambarkan occurrence dapat
diinterpretasikan pada tabel 2.5 berikut :
Tabel 2.5. Skala Penilaian Occurrence
Rating Tingkat Kegagalan Deskripsi
1 1 dalam 1.000.000 Tidak mungkin bahwa penyebab ini yang menyebabkan mode kegagalan
2 1 dalam 20.000 Kegagalan akan jarang terjadi 3 1 dalam 4.000 Kegagalan akan jarang terjadi 4 1 dalam 1.000 Kegagalan agak mungkin terjadi 5 1 dalam 400 Kegagalan agak mungkin terjadi 6 1 dalam 80 Kegagalan agak mungkin terjadi
7 1 dalam 40 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 8 1 dalam 20 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 9 1 dalam 8 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan
akan terjadi
10 1 dalam 2 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi
2.6.4.1.3 Detection
Detection merupakan alat kontrol yang digunakan untuk mendeteksi
potential cause. Adapun skala yang menggambarkan detection dapat
(57)
Tabel 2.6. Skala Penilaian Detection
Rating Degree Deskripsi
1 Very high Otomatis proses dapat mendeteksi kesalahan yang terjadi
(komputerisasi)
2 Very high Hampir semua kesalahan dapat dideteksi oleh alat kontrol (visual pada bentuk barang dan double checking)
3 High Alat kontrol cukup andal untuk mendeteksi kesalahan (visual
pada bentuk barang)
4 High Alat kontrol relatif andal untuk mendeteksi kesalahan (visual pada bentuk barang)
5 Moderate Alat kontrol bisa mendeteksi kesalahan (visual pada susunan barang)
6 Moderate Alat kontrol cukup bisa mendeteksi kesalahan (visual pada susunan barang)
7 Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan rendah
(pengamatan fisik)
8 Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan sangat rendah (perubahan warna)
9 Very low Alat kontrol tidak bisa diandalkan untuk mendeteksi kesalahan (feeling berdasar pengalaman masa lalu)
10 Very low Tidak ada alat kontrol yang bisa digunakan untuk mendeteksi kesalahan
2.6.5 Control (C)
Merupakan langkah operasional kelima dalam program peningkatan
kualitas Six Sigma. Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas
didokumentasikan dan disebarluaskan, praktek-praktek terbaik yang sukses dalam
meningkatkan proses distandarisasikan dan disebarkan, prosedur-prosedur
didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau
tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung
(58)
dimaksudkan untuk mencegah masalah yang sama atau praktek-praktek lama
terulang kembali. (Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.293,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz, Vincent, 2002).
2.7 Seven Tools
Tidak mungkin untuk memeriksa atau menguji kualitas kedalam suatu
produk itu harus dibuat dengan benar sejak awal. Ini berarti bahwa proses
produksi harus stabil dan mampu beroperasi sedemikian hingga sebenarnya semua
produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi. Pengendalian kualitas adalah
aktivitas keteknikan dan manajemen, yang dengan aktivitas itu kita ukur ciri-ciri
kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan dan
mengansumsi, tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara
penampilan yang sebenarnya dan yang standar.
Pengendalian proses statistik pada jalur adalah alat utama yang digunakan
dalam membuat produk dengan benar sejak awal (Sumber : “Pengantar PKS”,
Gajahmada University Press, Jogyakarta, Montgomery, Douglas C, 1993).
Terdapat alat-alat pengendalian kualitas yang memiliki tujuan yang sama, atau
yang biasa lebih dikenal dengan nama Seven tools, Seven tools adalah 7 alat yang
dipakai untuk mengendalikan kualitas dengan macam kegunaan dan fungsi yang
(59)
A. Histogram
Histogram mempunyai bentuk seperti diagram batang yang dapat
digunakan untuk mengetahui harga rata-rata atau central tendency dari nilai data
yang terkumpul, harga maksimum dan minimum data, range data, besar
penyimpangan atau dispersi terhadap harga rata-rata, bentuk distribusi data yang
terkumpul.
B. Check Sheet
Adalah alat bantu untuk memudahkan proses pengumpulan data. Berupa
lembaran dengan tabel-tabel untuk pengisian data. Informasi dari lembar
pengecekan dipakai untuk menyelidiki trend masalah setiap saat.
C. Diagram Pareto
Diagram ini berguna untuk menunjukkan persoalan utama yang dominan
dan perlu segera diatasi dengan suatu grafik yang meranking klasifikasi data
dalam urutan terbesar ke terkecil dari kiri ke kanan.
D. Defect Concentration Diagram
Merupakan salah satu alat pengendalian kualitas yang digunakan sebagai
alat untuk memastikan lokasi defect yang dapat memberikan informasi tentang
penyebab potensial defect. Konsep utama adalah menunjukkan secara langsung
letak cacat yang terjadi pada spesimen dengan memberi tanda khusus pada
gambar spesimen.
E. Cause-Effect Diagram
Diagram ini disebut juga dengan diagram tulang ikan karena bentuknya
(60)
menemukan adalah Prof. Ishikawa yang berasal dari Jepang. Diagram ini
digunakan untuk menganalisa dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh
secara signifikan dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja, mencari
penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah.
Ada 4 faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu diperhatikan
yaitu : metode kerja, mesin / peralatan lain, bahan baku, dan pengukuran kerja.
Mengapa hanya diklasifikasikan pada 4 point, karena menurut Dr. Kaoru
Ishikawa dalam bukunya teknik pengendalian mutu menyatakan hampir separuh
kasus yang terjadi di lantai produksi disebabkan oleh bahan mentah, pengukuran,
mesin atau peralatan dan metode kerja. Yang kemudian keempat penyebab
tersebut mengakibatkan dispersi produk pada histogram bertambah besar.
Menurut Vincent, akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan
melalui ” Mengapa” beberapa kali kepada staf produksi dan pihak manajemen,
maka dimasukkan ke dalam diagram sebab-akibat yang telah mengkategorikan
sumber-sumber penyebab berdasarkan prinsip 7M, yaitu :
1. Manpower (tenaga kerja) : berkaitan dengan kekurangan dalam pengetahuan
(tidak terlatih, tidak berpengalaman), kekurangan dalam keterampilan dasar
yang berkaitan dengan mental dan fisik, kelelahan, stress, ketidakpedulian, dll.
2. Machines (mesin-mesin) dan peralatan : berkaitan dengan tidak ada sistem
perawatan preventif terhadap mesin-mesin produksi, termasuk fasilitas dan
peralatan lain, tidak sesuai dengan spesifikasi tugas, tidak dikalibrasi, terlalu
(61)
3. Methods (metode kerja) : berkaitan dengan tidak ada prosedur dan metode
kerja yang benar, tidak diketahui, tidak terstandarisasi, tidak cocok, dll.
4. Materials (beban baku dan bahan penolong) : berkaitan dengan ketiadaan
spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan penolong yang digunakan,
ketidaksesuaian dengan spesifikasi kualitas bahan baku dan bahan penolong
yang ditetapakan, ketiadaan penanganan yang efektif terhadap bahan baku dan
bahan penolong itu, dll.
5. Media : berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak memperhatikan
aspek-aspek kebersihan, kesehatan, dan lingkungan kerja yang kondusif,
kekurangan dalam lampu penerangan, ventilasi yang buruk, kebisingan yang
berlebihan, dll.
6. Motivation (motivasi) : berkaitan dengan ketiadaan sikap kerja yang benar dan
profesional (tidak kreatif, bersikap reaktif, tidak mampu bekerja sama dalam
tim, dll), yang dalam hal ini disebabkan oleh sistem balas jasa dan
penghargaan yang tidak adil kepada tenaga kerja.
7. Money (keuangan) : berkaitan dengan ketiadaan dukungan finansial
(keuangan) yang mantap guna memperlancar proyek peningkatan kualitas Six
(1)
4 210 - Kontrol terhadap inspeksi penerimaan bahan baku diperketat
- Sebelum proses berikutnya hendaknya membersihkan mesin agar tidak tercampur oleh bahan lain
1 90 Melakukan teguran dan sanksi kepada operator jika sering melakukan kesalahan, mengawasi kinerja operator dengan lebih intensif
2 162 Membersihkan mesin setiaphari, melakukan pemeriksaan setiap awal shift untuk memastikan mesin telah tersetup dengan benar.
Cetakan Meluber
3 126 Melakukan Pengujian pada jenis bahan baku yang digunakan maupun komposisi oleh jaminan mutu
1 192 Melakukan pengecekan kondisi pahat setiap awal shift, melakukan pencatatan kapan terakhir penggantian pahat.
2 168 Melakukan Pengujian material yang ditetapkan dalam penyimpanan material
Ukuran Tidak Presisi
3 168
Dibuat standart yang baku untuk setting mesin, sehingga operator tidak lupa melakukan pengecekan dan mengawasi kinerja operator
dengan lebih intensif
1 90 Operator lebih berhati-hati dalam melakukan inspeksi dan material handling, melakukan dua kali inspeksi
2 126 - Metode diganti atau diperbaiki
- Melakukan pemeriksaan yang lebih ketat
3 252 Melakukan setting ulang terhadap mesin penyemprot. Cat Menggump al
4 168 Melakukan Pengujian daya tarik bahan baku cat pada jenis bahan baku cat yang digunakan oleh jaminan mutu
1 168 Dibuat standart yang baku untuk setting mesin, sehingga operator tidak lupa melakukan pengecekan dan mengawasi kinerja operator dengan lebih intensif
2 120 Melakukan Pengujian pada jenis bahan baku yang digunakan maupun komposisi oleh jaminan mutu
3 108 Menyusun prosedur inspeksi yang lebih ketat
Penyok
4 120 Dibuat standart operasi untuk setting mesin sehingga operator tidak lupa / lalai melakukan pengecekan
1 150 Melakukan teguran dan sanksi kepada operator jika sering melakukan kesalahan, mengawasi kinerja operator dengan lebih intensif
Adanya Guretan
(2)
sehingga operator tidak lupa / lalai melakukan pengecekan
3 90 Melakukan Pengujian pada jenis bahan baku yang digunakan maupun komposisi oleh jaminan mutu
4 108 - Metode diganti atau diperbaiki
- Melakukan pemeriksaan yang lebih ketat
Dari tabel 4.21 usulan prioritas tindakan perbaikan diatas dapat diketahui bahwa prioritas kecacatan (defect) terbesar adalah Cat Menggumpal. Berdasarkan kondisi aktual diatas didapatkan potensial cause penyebab kecacatan (defect) Cat Menggumpal adalah Inspeksi pada saat pemasangan ujung semprotan tidak sempurna yang dilakukan oleh operator, dan kurang hati-hati saat material handling dapat menyebabkan cat rusak sehingga menyebabkan masalah pada hasil pengecatan dengan nilai RPN 90, Tidak adanya standart terhadap pengendalian kualitas dan teknik pengeringan, sehingga berdampak cat menjadi tidak rata dengan RPN 126, mesin berhenti / mati, sehingga cat berhenti seketika dalam proses pengecatan. Karena saat berhenti cat tidak melanjutkan pengecatan, akibatnya pada saat pengecatan ujung semprotan tidak menyemprotkan cat dengan sempurna sehingga sering terjadi cat menggumpal dengan nilai RPN 252, Kualitas cat yang tidak sesuai dapat menyebabkan hasil pengecatan yang kurang memenuhi standart dan dapat mempengaruhi hasil pengecatan dengan nilai RPN 168.
4.2.5 Control (Pengendalian)
Control merupakan langkah operasional yang terakhir dalam program peningkatan kualitas six sigma. Pada tahap ini dibuat suatu mekanisme sistem
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(3)
kontrol proses baik itu mengontrol standar spesifikasi maupun untuk mengontrol instruksi kerja sehingga setiap proses dapat dikendalikan, cacat yang terjadi dapat direduksi dan target dari peningkatan kualitas six sigma dapat tercapai. Maka control ini dilakaukan oleh pihak perusahaan.
4.2.6 Hasil dan Pembahasan
1. Kinerja proses selama bulan Januari – Juni 2011 diukur dengan tingkat DPMO dan level sigma dengan pemeriksaan sebanyak 3.043 dan defect sebanyak 263 2. Usulan perbaikan yang diberikan untuk mengurangi jumlah defect adalah :
Dengan cara mengkombinasikan hasil brainstorming pihak perusahaan, dalam hal ini departemen produksi, dimana departemen produksi merupakan pihak yang paling mengerti tentang proses produksi hingga saat pengemasan / packaging.
(4)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan di PT.Union Metal Surabaya maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
1. Kinerja proses selama bulan Januari – Juni 2011 tingkat DPMO dan level sigma dengan pemeriksaan sebanyak 3043 dan defect sebanyak 263 adalah : DPMO = 14404 dan level sigma = 3,706.
2. Berdasarkan FMEA (Failure Mode Effect Analysis) penyebab terjadinya kecacatan terbesar, maka usulan perbaikan yang diberikan untuk mengurangi jumlah defect yang paling dominan adalah memberikan arahan atau teguran serta pengawasan proses produksi secara rutin dan memperketat standarisasi kemampuan pekerja di segala bidang.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(5)
5.2 Saran
Pada akhir penelitian ini dapat diberikan beberapa saran bagi perusahaan yaitu sebagai berikut:
1. Perlu adanya kontrol yang ketat dalam pemilihan bahan baku sebelum masuk dalam proses.
2. Mengimplementasikan metode six sigma sebagai penilaian kapabilitas proses. Dan untuk mencapai target, maka tingkat kewaspadaan terhadap faktor yang berpengaruh harus diperhatikan.
(6)
Gaspersz,
Vincent
(2002), “Pedoman Implementasi Six Sigma”, Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Montgomery, Douglas
(1993), “Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik”,
Penerbit Gajahmada University Press, Yogyakarta.
Pande, S. Peter ; P. Neuman, Robert ; R. Cavanagh, Roland
(2002), “The Six
Sigma Way”, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Michael L
, 2002,
“Lean Six Sigma”,
McGraw-Hill Companies, Inc.
Sandhy A
, 2009, “Pengukuran Kualitas”, Surabaya.
www.aluminumprecision.com
www.majalahmotor.com
www.uharsputra.wordpress.com
www.cncmagazine.com
www.spcwizard.com
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :