2.1.4 Faktor-Faktor Penentu Kepribadian
Kepribadian tidak terbentuk secara tiba-tiba.Kepribadian merupakan hasil dari sejumlah kekuatan yang secara bersama membantu membentuk individu.
Meurut Robbins 2008:127 Ada dua faktor penentu kepribadian, yaitu faktor keturunan dan faktor lingkungan.
1. Faktor keturunan
Keturunan merujuk pada faktor genetis seorang individu, tinggi, fisik, bentuk wajah, gender, tempramen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi, dan
irama biologis adalah karakteristik yang pada umumnya di anggap dipengaruhi oleh orang tua. Pendekatan keturunan berpendapat bahwa penjelasan pokok
mengenai kepribadian seseorang adalah struktur molekul dari gen yang terdapat pada kromosom.
2. Faktor lingkungan
Kepribadian seseorang, meskipun pada umumnya relatif dan konsisten, dapat berubah bergantung pada situasi yang dihadapinya. Meskipun kita belum
mampu mengembangkan pola klasifikasi yang akurat untuk situasi-situasi ini, kita tahu bahwa ada beberapa situasi misalnya tempat ibadah atau wawancara
pekerjaan membatasi banyak perilaku, sementara situasi lain misalnya piknik di taman umum membatasi relatif sedikit perilaku. Dengan kata lain, tuntutan yang
berbeda dari situasi yang berbeda memunculkan aspek yang berbeda dari kepribadian seseorang.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Sifat-Sifat kepribadian
Sifat-sifat kepribadian yaitu karakteristik yang sering muncul dan mendeskripsikan perilaku seorang individu Robbins, 2008:130
1.
MBTI Myers-Briggs Type Indicator adalah tes kepribadian yang menggunakan
empat karakteristik dan mengklasifikasikan individu ke salah satu dari 16 tipe kepribadian. Empat karakteristik kepribadian itu adalah:
a. Ekstraver versus Introver yaitu individu dengan karakteristik
ekstraver digambarkan sebagai individu yang ramah, suka bergaul, dan tegas. Sedangkan individu dengan karakteristik introver
digambarkan sebagai individu yang pendiam dan pemalu. b.
Sensitif versus Intuitif yaitu individu dengan karakteristik sensitif digambarkan sebagai individu yang praktis dan lebih menyukai
rutinitas urutan. Mereka berfokus pada detail. Sebaliknya, individu dengan karakteristik intuitif mengandalkan proses-proses tidak
sadar. c.
Pemikir versus perasa yaitu individu yang termasuk dalam karakteristik pemikir menggunakan alasan dan logika untuk
menangani berbagai masalah, sedangkan individu dengan karakteristik perasa mengandalkan nilai-nilai dan emosi pribadi
mereka. d.
Memahami versus menilai yaitu individu yang cenderung memiliki karakteristik memahami menginginkan kendali dan lebih suka
Universitas Sumatera Utara
dunia mereka teratur dari terstruktur, sedangkan individu dengan karakteristik menilai cenderung lebih fleksibel dan spontan.
2. Model Lima Besar
Dimensi Big Five Personality diperkenalkan oleh Goldberg pada tahun 1981. Dimensi ini tidak mencerminkan perspektif teoritis tertentu, tetapi
merupakan hasil dari analisis bahasa alami manusia dalam menjelaskan dirinya sendiri dan orang lain. Taksonomi Big Five bukan bertujuan
untuk mengganti sistem yang terdahulu, melainkan sebagai penyatu karena dapat memberikan penjelasan sistem kepribadian secara umum John
Srivastava,1999. Model ini menjelaskan lima dimensi dasar saling mendasari dan mencakup sebagian besar variasi yang signifikan dalam kepribadian manusia.
Faktor-faktor lima besar ini mencakup:
a. Ekstraversi extraversion.Faktor pertama adalah extraversion, atau bisa juga
disebut faktor dominan-patuh dominance-submissiveness. Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian, dimana extraversion ini
dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Menurut penelitian, seseorang yang memiliki faktor extraversion yang tinggi, akan mengingat semua
interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat extraversion yang rendah. Dalam berinteraksi,
mereka juga akan lebih banyak memegang kontrol dan keintiman. Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang
tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, workaholic juga ramah terhadap orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Extraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam
lingkungannya.Extraversion dapat memprediksi perkembangan dari
hubungan sosial. Seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang tinggi dapat lebih cepat berteman daripada seseorang yang memiliki tingkat
extraversion yang rendah. Extraversion mudah termotivasi oleh perubahan, variasi dalam hidup, tantangan dan mudah bosan. Sedangkan orang-orang
dengan tingkat ekstraversion rendah cenderung bersikap tenang dan menarik diri dari lingkungannya. Dimensi ini mengungkapkan tingkat kenyamanan
seseorang dalam berhubungan dengan individu lain. Individu yang memiliki sifat ekstraversi cenderung suka hidup berkelompok, tegas, dan mudah
bersosialisasi. Sebaliknya, individu yang memilki sifat ekstroversi cenderung suka menyendiri, penakut dan pendiam. Ekstraversi merupakan taksiran
kuantitas dan intensitas interaksi interpersonal, tingkat aktivitas, kebutuhan untuk stimulasi dan kapasitas untuk kesenangan berinteraksi. Menurut Costa
dan McCrae dalam Feist 2010:136 orang dengan skor tinggi cenderung penuh kasih sayang, ceria, senang berbicara, senang berkumpul, dan
menyenangkan. Sebaliknya, mereka yang memiliki skor rendah biasanya tertutup, pendiam, penyendiri, pasif, dan tidak mempunyai cukup kemampuan
untuk mengekspresikan emosi yang kuat. b.
Agreebleness dapat disebut juga social adaptibility atau likability yang mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu
mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti
Universitas Sumatera Utara
orang lain. Berdasarkan value survey, seseorang yang memiliki skor agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki
value suka membantu, forgiving, dan penyayang.Namun, ditemukan pula sedikit konflik pada hubungan interpersonal orang yang memiliki tingkat
agreeableness yang tinggi, dimana ketika berhadapan dengan konflik, self esteem mereka akan cenderung menurun. Selain itu, menghindar dari usaha
langsung dalam menyatakan kekuatan sebagai usaha untuk memutuskan konflik dengan orang lain merupakan salah satu ciri dari seseorang yang
memiliki tingkat aggreeableness yang tinggi. Pria yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi dengan penggunaan power yang rendah, akan lebih
menunjukan kekuatan jika dibandingkan dengan wanita.Sedangkan orang- orang dengan tingkat agreeableness yang rendah cenderung untuk lebih
agresif dan kurang kooperatif. Dimensi ini merujuk pada kecenderungan
individu untuk patuh terhadap individu lainnya. Individu yang sangat mudah bersepakat adalah individu yang senang bekerja sama, hangat dan penuh
kepercayaan. Sementara itu, individu yang tidak mudah bersepakat cenderung bersikap dingin, tidak ramah, dan suka menentang.Agreableness
mendiskripsikan kualitas orientasi interpersonal seseorang secara berkesinambungan dari perasaan terharu sampai perasaan menentang dalam
pikiran perasaan dan tindakan. Menurut Costa dan McCrae dalam Feist 2010:136 orang dengan skir tinggi cenderung mudah percaya, murah hati,
pengalah, mudah menerima dan memiliki perilaku yang baik. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
mereka yang memiliki skor rendah cenderung penuh curiga, pelit, tidah ramah, mudah kesal, dan penuh kritik terhadap orang lain.
c. Sifat berhati-hati conscientiousnessmendeskripsikan kontrol terhadap
lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di
sisi negatifnya trait kepribadian ini menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic, membosankan. Tingkat conscientiousness yang rendah
menunjukan sikap ceroboh, tidak terarah serta mudah teralih perhatiannya. Dimensi ini merupakan ukuran kepercayaan. Individu yang sangat berhati-
hati adalah individu yang bertanggung jawab, teratur, dapat diandalkan, dan gigih, sebaliknya individu dengan sifat berhati-hati yang rendah cenderung
mudah bingung, tidak teratur, dan tidak bias diandalkan.Menurut Costa dan McCrae dalam Feist 2010:136 orang dengan skor tinggi biasanya pekerja
keras, berhati-hati, tepat waktu, dan mampu bertahan. Sebaliknya orang yang memiliki skor yang rendah cenderung tidak teratur, ceroboh, pemalas, dan
tidak memiliki tujuan dan lebih mungkin menyerah saat mulai menemui kesulitan dalam mengerjakan sesuatu. Individu yang memiliki sifat berhati-
hati cenderung berumur panjang karena memiliki pola hidup yang lebih baik dan hampir tidak pernah melakukan tindakan-tidakan beresiko. Namun
ternyata memiliki sifat berhati-hati juga memiliki kekurangan, barangkali karena mereka begitu teratur dan terstruktur maka mereka tidak dapat
beradaptasi dengan baik dengan konteks-konteks yang dinamis. Individu
Universitas Sumatera Utara
dengan karakteristik seperti ini biasanya berorientasi pada prestasi kerja Robbins, 2008:135.
d. Stabilitas emosi emotional stability. Dimensi ini menilai kemampuan
seseorang untuk menahan stress. Individu dengan stabiltas emosi yang positif cenderung tenang, percaya diri, dan yang memiliki pendirian yang teguh.
Sementara itu, individu dengan stabilitas emosi yang negatif cenderung mudah gugup, khawatir, depresi, dan tidak memiliki pendirian yang
teguh.Menurut Costa dan McCrae dalam Feist 2010:136 orang dengan skor tinggi cenderung penuh kecemasan, tempramental, mengasihi diri sendiri,
sangat sadar akan dirinya sendiri, emosional, dan rentan terhadap gangguan yang berhubungsn dengan stress. Dan mereka yang memiliki skor rendah
biasanya tenang, tidak tempramental, puas terhadap diri sendiri, dan tidak emosional. Stabilitas emosi memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan
kenyamanan hidup, kepuasan kerja, dan tingakat stress yang rendah. Stabilitas emosi yang rendah juga berhubungan dengan keluhan kesehatan
yang lebih sedikit. Satu kelebihan dari stabilitas emosi yang rendah ketika suasana hati tidak baik, individu dengan karakteristik seperti ini cenderung
membuat keputusan dengan lebih cepat dan lebih baik di bandingkan individu dengan emosi yang stabil berada dalam suasana hati yang buruk Robbins,
2008:135. e.
Terbuka terhadap hal-hal baru openness to experience. Mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas untuk menyerap informasi, menjadi sangat
fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan
Universitas Sumatera Utara
impulsivitas. Seseorang dengan tingkat openness to experience yang tinggi digambarkan sebagai seseorang
yang memiliki nilai imajinasi, broadmindedness, dan a world of beauty. Sedangkan seseorang yang
memiliki tingkat openness to experience yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, dan keamanan bersama, kemudian skor openness to
experience yang rendah juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan.
openness to experience dapat membangun pertumbuhan pribadi. Pencapaian kreatifitas lebih banyak pada orang yang memiliki tingkat openness to
experience yang tinggi dan tingkat agreeableness yang rendah. Seseorang yang kreatif, memiliki rasa ingin tahu, atau terbuka terhadap pengalaman
lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah. Dimensi ini merupakan dimensi terakhir yang mengelompokkan individu berdasarkan
lingkup minat dan ketertarikannya terhadap hal-hal baru. Individu yang sangat terbuka cenderung kreatif, ingin tahu, dan sensitif terhadap hal-hal
yang bersifat seni. Sebaliknya mereka yang tidak terbuka cenderung memiliki sifat konvesnsional dan merasa nyaman dengan hal-hal yang telah ada.
Individu dengan keterbukaan terhadap hal-hal baru yang tinggi cenderung lebih kreatif dalam ilimu pengatahuan dan seni, kurang religius, dan
kemungkinan besar lebih liberal dibandingkan dengan mereka dengan tingkat keterbukaan terhadap hal-hal baru yang lebih rendah. Individu yang terbuka
mengatasi perubahan organisasional dengan lebih baik dan lebih dapat menyesuaikan diri dalam konteks-konteks dinamis Robbins,
Universitas Sumatera Utara
2008:135.Individu yang memiliki sifat ini akan memperoleh rasa nyaman dari hubungan mereka dengan orang-orang dan hal-hal yang dikenal akrab.
2.1.6 Sikap Kepribadian
Kepribadian seseorang mempengaruhi sikap-sikap dan perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan melalui cara yang sangat beragam Daft, 2006:279.
Ada beberapa indikator kuat perilaku di tempat kerja, yaitu terkait dengan evaluasi inti seseorang, Machiavellianisme, narsisme, pemantauan diri, berani
mengambil resiko serta kepribadian proaktif dan Tipe A Robbins, 2008:137. 1.
Evaluasi inti diri adalah tingkat di mana individu menyukai atau tidak menyukai diri mereka sendiri, apakah mereka menganggap diri mereka
cakap dan efektif, dan apakah mereka merasa memegang kendali atau tidak berdaya atas lingkungan mereka.
2. Machiavellianisme adalah tingkat di mana seorang individu paragmatis,
mempertahankan jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses. Mach yang tinggi melakukan lebih banyak manipulasi,
lebih banyak memperoleh kemenangan, tidak mudah terbujuk danlebih banyak membujuk dibandingkan dengan tingkat March yang rendah.
Namun, tingkat Mach dapat diredam oleh faktor-faktor situasional. Individu March yang tinggi berkembang dengan baik apabila ketika
mereka berinteraksi secara langsung dengan individu lain, ketika situasi mempunyai sedikit peraturan, yang memungkinkan kebebasan
improvisasi, bila keterlibatan emosional dengan detail-detail yang tidak relavan dengan keberhasilan mengganggu Mach yang rendah.
Universitas Sumatera Utara
3. Narsisme adalah kecenderungan menjadi arogan, mempunyai rasa
kepentingan diri yang berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih dan mengutamakan diri sendiri. Individu narsis seringkali ingin mendapatkan
pengakuan dari individu lain dan penguatan atas keunggulan mereka, mereka cenderung akan memandang rendah dan berbicara kasar terhadap
individu yang mengancam mereka. Individu narsis juga cenderung egois dan eksploitif, dan mereka seringkali memanfaatkan sikap yang dimiliki
individu lain untuk keuntungan mereka. 4.
Pemantauan diri adalah kemampuan seorang individu untuk menyesuaikan perilakunya dengan faktor-faktor situasional eksternal.individu ini sangat
peka terhadap isyarat-isyarat eksternal dan mampu menyesuaikan perilaku dengan situasi yang berbeda-beda. Individu dengan tingkat pemantauan
diri yang tinggi mampu menghadirkan kontradiksi luar biasa antara penampilan di depan umum dan diri pribadi mereka.
5. Pengambilan resiko. Individu memilki keberanian yang berbeda-beda
untuk mengambil kesempatan. Kecenderungan untuk mengambil dan menghindari resiko telah terbukti berpengaruh terhadap berapa lama waktu
yang dibutuhkan manajer untuk membuat suatu keputusan dan berapa banyak informasi yang di butuhkan sebelum membuat pilihan.
6. Kepribadian Tipe A adalah keterlibatan secara agresif dalam perjuangan
terus-menerus untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit dan bila perlu melawan upaya yang menentang dari orang lain atau
hal lain. Karakteristik Tipe A adalah:
Universitas Sumatera Utara
- Selalu bergeak, berjalan, danmakan cepat. - Merasa tidak sabaran.
- Berusaha keras untuk memikirkan atau melakukan dua hal atau lebih pada saat bersamaan.
- Tidak dapat menikmati waktu luang. - Terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan
dalam bentuk jumlah hal yang biasa diperoleh. 7.
Kepribadian proaktif adalah sikap yang cenderung opurtunitis, berinisiatif, berani bertindak, dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang
berarti. Individu proaktif cenderung mencari informasi pekerjaan mengenai organisasi, mengembangkan kontak posisi yang itnggi, terlibat
dalam perencanaan karier, dan tekun ketika menghadapi rintangan- rintangan karier.
2.1.7 Menilai Kepribadian