Gender Teori-Teori Gender Analisis isu gender pada pejabat perempuan di instansi pemerintahan Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur

2. Teori Nature, Menurut teori nature, adanya perbedaan perempuan dan laki- laki adalah kodrat sehingga tidak dapat berubah dan bersifat universal. Perbedaan biologis ini memberikan indikasi dan implikasi bahwa diantara kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Manusia, baik perempuan maupun laki-laki, memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya masing- masing. Dalam kehidupan sosial, ada pembagian tugas division of labour, begitu pula dalam kehidupan keluarga karena tidaklah mungkin sebuah kapal dikomandai oleh dua nahkoda. Aliran ini melahirkan paham struktural fungsional yang, menerima perbedaan peran, asal dilakukan secara demokratis dan dilandasi oleh kesepakatan komitmen antara suami istri dalam keluarga, atau antara perempuan dan laki-laki dalam kehidupan dalam kehidupan masyarakat. Gambar 2.3 Konsep Teori Nature Sumber : Sasongko, 2009:19 3. Teori Equilibrium, Disamping kedua teori tersebut, terdapat paham kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan equilibrium yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki. Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki-laki karena keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa. Karena itu, penerapan kesetaraan gender dan keadilan gender harus memperhatikan masalah kontekstual yang ada pada tempat dan waktu tertentu dan situasional sesuai situasikeadaan, bukan berdasarkan perhitungan secara matematis jumlahquota dan tidak bersifat universal. Gambar 2.4 Konsep Teori Equilibrium Sumber : Sasongko, 2009:20

2.7 . Penelitian-Penelitian Terdahulu Tentang Isu Gender

Penelitian yang dilakukan oleh McIntosh, B dkk 2015, dengan pendekatan kualitatif dimana narasumber dalam penelitian ini adalah perawat yang memiliki anak dan yang tidak memiliki anak dengan jumlah narasumber ada 32 orang. Narasumber yang dipilih adalah karyawan „acute‟ nursing dengan umur diantara 26-50 tahun dan yang bekerja di bagian administrasi „D‟ sampai „senior manajer perawat‟. Penelitian ini bermaksud untuk mengidentifikasi dan menggambarkan organisasi, situasi dan faktor-faktor individu yang berkaitan dengan wanita dan hambatan yang mempengaruhi karir mereka. Adapun hasil dari penelitian ini bahwa pekerjaan ini masih didominasi oleh wanita, dan ditemukan juga para perawat wanita ini menolak adanya upaya untuk memberikan kemudahan bagi mereka yang memiliki anak. Progress karir untuk wanita yang telah memiliki anak terhambat dan mendorong sebagian besar dari mereka untuk mempertahankan praktek kerja „tradisonal‟. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karir bagi yang sudah memiliki anak bukanlah menjadi tujuan bagi mereka, tetapi yang menjadi penting bagi mereka adalah memprioritaskan anak-anak mereka. Wanita yang sudah memiliki anak, walaupun anak adalah prioritas mereka, tetapi dalam pekerjaan tidak mengesampingkan pekerjaan mereka sebagai perawat yang juga dibutuhkan pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Ruth Sealy 2010, dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara semi-terstruktur dengan analisis yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI digunakan adalah coding analysis. Narasumber dalam penelitian ini adalah direktur senior wanita yang berjumlah 33 orang yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun di perbankan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana kelompok senior direktur wanita di bank menunjukkan dam menggambarkan pemahaman dan pengalaman mereka tentang peran dari meritocracy, dalam konteks pada karir mereka. “Meritocracy is a system of government or organization where in appointments are made and responsibilities given based on demonstrated talent and ability merit, rathen than wealth, family connections, class privilege, friends, seniority, popularity or other historical determinants of social position or political power ” wilkpedia, 2009. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Meritocracy adalah sebuah sistem yang dalam pemerintahan dan organisasi yang merupakan petunjuk yang dibuat dan memberikan tanggungjawab berupa bakat dan kemampuan dari pada kekayaan, koneksi dengan keluarga, hak istimewa, teman, senioritas, popularitas dan sejarah lainnya atau kekuatan politik. Adapun hasil dari penelitian ini bahwa karir yang diperoleh mereka adalah dalam dua penilaian yaitu pertama penghargaan yang diperoleh organisasi dan yang kedua adalah atas usaha dan prestasi yang diakui atau personal levels dalam hal ini adalah bagaimana pengaruh dari kesadaran individual individual’s cognitions, emosional emotions dan kepercayaan diri self-belief yang dimiliki wanita-wanita karir tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Jusuf Irianto 2007, mengungkapkan bahwa sejak dekade 199-an jumlah kaum perempuan yang bekerja sebagai manajer maupun non-manajer baik dilingkungan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI perusahaan maupun organisasi pemerintahan secara kuantitatif mengalami kenaikan Limerick et al., 1995. Seperti yang dikatakan oleh Randy Albedha 1997 dalam tulisannya di Industrial Relations Journal tentang Peningkatan peran perempuan dalam organisasi bahwa : “Selain secara kuantitatif mengalami peningkatan, perempuan yang bekerja dalam organisasi juga mampu menembus posisi manajerial sekalipun dalam jumlah yang sangat terbatas yang selama ini didominasi oleh kaum laki- laki”. Keterlibatan dan peningkatan karir perempuan dalam organisasi tidak hanya terjadi di negara-negara benua Amerika terutama di Amerika Serikat dan Kanada serta negara lainnya di Eropa, namun juga terjadi di negara-negara benua Asia seperti Jepang, China, Hong Kong, Singapura, Taiwa, India, Korea Selatan, Thailand dan bahkan Indonesia. Jumlah manajer perempuan di negara-negara tersebut terus bertambah seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi secara konstan serta rata-rata tingkat pendidikan kaum perempuan yang juga mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendidikan diyakini mampu membangun martabat dan kapasitas individu sehingga pada akhirnya kaum perempuan memiliki kemampuan untuk terlibat dalam proses keorganisasian. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fransiska N. Ralahallo 2009 mengatakan bahwa era globalisasi yang terjadi sekarang ini ditandai dengan terjadinya banyak perubahan yang sangat pesat pada berbagai kehidupan manusia, yang salah satunya adalah dalam dunia kerja. Perubahan dan perkembangan itu semakin menarik untuk diperhatikan, yakni semakin banyaknya tenaga kerja usia muda produktif yang memasuki dunia kerja, dan terutama adanya peningkatan jumlah tenaga kerja perempuan yang masuk ke dunia kerja profesional. Kondisi ini pada satu sisi menunjukkan semakin besarnya akses bagi kaum perempuan untuk masuk dalam dunia kerja dan semakin terbukanya kesempatan bagi kaum perempuan untuk mengembangkan diri dalam dunia kerja. Akan tetapi, disisi lain peningkatan jumlah perempuan yang memasuki dunia kerja akan dihadapi dengan banyaknya hambatan yang menghambat kenaikan karir bagi kaum perempuan tersebut. masalah yang dihadapi oleh kaum perempuan yang bekerja salah satunya adalah adanya isu-isu gender yang menganggap kaum perempuan adalah kaum yang lemah dan dependent, selain itu adanya stereotip pada salah satu jenis kelamin yang seringnya memberatkan kaum perempuan. Dari keempat jurnal di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan yang terjadi di dunia kerja sangat menarik untuk diperhatikan. Perubahan itu lebih khusus adalah adanya peningkatan peran perempuan dalam dunia kerja. Peningkatan tersebut memberikan dampak yang positif maupun dampak negatif. Tidak hanya di Indonesia, di negara maju pun keterlibatan perempuan dalam dunia kerja masih menjadi perhatian. Hal ini dikarenakan masih adanya perbedaan yang dilakukan untuk pekerja perempuan dan pekerja laki-laki. Tidak hanya adanya perbedaan tetapi juga adanya hambatan yang dialami oleh kaum perempuan dalam hal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI