Perbandingan efektivitas terapi kombinasi salep 2-4 dan sabun sulfur 10% dengan salep 2-4 tunggal sebagai pengobatan skabies di Pondok Pesantren Bait Qur’ani Ciputat, Tangerang Selatan

(1)

SALEP 2-4 DAN SABUN SULFUR 10% DENGAN SALEP 2-4

TUNGGAL SEBAGAI PENGOBATAN SKABIES DI

PONDOK PESANTREN BAIT QUR’ANI CIPUTAT,

TANGERANG SELATAN

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Oleh : Firda Fakhrena NIM : 1112103000006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH


(2)

(3)

(4)

(5)

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita. Shalawat serta salam tak lupa kami junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyyah ke zaman yang terang benderang ini. Alhamdulillah berkat rahmatnya, saya dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Perbandingan Efektivitas Terapi Kombinasi Salep 2-4 dan Sabun Sulfur 10% dengan Salep 2-4 Tunggal Sebagai Pengobatan Skabies di Pondok Pesantren Bait Qur’ani Ciputat,

Tangerang Selatan.”

Penyusunan laporan penelitian ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keseharatan UIN Jakarta,

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter beserta segenap dosen prodi ini yang selalu membimbing dan memberikan ilmu kepada saya selama menjalani masa pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Nouval Shahab, SpU, PhD, FICS, FACS selaku Penanggung Jawab Modul Riset Program Studi Pendidikan Dokter 2012.

4. dr. Meizi Fachrizal Achmad, M.Biomed selaku pembimbing pertama yang selalu memberikan masukan dan arahannya dalam menyusun penelitian ini, memberikan semangat dan motivasi di setiap bimbingannya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini.

5. dr. Rahmatina, Sp.KK selaku pembimbing kedua saya yang selalu memberikan masukan dan arahannya dalam menyusun penelitian ini. Senantiasa bersedia


(6)

Nurlianah, S.Pd, M.Pd, yang selalu mendukung dan mendoakan saya demi kelancaran penelitian ini.

7. dr. Faris El Haq dan dr. Arini Retno Palupi, kedua kakak saya yang turut berkontribusi dalam penelitian saya sebagai dokter yang memeriksa seluruh santri

di Pondok Pesantren Bait Qur’ani dan sebagai orang yang merekomendasikan

pesantren ini sebagai sarana penelitian.

8. Ibu Nurul, Ibu Azizah dan Ibu Aisyah yang telah membantu kelancaran pengobatan sebagai ketua koordinasi pengawas pemakaian obat skabies untuk

santri di Pondok Pesantren Bait Qur’ani.

9. Teman seperjuangan penelitian, Hana Qonita, Atina Nabila dan Irwana Arif yang telah menyemangati, membantu, dan berjuang bersama di dalam penelitian ini. Teman- teman PSPD 2012 untuk waktu yang telah dilalui bersama selama masa pendidikan saya di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10.Semua pihak yang telah memberi dukungan dan doa kepada saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu

Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Kritik dan saran yang membangun sangat membantu demi terwujudnya laporan penelitian yang lebih baik dan bermanfaat untuk masyarakat. Akhir kata, semoga segala bantuan yang diberikan dalam penelitian ini akan mendapat balasan, barokah dan ridho dari Allah SWT. Aamiin.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Ciputat, 15 September 2015


(7)

Firda Fakhrena. Program Studi Pendidikan Dokter. Perbandingan Efektivitas Terapi Kombinasi Salep 2-4 dan Sabun Sulfur 10% dengan Salep 2-4 Tunggal

Sebagai Pengobatan Skabies di Pondok Pesantren Bait Qur’ani Ciputat, Tangerang

Selatan.

Berbagai macam pengobatan direkomendasikan untuk penyakit skabies, salah satunya adalah salep 2-4 dan sabun sulfur 10%. Tujuan Penelitian : Mengetahui perbandingan efektivitas sembuh secara klinis penggunaan kombinasi Salep 2-4 dan sabun sulfur 10% dengan Salep 2-4 tunggal terhadap penyakit skabies. Metode Penelitian : Penelitian ini adalah uji klinis yang dilakukan selama 3 minggu dan di

follow up tiap minggunya. Populasi penelitian adalah santri dari Pondok

Pesantren Bait Qur’ani, Ciputat. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara

consecutive sampling. Hasil penelitian ini dianalisis menggunakan uji Fisher’s Exact

Test. Hasil Penelitian : Terdapat perbedaan jumlah yang sembuh secara klinis dari

kelompok penelitian yang menggunakan salep 2-4 dan sabun sulfur 10% dengan salep 2-4 dan sabun non-sulfur, non-antiseptik namun perbedaan jumlah tersebut tidak bermakna secara statistik yaitu pada minggu pertama (p=0,177), minggu kedua

(p=0,528) dan minggu ketiga (p=0,677) Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan

bermakna kombinasi salep 2-4 dan sabun sulfur 10% dibandingkan dengan salep 2-4 tunggal dalam pengobatan skabies.

Kata Kunci : Skabies, Salep 2-4, Sabun Sulfur 10%, Kesembuhan Klinis.

ABSTRACT

Firda Fakhrena. Medical Education Program. Effectiveness Comparation of Combination Therapy of Ointment 2-4 and 10% Sulfur Soap Compared to Ointment 2-4 only For Scabies Treatment in Bait Qur'ani Ciputat Boarding School.

Various treatments are recommended for scabies disease, one of which is ointment 2-4 and 10% sulfur soap. Objective: To determine the effectiveness comparison of clinical cure by applying the combination of Ointment 2-4 and 10% sulfur soap compared to ointment 2-4 only against scabies disease. Methods: This study is a clinical trial study done for 3 weeks and was followed up in every week . The study population are students of Bait Qur'ani Boarding School, Ciputat. Sampling was taken by consecutive sampling. The results of this study were analyzed using Fisher's Exact Test. Results: There were differences in numbers who were cured clinically from the research group using the ointment 2-4 and 10% sulfur soap compared to ointment 2-4 and non-sulfur soap, non-antiseptic. The different amount is not significant statistically in first week

(p=0,177), second week (p=0,528) and third week (p = 0.677). Conclusions: There were


(8)

LEMBAR JUDUL...i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...ii

LEMBAR PERSETUJUAN...iii

LEMBAR PENGESAHAN... iv

KATA PENGANTAR...v

ABSTRAK... vii

DAFTAR ISI...1 viii DAFTAR TABEL... 1 xi DAFTAR GAMBAR...2 xii DAFTAR LAMPIRAN... 2 xiii BAB I PENDAHULUAN...3 1 1.1 Latar Belakang...3 1 1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Hipotesis...3

1.4 Tujuan Penelitian...4

1.5 Manfaat Penelitian...5 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5 6 2.1 Landasan Teori...6 2.1.1 Sinonim... 7 6 2.1.2 Definisi Skabies...8 6 2.1.3 Cara Penularan atau Transmisi...9 6 2.1.4 Biologi Tungau Skabies...10 6 2.1.5 Gejala Klinis...12 8 2.1.6 Manifestasi Klinis...13 9 2.1.6.1 Manifestasi Klasik...13 9 2.1.6.2 Atypical Skabies...13 11 2.1.6.3 Skabies Norwegia ( Skabies berkrusta)...15 12 2.1.7 Komplikasi...18 13


(9)

2.1.8 Pembantu Diagnosis... 19 13 2.1.9 Diagnosis Banding...21 14 2.1.10 Pengobatan Skabies... 21 14 2.1.10.1 Obat Skabies yang Direkomendasikan...22 14 2.1.11 Pengobatan Topikal dalam Dermatologi...23 18 2.1.11.1 Prinsip Pengobatan Topikal...24 18 2.1.12 Penilaian Setelah Pengobatan...23 24 2.1.13 Perhatian Khusus untuk Lingkungan...23 28 2.1.13.1 Selimut dan Seprai... 23 28 2.1.13.2 Pakaian dan Barang Pribadi... 23 28 2.1.13.3 Perabotan dan Lingkungan Hidup...23 29 2.1.14 Edukasi Skabies...23 29 2.1.15 Identifikasi Wabah...23 30 2.1.15.1 Protokol untuk Investigasi Kasus Skabies ... 23 31 2.1.16 Evaluasi Tindakan Pengendalian Skabies...23 32 2.1.16.1 Kegagalan dalam Pengendalian Skabies...23 32 2.1.17 Langkah-langkah untuk Mencegah Skabies...23 33 2.1.17.1 Penilaian Kulit...23 33 2.1.18 Populasi Anak...23 35 2.1.18.1 Tanggung Jawab Fasilitas...23 35 2.1.18.2 Pengendalian Penularan... 23 36 2.1.18.3 Edukasi untuk Pengaturan Populasi Anak...23 36 2.2 Kerangka Teori... 23 37 2.3 Kerangka Konsep... 23 38 2.4 Definisi Operasional...23 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 23 41

3.1 Jenis Penelitian dan Desain Penelitian... 23 41 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 23 41 3.3 Populasi dan Sampel...23 41 3.3.1 Jumlah Sampel... 23 41


(10)

3.3.3.2 Kriteria Eksklusi...23 43 3.3.3.3 KriteriaDrop Out (DO)...23 43 3.3.3.4 Variabel...23 43 3.3.3.5 Alat dan Bahan... 23 43 3.4 Cara Kerja Penelitian...23 44 3.4.1 Alur Penelitian...23 45 3.5 Manajemen Data...23 46 3.5.1 Pengumpulan Data... 23 46 3.5.2 Pengolahan Data...23 46 3.5.3 Analisa Data... 23 46 3.5.4 Rencana Penyajian Data...23 46 3.5.5 Etika Penelitian... 23 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...23 47

4.1 Prevalensi Skabies... 23 47 4.2 Karakteristik Penderita... 23 48 4.3 Hasil Pengobatan... 23 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 23 56

5.1 Kesimpulan...23 56 5.2 Saran... 23 56

DAFTAR PUSTAKA...23 59 LAMPIRAN...23 63


(11)

DAFTAR TABEL

4.1 Prevalensi Penderita Skabies pada Pondok Pesantren Bait Qur’ani...47

4.2 Distribusi Penderita Skabies menurut Jenis Kelamin...48

4.3 Distribusi Penderita Skabies Berdasarkan Usia...49

4.4 Diagram Distribusi Penderita Skabies Berdasarkan Usia...49

4.5 Uji Perbedaan Kesembuhan pada Dua Kelompok Penelitian...51


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus Hidup...3

Gambar 2. A. Papul Eritema dan Gatal pada Axilla Orang Dewasa...5

B. Papul Eritema dan Gatal pada Anak...5

Gambar 3. Distribusi Penyakit SkabiesBerdasarkan Lokasi di Tubuh...6

Gambar 4. Bagan Vehikulum...19

Gambar 5. Pilihan Terapi untuk Pengobatan Skabies...25

Gambar 6. Pengobatan Skabies yang Disarankan Untuk Populasi Khusus...26

Gambar 7. Bagan Alur Skabies...27


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Komisi Etik... 59

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Responden Penelitian…... 60

Lampiran 3. Alat dan Bahan Penelitian ... 40

Lampiran 4. Proses Penelitian ... 64

Lampiran 5. Daftar Pengawasan Pemakaian Obat...66

Lampiran 6. Analisis Statistik... 68


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia berada di dalam daerah tropik basah atau daerah hangat dan lembab, hal ini ditandai dengan kelembaban udara yang tinggi (>90%), curah hujan tinggi, suhu rata-rata diatas 18oC (sekitar 23oC dan dapat mencapai 38oC pada musim kemarau). Perbedaan yang signifikan antara musim hampir tidak ada.1

Keadaan iklim tropik ini sangat mendukung pertumbuhan parasit dan infeksi lain di Indonesia.1 Sampai sekarang, penyakit parasit di Indonesia masih menempati posisi yang tinggi. Arthropoda merupakan salah satu parasit yang sering menimbulkan masalah kesehatan di Indonesia baik berupa sengatan racun atau gigitannya, maupun sebagai vektor penyakit baik penyakit yang ditimbulkan bakteri, virus, jamur, maupun cacing dan protozoa. Selain sebagai vektor penyakit, beberapa arthropoda lainnya dapat menimbulkan masalah kesehatan oleh karena infestasinya ke tubuh manusia, salah satunya adalah penyakit skabies yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var. hominis. Penyakit scabies sekarang sudah tak dapat dianggap lagi sebagai penyakit yang diderita oleh golongan tingkat sosial ekonomi yang rendah saja, namun sudah menjadi penyakit kosmopolit yang menyerang semua tingkat sosial.2

Dibeberapa negara berkembang, prevalensinya berkisar antara 6-27% dari populasi umum dan puncaknya pada usia sekolah dan remaja. Prevalensi skabies telah meningkat di beberapa daerah di Indonesia, khususnya di tempat dengan sanitasi yang buruk dan hidup berkelompok seperti di asrama, rumah tahanan, barak tentara, pesantren, maupun panti asuhan dan panti jompo.3,4 Data pola 10 penyakit tersering di kota Medan tahun 2010 menunjukkan bahwa skabies menduduki urutan kelima setelah penyakit infeksi akut lain pada saluran napas atas, hipertensi, penyakit pada sistem musculoskeletal dan penyakit lain pada saluran napas atas.3

Pada bulan Januari 2012, dilaporkan bahwa terdapat 26 dari 137 orang penghuni rumah tahanan kelas II B Pacitan, Jawa Timur yang terjangkit penyakit skabies.4 Pada survei pendahuluan yang dilakukan, warga binaan yang tinggal di dalam setiap ruangan tahanan kelebihan kapasitas. Kapasitas ideal seluruh rumah tahanan adalah 73.000 orang, namun


(15)

jumlah warga binaan pemasyarakatan sebanyak 111.357 orang dan dengan begitu terdapat kelebihan penghuni sebesar 65,6%.5 Kelebihan kapasitas tersebut dapat mengganggu ketersediaan sanitasi lingkungan seperti air bersih dan luas ruangan tahanan yang tersedia sehingga penghuni tahanan memiliki keterbatasan untuk menjaga kebersihan diri dan memudahkan penularan skabies dalam lingkungan tersebut.5

Di bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus skabies yang merupakan 5,77 % dari seluruh kasus baru. Prevalensi skabies pada 12 pondok pesantren di Kabupaten Lamongan pada tahun 2003 adalah 48,8 % dan pada tahun 2008, di Pondok Pesantren An-Najach Magelang adalah 43%.6 Penelitian tahun 2014 di Pondok Pesantren daerah Jakarta Timur adalah sebesar 51,6%, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kelamin dan tingkat pendidikan.6

Santri maupun para penderita skabies di kelompok lingkungan lain yang menderita penyakit skabies akan terganggu kualitas hidupnya karena keluhan gatal yang cukup hebat dan infeksi sekunder yang dialaminya.7,8 Maka dari itu, pengobatan scabies harus dilakukan sedini mungkin bahkan sebelum timbulnya gejala. Hal ini karena, infestasi

Sarcoptes scabiei dapat terjadi beberapa minggu sebelum manifestasi klinis timbul.8

Berbagai macam pengobatan direkomendasikan untuk scabies seperti permethrin, ivermectin, lindane, benzyl benzoat, crotamiton, sulfur dan decamethrin.8,9 Obat tersebut adalah obat topikal dalam bentuk cream dan salep. Namun untuk pemilihan obat penggunaannya perlu dipertimbangkan berbagai macam faktor, yaitu efektivitas, toksisitas, efek samping, harga, kepraktisan, dan kenyamanan pemakaian.10

Obat skabies yang masih digunakan di puskesmas adalah salep 2-4 yang mengandung Asam Salisilat 2% dan sulfur 4%. Salep 2-4 masih efektif untuk membunuh tungau dan larva, namun tidak efektif untuk membunuh stadium telur.7 Dalam penelitiannya, Moh Amer dkk (1981) memakai salep sulfur 5% didapatkan angka kesembuhan sebesar 81,8%.6,8 Irma Binarso, pada penelitiannya membandingkan salep 2-4 dan gameksan 1% didapatkan hasil kesembuhan salep 2-4 sebesar 69,05%.6 Dalam penelitiannya, Eka (2004) membandingkan efektivitas permetrin dengan salep 2-4 yang


(16)

Pengobatan skabies dengan krim permethrin 5% lebih praktis namun harga lebih mahal. Sedangkan pengobatan skabies dengan salep 2-4 lebih murah tetapi compliance

penderita menurun.9

Alebiosu dkk pada tahun 2003 meneliti efektivitas salep yang mengandung sulfur dan sabun untuk penyakit kulit yang sering terjadi seperti infeksi jamur, infestasi skabies, infeksi bakteri, acne vulgaris dan ketombe. Dari hasil penelitian tersebut, penggunakan salep yang mengandung sulfur dengan sabun memiliki tingkat keberhasilan yang lebih baik dibandingkan dengan pengobatan dengan salep sulfur saja untuk penyakit kulit diatas.10,11

Dari data tersebut, peneliti tertarik untuk mencari informasi dan melakukan penelitian mengenai perbedaan kecepatan sembuh penggunaan kombinasi Salep 2-4 dengan sabun sulfur dibandingkan dengan Salep 2-4 tunggal di Pondok Pesantren Bait

Qur’ani, Ciputat tahun 2015. 1.2 Rumusan Masalah

Apakah terapi kombinasi Salep 2-4 dengan sabun sulfur 10% lebih efektif mengobati penyakit skabies dibandingkan dengan Salep 2-4 tunggal di Pondok Pesantren Bait

Qur’ani, Ciputat? 1.3 Hipotesis

Kombinasi Salep 2-4 dengan sabun sulfur 10% lebih efektif mengobati penyakit skabies dibandingkan dengan Salep 2-4 tunggal di Pondok Pesantren Bait Qur’ani, Ciputat


(17)

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan efektivitas sembuh secara klinis penggunaan kombinasi Salep 2-4 dengan sabun sulfur 10% dibandingkan dengan Salep 2-4 tunggal terhadap penyakit skabies pada santriwan - santriwati di Pondok Pesantren Bait Qur’ani sehingga dapat digunakan sebagai pengobatan yang direkomendasikan untuk mengobati penyakit skabies dan dapat mempercepat angka kesembuhannya.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui prevalensi penyakit skabies

b. Untuk mengetahui penyebaran penyakit skabies berdasarkan usia

c. Untuk mengetahui penyebaran penyakit skabies berdasarkan jenis kelamin

d. Untuk mengetahui efektivitas penggunaan kombinasi Salep 2-4 dan sabun sulfur 10% dibandingkan dengan salep 2-4 tunggal terhadap penyakit skabies pada

santriwan dan santriwati di Pondok Pesantren Bait Qur’ani 1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi subjek penelitian

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektivitas penggunaan kombinasi Salep 2-4 dengan sabun sulfur 10% dibandingkan dengan Salep 2-4 tunggal kepada santriwan dan santriwati

Pondok Pesantren Bait Qur’ani


(18)

3. Peneliti

a. Menambah pengetahuan peneliti mengenai penyakit skabies

b. Menambah pengetahuan peneliti tentang efektivitas kombinasi Salep 2-4 dengan sabun sulfur 10% dibandingkan dengan Salep 2-4 tunggal

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal bagi penelitian selanjutnya mengenai pengobatan skabies


(19)

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Sinonim

The itch, gudik, budukan, gatal agogo.7

2.1.2 Definisi Skabies

Scabies adalah infestasi dan sensitisasi ke dalam kulit yang disebabkan oleh tungau manusia, Sarcoptes scabiei var. Hominis.7

2.1.3 Cara Penularan atau Transmisi

Penularannya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang oleh bentuk larva.7 Selain Sarcoptes scabiei var. Hominis, dikenal pula Sarcoptes scabiei var.

Animalis yang kadang-kadang dapat menularkan manusia yang banyak memelihara binatang peliharaan seperti anjing.7

1. Kontak langsung

Yaitu kontak kulit dengan kulit. Contoh : berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual.7

2. Kontak tak langsung

Yaitu kontak melalui benda. Contoh : handuk, sprei, pakaian, bantal, dan lain-lain.7

2.1.4 Biologi Tungau Skabies


(20)

betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yaitu 200-240 mikron x 150-200 mikron.7Tungau dewasa memiliki 4 pasang kaki.1

2 Pasang kaki paling depan berfungsi untuk melekat, 2 pasang kaki belakang berakhir dengan rambut pada betina, pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan pasangan kaki keempat terdapat alat perekat.7

Infestasi dimulai ketika satu atau beberapa tungau betina yang telah dibuahi berpindah dari kulit manusia yang sudah terinfestasi oleh tungau tersebut, ke kulit orang lain yang belum terinfestasi.7,12 Setelah berpindah dari kulit orang yang telah terinfestasi,

atau, lebih jarang dari tungau ke kulit orang yang belum terinfestasi, tungau betina dewasa berjalan di permukaan kulit, 1 inchi per menit mencari tempat untuk bersembunyi.7,12

Setelah menemukan lokasi yang cocok, tungau betina akan menggali lubang atau terowongan dalam stratum korneum dan membentuk terowongan sempit dengan kecepatan 2-3 mm sehari dimana tungau tersebut menyimpan 2 - 4 telur per hari sampai 40 atau 50 butir telur selama 4 - 6 minggu rentang hidupnya.7,12 Telur akan

menetas biasanya dalam waktu 3-5 hari dan berkembang menjadi larva yang memiliki 3 pasang kaki.7,12 Larva dapat tinggal diterowongan atau bisa juga di luar.7,12 Setelah

itu, larva berubah menjadi nimfa setelah 2-3 hari kemudian.7,12 Nimfa mempunyai 2

bentuk yaitu jantan dan betina, sudah memiliki 4 pasang kaki.7,12 Nimfa akhirnya

berkembang hingga menjadi tungau dewasa, dan seluruh siklus hidupnya mulai dari telur hingga dewasa memerlukan waktu 8-12 hari.7 Tungau dewasa migrasi ke permukaan

kulit dan kawin disana. Tungau jantan mati dengan cepat, kadang masih dapat hidup beberapa hari di terowongan dan tungau betina penetrasi di kulit, mengulangi siklus.7,12

Tungau ini butuh manusia untuk melengkapi siklusnya dan tidak dapat bertahan di suhu ruangan lebih dari 3-4 hari.12


(21)

Gambar 1 : Siklus hidup Sarcoptes scabiei12

2.1.5 Gejala Klinis

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal, sebagai berikut : a. Pruritus nokturia7

Aktivitas tungau skabies meningkat karena tungau ini suka dengan suhu yang lebih lembab dan panas pada malam hari.7

b. Penyakit skabies menyerang manusia yang hidup berkelompok.7

Contoh : dalam sebuah keluarga, seluruh anggota keluarga terkena skabies, dalam sebuah daerah dengan pada penduduk, sebagian tetangga yang berdekatan akan terserang penyakit ini.7 Seluruh anggota keluarga terkena namun tidak menimbulkan gejala

disebut juga hiposensitisasi.1 Penderita yang mengalami hal ini bersifat sebagai

pembawa atau carrier.7

c. Terdapat terowongan atau kunikulus pada tempat predileksi seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah.7 Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.7 Tempat


(22)

bentuk lurus atau berkelok, pada ujung terowongan dapat ditemukan papul atau vesikel.7 Jika sudah terjadi infeksi sekunder, ruam kulitnya menjadi polimorf

(ekskoriasi, pustul, dll).7 d. Ditemukan tungau.7

Dapat menemukan satu bahkan lebih stadium tungau ini. Hal ini merupakan yang paling diagnostik.7

2.1.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis skabies pada orang yang belum pernah terpapar sebelumnya oleh tungau ini biasanya 4-6 minggu, atau paling cepat satu minggu dan paling lama satu tahun.12 Pada orang yang sudah tersensitisasi atau sudah pernah terpapar pada skabies

sebelumnya, manifestasi klinis akan muncul dalam waktu 1-4 hari setelah terpapar kembali.12 Infestasi skabies dapat bermanifestasi dalam 3 bentuk, yaitu manifestasi klasik,

atypical dan skabies norwegia (skabies berkrusta).12

2.1.6.1 Manifestasi klasik

Manifestasi klinis ini adalah yang paling umum terjadi pada orang dengan penyakit skabies.12

 Gejala primer dari skabies adalah gatal terus menerus yang semakin memberat pada malam hari atau setelah mandi dengan air hangat.12 Gatal tersebut bukan merupakan

penyebab langsung dari tungau skabies tetapi sebagai hasil dari reaksi alergi sistemik pada tungau, telur, sekret (air liur) dan ekskret (feses).12


(23)

Gambar 2. A. Papul eritema dan gatal pada axilla orang dewasa, B. Papul eritema dan gatal pada punggung anak.12

 Gejala lainnya adalah eritema (ruam merah), papul, pustul dan nodul.12

 Intensitas gatal tidak berhubungan dengan jumlah tungau yang berinfestasi di host.12  papulovesikular 2-3 mm, bulat, dan simetris dapat kita lihat pada tubuh penderita.12  Biasanya terdapat 3-15 mm terowongan iregular berbentuk halus, dan berwarna,

yang sulit untuk dilihat.12

 Area tubuh yang biasa terkena adalah kulit dengan lapisan yang tipis dan area lipatan seperti : fleksor pergelangan tangan (bagian volar), sela jari tangan, mammae, areola, umbilicus, sepanjang diameter umbilicus, abdomen, intergluteal (celah pantat), pantat, paha, penis, scrotum, siku, kaki, ankle, lipatan ketiak.12

 Area yang dapat terkena pada pekerja kesehatan yang terpapar termasuk bahu depan, dada,paha, dan abdomen.12


(24)

Gambar 3. Distribusi penyakit skabies berdasarkan lokasi di tubuh.12

Pasien ini biasanya mempunyai hanya 10-15 tungau betina dewasa yang hidup di tubuh manusia pada waktu tertentu. Biasanya, hanya 1 atau 2 tungau, seringnya tidak ada, yang dapat dilihat dari kerokan kulit.12

Kulit kepala dan wajah jarang mengenai orang dewasa, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dengan skabies.12

2.1.6.2 Atypical skabies

Atypical skabies jarang terjadi. Manifestasi klasik seperti yang dijelaskan pada point 2.1.6.1 skabies seringkali turut serta pada tanda dan gejala atypical.12

 Pasien dengan manifestasi klinis atypical adalah penderita dengan umur yang sangat muda, usia lanjut, lemah, dan orang dengan imunocompromised.12

 Gejalanya berupa hiperpigmentasi luas, eritema, berskuama, dan pyoderma12  Gatal tidak muncul.12


(25)

leher, palmar, dan telapak kaki.12

 Pada usia lanjut dapat mengalami gejala di kulit kepala dimana rambutnya menipis.12  Pada orang dengan usia lanjut, dimana kekebalan tubuhnya sudah menurun, dapat

mengalami penurunan respon inflamasi atau sensitisasi terhadap infestasi tungau ini.12 Sistem imunnya tidak mengenal keberadaan tungau skabies sehingga tidak

muncul reaksi imun terhadap tungau tersebut.12

2.1.6.3 Skabies Norwegia (Skabies berkrusta)

Skabies berkrusta adalah meluasnya infestasi dengan jutaan tungau dalam tubuh. Skabies berkrusta jarang terjadi.12 Ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan

kaki, kuku distrofik, skuama generalisata.12

 Tungau dalam jumlah besar (berjuta-juta), kulit mengalami penebalan karena ledakan populasi tungau Sarcoptes scabiei yang berada dalam tubuh.12

 Pengobatan topical kurang efektif karena sudah tidak dapat berpenetrasi ke dalam kulit.12

 Usia lanjut, retardasi mental, kelemahan fisik, psikosis dan orang dengan

immune-compromised adalah yang paling sering terjangkit penyakit ini.12

 Eritema, hiperkeratosis, alopecia, hiperpigmentasi, pyoderma, dan eosinofilia (peningkatan sel darah putih yang biasa terjadi akibat respon alergi terhadap suatu infeksi parasit) mungkin akan muncul.12

 Manifestasi klinis dapat mulai terjadi di bawah dan di sekeliling bantalan kuku.12  Ruam luas atau ruam lokal muncul.12

 Lingkungan sekitar pasien merupakan lingkungan dengan kontaminasi yang tinggi oleh tungau. Bentuk ini sangat menular.12

 Kondisi ini dapat menjadi penyebab oleh besarnya prevalensi skabies dalam perawatan jangka panjang.12


(26)

2.1.7 Komplikasi

2.1.7.1 Infeksi Sekunder

Kelainan kulit tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies tapi juga akibat garukan. Gatal hebat yang disebabkan oleh sekreta dan ekskreta tungau memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi.7 Kelainan kulit yang terjadi menyerupai dermatitis

dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain.7 Kulit yang sudah digaruk

mengalami erosi, ekskoriasi, krusta, dan akan terinfeksi oleh mikroorganisme lain.7 Bakteri yang biasa menginfeksi adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus

epidermidis.7,12

2.1.8 Pembantu Diagnosis

Cara menemukan tungau :

a. Mula-mula cari terowongan, kemudian papul dan vesikel di ujung terowongan dicongkel dengan jarum dan diletakkan disebuah kaca objek lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dibawah mikroskop cahaya.7

b. Menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar.7

c. Dengan membuat biopsi irisan. Yaitu dengan mengiris tipis lesi yang dijepit dengan dua jari. Diiris dengan menggunakan pisau dan diperiksa dibawah mikroskop cahaya.7

d. Biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan HE.7

Kerokan kulit harus diperoleh dari minimal 1 penderita yang bergejala.7 Spesimen


(27)

2.1.9 Diagnosis Banding

Penyakit skabies merupakan the great immitator karena banyak sekali penyakit kulit yang menyerupai dengan keluhan gatal.7 Berikut ini mempunyai tanda dan gejala yang

mirip dengan skabies, yaitu prurigo, pediculosis corporis, acute urtikaria, dermatitis.7,12

2.1.10 Pengobatan Skabies

Pengobatan skabies harus dilakukan menyeluruh kepada semua anggota keluarga termasuk penderita yang hiposensitisasi.7

Syarat obat yang ideal :

a. Harus efektif terhadap semua stadium tungau.7 b. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik.7

c. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mengotori pakaian.7 d. Mudah diperoleh dan harganya murah.7

Pengobatan yang cepat diperlukan untuk penderita yang sudah terdiagnosis skabies. Untuk yang telah terdiagnosis skabies dan yang telah kontak lama dengan penderita harus diberikan pengobatan.12

Kontak yang dimaksud antara lain petugas kesehatan, pengunjung, teman kamar dan teman yang sering berkontak dengan penderita.2 Jika kontak hanya minimal, seperti

penjual makanan, penjual koran, penjual bunga, dan lain-lain, tidak diperlukan pengobatan.12

2.1.10.1 Obat skabies yang direkomendasikan antara lain :


(28)

mematikan tungau skabies.12,13,14 Insektisida golongan piretroid sintetik merupakan

bahan sintetik kimia dari racun yang terdapat dalam tanaman piretrum.12,13,14 Piretroid

sintetik mempunyai spektrum yang luas mulai dari ulat, kupu, kumbang, tungau, belalang, sampai udang.12,13,14 Piretroid sintetik sangat disukai karena mempunyai efek knokdown

(jatuhnya hama setelah terkena pestisida) yang sangat cepat.12,13,14

Selain mempunyai beberapa kelebihan, piretroid sintetik juga mempunyai kelamahan.2,3 Racun pada piretroid sintetik hanya bersifat kontak sehingga jika dalam

aplikasi pestisida tidak mengenai hama, dipastikan hama tersebut tidak mati.12,13,14

Pasien harus diberitahu gatal-gatal, rasa panas dapat terjadi setelah permethrin diaplikasikan ke kulit.12,13,14 Tetapi, gejala yang muncul tersebut bukan pertanda dari

pengobatan yang gagal.12

Efektivitas permethrin >90% jika pemakaiannya sudah benar.12 Berikut ini

langkah-langkah yang harus diikuti dalam pemakaian permethrin:

a. Semua penderita yang terdiagnosis skabies dan orang yang kontak dengannya harus diberikan pengobatan secara serentak dalam waktu 24 jam.12

b. Mandikan dan keringkan penderita. Cuci rambut dan potong/bersihkan kuku di tangan dan kuku di kaki. Pastikan kuku tangan dan kaki.12

c. Petugas kesehatan harus menggunakan sarung tangan dan baju tahan air sekali pakai selama memandikan dan membantu mengoleskan permethrin.12 Lengan pakaian

harus berada dibawah sarung tangan.12

d. Oleskan krim di seluruh permukaan tubuh dari leher sampai telapak kaki.12

Perlu perhatian khusus pada lipatan kulit, jempol tangan dan jempol kaki.12 Oleskan

krim dibawah kuku jari tangan dan jari kaki dengan menggunakan sikat halus seperti sikat gigi, jika diperlukan.12

e. Lepaskan sarung tangan dan baju anti air sekali pakai yang digunakan setelah pengolesan obat selesai.12 Masukan ke dalam kantung plastik dan dibuang

seperti biasa.12

f. Cuci tangan, pergelangan tangan, dan lengan bawah dengan menggunakan sabun dan air mengalir.12

g. Biarkan krim meresap pada penderita skabies selama 8-14 jam.12


(29)

yang dapat menghapus krim sebelum waktu yang telah ditentukan.12

i. Hapus krim pada tubuh penderita dengan mandi setelah waktu pemakaian selesai.12

j. Periksa pasien tiap minggu selama 3-4 minggu untuk memantau kesembuhan.2

Ulangi pengobatan satu minggu kemudian jika gejala belum mereda.12,19

Catatan : kemerahan akan timbul beberapa minggu setelah pengobatan tetapi gejala harus hilang.12

2. Ivermectin (Stromectol)

Ivermectin merupakan agen anti parasitik yang diindikasikan untuk infeksi yang disebabkan oleh parasit.12 Ivermectin belum mendapatkan persetujuan dari United State

Food and Drug Administration untuk penggunaannya dalam penyakit skabies.12 Tetapi,

berdasarkan penelitian baru-baru ini menyatakan ivermectin efektif 90-95% oral dengan dosis tunggal (200ug/kg) atau 0,2 mg/kg 2-3 dosis setiap 1-2 minggu.12,19

Penggunaan dosis ivermectin harus sesuai dengan anjuran dokter.2 Ivermectin dikonsumsi

secara oral, satu jam sebelum makan pagi.12 Efektivitas ivermectin meningkat sampai

95% dengan dosis dua kali untuk skabies jenis atypical.12

Gatal dan ruam kemerahan dapat memburuk di hari pertama pemakaian ivermectin.2

Reaksi lokal atau bahkan sistemik dapat terjadi sebagai efek samping dari ivermectin.2

Penggunaan ivermectin direkomendasikan hanya bila tubuh penderita tidak dapat dioleskan oleh krim atau salep (contoh : pasien dengan ventilator, pasien yang mengalami kontraktur berat, dan/atau luka terbuka, dan/atau terdapat lesi jaringan lunak.12

Dosis tunggal ivermectin dapat diberikan bersama dengan agen keratolitik untuk pengobatan krusta skabies.12 Dosis tambahan dengan rentang waktu 2 minggu dapat

diberikan untuk pasien dengan immunocompromised dan menderita krusta skabies.12


(30)

5 kali per hari.12 Lotion dapat dihapuskan setelah 48 jam pemakaian.12 Efek samping

crotamiton adalah iritasi kulit, gatal, dan rasa panas.2 Keamanan dan efektivitas pada

anak-anak belum terbukti.12

Crotamiton sebaiknya tidak digunakan pada kulit yang sedang mengalami inflamasi akut dan luka terbuka.12Belum terbukti keamanannya untuk wanita hamil.12

4. Lindane 1% (Kwell)

Lindane dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam.21Dapat diulang setelah satu minggu.22Tidak boleh digunakan pada bayi, anak dan wanita hamil.21Lindane sudah tidak direkomendasikan untuk pengobatan skabies karena banyak terjadi resistensi, neurotoksik, dan berujung pada kematian.12,22

5. Salep Sulfur 4-20%

Digunakan tidak boleh kurang dari 3 hari karena tidak efektif pada stadium telur. Salep dihapus setelah 8 jam.23 Salep sulfur dapat digunakan sebagai pengobatan skabies

jika pengobatan lain tidak dapat digunakan.2 Efek samping yang dapat terjadi adalah kulit

kering dan iritasi.23 Penderita yang memiliki hipersensitivitas pada sulfonamid sebaiknya

tidak boleh menggunakan salep ini.24

6. Benzyl Benzoate

Benzyl benzoate 20-25% adalah krim topikal yang diaplikasikan selama 24 jam 3 hari berturut-turut.25 Setelah pengobatan selama 24 jam, krim harus dihapus dengan

sabun dan air.25Untuk infestasi yang berat, krim tersebut dapat di ulang pengaplikasiannya 24 jam setelah pemakaian pertama.25 Pemakaian ulang harus dilakukan dalam 5 hari


(31)

2.1.11 PENGOBATAN TOPIKAL DALAM DERMATOLOGI

Ada dua pedoman pengobatan topikal :

1. A. Basah dan basah

Jika dermatosis (kelainan kulit) basah (eksudatif) diobati dengan kompres terbuka.16 Tetapi, prinsip ini tidak mutlak, kompres terbuka juga digunakan pada

dermatosis dengan peradangan yang hebat, misalnya erisipelas.16

B. Kering dengan kering

Dermatosis kering diobati dengan vehikulum yang kering, misalnya salep.16

2. Makin akut suatu dermatosis, makin lemah bahan aktif yang dipakai

Pada dermatosis akut jangan diberi terapi dengan bahan aktif yang kuat yakni dengan konsentrasi yang tinggi karena akan menghebat.16 Misalnya pada

tinea korporis yang akut jangan diobati dengan asam benzoik 12% melainkan 6%.16

2.1.11.1 Prinsip Pengobatan Topikal

Prinsip pengobatan topikal dibagi menjadi 2 bagian : 1. Vehikulum16

2. Bahan aktif.16


(32)

pendingin.16

Cairan Bedak kocok bedak

Krim Pasta pendingin pasta berlemak

Gambar 4. Bagan Vehikulum.16

Salep

a. Cairan

Jika bahan pelarutnya akua disebut solusio.16 Kalau bahan pelarutnya alkohol,

eter, atau kloroform dinamakan tingtur.16 Solusio dapat dipakai untuk mandi, rendam,

atau kompres.16 Yang tersering dilakukan ialah kompres.16 Contoh mandi ialah dengan

membubuhi sedikit bubuk permanganas kalikus ke dalam satu ember air sampai warnanya keunguan untuk pasien varisela.16

Cara mengompres ada 2 macam : 1. Kompres terbuka.16

2. Kompres tertutup 16

b. Krim

Krim ialah campuran lemak dan cairan, biasanya akua, agar dapat bercampur diperlukan emulgator, yang dapat mengikat baik air maupun lemak.16


(33)

Bahan

Bahan krim tersebut sebagian telah dijelaskan pada bab “salep” ialah cera alba,

oleum olivarum, dan oleum sesami.6 Yang belum dijelaskan ialah cetaceum dan cera

lanett N.16

Cetaceum

Cetaceum atau spermatici merupakan lemak murni padat diperoleh dari lemak ikan

paus, berupa kristal putih terutama terdiri atas cetylester dan asam palmitat, titik cairnya 43-47°C.16 Bila dicampur dengan lemak dan minyak memberikan konsistensi yang

baik dan halus berwarna putih.16

Cera lanette N

Juga merupakan lemak murni padat, terdiri atas cetyl alcohol yang ditambahkan ester asam sulfat dari fatty alcohol.16

Khasiat

Krim mempunyai efek mendinginkan efek mendinginkan dan sebagai emolien.16 Efek

pendingin vanishing cream besar daripada cold cream, sebaliknya daya emolien cold

cream lebih besar daripada vanishing cream.16

Kedua krim tersebut dapat dpakai sebagai bahan dasar untuk berbagai bahan aktif, tetapi ada obat-obat yang dapat memisahkan emulsi sehingga tidak dapat dicampur dengan krim, misalnya resorsin dan fenol.16

Indikasi

Krim dipakai pada kelainan yang agak eksudatif atau kering, tetapi superfisial yang biasanya terdapat pada dermatosis akut atau subakut.16 Dibandingkan salep,


(34)

penetrasinya kurang sehingga tidak dipakai pada kelainan kulit yang kronik dan tebal seperti pada pemakaian salep.16 Meskipun demikian krim mempunyai kelebihan

dibandingkan salep karena nyaman, dapat dipakai didaerah lipatan dan kulit yang berambut.16 Contoh penggunaan krim ialah pada dermatitis akut yang telah tidak

eksudatif lagi setelah dikompres terbuka.16

Dalam apotek, biasanyang apotek tidak bersedia membuat krim karena tidak tersedia alat emulgator dan pembuatannya lebih sulit dibandingkan dengan salep.16 Jika hendak

membuat resep krim, dan membubuhi bahan aktif dapat dipakai krim yang sudah jadi misalnya biocream.16

c. Salep

Salep ialah bahan lemak atau mirip lemak yang pada suhu kamar mempunyai konsistensi seperti mentega.16 Bahan dasar terdiri atas lemak mineral dan lemak murni.

Bahan yang tersering dipakai ialah vaselin (petrolatum).16

Bahan

a. Lemak mineral

Contoh ialah vaselinum album, vaselinum flavum dan paraffinum liquidum. Yang terakhir ini tidak akan diuraikan karena jarang dipakai disebabkan oleh konsistensinya yang terlalu lunak.16

i. Vaselinum album

Diperoleh dari minyak bumi. Titik cair sekitar 10-50°C.16 Dapat

mengikat kira-kira 30% air, tidak berbau, transparan, tidak pernah menjadi tengik, konsistensi lunak.16 Dipakai untuk dasar salep, juga dalam krim, pasta, dan pasta

pendingin.16

ii. Vaselinum flavum


(35)

b. Lemak Murni

i. Adeps lanae

Adeps lanae adalah lemak bulu domba murni, keras, dan lekat sehingga sukar

dioleskan pada kulit, mudah mengikat air.16 Adeps lanae hydrosue atau disebut juga

lanolin ialah adeps lanae dengan akua 25-27%.16 Banyak digunakan sebagai salep,

dipakai dengan konsentrasi 10% dalam vaselin sebagai emolien.16

ii. Cera alba

Lilin lebah berwarna putih, konsistensinya padat pada suhu kamar.16

Dipakai untuk membuat konsistensi obat menjadi lebih keras.16 Juga dipakai sebagai

emulgator.16

iii. Cera flava

Lilin lebah berwarna kuning, pemakaiannya sama dengan cera alba.16

c. Minyak

Terdapat berbagai macam minyak, diantaranya :  Oleum olivarum (minyak zaitun)

 Oleum sesami (minyak wijen)  Oleum arachidis (minyak kacang)  Oleum cocos (minyak kelapa)  Oleum ricini (minyak jarak).16

Salap dengan bahan dasar minyak, konsistensinya lebih lunak (terlalu cair) daripada dengan vaselin.16


(36)

Baik.16 Contohnya : hiperkeratosis palmaris et plantaris, dermatosis atipik bentuk

dewasa, dan neurodermatitis sirkumskripta.16 Demikian pula pada dermatosis yang

berkrusta.6 Juga pada ulkus yang telah bersih, kalau masih kotor dikompres terbuka.16

Kontraindikasi

Kontraindikasinya ialah pada radang akut, terutama dermatosis eksudatif karena salep tidak dapat melekat.16 Juga tidak nyaman bila dipakai pada daerah berambut karena

menyebabkan perlekatan.16 Demikian pula bila dipakai pada daerah lipatan.16 Pada

kelainan kulit yang akut dan kering lebih baik digunakan krim daripada salap karena jika diberi salap sering kulitnya meradang lagi (intoleransi).16

2. Bahan Aktif

Memilih obat topikal selain faktor vehikulum, juga faktor bahan aktif yang dimasukkan ke dalam vehikulum yang mempunyai khasiat tertentu yang sesuai untuk pengobatan topikal.16 Khasiat bahan aktif topikal dipengaruhi oleh keadaan fisikokimia

permukaan kulit, disamping komposisi formulasi zat yang dipakai.16

Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk konsentrasi obat, kelarutannya dalam vehikulum, besar partikel, viskositas, dan efek vehikulum terhadap kulit.16

Bahan aktif dalam salep 2-4 : A. Asam salisilat

Berupa kristal putih, mudah larut dalam alkohol (1:4), sukar larut dalam akua (1:650), agak larut dalam oleum ricini (1:10).16

Khasiatnya desinfektan, anti pruritik , antimikotik, dan antiinflamasi.16 Digunakan

dalam solusio, bedak, bedak kocok, dan salep.16,17 Jika dipakai dalam bedak kocok harus

dibubuhi alkohol karena daya larut dalam air rendah.16 Bila dikombinasikan dengan sulfur,


(37)

untuk merangsang epitel pada ulkus yang telah bersih.16,17 Pada konsentrasi 3-20%

bersifat keratolitik digunakan pada dermatosis yang hiperkeratotik.16,17 Pada

konsentrasi tinggi 30-60% bersifat destruktif digunakan sebagai pengobatan kalus dan veruka.16,17 Solusio 1% dipakai sebagai kompres, berwarna jernih sehingga tidak

mengotori pakaian dan seprai seperti larutan permanganas kalikus dan rivanol.16

Contoh pemakaian pada dermatitis yang eksudatif.16,19 Jika asam salisilat bercampur

dengan oydum zincicum menjadi tak aktif karena terbentuk salycilicum zincicum.16 Asam

salisilat 3-5% juga bersifat mempertinggi absorbsi perkutan bahan-bahan aktif, misalnya dicampur dengan preparat ter untuk pengobatan psoriasis.16

Pemakaian pada daerah yang luas hendaknya berhati-hati karena akan diabsorbsi dan bersifat toksik.16 Gejalanya sama dengan intoksikasi salisilat yakni : tinitus dengan

gangguan mental, kematian pernah di laporkan.16

B. Sulfur

Bersifat antiseboroik, anti akne, anti skabies, anti bakteri positif-Gram, dan anti jamur.16 Yang digunakan ialah sulfur yang terhalus, yaitu sulfur presipitatum (belerang

endap) berupa bubuk kuning kehijauan.16 Biasanya dipakai dalam konsentrasi

4-20%.7,16

Dapat digunakan dalam pasta, krim, salap, dan bedak kocok.16 Contoh dalam salep ialah

salep 2-4 yang mengandung asam salisilat 2% dan sulfur presipitatum 4%.14,16Sedangkan contoh dalam bedak kocok ialah losio Kummerfeldi dipakai untuk akne.6

Farmakokinetik obat topikal menggambarkan perubahan konsentrasi obat setelah aplikasinya pada permukaan kulit, perjalanannya menembus sawar kulit dan jaringan dibawahnya, dan distribusinya ke dalam sirkulasi sistemik.15

2.1.12 Penilaian setelah pengobatan

Symptom dapat bertahan walaupun pengobatan telah selesai sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap tungau yang mati.12 Anti histamin dan steroid topikal krim


(38)

Berikut merupakan beberapa penyebab terjadinya kegagalan pengobatan skabies : a. Pemakaian krim yang tidak rutin.12

b. Gagal mengidentifikasi dan mengobati semua kasus skabies (termasuk penderita, pekerja kesehatan, keluarga, pengunjung, kerabat).12

c. Paparan terus menerus pada penderita skabies lain.12

d. Kebersihan lingkungan yang kurang terjaga.12

e. Kurangnya pengawasan terhadap kasus skabies setelah dilakukan pengobatan.12

f. Respon terhadap skabisid minimal karena penderita memiliki imunitas yang rendah.12

g. Penggunaan steroid topikal saat pengobatan.12

h. Resisten terhadap skabisid.12


(39)

Gambar 5. Pilihan terapi untuk pengobatan skabies12

Pengobatan Skabies yang disarankan untuk populasi khusus

Penggunaan Lindane tidak direkomendasikan karena telah terjadi resistensi dan efek samping neurotoksik.12


(40)

Bagan Alur Skabies

Pasien dengan gatal dan lesi

Diagnosis banding

Tidak

DIAGNOSIS

Apakah gejala klinis dan hasil laboratorium menyokong skabies ?

Ya

EVALUASI

Edukasi pasien Farmakoterapi Ivermetrin (oral) Ditambah

Skabisid (topikal) Terapi hiperkeratosis:

Obat keratolitik (misalnya: asam salisilat)

Apakah pasien menunjukkan Ya gejala skabies berkrusta?

Tidak

Terapi simptomatik Antihistamin oral Kortikosteroid topikal Infeksi bakterial sekunder:

Terapi dengan antibiotik yang sesuai

Terapi untuk pasien dan semua kontak risiko tinggi

Edukasi pasien Farmakoterapi

Lini pertama (skabisid topikal) Permetrin

Lini kedua (skabisid topikal) Benzil benzoat

Crotamiton Lindane Sulfur

Terapi simtomatik:

Follow up

Pemeriksaan ulang pasien, 1-2 minggu setelah terapi awal

Evaluasi

Apakah terjadi perbaikan terhadap rasa gatal & lesi kulit atau lewat mikroskopis ?

Antihistamin oral Kortikosteroid topikal Infeksi bakterial sekunder: Terapi dengan antibiotik yang sesuai Tidak Ulang terapi Ya Tidak memerlukan terapi lanjut


(41)

2.1.13 Perhatian khusus untuk Lingkungan

Kebersihan lingkungan adalah kunci untuk kontrol penyakit skabies.12 Tungau

skabies dapat bertahan hidup di luar tubuh hostnya hanya 2-5 hari.12,18 Oleh sebab itu,

desinfeksi lingkungan sekitar pada kasus skabies membantu mencegah reinfestasi dan transmisi.12

Ketika sedang membersihkan lingkungan penderita, harus selalu diberitahukan untuk memanaskan atau merendam pakaian dan sarung tangan yang digunakan dengan air panas.12

2.1.13.1 Selimut dan Seprai

a. Semua seprai, termasuk sarung bantal, selimut harus diganti dan dicuci selama atau secepatnya selama pengobatan skabies dilakukan.12,18

b. Semua handuk dan pakaian harus dicuci dengan air panas.12,18

c. Ulangi hal diatas setelah pengobatan skabies telah selesai dilakukan.12,18

2.1.13.2 Pakaian dan Barang Pribadi

a. Semua pakaian dan barang pribadi penderita harus segera dicuci. Jika penderita tinggal di sebuah asrama dan memulangkan pakaiannya ke rumah, disarankan untuk memisahkan pakaian yang dicuci dengan anggota keluarga yang lain dan sebaiknya menggunakan sarung tangan saat mencuci (disposable gloves). Suhu air untuk mencuci sebaiknya 120°F atau 50°C (pengaturan sepanas mungkin) selama 10 menit.12

b. Pakaian dan barang pribadi yang disimpan dalam lemari atau laci dan belum tersentuh oleh barang lain yang sudah terkontaminasi penderita tidak perlu dicuci atau di desinfeksi.12


(42)

barang pada sebuah kantung dan bekukan pada -20°C selama 12 jam.12

d. Simpan semua kosmetik dalam kantung plastik dalam 2 minggu pada suhu ruangan atau lebih panas sebelum digunakan lagi.12

2.1.13.3 Perabotan dan Lingkungan Hidup

Gunakan pembersih perabotan dan produk desinfeksi sesuai dengan arahan pabrik. a. Semua peralatan yang dapat dicuci sebaiknya dibersihkan sebelum di desinfeksi.12,18

b. Kasur, sarung bantal, tirai, seluruh peralatan kasur, lantai keramik yang terpapar oleh penderita skabies harus dibersihkan setelah skabisida dihapus.12,18

c. Vakum lantai karpet dan perabotan jika berada di dalam ruangan penderita atau ruangan terdekat yang dikunjungi oleh pasien. Selama pengobatan skabies, beberapa perabotan yang digunakan pasien, sebaiknya dilapisi.12,18

d. Perabotan sebaiknya di vakum dan dilapisi dengan plastik selama 7 hari.12,18

2.1.14 Edukasi Skabies

Semua rencana kontrol penyakit skabies memerlukan pengetahuan dan pelatihan kepada semua staff kesehatan (seperti suster, dokter, dan mahasiswa di bidang kesehatan). Informasi umum juga harus diberikan untuk warga sekitar, keluarga, pengunjung, dan lain-lain. Pengetahuan yang adekuat dan akurat tentang pengobatan dan kontrol skabies akan memperbaiki pemahaman, mengurangi kecemasan, dan meningkatkan penanggulangan wabah.12,18

Selama skabies mewabah, informasi sebaiknya diberikan kepada semua individu termasuk staff, pasien, keluarga dan pengunjung. Mempersiapkan informasi sebanyak mungkin sebelum wabah terjadi, akan menghemat waktu berharga jika wabah terjadi dan dapat dikontrol dengan baik. Pertanyaan yang sering diajukan :

1. Apa itu skabies?

2. Bagaimana penularan skabies? 3. Apakah cakupan terjadinya wabah? 4. Kapan wabah terjadi?


(43)

5. Metode apa yang digunakan untuk kontrol wabah?

6. Pengobatan apa yang digunakan untuk mengobati wabah?

7. Siapa yang bisa dihubungi untuk menggali informasi mengenai wabah ini? 8. Kepada siapa seharusnya kasus skabies dilaporkan?

2.1.15 Identifikasi Wabah

Definisi wabah adalah terjadinya peningkatan yang tidak biasa suatu penyakit dalam populasi dalam waktu dan lokasi tertentu. Angka yang diharapkan untuk kasus skabies yang adalah 0.12

Tujuan identifikasi wabah skabies adalah pertama untuk menentukan dan konfirmasi agen yang menjadi penyebab wabah tersebut; menerapkan langkah-langkah pengendalian; identifikasi pengukuran untuk mencegah wabah di masa yang akan datang.12


(44)

2.1.15.1. Protokol untuk Investigasi Kasus Skabies

Apakah pasien memiliki symptom penyakit skabies?

Tentukan tindakan yang tepat untuk diagnosis banding

Tidak

Pertimbangkan atypical skabies

Tidak YA

Secepatnya obati kasus dan yang kontak dalam hari yang sama

Laporkan wabah (1 atau lebih kasus) ke Departemen Kesehatan Gunakan pelindung diri untuk semua pasien yang dicurigai Kumpulkan 4-6 kerokan kulit atau potongan kuku per kasus untuk

pemeriksaan lab

Apakah tingkat keparahan gejala menurun selama 2 minggu sejak awal pengobatan

Tidak

Pertimbangkan kegagalan pengobatan, re-infestasi atau diagnosis alternatif Ulangi

pengobatan dan perhatikan kebersihan lingkungan

Tentukan tindakan yang tepat untuk diagnosis banding

YA

Monitor kasus tambahan untuk memutus rantai penularan

Setelah pengobatan selesai, hentikan isolasi dan lakukan tindakan

pencegahan

Ganti dan cuci seprai sebelum dan sesudah pengobatan

Simpan YA barang-barang

penderita di dalam kantung plastik dan letakkan dalam pemanas selama 20 menit ATAU simpan dalam kantung plastik dan biarkan selama 7 hari Telusuri kontak dan cari kasus yang baru

Apakah

kerokan kulit positif skabies?

Tidak Pertimbangkan diagnosis banding

Obati dengan skabisida jika diagnosis lainnya dapat disingkirkan dan

menemukan 2 dari 4 tanda kardinal


(45)

2.1.16 Evaluasi Tindakan Pengendalian Skabies

Penderita, pekerja kesehatan, dan pengasuh yang terinfestasi skabies, harus diperiksa ulang tiap minggu untuk menilai apakah pengobatan berhasil atau tidak. Pengobatan tambahan perlu dipertimbangkan jika gejala tidak membaik.12,18

Gatal dan ruam membaik 7-14 hari setelah pengobatan. Pengobatan gagal atau reinfestasi perlu dipikirkan jika tanda dan gejala skabies bertahan atau memburuk setelah periode waktu tersebut.12,18

2.1.16.1 Kegagalan dalam Pengendalian Skabies

Berikut ini alasan-alasan yang mungkin berpengaruh pada kegagalan pada kontrol skabies. 1. Pengobatan yang tidak adekuat, termasuk gagal mengaplikasikan ulang obat setelah

terhapus selama periode pengobatan, gagal mematuhi petunjuk pemakaian obat, menggunakan steroid topikal selama periode pengobatan, gagal mengaplikasikan obat ke seluruh tubuh.12

2. Paparan terus menerus pada orang yang terinfestasi akibat kegagalan mengidentifikasi kasus.12

3. Paparan terus menerus pada barang-barang yang kontak seperti selimut, pakaian, dan lain-lain.12

4. Resistensi obat.12

5. Reinfestasi pada petugas kesehatan, dan pengunjung, akibat paparan keluarga penderita, dan teman kamar yang terinfestasi.12

6. Penderita dengan immunocompromised.12

7. Gagal mengidentifikasi dan melaporkan penderita yang memiliki gejala skabies.12

8. Gagal mengidentifikasi dan mengawasi yang kontak dekat dengan penderita.12


(46)

2.1.17 Langkah-langkah untuk Mencegah Skabies

Kebijakan pencegahan skabies, prosedur dan protokol harus dikembangkan dan dimanfaatkan oleh lembaga pelayanan kesehatan untuk mengatasi dan mencegah infestasi skabies.12 Rencana pencegahan skabies harus mencakup pendekatan sebagai berikut :

2.1.17.1 Penilaian Kulit

Saat masuk

Pemeriksaan menyeluruh dari kulit kepala-kulit kaki apakah terdapat tanda dan gejala skabies terutama yang melibatkan sela-sela jari, tangan, pergelangan tangan, sikut, harus dilakukan dalam 24 jam untuk semua pasien.12

Berkala

Pemeriksaan kulit yang menyeluruh, seperti yang dijelaskan diatas, harus dipenuhi dan didokumentasikan tiap minggu. Semua tanda dan gejala harus dilaporkan segera kepada petugas kesehatan. Pencegahan umum harus dilakukan oleh setiap pasien dengan gejala yang dicurigai sampai diketahui penyebab gejala tersebut. Pencegahan umum tersebut adalah menggunakan perlengkapan proteksi pribadi untuk semua kontak dengan kulit pasien, cairan tubuh, dan/atau pakaian.12

Pencegahan Umum (Universal)

Perlengkapan proteksi pribadi seperti sarung tangan harus digunakan oleh setiap orang yang berkontak langsung dengan kulit pasien yang menunjukan efloresensi skabies. Cara mencuci tangan yang baik harus dilakukan sebelum dan sesudah menggunakan sarung tangan dan diantara kontak dengan semua pasien. Penggunaan hand sanitizer

diperbolehkan jika tangan tidak terlihat kotor. Buanglah sarung tangan setiap habis digunakan.12


(47)

Perawatan Pasien Rutin

Mandi harus dilakukan secara rutin. Pakaian harus diganti setiap habis mandi. Melakukan penilaian kulit pada saat mandi dianjurkan. Kuku jari tangan dan kuku jari kaki harus selalu pendek dan bersih.12

Pertimbangan Kebersihan

Kegiatan membersihkan lingkungan secara rutin dan terjadwal harus dikembangkan, diterapkan dan dipelihara. Mengganti seprai harus dilakukan setidaknya setiap minggu dan lebih sering jika diperlukan. Barang pribadi pasien harus dicuci dan didesinfeksi.12

Edukasi Staff

Semua karyawan harus secara berkala menerima informasi tentang skabies. Minimal, dalam pelatihan atau seminar edukasi tersebut menyampaikan informasi mengenai biologi, periode inkubasi, transmisi, tanda dan gejala, pengobatan, pencegahan, dan bagaimana mendokumentasikan dan melaporkan kasus skabies.12

Mengikuti satu kasus atau wabah skabies, menyediakan karyawan dengan “review setelah tindakan” dan rencana aksi (kegiatan peningkatan kerja) intuk menurunkan resiko kejadian berulang.12

Pertimbangan Tambahan

Petugas kesehatan harus diberitahukan untuk melaporkan paparan skabies di rumah atau komunitas segera. Ketika dicurigai skabies, harus dilakukan pencarian langsung untuk kasus tambahan. Pergantian shift karyawan harus diminimalisir untuk menurunkan resiko penularan penyakit.12


(48)

2.1.18 Populasi Anak

Tempat penitipan anak, sekolah, dan tempat aktivitas anak lainnya sering memiliki kesulitan dalam kontrol skabies. Anak-anak lebih sering melakukan kontak satu sama lain, yang dapat meningkatkan kesempatan penularan selama di tempat tersebut. Kepanikan masal dapat mudah terjadi jika terdapat kasus seperti ini. Informasi berikut ini dimaksudkan untuk membantu dalam kontrol skabies di populasi anak-anak.12

2.1.18.1 Tanggung Jawab Fasilitas

a. Setiap anak yang memiliki tanda dan gejala skabies harus segera diperiksa ke dokter untuk evaluasi dan diagnosis. Skabies harus bisa di curigai ketika anak memiliki ruam yang menyebabkan gatal hebat, terutama saat malam.12

b. Anak-anak yang dicurigai memiliki penyakit skabies yang terletak di area tubuh yang tidak ditutupi oleh pakaian harus di hindari dari kontak dengan yang lain sampai selesai dievaluasi oleh dokter. Anak-anak yang dicurigai memiliki penyakit skabies yang terletak di area tubuh yang ditutupi oleh pakaian, dapat dipulangkan ke rumah. Anak-anak yang menetap di sekolah, harus di isolasi dari kegiatan, contohnya kegiatan ekstrakulikular untuk mencegah penularan langsung kulit dengan kulit.12

c. Anak yang sudah terdiagnosis dengan skabies harus diisolasi dari sekolah dan kegiatan ekstrakurikular sampai pengobatan telah selesai dilakukan. Jika topikal krim skabies telah digunakan (yang digunakan semalaman), anak-anak dapat kembali ke sekolah hari berikutnya setelah pengobatan selesai.12

d. Laporkan tiap wabah ( satu atau lebih anak yang memiliki gejala) kepada pelayanan kesehatan setempat.12

e. Anggota staff yang ditunjuk harus mencatat daftar yang kontak pada kasus skabies. Daftar tersebut harus termasuk anak di tingkat berapa, umur, gejala, kapan orangtua atau pengasuh menyadari munculnya gejala tersebut, apakah sudah dibawa berobat ke dokter.12

f. Fasilitas atau sekolah harus memberikan edukasi kepada orangtua pasien atau pengasuhnya yang memiliki anak di kelas yang sama atau sering kontak langsung


(49)

dengan penderita skabies bahwa gejala skabies akan muncul, paling lambat 6 minggu setelah paparan. Pada saat memberikan informasi, tidak perlu disertakan nama anak yang terinfestasi oleh skabies tersebut.12

g. Pertemuan umum dengan orang tua atau pengasuh untuk membahas masalah apa yang sedang dihadapi dan langkah-langkah yang akan diambil untuk mencegah penyebaran di masa yang akan datang dapat membantu mencegah kepanikan masal di kalangan orangtua.12

2.1.18.2 Pengendalian Penularan

a. Berkoordinasi dengan pelayanan kesehatan setempat untuk mengidentifikasi dan menerapkan langkah-langkah yang tepat untuk mencegah penularan skabies.12

b. Kasus skabies harus mendapatkan pengobatan dengan skabisida dan harus diikuti sampai gejala hilang dan tidak ada lesi baru yang muncul. Jika pengobatan skabies berhasil, intensitas gatal dan ruam akan membaik selama periode 7-14 hari.12,18

c. Jika tanda dan gejala bertahan, lebih intensif, atau terdapat lesi baru dalam 7-14 hari, kegagalan pengobatan atau diagnosis banding harus dipertimbangkan. Bawa anak-anak ke dokter untuk di evaluasi ulang.12,18

d. Gagal untuk benar-benar mengobati kontak erat dengan kasus dan anggota keluarga dapat menyebabkan terjadinya reinfestasi. Kegiatan surveilans untuk kasus skabies harus dilakukan jika telah terjadi reinfestasi.12,18

2.1.18.3 Edukasi untuk Pengaturan Populasi Anak

a. Edukasi untuk guru, petugas kesehatan, dan staff tentang penyakit ini termasuk gejala, pengobatan, dan metode pencegahan dapat menurunkan resiko penularan dengan mendeteksi dini kasus.12,18


(50)

ajaran baru saat anak pertama kali masuk, beberapa fakta mengenai tanda dan gejala penyakit skabies, orang yang harus dilaporkan dalam yayasan tersebut jika menemukan kasus ini, dan evaluasi yang tepat oleh dokter.12,18

2.2 Kerangka Teori

Anamnesis :

1. Pasien mengeluh gatal terutama malam hari 2. Terdapat keluhan serupa pada kerabat

atau keluarga

3. Tinggal bersama dengan kerabat atau keluarga yang mengalami keluhan serupa

Pemeriksaan Fisik :

Lokasi lesi : sela-sela jari tangan, pergelangan tangan

bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah

Jenis lesi : papul, vesikel, terdapat kunikulus, pustul

Diagnosis skabies memenuhi 2 dari 4 tanda kardinal :

1. Gatal malam hari 2. Hidup berkelompok

3. Terdapat kunikulus pada tempat predileksi

4. Ditemukannya tungau

Skabies

1. Usia 2. Pendidikan

3. Kebersihan lingkungan 4. Perilaku sehat 5. Kontak penderita

Pengobatan topikal

Pengobatan sistemik

A. Faktor yang mempengaruhi absorbsi obat topikal :

1. Jenis vehikulum 2. Faktor fisiokimiawi 3. Penetration enhancer

4. Oklusi dan lokasi aplikasi obat topikal

B. Compliance penderita C. Reinfestasi

D. Kebersihan pribadi dan lingkungan

1. Peremthrin 5% 2. Lindan 1% 3. Sulfur 4-20% 4. Krotamiton 5. Emulsi benzilbenat (20-25%) 6. Gameksan 1%

1. Anti-histamin sedative

2. Infeksi sekunder : ditambahkan antibiotik 3. Ivermektin

Ulangi pengobatan 1 minggu kemudian jika diperlukan. Kontrol tiap minggu Tidak muncul lesi baru dalam


(51)

2.3 Kerangka Konsep

Sembuh Tidak sembuh

 Gejala hilang setelah 2 minggu

 Tidak timbul lesi baru dalam 2 minggu, papul dan vesikel hilang 80%

 Gejala bertahan atau memburuk setelah 2 minggu

 Timbul lesi baru dalam 2 minggu, papul dan vesikel hilang <80% Anamnesis Pemeriksaan Fisik

Diagnosis presumtif

1. Lesi kulit pada daerah predileksi 2. Pruritus nokturia

3. Riwayat serupa dengan kontak erat

skabies

Terapi topikal serentak

Salep 2-4 tunggal Salep 2-4 dengan


(52)

2.4 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat

Ukur

Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Salep 2-4 Salep 2-4 merupakan salep yang

mengandung zat aktif asam salisiliat 2% dan sulfur 4% yang efektif untuk mengobati penyakit skabies

Aplikasikan salep 2-4 selama 3 malam berturut-turut, selama

8 jam, seluruh tubuh mulai dari leher. Setelah wudhu dan mandi, salep 2-4 diaplikasikan ulang

Catatan harian pemakai an salep 2-4

1. Ya 2. Tidak Kriteria : 1. Ya :

Salep 2-4 telah diaplikasikan sesuai arahan 2. Tidak :

Salep 2-4 tidak atau kurang lengkap

diaplikasikannya

Nominal

2. Sabun sulfur 10%

Sabun sulfur 10% merupakan terapi topikal dalam sediaan sabun yang mengandung 10% sulfur

Aplikasikan sabun sulfur 10% tiap mandi pagi dan sore selama 3 minggu selama 5 menit

Catatan harian pemakai an sabun sulfur

1. Ya 2. Tidak

Kriteria : 1. Ya :

Sabun sulfur 10% diaplikasikan sesuai arahan 2. Tidak :

Sabun sulfur 10% tidak atau kurang lengkap

diaplikasikannya


(53)

3 .

Kesembuhan skabies

Kesembuhan skabies ditandai dengan gejala berkurang setelah 2 minggu, tidak muncul lesi baru dalam 2 minggu, papul dan vesikel hilang 80%

Anamnesis dan

pemeriksaan fisik setelah

pengobatan di minggu pertama, minggu kedua dan minggu ketiga Catatan kontrol minggu 1, minggu 2 dan minggu 3

1. Sembuh

2. Tidak

Sembuh Kriteria :

1.Sembuh : gejala skabies berkurang setelah 2 minggu, tidak ada lesi baru dalam 2 minggu, papul dan vesikel hilang 80%

2.Tidak Sembuh : Gejala skabies bertahan atau memburuk setelah 2 minggu, muncul lesi baru dalam 2 minggu, papul dan vesikel hilang <80%


(54)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian pada penelitian ini adalah uji klinis untuk mengetahui perbandingan efektivitas terapi kombinasi salep 2-4 dan sabun sulfur 10% dibandingkan dengan terapi salep 2-4 tunggal terhadap angka kesembuhan skabies.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 3 minggu pada bulan Februari dan Maret dimulai dari tanggal 28 Februari - 20 Maret 2015 di Pondok Pesantren Bait Qur’ani, Ciputat.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah santri dari Pondok Pesantren Bait Qur’ani, Ciputat. Sampel yang diambil sebanyak jumlah perhitungan sampel.

3.3.1 Jumlah Sampel

Rumus besar sampel yang digunakan adalah berdasarkan jenis pertanyaan pada penelitian ini yaitu analitis kategorik tidak berpasangan dengan kontrol negatif dan kontrol positif masing-masing satu orang.

N1 = N2 = (Zα√2PQ + Zβ√P1Q1 + P2Q2)2

(P1-P2)2

1,64 √2 x 0,79 x 0,21 + 0,84 √0,89 x 0,11 + 0,69 x 0,31 (0,89 - 0,69)2


(55)

Keterangan:

N = jumlah sampel setiap kelompok perlakuan

Zα = derivat baku alfa = 95% = 1,64

Zβ = derivat baku beta = 20% = 20% = 0,84

P2= proporsi kesembuhan salep standard menurut pustaka = 0,69 Q2= 1 – P2 = 1 – 0,69 = 0,31

P1 – P2 = selisih proporsi minimal = 0,2

P1= proporsi kesembuhan obat yang diuji = P2 + 0,2 = 0,6 + 0,2 = 0,89 Q1= 1 – P1 = 1 – 0,8 9= 0,11

P = P1+P2 = 0,89 + 0,69 = 0,79

2 2

Q = 1 – P = 1 – 0,79 = 0,21

3.3.2 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling sehingga semua subjek yang memenuhi syarat penelitian akan direkrut.

3.3.3 Kriteria Sampel 3.3.3.1 Kriteria Inklusi

1. Seluruh santri Pondok Pesantren Bait Qur’ani Ciputat dan bersedia mengikuti peneilitian.

2. Santri yang tinggal serta menginap di Pondok Pesantren Bait Qur’ani Ciputat. 3. Santri yang memenuhi kriteria diagnosis skabies.


(56)

3.3.3.2 Kriteria Ekslusi

1. Santri dengan komplikasi infeksi sekunder

2. Santri yang menunjukkan gejala-gejala klinis penyakit kulit lain.

3. Santri yang sudah mendapatkan pengobatan skabies atau dalam masa pengobatan.

4. Santri yang mempunyai riwayat hipersensitivitas terhadap komponen obat yang diuji.

3.3.3.3 Kriteria Drop Out (DO)

1. Santri yang tidak mengikuti pengobatan sesuai yang diarahkan sebagai sampel penelitian.

2. Santri yang tidak selesai menjalankan pengobatan skabies 3. Santri yang mengundurkan diri dari sampel penelitian. 4. Santri yang berobat ke tempat pengobatan lain.

3.3.3.4 Variabel

Variabel Bebas

Salep 2-4 dan sabun sulfur 10 %

;

Salep 2-4 tunggal

Variabel terikat

Kesembuhan skabies

3.3.3.5 Alat dan Bahan Bahan

1. Salep 2 - 4 2. Sabun sulfur


(57)

3.Sabun non - sulfur dan non - antiseptik

Alat

1. Kaca pembesar 2. Senter

3. Catatan pemakaian harian obat 4. Sarung tangan

3.4 Cara Kerja Penelitian

 Penelitian ini dimulai dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis skabies berdasarkan gejala klinis.

 Semua subjek yang memenuhi kriteria direkrut sampai besar sampel minimal terpenuhi (consecutive samping).

 Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dibagi menjadi 2 kelompok dengan menggunakan simpel randomization.

 Satu kelompok sampel diberikan pengobatan kombinasi salep 2-4 dan sabun sulfur 10%.. Sabun sulfur yang digunakan pada penelitian ini adalah sabun JF sulfur®

 Kelompok yang ke -2 diberikan pengobatan dengan menggunakan salep 2-4 dan sabun non - sulfur dan non - antiseptik. Pada penelitian ini sabun non-sulfur dan non-antiseptik yang digunakan adalah sabun Giv®

 Pengobatan salep 2-4 dilakukan selama 3 hari berturut-turut tiap malam, mulai pukul 20.00 WIB hingga pukul 0 4.00 WIB. Salep diaplikasikan ulang jika terhapus dan dipantau dengan catatan harian pemakaian obat tiap santri

 Pengobatan dengan sabun JF sulfur® dan sabun Giv® dilakukan dua kali sehari selama

3 minggu. Setiap kali mandi, sabun didiamkan selama 5 menit.

 Selanjutnya dilakukan observasi dan penilaian kesembuhan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik ulang di minggu 1, minggu 2, dan minggu 3 sejak hari pertama


(58)

3.4.1 Alur Penelitian

Semua santri di Pondok

Pesantren Bait Qur’ani yang

menginap

Anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk diagnosis skabies

Santri terdiagnosis skabies

Santri yang masuk dalam kriteria inklusi

Kelompok 2 : mendapatkan pengobatan dengan salep 2-4 dan sabun non sulfur, non antiseptik

Dilakukan pembagian 2 kelompok dengan menggunakan simple

randomized

Kelompok 1 : mendapatkan pengobatan dengan salep 2-4 dan sabun sulfur 10%

Pengobatan dilakukan selama 3 hari berturut-turut tiap malam. Mulai pukul 20.00-04.00 WIB untuk salep 2-4. Dan untuk sabun sulfur dan sabun non-antiseptik&non-sulfur dipakai tiap mandi pagi dan sore selama 3 minggu, didiamkan selama 5 menit.

Observasi dan penilaian kesembuhan hari ke - 7

Observasi dan penilaian kesembuhan hari ke - 28 Observasi dan penilaian kesembuhan hari ke - 14


(59)

3.5 Manajemen Data 3.5.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis skabies.

3.5.2 Pengolahan Data

Pengolahan data menggunakan SPSS 21.

3.5.3 Analisa Data

Analisa perbedaan efektivitas obat dilakukan dengan uji Chi-Square Test. Namun karena syarat uji Chi-Square Test yaitu nilai Expected <5 dan maksimal 20% dari jumlah sel tidak terpenuhi, maka digunakan uji alternatif yaitu dengan uji

Fisher’s Exact Test.

3.5.4 Rencana Penyajian Data

Data hasil penelitian secara deskriptif dan analitik dalam bentuk tabel dan gambar.

3.5.5 Etika Penelitian

a. Mendapat persetujuan untuk melakukan penelitian dari Kaprodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Mendapat persetujuan untuk melakukan penelitian dari pihak Pondok Pesantren Baitul Qur’an Ciputat.

c. Semua subjek penelitian akan diberikan penjelasan secara lisan dan tertulis mengenai tujuan dan cara penelitian.


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Prevalensi Skabies di Pondok Pesantren

Pondok pesantren yang menjadi tempat dilakukannya pemeriksaan skabies adalah Pondok Pesantren Bait Qur’ani, Ciputat. Jumlah santri yang diperiksa sebanyak 110 orang dengan jumlah laki-laki sebanyak 59 orang dan perempuan sebanyak 51 orang. Berikut dibawah ini data prevalensi skabies di Pondok Pesantren Bait Qur’ani, Ciputat.

Tabel 4.1 Prevalensi Penderita Skabies pada Pondok Pesantren Bait Qur’ani

Prevalensi skabies pada Pondok Pesantren Bait Qur’ani adalah sebesar 45 orang (40,9%). Jumlah santri yang diduga tidak menderita skabies sebesar 65 orang (59,1 %). Prevalensi skabies tanpa infeksi sekunder adalah sebesar 36 orang (32,7%) dan prevalensi skabies dengan infeksi sekunder adalah sebesar 9 orang (8,2%).

Prevalensi skabies di Pondok Pesantren Bait Qur’ani lebih rendah dibandingkan dengan Prevalensi skabies di Pondok Pesantren Darul Mujahadah Kabupaten Tegal sebesar 61,8% (Yasin, 2009). Prevalensi skabies di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta sebesar 74,7% (Rohmawati 2010) dan pada penelitian pada tahun 2014 di Pondok Pesantren daerah Jakarta Timur adalah sebesar 51,6% (Ratnasari dan Saleha Sungkar, 2014).

No .

Diagnosis Jumlah

Santri

Presentase (%)

1. Skabies Dengan

Infeksi Sekunder

9 orang 8,2%

40,9% Tanpa

Infeksi Sekunder

36 orang 32,7%

2. Bukan Skabies 65 orang 59,1%


(61)

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh :

a. Prevalensi skabies di daerah dengan lokasi padat penduduk, hidup berkelompok, dan dengan higienitas yang rendah lebih besar hasilnya, seperti pada penelitian Isa Ma’rufi pada tahun 2005, santri di Ponpes Lamongan yang tinggal di pemondokan dengan kepadatan hunian tinggi (<8m2 untuk 2 orang) sebanyak 245 orang mempunyai

prevalensi penyakit skabies sebesar 71,40%, sedangkan santri yang tinggal di kepadatan hunian rendah (>8m2 untuk 2 orang) sebanyak 93 orang mempunyai

prevalensi penyakit skabies sebesar 45,20%.

b. Pada Pondok Pesantren Bait Qur’ani ini, lingkungan padat hunian dan berkelompok, mengganggu ketersediaan sanitasi lingkungan dan luas ruangan yang tersedia sehingga penghuni pondok pesantren memiliki keterbatasan untuk menjaga kebersihan diri dan memudahkan penularan skabies dalam lingkungan tersebut. Menurut Peraturan Kementrian Kesehatan No.829 tahun 1999 kepadatan hunian ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang dalam

satu ruangan kecuali anak usia <5 tahun.4 Sementara pada Pondok Pesantren Bait

Qur’ani, ruang tidur yang digunakan berukuran 6x5 m2 berisi 5 orang.

c. Variasi prevalensi skabies di berbagai tempat juga dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan

B. Karakteristik Penderita

Berikut adalah distribusi penderita skabies menurut jenis kelamin di Pondok

Pesantren Bait Qur’ani, Ciputat.

Tabel 4.2 Distribusi Penderita Skabies Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah %

Laki-laki 29 64,4%


(62)

Pada tabel 4.2 diatas, dari 45 orang penderita skabies dapat dilihat bahwa jumlah penderita skabies pada laki-laki (64,4%) lebih banyak dari jumlah perempuan yang menderita skabies (35,6%). Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa prevalensi skabies pada laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan seperti pada penelitian Eka (2004) dengan jumlah penderita skabies pada laki-laki sebesar 84,4%, sedangkan pada perempuan hanya 15,6%. Pada penelitian oleh Heru pada tahun 2014 didapatkan penderita skabies pada laki-laki sebesar 53,3% dan perempuan sebesar 46,7%. Pada hasil pengumpulan data tahun 2001 oleh KSDAI, dari 9 rumah sakit di 7 kota besar di Indonesia didapatkan jumlah laki-laki yang menderita skabies sebanyak 566, dan perempuan sebanyak 326.22

Hal ini diduga disebabkan terutama oleh higiene perorangan pada laki-laki yang lebih rendah dibandingkan perempuan. Higiene perorangan meliputi frekuensi mencuci pakaian dan handuk, kebiasaan berganti pakaian dan handuk dengan teman, frekuensi mandi, dan kebersihan alas tidur.5 Pada asrama laki-laki Pondok Pesantren Bait Qur’ani, alas tidur

yang digunakan adalah kasur lipat, jarak yang memisahkan satu kasur dengan yang lain berdekatan, kebiasaan menumpuk pakaian kotor di sembarang tempat, dan memakai ruang kelas untuk dijadikan ruang tidurnya dengan jumlah hunian yang padat, sehingga kesempatan untuk menjaga kebersihan diri terganggu.

Dibandingkan dengan asrama putri Pondok Pesantren Bait Qur’ani, walaupun mereka juga menggunakan kasur lipat dengan jarak yang berdekatan, namun mereka memiliki ruang khusus untuk tidur. Sehingga resiko penularan skabies di ruang tidur hanya terbatas pada satu ruangan.


(63)

Berikut adalah distribusi penderita skabies berdasarkan usia di Pondok Pesantren

Bait Qur’ani, Ciputat.

Tabel 4.3 Distribusi Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Gambar 4.4 Diagram Distribusi Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Rentang usia yang diambil adalah berdasarkan kategori usia menurut Depkes RI tahun 2009, yakni usia anak-anak (5-11 tahun), remaja awal (12-16 tahun) dan remaja akhir (17-25 tahun).

Pada tabel 3 didapatkan bahwa jumlah penderita skabies berumur 12-16 tahun lebih banyak (64,5%) dibandingkan dengan jumlah penderita skabies berumur 5-11 tahun (131,1%), dan > 15 tahun (4,4%). Hal ini sesuai dengan distribusi penderita skabies dari 9

Usia Jumlah %

5-11 tahun 14 31,1%

12-16 tahun 29 64,5%

>16 tahun 2 4,4%


(64)

umur 5-14 tahun sebanyak 75,5%.

Penelitian-penelitian tersebut mendukung bahwa skabies sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, dimana anak-anak dan dewasa muda memiliki faktor resiko yang tinggi untuk saling menularkan karena perilaku sehat diantara mereka masih rendah. Santri pada Pondok Pesantren Bait Qur’ani adalah santri di tingkat MI dan MTS, dimana usia mereka semua masih tergolong dalam usia anak dan dewasa muda sehingga perilaku sehat meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap penyakit masih rendah. Salah satu contohnya adalah sering mengabaikan bertukar pakaian dan handuk dengan teman. Selain itu, usia anak-anak juga cenderung dapat menularkan skabies dengan cepat karena sangat dekatnya interaksi diantara mereka.

C. Hasil Pengobatan

Banyaknya subjek yang diperlukan dalam penelitian ini adalah ≥ 52 orang untuk masing-masing kelompok penelitian. Pada penelitian ini, jumlah sampel yang diperoleh tidak memenuhi persyaratan jumlah sampel dalam rumus penelitian karena jumlah santri

yang menderita skabies di Pondok Pesantren Bait Qur’ani, Ciputat hanya sebanyak 36 orang tanpa infeksi sekunder.

Seluruh subjek penelitian dibagi dua kelompok dengan metode alokasi random yaitu dibagi dua kelompok sama besar (18 orang untuk masing-masing kelompok). Namun pada hari ke-2 pengobatan didapatkan satu santri pulang untuk berobat ke tempat lain sehingga santri tersebut dimasukan ke dalam kriteria drop out. Santri tersebut adalah santri yang mendapatkan pengobatan dengan salep 2-4 dan sabun non-sulfur, non-antiseptik. Jumlah santri yang menjadi subjek penelitian kini berjumlah 35 orang. Santri dari kelompok penelitian salep 2-4 dengan sabun sulfur 10% yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 11 orang dan santri perempuan sebesar 7 orang. Santri dari kelompok penelitian salep 2-4 tunggal yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 8 orang dan santri perempuan sebesar 9 orang.


(65)

Setelah dilakukan pengobatan selama 3 hari, seluruh santri dilakukan follow up tiap minggunya dan dinyatakan sembuh menurut Panduan Praktis Klinis RSCM tahun 2012 jika :

1.Tidak timbul lesi baru dalam 2 minggu 2.Papul dan vesikel menghilang 80%

Pengobatan skabies dikatakan gagal jika gejala gatal malam hari menetap bahkan memburuk setelah 2 minggu. Penilaian kesembuhan klinis selain dari tinjauan pustaka, dilihat dari kontrol positif dan kontrol negatif masing-masing satu orang dengan menggunakan cream permethrin 5%. Setelah satu minggu dilakukan pengobatan, dilakukan pengobatan ulang kepada santri yang masih belum menunjukkan kesembuhan klinis. Santri yang dilakukan pengobatan ulang pada minggu pertama adalah sebanyak 7 orang.

Berikut adalah hasil uji perbedaan kesembuhan pada dua kelompok penelitian di


(1)

(2)

(3)

Lampiran 6. Analisis Statistik

Kontrol Minggu Pertama

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 1,830a 1 ,176

Continuity Correctionb ,865 1 ,352 Likelihood Ratio 1,873 1 ,171

Fisher's Exact Test ,228 ,177

Linear-by-Linear Association

1,778 1 ,182

N of Valid Cases 35

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,40. b. Computed only for a 2x2 table

Kelompok Perlakuan * Follow Up 1 Crosstabulation

Follow Up 1 Total

sembuh tidak sembuh

Kelompok Perlakuan

salep 2-4 dan sabun sulfur

Count 16 2 18

% within Kelompok Perlakuan

88,9% 11,1% 100,0 %

salep 2-4 saja

Count 12 5 17

% within Kelompok Perlakuan

70,6% 29,4% 100,0 %

Total

Count 28 7 35

% within Kelompok Perlakuan

80,0% 20,0% 100,0 %


(4)

Kontrol Minggu Kedua

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square ,172a 1 ,679

Continuity Correctionb ,000 1 1,000

Likelihood Ratio ,173 1 ,678

Fisher's Exact Test 1,000 ,528

Linear-by-Linear Association

,167 1 ,683

N of Valid Cases 35

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,43. b. Computed only for a 2x2 table

Kelompok Perlakuan * Follow Up 2 Crosstabulation

Follow Up 2 Total

sembuh tidak sembuh

Kelompok Perlakuan

salep 2-4 dan sabun sulfur

Count 15 3 18

% within Kelompok Perlakuan

83,3% 16,7% 100,0%

salep 2-4 saja

Count 15 2 17

% within Kelompok Perlakuan

88,2% 11,8% 100,0%

Total

Count 30 5 35

% within Kelompok Perlakuan


(5)

Kontrol Minggu Ketiga

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square ,004a 1 ,952

Continuity Correctionb ,000 1 1,000

Likelihood Ratio ,004 1 ,952

Fisher's Exact Test 1,000 ,677

Linear-by-Linear Association

,004 1 ,952

N of Valid Cases 35

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,94. b. Computed only for a 2x2 table

Kelompok Perlakuan * Follow Up 3 Crosstabulation

Follow Up 3 Total sembuh tidak

sembuh

Kelompok Perlakuan

salep 2-4 dan sabun sulfur

Count 16 2 18

% within Kelompok Perlakuan

88,9% 11,1% 100,0%

salep 2-4 saja

Count 15 2 17

% within Kelompok Perlakuan

88,2% 11,8% 100,0%

Total

Count 31 4 35

% within Kelompok Perlakuan


(6)

Lampiran 7.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

PERSONAL DATA

Nama : Firda Fakhrena

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Bekasi, 12 Juli 1994

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : JL. KH. Masmansyur No. 11 RT 07 RW 03, Bekasi Timur

No. Telepon/ HP : 0877-8072-9384

Email :

fakhrena12@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1998 - 2000 : TK Aisyiah 82, Bekasi Timur

2000 - 2006 : SD Negeri Bekasi Jaya 1

2006 - 2009 : SMP Negeri 1 Bekasi

2009 - 2012 : SMA Negeri 1 Bekasi

2012 - sekarang :Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta