Diskriminasi Etnis Pengertian Diskriminasi

urusan domestik kerumahtanggaan semata, sehingga ruang gerak perempuan dalam meniti karir dan mengembangkan kemampuannya menjadi dinomorduakan. Faktor kedua adalah faktor urutan atau posisi anak dalam keluarga. Faktor urutan anak juga membuat seseorang ‘merasa’ dapat mendiskriminasi atau ‘merasa’ terdikriminasi. Seorang kakak akan lebih mendominasi dalam memerintah atau meminta suatu hal kepada adiknya, sedangkan adiknya akan merasa hanya dijadikan objek yang dapat diperintah oleh kakaknya yang lebih tua. Faktor ketiga yaitu faktor etnis faktor ras atau etnis. Eresen 2013 menyebutkan bahwa untuk keluar dari kebingungan tentang etnisitas dan identitas tersebut, ada sebuah teori yang menerangkan bahwa etnisitas seseorang ditentukan oleh 4 faktor, yakni biologis, kultural, self identification dan acceptability. Pertama, faktor biologis yaitu salah satu faktor dan yang utama menentukan etnis seseorang adalah dari orang-tua beretnis apa dia dilahirkan. Kedua, faktor kultural yang dimaksud adalah kebudayaan yang dikategorikan ke dalam sebuah kelompok etnis adalah Seberapa banyak warisan budaya leluhur yang terinternalisasi ke dalam jiwanya. Ini harus dibedakan dengan mereka yang non-Tionghoa tetapi lewat belajar mampu menguasai budaya dan fasih berbahasa Cina,tetapi belum tentu menjiwai dan melaksanakan warisan tradisi leluhur. Ketiga, self identification merupakan faktor yang erat kaitannya dengan faktor kultural sebelumnya, yaitu semakin banyak warisan budaya leluhur Cina yang terserap di dalam dirinya, semakin kuat kehendaknya untuk mengidentifikasikan diri sebagai orang Tionghoa yang merupakan sebuah loyalitas sosial yang disatukan lewat memori kolektif tentang budaya, tradisi, pola-pola sosial mereka. Keempat, acceptability adalah seberapa tinggi akseptabilitas penerimaan kelompok etnis kepadanya seseorang mengidentifikaan diri juga merupakan salah satu faktor penentu etnisitas. Faktor keempat yaitu agama. Mengenai hal ini, ternyata banyak pihak yang mencoba berkelit dan jarinya menunjuk pada pihak lain sebagai pelaku diskriminasi. Eresen 2013 menyatakan dalam miling-list Budaya-Tionghoa.Net menyatakan bahwa sebenarnya banyak diskriminasi agama disekitar kita, hanya saja kita tidak menyadari atau tidak mau mengakuinya dan menendang ke samping atau menyembunyikannya dibalik karpet. Diskriminasi agama ini berbahaya dan lebih sulit dihapus dibanding diskriminasi jenis lainnya karena banyak tindakan diskriminasi terhadap agama lain menggunakan landasan kitab suci atau juga iman yang bisa saja dibelokkan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja demi keuntungankelompoknya sendiri secara militan dan fanatisme yang kental dan intoleran. Banyak pula ketika dikritik hal-hal yang bersifat diskriminasi akan menimbulkan gejolak dan perlawanan atau juga usaha-usaha penutupan atau pengkaburan masalah. Faktor terakhir yaitu faktor politik. Faktor politik ini berkaitan dengan berbagai aturan pemerintah yang mendiskriminasi etnis Tionghoa, sehingga dampaknya mereka mendapat perlakuan diskrimninatif. Salah satu tindakan aturan politik terhadap warga Tionghoa adalah ketika meraka diharuskan membuat SKBRI setelah surat kelahiran mereka ditetapkan oleh pengadilan negeri. Pasalnya, oleh negara orang-orang Tionghoa dianggap sebagai warna negara asing WNA. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Harsono 2008 tentang kehidupan Cina Benteng menyebutkan pada tahun 2005 terdapat sekitar sepuluh ribu dan empat puluh empat anak mengurusi keterlambatan akta lahir. Mereka mengirimkan berkas-berkas yang disyaratan ke kantor Catatan Sipil DKI Jakarta. Namun, seperti yang terjadi sebelumnya, hampir separuh dari berkas-berkas mereka ditolak oleh petugas dengan beragam alasan. Berbagai aturan diberikan, tetapi proses mendapatkannya pun menemui berbagai kesulitan. Begitulah yang terjadi pada salah satu etnis Tionghoa di Indonesia.

C. Etnis Tionghoa di Indonesia

1. Pengertian Etnis Tionghoa

Secara umum, orang awam akan mengartikan Etnis Tionghoa ini sebagai salah satu etnis yang ada di dunia, yang berasal dari negara Cina. Sebenarnya dalam konteks Indonesia, Meij 2009: 3 menyatakan bahwa etnis Tionghoa ini bukan sekedar etnis yang dibawa dari Cina. Orang Tionghoa bukan merupakan kelompok yang homogen. Dari sudut kebudayaan, mereka dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok besar, yaitu peranakan dan totok. Peranakan adalah orang Cina yang sudah lama tinggal di Indonesia. Umumnya mereka menikah dengan perempuan pribumi dan tidak berbahasa Cina. Totok adalah pendatang yang baru satu atau dua generasi bermukim di Indonesia dan masih berbahasa Cina. Dengan terhentinya migrasi dari dataran Tiongkok, dan ditutupnya sekolah berbahasa Cina, jumlah totok sudah menurun dan keturunan totok pun telah mengalami peranakanisasi.