Hubungan self-efficacy dengan penyesuain diri pada pekerja outbonund freelance PT. Selaras Inti Prima Indonesia

(1)

HUBUNGAN SELF-EFFICACY DENGAN

PENYESUAIAN DIRI PADA PEKERJA OUTBOUND

FREELANCE PT. SELARAS INTI PRIMA INDONESIA

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh

FEBRY MILIANSYAH NIM:

203070014514

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2011 M


(2)

(3)


(4)

4


(5)

5


(6)

Abstraksi

(A) Fakultas PsikologiUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B) Maret 2011

(C) Febry Miliansyah : 203070014514

(D) Hubungan antara self efficacy dengan penyesuaian diri pada pekerja freelance outbound pt selaras inti prima indonesia

(E) Halaman xi+85 halaman+20 tabel+4 bagan+lampiran

(F) Keyakinan individu akan kemampuan dan kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan untuk mencapai tujuan dan mengatasi hambatan. Tinggi rendahnya hasil yang dicapai individu atas usahanya ikut ditentukan oleh penilaian individu akan kemampuannya untuk menyelesaikan suatu tugas. Semakin baik penilaian individu akan kemampuannya, maka individu cenderung bertambah yakin dalam menentukan hasil yang diinginkan serta merasa mampu meraihnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara self efficacy dengan penyesuaian diri pada pekerja freelance outbound pt selaras inti prima indonesia dan dapat mengetahui bagaimana cara meningkatkan self efficacy sehingga mempermudah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja, dengan cara belajar dari pengalaman yang berhasil dilakukan, memahami lebih dekat kemampuan diri sendiri dan menjaga kesehatan fisik serta psikis. dengan hasil penelitian ini, dapat diketahui gambaran mengenai tingkat self-efficacy, penyesuaian diri dan produktivitas kerja dari karyawan. Sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu bahan masukan bagi perusahaan dalam mengelola karyawan agar dapat menghasilkan kualitas kerja yang baik serta sebagai pertimbangan untuk perusahaan dalam mengambil langkah yang tepat ketika akan mengadakan penguatan atau pengembangan sumber daya manusia.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bekerja dengan angka, yang datanya berwujud bilangan (skor atau nilai, peringkat, atau frekuensi), dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik dan untuk melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variable yang lain (Creswell dalam Alsa, 2004). Salah satu tujuan utamanya adalah untuk menemukan seberapa banyak karakteristik yang ada dalam populasi induk mempunyai karakteristik seperti yang terdapat pada sampel (creswell dalam Alsa, 2004).

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian korelasional untuk menentukan tingkat hubungan


(7)

variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Dan bertujuan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu (sevilla, et al, 1993). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 40 orang yang terdiri dari 16 wanita dan 24 laki-laki.

Dari penelitian ini didapatkan hasil terdapat hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan penyesuaian diri pekerja outbound freelance pt selaras inti prima Indonesia, dilihat dari hasil hipotesis diperoleh nilai koefisien korelasi antara self efficacy dengan penyesuaian diri adalah 0,891 denga signifikansi 0,000(sig<0,05), maka 0,891>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan penyesuaian diri pekerja out bound freelance pt selaras inti prima Indonesia.

Penelitian ini masih memerlukan penelitian lanjutan dengan penambahan responden dan akan lebih baik lagi jika responden dalam penelitian berasal dari berbagai perusahaan

(G) Bahan bacaan 10 (1886-2005) + 1 jurnal

7


(8)

8


(9)

9


(10)

10


(11)

11


(12)

12


(13)

13


(14)

14


(15)

15


(16)

16


(17)

17


(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

1.1 Latar

Belakang

Setiap yang hidup memiliki kebutuhan yang harus terpenuhi untuk bertahan dan melanjutkan tugas perkembangannya. Seiring dengan perubahan zaman dan bertambahnya usia, individu juga memiliki kebutuhan yang terus bertambah, karena adanya sebuah tingkat kebutuhan yang harus dilalui selama hidupnya. Untuk pemenuhan kebutuhan hidup individu harus mengunakan kemampuan, ketrampilan ataupun keahlian yang dimilikinya dengan cara bekerja. Dengan bekerja individu akan mendapatkan hasil berupa upah atau imbalan yang dengan hal tersebut segala kebutuhan baik primer maupun sekunder dapat terpenuhi.

Bekerja merupakan sarana terpenting bagi individu yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupannya. Selain untuk memenuhi kebutuhan hidup yang bersifat primer, dapat bekerja merupakan sebuah kesempatan individu untuk mengaktualisasikan diri. Aktualisasi diri adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki individu. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan secara penuh. Kebutuhan ini menekankan kebebasan dalam melaksanakan pekerjaan (Munandar. 2001).


(19)

Strauss dan Sayless (1990), menyatakan bahwa orang bekerja pada dasarnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan ini meliputi :

1. Kebutuhan Fisiologis, misalnya : kebutuhan rasa aman,

2. Kebutuhan Psikis, misalnya : kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan kerja, 3. Kebutuhan Sosial, misalnya : kebutuhan untuk membina persahabatan dengan

teman kerja.

Sebagian besar individu beranggapan tujuan pekerjaan adalah untuk mendapatkan uang guna membeli kebutuhan sehari-hari, sehingga semakin besar gaji yang ditawarkan semakin tertarik pula individu untuk memperoleh pekerjaan yang ditawarkan. Hal ini menunjukkan kebutuhan individu seperti ; makan, minum, pakaian dan perumahan akan mudah terpenuhi. Di masa sekarang, ketika perkembangan ekonomi yang tidak menentu maka individu harus berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan yang tersedia tidak hanya pekerjaan yang bersifat tetap, tetapi juga pekerjaan yang bersifat lepas (freelance). Bekerja tetap atau bekerja lepas tidak masalah bagi individu, asalkan dapat menghasilkan uang atau imbalan dan mengaktualisasikan diri.

Menyukai kebebasan merupakan salah satu alasan individu memutuskan untuk menjadi pekerja lepas. Kesempatan untuk mendapatkan tambahan penghasilan dan terdorong dengan keinginan yang kuat untuk mengembangkan keahlian dalam bidang yang ditekuni juga dapat menguatkan individu untuk bekerja lepas (htt:/kerjalepas.com/default.asp). Yang tergolong dalam kelompok ini adalah tenaga kerja muda yang menyukai gaya hidup yang lentur atau tidak terikat dalam waktu


(20)

yang lama. Dengan ini individu memanfaatkan waktu luang (di luar jam-jam kerja tetap) untuk mendapatkan makna yang lebih besar (Munandar, 2001).

Merekrut karyawan dengan sistem kontrak sebagai pekerja harian lepas, bukan sebagai pekerja tetap sudah banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak pada penjualan jasa. PT. Selaras Inti Prima Indonesia (SIPI) atau lebih dikenal dengan sebutan Selaras Outbound merupakan salah satu perusahaan (provider Outbound) yang bergerak dalam bidang pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia dengan menggunakan pendekatan (metode) experiential learning, adapun media yang digunakan bisa dialam bebas (outdoor activity) atau media dalam ruangan (indoor activity). Selaras Outbound merupakan perusahaan

by project sehingga untuk lebih meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan maka tenaga-tenaga freelance (pekerja lepas) lebih dibutuhkan dalam jumlah yang relative banyak dibandingkan dengan pekerja tetap.

.

Pelibatan pekerja lepas pada provider outbound adalah untuk menjadi tenaga fasilitator dan tim logistik. Fasilitator tugasnya adalah memfasilitasi jalannya kegiatan, seperti mendampingi peserta pelatihan, memberikan instruksi mengenai simulasi yang akan dimainkan, memimpin simulasi dan memandu jalannya metafora atau sebuah metode penganalogian sebuah permainan dalam kegiatan sehari-hari baik di tempat kerja maupun di kehidupan sehari-hari (Selaras Outbound, 2007). Sedangkan tugas dari tim logistik adalah menyiapkan seluruh perangkat pendukung simulasi selama kegiatan berlangsung.


(21)

Berbedanya situasi yang dihadapi pekerja lepas pada setiap proyek yang ditangani, menuntut individu untuk bisa menyesuaikan diri secara baik. Crow & Crow (1956) mengatakan jika individu sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar,maka individu tersebut akan mengalami suatu masalah dengan orang lain atau pekerjaannya. Keberhasilan individu dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang baru ditandai dengan kemampuan individu untuk memenuhi tuntutan dan harapan perusahaan dan klien. Feldman (1989, 68) mengatakan penyesuaian diri merupakan usaha individu untuk memenuhi tuntutan dan harapan yang diberikan oleh lingkungan dimana individu berada, dalam hal ini adalah perusahaan dan kliennya.

Individu yang berada dalam suatu perusahaan ataupun bagian dari tim kerja harus mempunyai usaha untuk menyesuaikan diri dengan keadaan perusahaan, baik yang meliputi penyesuaian diri dengan individu lain sebagai bagian dari tim kerja maupun iklim lingkungan kerja itu sendiri serta klien yang selalu berbeda untuk dihadapi. Hal ini karena tiap individu berbeda, baik karakter, maupun tujuan hidupnya. Maka diharapkan individu mampu menjelaskan dirinya dengan lingkungan dimana individu tersebut berada (Kartono, 1994).

Memberikan pelayanan yang memuaskan merupakan kunci agar suatu perusahaan tetap mendapatkan penilaian positif dari setiap klien yang dihadapi. Kemajuan perusahaan tergantung pada kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia yang ada di dalamnya. J.Winardi (2001, 3) menyebutkan kemampuan individu


(22)

sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi pencapaian target perusahaan selain variabel - variabel lain seperti motivasi, upaya (kerja) yang dikerahkan serta pengalaman kerja sebelumnya. Kemampuan yang dimaksud bukan hanya sekedar kemampuan secara teknis atau fisik, namun termasuk juga kemampuan diri untuk berpikir , berbicara atau berpendapat, mengambil keputusan dan wawasan, baik akademis maupun non akademis, kemampuan juga didasari oleh keyakinan individu atas kemampuan yang dimiliki atau disebut juga self-efficacy. Seperti yang dikatakan oleh Bandura (1997, 2-3) keyakinan terhadap kemampuan diri mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir, merasa dan bertindak.

Tiap individu mempunyai pengalaman berhasil dan gagal dalam melaksanakan tugas tertentu. Berdasarkan pegalaman yang diperoleh, individu memiliki self-efficacy tertentu dalam mengerjakan suatu tugas. Keberhasilan yang pernah diperoleh dengan baik akan mempengaruhi self-efficacy individu, jika bertemu dengan tugas yang sama.

Steers & Porter (1983) dalam Kanungo (1994, 3), menjelaskan self-efficacy adalah individu mampu menampilkan perilaku yang diinginkan dalam bekerja atau individu dapat berperilaku sesuai dengan tuntutan pekerjaan, karena merasa sanggup untuk melakukannya. William James (Goble, 1987, 94) menemukan bahwa kebanyakan individu hanya menggunakan sebagian kecil dari seluruh kemampuannya. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya rasa yakin akan potensi atau kemampuan dan keterampilan yang dimiliki. Bila individu merasa yakin


(23)

akan kemampuan dan keterampilannya untuk melakukan sesuatu, maka dengan sendirinya akan terdorong untuk berusaha mencapai hasil yang diiginkan atau dapat dikatakan self-efficacy sangat berperan dalam pekerjaan. Seperti yang dikemukakan Bandura (1997, 6), Keyakinan akan kemampuan diri sendiri memainkan peran kunci dalam mencapai hasil yang diinginkan.

Dalam hal memantapkan tujuan yang telah ditargetkan oleh individu, self-efficacy

memberikan rasa yakin dan percaya diri kepada individu untuk tetap pada tujuannya. Target yang dimiliki individu dapat mempengaruhi seberapa besar usaha yang akan individu keluarkan. Bila individu tersebut memiliki tingkat self-efficacy yang cukup tinggi, maka tidak akan ragu dalam menjalankannya termasuk dalam menghadapi kesulitan. Semakin tinggi self-efficacy seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat ketahanannya.

Namun menurut Bandura (1997, 17) self-efficacy bersifat spesifik dalam tugas dan situasi yang dihadapi. Individu dapat memiliki keyakinan yang tinggi pada suatu tugas tertentu, namun pada situasi dan tugas yang lain tidak. self-efficacy juga bersifat kontekstual, artinya tergantung pada konteks yang dihadapi. Umumnya

self-efficacy akan memprediksi dengan baik suatu tampilan yang berkaitan erat dengan keyakinan tersebut. Sedangkan kemampuan dalam menyesuaian diri secara baik ketika berhadapan dengan klien yang berbeda adalah tuntutan dan harapan perusahaan untuk dapat memberikan pelayanan yang bagus.


(24)

Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti “apakah ada hubungan antara

Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada pekerja lepas (freelance) PT. Selaras Inti Prima Indonesia?”.

1.2. Pembatasan

Masalah

Untuk menjaga agar penelitian ini terfokus dan tidak melebar jauh, maka penulis membatasi masalah ini menjadi hal-hal sebagai berikut :

1. Self-efficacy adalah keyakinan individu akan kemampuan atau kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan untuk mencapai sebuah tujuan dan mengatasi hambatan.

2. Penyesuaian diri adalah usaha untuk memenuhi tuntutan dan harapan yang diberikan oleh lingkungan dimana individu berada.

3. Subjek dalam penelitian ini pekerja out bound lepas (freelance) yaitu individu yang pernah mengikuti training of trainer selaras outbound serta dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan selaras outbound sebagai fasilitator bekerja di mana pekerjaannya tidak terikat aturan-aturan tertentu yang biasa dikenakan pada karyawan penuh waktu di PT. Selaras Inti Prima Indonesia (SIPI).

1.3. Perumusan

Masalah

sesuai dengan latar belakang di atas, maka dapat di rumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan penyesuaian diri?


(25)

2. Apakah ada hubungan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound berdasarkan jenis kelamin, masa kerja, usia, latar belakang pendidikan, pengalaman organisasi dan status perkawinan?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan penelitian

penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

penyesuaian diri.pada freelance outbound?

3. Mengetahui apakah ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri berdasarkan pada freelance outbound berdasarkan jenis kelamin, masa kerja, usia, latar belakang pendidikan, pengalaman organisasi dan status perkawinan?

erharap bahwa dari penelitian yang penulis lakukan dapat

nyesuaian diri dalam kajian psikologi khususnya di Fakultas Psikologi U I N Syarif Hidayatullah Jakarta.

selanjutnya yang 1. Mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan

1.4.2 Manfaat penelitian

Secara teoritis, penulis b

bermanfaat, diantaranya sebagai berikut :

1. Pengembangan pengetahuan mengenai self-efficacy dan pe

2. Dapat dijadikan langkah awal dan motivasi bagi peneliti berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan.


(26)

Secara praktis, penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat; diantaranya: 1. Karyawan freelance, dapat mengetahui bagaimana cara meningkatkan self

efficacy sehingga mempermudah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

tingkat self-efficacy, penyesuaian diri dan produktivitas kerja dari karyawan. bagi perusahaan dalam mengelola karyawan agar dapat menghasilkan kualitas kerja yang baik untuk perusahaan dalam mengambil langkah yang

aspek ini agar tetap pada tinggat yang diharapkan perusahaan dapat memberikan training atau pelatihan mengenai konsep diri, self-efficacy dan penyesuaian diri serta memberikan semangat dan

ntuk dapat menjaga produktivitas kerja yang

Pada penulis

Psychologica

kerja, dengan cara belajar dari pengalaman yang berhasil dilakukan, memahami lebih dekat kemampuan diri sendiri dan menjaga kesehatan fisik serta psikis.

2. Perusahaan, dengan hasil penelitian ini, dapat diketahui gambaran mengenai

Sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu bahan masukan

serta sebagai pertimbangan

tepat ketika akan mengadakan penguatan atau pengembangan sumber daya manusia. Untuk mendukung ketiga

motivasi kepada karyawannya u diharapkan.

1.5 Kaidah

Penulisan

an penelitian ini, penulis menggunakan kaidah penulisan American l Assocation (APA Style).


(27)

1.6 Sistematika

Penulisan

ermudah dalam membahas tema yang diteliti, penulis membagi b, dengan sistematika sebagai berikut:

: Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, p

Untuk memp dalam lima ba

Bab 1

erumusan masalah,

penulisan.

Bab 2

angkut; definisi, perkembangan self-efficacy, faktor yang

ngka berfikir dan hipotesa.

atan penelitian dan metode penelitian, definisi variabel dan variabel operasinal , pengambilan sampel; populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, pengumpulan data; metode dan instrumen penelitian, kuesioner dan teknik analisa data.

Bab 4 : Hasil penelitian yang terdiri dari : gambaran umum responden,

deskripsi hasil penelitian, pengujian hipotesis dan intrepretasi data serta analisis faktor.

Bab 5 : Berisikan penutup yang merupakan uraian kesimpulan, diskusi dan

saran

tujuan dan manfaat penelitian, kaidah penulisan dan sistematika

: Berisikan kajian pustaka yang terdiri dari : teori self-efficacy,

meny

mempengaruhi, dimensi self-efficacy dan fungsinya.penyesuaian diri , menyangkut; definisi, faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dan karakteristiknya, kera

Bab 3 : Berisikan metodologi penelitian yang terdiri dari : jenis penelitian; pendek


(28)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Bab 2 ini akan dibahas tentang motivasi belajar, persepsi iklim kelas, self-efficacy, kerangka berfikir, dan diakhiri dengan perumusan hipotesa

2.1.

Self-Efficacy

2.1.1. Pengertian self-efficacy

Kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu tidak hanya didasari oleh pengetahuan atau wawasan mengenai sesuatu hal. Bandura (1986, 392) menyebutkan satu istilah yang merupakan media perantara antara apa yang diketahui individu dengan perilakunya yaitu self-efficacy dan kemudian mendefinisikannya sebagai suatu keyakinan atas kemampuan diri sendiri untuk mengatur dan bertindak dalam menghadapi situasi tertentu.

Adapun pendapat lain dari Wilhite (1990, 696) yang mengatakan bahwa self-efficacy merupakan tinggat dimana seseorang merasa yakin bahwa dirinya yang menentukan hasil dari usahanya. Tinggi rendahnya hasil yang dicapai individu atas usahanya ikut ditentukan oleh penilaian individu akan kemampuannya untuk menyelesaikan suatu tugas. Semakin baik penilaian individu akan kemampuannya, maka individu cenderung bertambah yakin dalam menentukan hasil yang diinginkan serta merasa mampu meraihnya.


(29)

Penilaian mengenai kemampuan diri tersebut berkaitan dengan sikap subyektif inidvidu, karena menilai kemampuannya berdasarkan persepsi mengenai diri sendiri. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Brown & Brook (1990, 382) bahwa

self-efficacy merupakan penilaian yang subyektif atas kemampuan yang dimiliki individu berkaitan dengan hal tertentu, sehingga self-efficacy tidak tergantung dari kemampuan obyektif yang dimiliki oleh seseorang, tapi lebih berkaitan dengan keyakinan seseorang tentang kemampuannya.

Dari beberapa pengertian mengenai self-efficacy di atas, dapat didefinisikan bahwa self-efficacy adalah keyakinan individu akan kemampuan dan kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan untuk mencapai tujuan dan mengatasi hambatan.

2.1.2. Perkembangan self-efficacy

Dari indra yang dimiliki, manusia sejak kecil sudah belajar melakukan suatu kegiatan yang muncul di sekelilingnya, dengan melihat kemudian meniru sehingga berhasil maupun gagal. Pengalaman belajar sosial tersebut menetapkan pola-pola perilaku yang dibentuk sejak kecil. Aktivitas yang diajarkan orang tua beriringan dengan berbagai pengalaman mencoba dan gagal (trial & error) atau berhasil, membantu individu untuk secara bertahap belajar dan mengenali perkembangan kemampuannya.

Pertumbuhan fisik dan psikis yang dilalui individu, merupakan dua mekanisme yang mendorong perkembangan penilaian self-efficacy. Mekanisme pertama


(30)

adalah, modelling, dimana individu menggunakan suatu cara memperkirakan kemungkinan keberhasilannya dalam suatu aktivitas. Sebagai contoh, seorang individu beranggapan bahwa kalau individu lain dapat merebus mie sendiri, maka individu tersebut juga dapat melakukannya. Melalui pengalaman meniru yang memerlukan suatu kemampuan kognitif, individu dapat membandingkan kemampuannya dengan individu lain.

Mekanisme kedua yaitu, kepekaan reaksi-reaksi internal dalam tubuh terhadap luapan emosi, seperti tekanan darah yang meningkat, perut yang bergejolak atau detak jantung yang menjadi cepat. Individu belajar menafsirkan perasaan-perasaan tersebut sehingga dari ketakutan dan kecemasan, serta belajar menggunakannya untuk mengetahui bahwa kegagalan dan keberhasilan akan dilaluinya.

Ada tiga macam lingkungan yang mempengaruhi perkembangan self-efficacy

pada diri individu, yang pertama adalah lingkungan keluarga. Keluarga merupakan tempat awal bagi perkembangan self-efficacy individu, yaitu tempat untuk mengembangkan, menilai serta menguji kemampuan fisik, kompetensi sosial, kemampuan bahasa dan kemampuan kognitifnya untuk memahami dan mengatasi berbagai situasi yang dihadapi sehari-hari. Orang tua atau keluarga yang memberi kebebasan kepada anak-anaknya untuk mengungkapkan diri dapat mempercepat perkembangan perasaan kompeten serta perkembangan kognitif dan sosial. Namun orang tua atau keluarga yang terlalu mengekang anak-anak dengan


(31)

banyaknya aturan dapat mengakibatkan anak tidak percaya dengan kemampuan yang dimilikinya.

Lingkungan teman sebaya juga mempengaruhi self-effikasi individu. Dalam berinteraksi dengan teman sebaya terjadi proses belajar sosial, yaitu dengan cara membandingkan dan meniru yang lebih mampu dan lebih berpenglaman. Dengan bertambahnya usia, individu mulai memiliki persamaan diri dengan individu lain, hal ini dapat menjadi bahan perbandingan bagi penilaian kemampuan dan keterampilan dirinya.

Lingkungan sekolah juga memberikan pengaruh dalam self-efficacy individu . Sekolah menjadi tempat penanaman self-efficacy, karena mendapatkan pengetahuan dan dapat mengembangkan kemampuan kognitif. Dengan kegiatan-kegiatan di sekolah, maka individu akan mengetahui sejauhmana kemampuan kognitif yang dimiliki, sehingga mempercepat perkembangan self-efficacy.

Dari uraian di atas, jelas bahwa self-efficacy tidak terbentuk dalam waktu sesaat. Ketiga lingkungan ini merupakan lingkungan awal individu dalam mengembangkan self-efficacy. Begitu juga dengan keadaan dan sikap dari individu lain yang berada di lingkungan tersebut. Apakah individu lain bersikap mendukung atau malah menghambat berkembang self-efficacynya. Dengan kata lain bagaimana self-efficacy dipengaruhi oleh orang lain. Hal ini dapat menjadi


(32)

penentu tinggi rendahnya tingkat self-efficacy pada individu yang terpupuk dari masa kecil hingga dewasa (Bandura, 1986, 414).

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat self-efficacy dalam diri individu, sebagaimana yang diuraikan oleh Bandura (1982, 240), yaitu :

a. Sifat Tugas yang Dihadapi Individu

Derajat kompleksitas dan kesulitan dari tugas yang dihadapi akan mempengaruhi penilaian individu terhadap kemampuannya. Semakin komplek dan sulit suatu tugas, individu akan semakin menilai rendah kemampuannya. Sebaliknya, jika dihadapkan pada tugas sederhana dan mudah, maka individu akan menilai tinggi kemampuannya.

b. Insentif Eksternal

Bandura menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan self-efficacy adalah competence cotingent incentif, yaitu insentif (reward) yang diberikan oleh orang lain yang merefleksikan keberhasilan individu dalam menguasai atau melaksanakan sesuatu.

c. Status atau Peran Individu dalam Lingkungan.

Seseorang yang memiliki status yang lebih tinggi akan memperoleh derajat kontrol yang lebih besar pula, sehingga dapat diharapkan akan memiliki tingkat

self-efficacy yang lebih tinggi. Sebagai contoh ; seorang pimpinan


(33)

cenderung memiliki derajat self-efficacy yang lebih tinggi dari pada bawahannya karena pimpinan memiliki derajat yang lebih tinggi.

2.1.4 Informasi Tentang Kemampuan Diri.

Seseorang akan meningkat self-efficacy-nya jika mendapatkan informasi yang positif tentang dirinya, begitu juga sebaliknya. Informasi mengenai kemampuan individu dapat diperoleh melalui empat sumber (Bandura, 1986, 399-401), yaitu: 1. Pencapaian Kinerja (Enactive Attainment)

Pencapaian kinerja merupakan sumber yang paling mempengaruhi self-efficacy, karena didasarkan pada pengalaman yang nyata dari keberhasilan dan kegagalan yang dialami individu dalam suatu bidang. Keberhasilan dapat meningkatkan self-efficacy, dan kegagalan yang berulang akan menurunkannya, terutama jika kegagalan terjadi pada awal unjuk kerja dan tidak dikarenakan usaha yang kurang atau salahnya strategi sebagai penyebab kegagalan. Kegagalan yang dapat diatasi dengan usaha dapat meningkatkan self-efficacy melalui pengalaman yang dapat menguasai kesulitan yang dialami.

2 Pengalaman Orang Lain (Vicarious Experince)

Informasi yang diperoleh dari mengamati perilaku orang lain, yang serupa baik karakter maupun tingkat kemampuannya, dapat meningkatkan self-efficacy, walaupun pengaruhnya lebih kecil dibandingkan denganpencapaian nyata individu. Melihat orang lain berhasil, dapat meningkatkan keyakinan bahwa individu juga memiliki kapasitas untuk menguasai aktivitas serupa.


(34)

Begitu juga di lain pihak, melihat orang yang memiliki kompetensi sama dengan dirinya gagal walaupun sudah berusaha keras, akan menurunkan penilaian kemampuan dan usaha individu.

3. Persuasi Verbal (Verbal Persuation)

Persuasi verbal biasanya untuk menyakinkan individu bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mencapai tujuannya. Informasi mengenai kemampuan individu ini disampaikan secara verbal oleh orang yang berpengaruh. Persuasi verbal dapat mempengaruhi individu untuk berusaha lebih keras dalam mencoba sesuatu yang dihindari atau meneruskan tugas tertentu yang telah lama ditinggalkan, dan meyakinkan bahwa individu mampu menguasai tugas tersebut.

4. Keadaan Fisiologis/Emosi (Physiological State)

Informasi mengenai keadaam fisik yang diterima individu akan mempengaruhi pandangan mengenai kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas, contohnya, seorang pemain sepak bola merasa akan kalah sebelum pertandingan karena sudah merasa lelah atau otot-ototnya kaku.

Informasi yang diperoleh melalui empat sumber ini untuk selanjutnya akan diseleksi, ditimbang disatukan oleh individu sehingga membentuk persepsi mengenai kemampuan yang dimilikinya. Self-efficacy individu dipengaruhi oleh persepsi terhadap kemampuan yang dimilikinya, sejauhmana sifat atau tingkat kesulitan tugas yang dihadapi, seperti apa insentif eksternal yang berupa reward

diberikan, bagaimana peran yang berupa tingkat kepentingan individu di dalam


(35)

lingkungan kerja, serta sejauhmana informasi yang diperoleh mengenai hasil kerja atau keberhasilan masa lampau, pengalaman pribadi dan individu lain, anggapan individu lain tentang diri pribadi dan penghargaan yang diberikan, juga mengenai keadaan fisiologis dari individu yang bersangkutan. Faktor-faktor seperti sifat tugas, insentif eksternal, peran dan informasi ini dapat mempengaruhi self-efficacy

di dalam diri individu.


(36)

Gambar 2.1

Regulation Of Cognitive Processes Through Perceived Self-Efficacy

Sumber keyakinan Pola yang berkaitan Dampak Self Efficacy Umpan balik dengan perilaku

Pencapaian kinerja Pengalaman orang lain Persuasi verbal Keadaan fisiologis

Tinggi- “Saya tahu dapat mengerjakan

pekerjaan ini”.

Self-Efficacy

Rendah- “Saya pikir , saya tidak dapat

melakukan pekerjaan ini”.

• Pasif

• Menghindari tugas yang sulit

• Mengembangkan aspirasi yang lemah dan komitmen yang rendah

• Terfokus pada pribadi yang tidak efesien

• Jangan pernah mencoba melakukan suatu usaha yang lemah

• Berhenti atau tidak berani karena kegagalan

• Menyalahkan kegagalan pada kekurangan kemampuan atau nasib buruk

• Khawatir, mengalami tress, menjadi tertekan

• Berpikir mengenai alasan kegagalan

• Akif-memilih kesempatan yang paling baik

• Mengelola situasi-menghindari atau menetralkan kesulitan

• Menetapkan tujuan-membangun stándar

• Merencanakan, mempersiapkan, dan mempraktikkan

• Mencoba dengan keras, gigih

• Memecahkan persoalan dengan kreatif

• Belajar dari kegagalan

• Memperlihatkan keberhasilan

• Membatasi stress

Gagal Berhasil


(37)

2.1.5. Dimensi self-efficacy

Dalam pengukuran terhadap tingkat self-efficacy individu, didasarkan pada beberapa dimensi yang mempunyai implikasi penting pada perilaku. Menurut Bandura (1986, 396-397), dalam menilai tingkat self-efficacy individu melalui tiga dimensi, yaitu :

a. Tingkat Kesulitan Tugas (Magnitude)

Yaitu derajat kesulitan tugas yang dirasakan mampu untuk dilakukan individu. Seseorang dapat merasa mampu dalam melakukan tugas mulai dari tugas yang mudah, tugas yang agak sulit sampai tugas yang sulit. Penilaian

self-efficacy pada setiap individu akan berbeda pada saat menghadapi tugas yang bersifat mudah sekalipun. Ada individu yang memiliki self-efficacy

yang tinggi hanya pada tugas yang bersifat mudah dan sederhana, namun ada pula yang memiliki self-efficacy yang tinggi pada tugas yang bersifat sulit dan rumit.

b. Luas Bidang Tingkah Laku (Generality)

Yaitu situasi dalam pelaksaan tugas yang disertai perasaan yakin akan kemampuan dirinya. Terkadang individu dapat merasa yakin akan kemampuannya hanya pada bidang dan situasi tertentu saja atau dalam serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi. Hal inilah yang dapat membedakan tingkat self-efficacy yang dimiliki individu.

c. Tingkat Kekuatan (Strenght)

Yaitu kuatnya keyakinan yang dimiliki individu mengenai kemampuannya, yang dapat tercermin melalui besarnya daya tahan dalam menghadapi


(38)

hambatan saat melaksanakan tugas. Individu yang memiliki keyakinan yang kurang akan kemampuannya dapat dengan mudah menyerah bila menghadapi hambatan dalam melaksanakan tugas.

Ketiga dimensi ini erat satu sama lain, tinggi rendahnya tingkat self-efficacy

individu selalu diukur dalam hubungannya dengan ketiga dimensi tersebut. Individu dapat dikatakan memiliki self-efficacy yang tinggi apabila mampu melakukan tugas mulai dari yang mudah hingga yang sulit, serta memiliki keyakinan yang kuat akan kemampuannya bukan hanya dalam situasi dan aktivitas

tertentu saja, melainkan juga dalam serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi.

2.1.6. Fungsi self-efficacy

Self-efficacy setidaknya memiliki peran terhadap segala perasaan, pikiran pengambilan keputusan maupun tindakan individu sampai dengan hasil yang ditampilkan oleh individu. Begitu pula dalam hal berinteraksi dengan individu lain. Peran ini dapat juga disebut dengan fungsi self-efficacy, sesuai yang dijabarkan oleh Bandura (1986, 393-396), yaitu :

1. Pilihan Tingkah Laku (Choice Behavior)

Keputusan sehari-hari individu yang melibatkan pilihan tindakkan merupakan bagian dari ketentuan penilaian self-efficacy pribadi. Individu cenderung menghindari tugas dan situasi yang diyakini berada di luar kemampuannya,


(39)

namun individu mampu menangani kegiatan yang dinilainya mampu untuk diatasi. Disaat individu mempertimbangkan untuk mencoba melakukan hal tertentu, individu akan bertanya pada dirinya apakah mampu atau tidak untuk melakukannya dan di sinilah self-efficacy berfungsi.

2. Usaha yang Dilakukan dan Daya Tahan

Penilaian terhadap self-efficacy juga menentukan seberapa besar usaha yang akan dilakukan dan berapa lama individu mampu bertahan menghadapi segala hambatan dan gangguan dalam melakukan suatu tugas. Semakin tinggi tingkat

self-efficacy, semakin besar usaha yang akan dilakukan dan semakin besar daya tahan dalam menghadapi hambatan tugas.

3. Pola Berpikir dan Reaksi Emosi

Self-efficacy mempengaruhi pola berpikir dan reaksi emosi individu pada saat mengatasi dan melakukan transaksi dengan lingkungan. Self-efficacy yang dipersepsikan membentuk cara pikir kausal (sebab-akibat). Individu dengan

self-efficacy tinggi memusatkan perhatian pada usaha yang diperlukan sesuai dengan tuntutan situasi dan menjadikan rintangan sebagai dorongan untuk berusaha lebih keras. Individu akan melihat kegagalan akibat dari kurangnya usaha. Sedangkan individu dengan self-efficacy rendah melihat kegagalan sebagai akibat dari ketidak mampuannya.

4. Perwujudan dari Keterampilan yang Dimiliki

Tingkat keterampilan atau kemampuan yang sama pada dua individu belum berarti dapat mewujudkan hasil yang sama pula. self-efficacy sangat berperan dalam mewujudkan keterampilan individu. Individu dengan self-efficacy


(40)

tinggi, tidak cepat menyerah dalam menjalankan tugas dan akan terus berusaha mengerahkan segenap kemampuan sehingga keterampilannya tercipta.

Kaitan antara keempat fungsi self-efficacy di atas sangat erat dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Self-efficacy mempengaruhi pola berpikir individu dan reaksi emosinya di saat mempertimbangkan tugas yang akan dihadapinya dan kemudian menghasilkan pilihan tingkah laku yang juga dipertimbangkan berdasarkan informasi atau pengetahuan tentang kemampuannya. Setelah itu, individu akan berusaha melaksanakan tugas dengan tingkat ketekunan yang ikut dipengaruhi oleh self-efficacy, sehingga pada akhirnya individu dapat mewujudkan keterampilannya

2.1.7. Implikasi self-efficacy bagi para manajer

Bukti penelitian di tempat kerja mendorong para menejer untuk mempertahankan

self-efficacy, baik dalam dirinya sendiri maupun dalam diri orang lain. Menurut Kreitner dan Kinicki (2000, 87) self-efficacy memerlukan tindakan yang konstruktif dalam setiap bidang menegerial berikut ini :

1. Perekrutan / seleksi / penugasan kerja.

Pertanyaan wawancara dapat dirancang untuk menyelidiki self-efficacy pelamar kerja sebagai suatu dasar untuk menentukan orientasi dan kebutuhan pelatihan yang dibutuhkan. Uji self-efficacy secara tertulis tidak berada dalam suatu tingkat perkembangan untuk kemajuan dan valiasi.


(41)

2. Rancangan pekerjaan.

Pekerjaan yang rumit, menantang, dan mandiri cenderung meningkatkan self-efficacy yang dapat dirasakan. Pekerjaan yang membosankan secara umum menyebabkan hal yang sebaliknya.

3. Pelatihan dan pengembangan.

Penguatan self-efficacy para karyawan untuk tugas-tugas kunci dapat disempurnakan melalui panduan pengalaman, pemberian nasihat atau motivasi, dan model peran.

4. Manajemen diri.

Pelatihan manjemen diri yang sistematis, melibatkan peningkatan self- efficacy. Individu dapat memperkirakan suatu tindakan atau pengambilan keputusan sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.

5. Penetapan tujuan dan penyempurnaan kualitas.

Kesulitan menetapkan tujuan perlu disesuaikan dengan self-efficacy yang dirasakan oleh individu. Dengan membaiknya self-efficacy terhadap prestasi, tujuan dan stándar kualitas dapat dibuat sehingga lebih menantang.

6. Bimbingan.

Individu dengan self-efficacy yang rendah dan para karyawan yang dikorbankan oleh Learned helplessnes membutuhkan banyak petunjuk yang membangun dan umpan balik yang positif.


(42)

7. Kepemimpinan.

Bakat kepemimpinan yang dibutuhkan tampak pada saat manajemen memberi para manajer dengan self-efficacy yang tinggi, suatu peluang memperbaiki diri sendiri di bawah tekanan.

8. Penghargaan.

Keberhasilan yang kecil perlu dihargai sebagai batu loncatan pada suatu self-image yang labih kuat dan prestasi yang lebih baik.

2.2.

Penyesuaian Diri

2.2.1. Pengertian penyesuaian diri

Ada beberapa definisi yang diajukan para ahli mengenai penyesuaian diri. Menurut Feldman (1989, 68) penyesuaian diri merupakan usaha manusia untuk memenuhi tuntutan dan tantangan yang diberikan oleh dunia dimana mereka hidup. Sedangkan menurut Grasha dan Kirschenbaum (1980, 49) penyesuaian diri mengacu pada usaha yang dilakukan untuk memenuhi tuntutan lingkungan. Penyesuaian diri ini juga memperhatikan keberhasilan dan kegagalan individu menyesuaikan keterampilan dan kemampuannya untuk menghadapi berbagai peristiwa dalam hidupnya. Bahkan usaha yang dilakukan untuk mencapai sesuatu atau memenuhi kebutuhan dasar agar terbebas dari sintom-sintom masalah kehidupan yang juga diasosiasikan dengan penyesuaian diri yang adukat.

Membedakan apakan individu melakukan penyesuaian diri yang baik atau buruk merupakan hal yang tidak mudah. Salah satunya karena istilah penyesuaian diri


(43)

biasanya digunakan dengan cara yang berbeda.Haber dan Runyon (1984, 10) menyebutkan tiga situasi yang menggambarkan tentang penyesuaian diri, yaitu : 1. Seseorang dikatakan dapat menyesuaikan diri ketika mampu menyesuaikan

keinginan dan harapan dari kelompoknya.

2. Mampu menyesuaikan jadwal kesehariannya dengan teratur.

3. Membiasakan diri atau belajar hidup dengan keadaan. Hal ini merupakan penyesuaian diri yang efektif ketika keadaan yang dialami merupakan hal yang sulit dirubah.

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik definisi penyesuaian diri yaitu usaha untuk memenuhi tuntutan dan harapan yang diberikan oleh lingkungan dimana individu tersebut berada. Penyesuaian diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemapuan individu pekerja lepas dapat beradaptasi dengan kondisi kerja yang berbeda-beda disetiap pelaksanaannya.

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri

Setiap individu memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mengatasi berbagai tantangan dalam hidup serta tetap bertahan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Powell (1983, 76) menyebutkan dengan istilah “resaurces”. Adanya resources ini dan kemampuan untuk memperolehnya sangat penting dalam usaha penyesuaian diri individu dapat berasal dari luar dan dalam diri individu.

Faktor yang berasal dari dalam diri individu antara lain : a. Kemampuan dan Kekuatan Fisik


(44)

Secara umum kesehatan, tingkat energi dan daya kesembuan sangat berperan bagi individu dalam meghadapi persoalan dalam hidupnya. Individu yang sehat akan lebih mudah penyesuaian dirinya dari pada yang sakit.

b. Kecerdasan

Kemampuan persepsi dan ingatan, analisis, penalaran (reasoning), kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan verbal yang ada, rata-rata berhubungan erat dengan keberhasilan dalam ketepatan pengambilan suatu tindakan. Kemampuan ini seringkali membuat individu mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

c. Minat pada Bidang Tertentu

Suatu aktivitas, kemampuan atau hobi yang benar-benar dinikmati individu pada saat melakukannya dapat mendatangkan ketenangan dan menjadi penghibur bagi individu lain, karena hal ini dapat berfungsi sebagai buffer

(peran) yang dapat meminimalkan dan membantu individu dalam mentolerir ketegangan dan kecemasan yang individu rasakan serta membantu individu mempertahankan penyesuaian diriyang sehat.

d. Impian

Impian memberikan tujuan, kekuatan dan ketahanan dan mentoleransi frustasi. Memiliki impian, individu mampu memusatkan diri dan memberikan arti pada apa yang dilakukannya. Impian membuat individu mampu berkorban, tahan bekerja dan menghadapi berbagai rintangan karena


(45)

individu tersebut berpandangan bahwa yang dilakukan adalah sesuatu yang berharga.

e. Keyakinan

Keyakinan yang dimaksud adalah agama dan aliran-aliran kepercayaan maupun keyakinan terhadap sesuatu yang lain. Pada saat individu menghadapi perjuangan hidup yang sulit, bahkan pada saat impian-impian individu telah hancur, adanya keyakinan dapat dijadikan suatu tumpuan harapan dan tempat bergantung individu dalam bertahan dan berjuang menghadapi permasalahan hidup.

Sedangkan faktor yang berasal dari luar diri individu antara lain : 1. Kemampuan Ekonomi dan Lingkungan yang Menguntungkan

Termasuk di dalamnya tersedianya biaya, berbagai sarana fasilitas dan informasi yang dibutuhkan, serta efektifnya berbagai sistem dan organisasi yang ada disekeliling individu. Tersedianya kemudahan memperoleh hal tersebut dapat membantu individu untuk menyelesaikan banyak masalah yang dihadapinya dan memberikan kenyamanan dalam hidup yang membantu mempermudah penyesuaian diriyang dilakukan individu.

2. Kerja

Bekerja dapat membuat individu mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti kebutuhan untuk bergaul, memperoleh penghargaan dan lain-lain. Bekerja merupakan suatu kebutuhan, bila tidak bekerja individu akan merasa bingug, bosan, tidak dapat memanfaatkan waktu, sulit menghindari masalah,


(46)

tidak percaya diri dan lain sebagainya. Hal ini dapat menghambat penyesuaian diriindividu.

3. Adanya Jalinan Hubungan yang Supprotif

Dalam jalinan hubungan yang supportif terdapat hubungan erat yang hangat, saling memberikan perhatian dan dukungan, perasaan-perasaan yang dapat diekspresikan serta masalah atau konflik-konflik tidak terhambat. Pada tingkat stress yang sama, kelompok individu yang lebih baik daripada kelompok individu yang tidak memiliki hubugan yang supprotif.

2.2.3. Karakteristik penyesuaian diri

Haber dan Runyon (1984, 10) menyebutkan lima karakteristik yang menandakan penyesuaian diriyang efektif, yaitu :

a. Persepsi yang Akurat Tentang Kenyataan

Salah satu aspek yang terpenting dalam mempersepsikan statu kenyataan dengan akurat adalah kemampuan untuk mengenali konsekuensi dari suatu tindakan dan kemampuan untuk menuntun tingkah laku agar sesuai dengan aturan. Persepsi yang akurat tentang kenyataan juga meliputi kemampuan untuk mengubah interpretasi mengenai suatu peristiwa.

b. Kemampuan untuk Menghadapi Stress dan Kecemasan

Penyesuaian diri yang baik apabila individu mampu mengatasi kecemasan dan stress, yaitu dengan cara membuat tujuan hidup yang nyata atau dengan cara membuat tujuan-tujuan jangka pendek yang lebih mudah dicapai, sehingga dapat merasakan puas dan bahagia. Stres adalah bagian yang tidak


(47)

terpisahkan dari kehidupan dan menuntut individu untuk dapat menyesuaikan diri. Tidak semua kebutuhan dan keinginan dalam hidup dapat terpenuhi, hal inilah yang harus dapat dipahami dan diterima sehingga dapat mengatasi stres dengan cara yang lebih positif (Atwater, 1983, 47 ).

c. Gambaran Diri yang Positif

Penilaian terhadap diri sendiri harus meliputi aspek negatif dan positif. Individu yang mampu menyesuaikan diri tidak akan terlalu memikirkan aspek negatif yang ada dalam dirinya melainkan berusaha untuk mengubah hal tersebut menjadi lebih positif. Individu harus dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan yang dimiliki.

d. Kemampuan Mengekspresikan Emosi

Permasalahan dalam mengekspresikan emosi meliputi berlebihan atau kurang mengontrol emosi. Terlalu berlebihan dalam mengontrol emosi menyebabkan tumpulnya perasaan, sebaliknya kurang mengontrol emosi menyebabkan ekspresi emosi yang kurang terarah. Keduanya dapat menjadi masalah dalam penyesuaian diri.

e. Hubungan Interpersonal yang Baik

Manusia adalah makhluk sosial, sejak dalam tahap konsepsi manusia membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, hal tersebut dapat diwujudkan di dalam kelompok. Baik fisik, sosial maupun emosional, individu dapat menyesuaian diri dengan baik, mampu berhubungan dengan orang lain secara produktif dan saling menguntungkan, sebaliknya penyesuaian diri yang buruk pada umumnya disebabkan adanya


(48)

penolakan dari diri sediri maupun orang lain. Perilaku penolakan terhadap diri sendiri ditujukan dengan tidak menyukai diri sendiri dan merasa tidak seperti apa yang diinginkannya. Perilaku menolak dari orang lain, misalnya konflik yang terjadi antara individu dengan individu lain.

Sri Rahayu (1992, 34) memberikan beberapa ciri penyesuaian diri yang buruk yaitu individu yang mempunyai kecemasan yang tinggi, ketergantungan kepada orang lian, depresi dan tanda-tanda psikosomatik.

2.3 Pekerja

Outbound Freelance

2.2.1. Definisi Pekerja Freelance

Departemen Tenaga Kerja R.I. melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyatakan yang dimaksud dengan Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Dalam hal ini pekerja yang dimasud adalah pakerja yang mempunyai hubungan kerja dengan sistem kerja lepas. Hal tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Nomor 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang tertuang dalam Bab V pasal 10, menyatakan bahwa perjanjian kerja harian lepas dilaksanakan untuk pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal


(49)

waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas.

Dalam situs kerjalepas.com dituliskan bahwa kerja lepas (freelance) adalah suatu pekerjaan di mana pekerjanya tidak terikat aturan-aturan tertentu yang biasa dikenakan pada karyawan penuh waktu. Kerja lepas bisa dikerjakan di luar kantor. Berbeda dengan kerja penuh waktu yang masih memiliki keterikatan dengan perusahaan, dalam arti seorang pekerja penuh waktu tetap terikat dengan aturan-aturan perusahaan. Seorang pekerja lepas sepenuhnya tidak terikat dengan perusahaan. Mereka bisa datang ke kantor kapan saja mereka mau. Pekerjaan

freelance biasanya berbentuk proyek, biasanya dibuat dengan sistem tender. (http://kerjalepas.com/default.asp)

Kerja lepas dilaksanakan sesuai aturan-aturan yang disepakati bersama antara pihak penyedia kerja dengan pekerja lepas. Kesepakatan tersebut biasanya berisi apa yang akan dikerjakan, target yang harus dicapai dan kapan pekerjaan tersebut dapat diselesaikan. Karena pekerjaan lepas biasanya berbentuk proyek, maka sistem pembayarannya biasanya menggunakan sistem borongan, dalam arti tenaga kerja lepas baru dibayar setelah ia menyelesaikan pekerjaannya. Namun ada juga yang dibayar dengan uang muka terlebih dulu, dan sisanya dibayar setelah pekerjaan selesai dilaksanakan. (http://kerjalepas.com/default.asp)


(50)

Pekerja lepas, memang benar-benar bekerja sebagai individu. Jika sebuah perusahaan membeli produk atau memakai suatu jasa, maka yang akan dibayar adalah produk atau jasa yang berikan.

Berdasarkan hasil penelitian di negara Barat, kini hampir 50% angkatan kerjanya adalah tenaga lepas. (http://supermilan.wordpress.com/2008/02/28/freelance-siapa-bilang-tidak-keren/) Ini merupakan indikasi bahwa kerja lepas pun potensial untuk menjadi salah satu cara berkarya dan memperoleh penghasilan besar dari pada bekerja tetap. Biasanya tenaga kerja lepas banyak diminati bagi mereka yang menginginkan kebebasan, tidak suka keterikatan dan formalitas, sehingga mereka bisa bebas bekerja secara mandiri.

2.3.2 Ciri-ciri Pekerja Lepas (freelance)

Berdasarkan Keputusan Menteri Nomor 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang tertuang dalam Bab V pasal 10, maka ciri dari pekerja lepas terlihat dari perjanjian kerjanya:

1. Dilaksanakan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas.

2. Dilakukan dengan ketentuan pekerja bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan.


(51)

3. Apabila pekerja bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.

2.3.3 Definisi Outbound

Istilah outbound dari kata outward bound, adalah istilah pelayaran yang menandakan ketika suatu kapal keluar pelabuhan menuju laut lepas (Soukhanov, 1999). Selain itu Istilah Outbound berasal dari kata out of boundaries, berarti jauh diluar garis batas. Hal tersebut lebih banyak mengandung pengertian bahwa seluruh kegiatan membawa setiap persertanya kesuatu kegiatan yang ‘luar biasa’ dalam arti keluar dari zona nyaman kita (Comfort Zone) ke zona tumbuh (Growth Zone). Karena tantangannya adalah pertumbuhan pribadi (Self Growth) & juga kelompok (Team Growth). Pertumbuhan pribadi berkaitan dengan pengembangan Watak (Character) & keterampilan berhubungan antar manusia (Inter-Relationship Skill). Kedua hal tersebut sangat berkaitan dengan sikap mental (Attitude) seseorang yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kelompoknya. (http://www.puncakview.com/obet_nusantara.htm)

Dalam proses membentuk mentalitas dasar setiap individu serta untuk membentuk tim yang tangguh dapat dicapai melalui kegiatan Team Building dengan Metode

Experiential Learning yang mengedepankan permainan (Games) serta menginventarisir nilai-nilai yang terkandung di dalamnya (Value dan Insight Discovery) serta menghubungkannya dengan tuntutan organisasi, perusahaan dan kehidupan peserta sehari-hari. Sedangkan pembentukan tim yang tangguh


(52)

memerlukan kualitas interaksi yang lebih banyak dan bermutu yang di dukung oleh pengertian (Understanding), saling percaya (Trust dan Trust Worthiness), penuh tanggung jawab (Accountability/Responsibility) serta mampu berkomunikasi secara efektif (Communication) dan keterbukaan (Openness). (http://www.puncakview.com/obet_nusantara.htm)

Hal utama yang diperoleh dari kegiatan outbound adalah terapi di rimba belantara (Wilderness therapy). Penemuan program pelatihan ini merupakan hasil inovasi seorang ahli pendidikan Jerman ”Kurt Hant”. Hant adalah seorang ahli pendidikan terkenal yang pada saat pemerintahan Hitler tahun 1933 dideportasi ke Inggris. Ajaran Hant dikenal dengan sistem pendidikan ”Learning by Doing

Gass (1993) dalam buku Adventure Therapy menerangkan pendapat Kimball dan Bacon bahwa ”Out Bound Course adalah suatu konsep pendidikan yang menggunakan rimba belantara sebagai media terapi”, seperti gunung, hutan, rimba, sungai, pantai dan lautan.

Berdasarkan uraian dapat disimpulkan bahwa outbound adalah sebuah konsep pendidikan dan pelatihan yang menggunakan metode belajar dari pengalaman dengan mengedepankan usaha olah diri (olah pikir dan olah fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja dan prestasi dalam rangka melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi secara lebih baik.


(53)

2.3.4 Manfaat dan Tujuan Outbound

Kegiatan belajar seperti outbound bermanfaat untuk meningkatkan keberanian dalam bertindak maupun berpendapat, selain itu pelaksanaan kegiatan outbound

tidak selamanya dilaksanakan di luar ruang, akan tetapi dapat juga di dalam ruang. Karena tujuan dari kegiatan outbound membentuk pola pikir yang kreatif, serta meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual dalam berinteraksi. Kegiatan ini akan menambah pengalaman hidup seseorang menuju sebuah pendewasaan diri.

Pengalaman dalam kegiatan outbound memberikan masukan yang positif dalam perkembangan kedewasaan seseorang. Pengalaman itu mulai dari pembentukan kelompok. Kemudian setiap kelompok akan menghadapi bagaimana cara berkerja sama. Bersama-sama mengambil keputusan dan keberanian untuk mengambil risiko. Setiap kelompok akan menghadapi tantangan dalam memikul tanggung jawab yang harus dilalui.

2.3.5 Outbound sebagai Fenomena Psikologis

Kaplan dan Talbot (1983) mengadakan penelitan pada pengaruh psikologis terhadap pengalaman dari wilderness, mencoba untuk mengetahui bagaimana

wilderness mempengaruhi seseorang. Dari penelitian tersebut terdapat tiga manfaat. Pertama dimulai dengan peningkatan kesadaran akan hubungan dengan lingkungan secara fisik dan sebuah perhatian yang terus menerus meningkat terhadap lingkungan seseorang, meskipun tanpa disertai tindakan. Kedua, terkadang orang-orang mendapat bahwa kehidupan sehari-hari membuat mereka


(54)

susah berkonsentrasi, untuk mengalami jiwa kerja yang tidak biasanya kerja keras, dan menjadi mudah marah karena kebisingan dan gangguan. Itu semua mungkin merupakan gejala dari ”sebuah kepenatan yang dipakai melewati batas efektifnya” (Kaplan dan Talbot, h. 188). Wilderness membebaskan orang-orang dari kondisi seperti itu dengan tuntutan fungsional pada perhatian dan lingkungan yang menarik. Ketiga, sebagai perenungan. Hal yang dimungkinkan oleh sebuah derajat kecocokan yang tinggi ditengah pola-pola lingkungan, kecenderungan-kecenderungan individual, dan tindakan-tindakan yang dibutuhkan untuk merasakan kenyamanan dalam lingkungan. Seseorang yang dihujani dengan bermacam-macam informasi dan tuntutan, seringkali merasa tidak mampu melakukan apa yang diinginkan lingkungannya juga yang diinginkan dirinya. Hal tersebut dapat menimbulkan frustasi dan stress yang mendalam yang menjadikan seseorang mampu membayangkan situsi yang dihadapinya.

2.3.6 Fasilitator outbound sebagai pekerja lepas

Dalam pelatihan outbound para pekerja memiliki jabatan dan tanggung jawab tertentu, diantaranya sebagai Project Leader, Project Officer, Fasilitator, Tim Medis,

Show Director, Stage Manager, Guide dan Rescue (Selaras, 2008). Umumnya para pekerja lepas banyak direkrut untuk menjadi tenaga fasilitator.

Mereka adalah orang yang membantu dan memandu sebuah tim untuk melakukan proses dalam menjalankan perintah untuk menyelesaikan tugas tertentu atau tujuan tertentu.


(55)

Menurut Selaras Outbound (2007) dikatakan, bahwa rincian tugas seorang fasilitator sebagai seorang pekerja lepas outbound, adalah:

1. Mengkoordinir dan mendampimpingi setiap tim.

2. Memimpin dan memberikan penjelasan mengenai simulasi yang akan dimainkan,

3. Ikut memberikan motivasi dan semangat pada setiap tim dalam setiap simulasi. 4. memandu jalannya metafora atau sebuah metode penganalogian sebuah

permainan dalam kegiatan sehari-hari baik ditempat kerja maupun di kehidupan sehari-hari.

5. Memberikan penilaian pada setiap tim yang dipeganggnya.

2.4.

Kerangka Berpikir

Self-efficacy adalah keyakinan individu akan kemampuan dan kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan untuk dapat mencapai sebuah tujuan dan mengatasi hambatan. Besarnya usaha dan hasil yang didapat bukan hanya dipengaruhi oleh kemampuan berdasarkan pengetahuan atau wawasan semata, namun juga dipengaruhi oleh derajat self-efficacy individu tersebut.

Dalam menghadapi tugas, individu dengan self-efficacy tinggi akan dapat terus meyakinkan dirinya sendiri bahwa dirinya dapat melakukan tugas lebih baik daripada individu dengan self-efficacy rendah. Individu akan menganggap kemampuannya sebagai satu faktor yang membantu dalam menyelesaikan tugas.


(56)

Dan kegagalan yang terjadi hanya karena kurangnya usaha yag dilakukan oleh individu yang bersangkutan.

Self-efficacy yang tinggi akan memberikan arahan kepada individu untuk mengambil langkah dalam menghadapi permasalahan. Pada umumnya, individu akan bertindak untuk mencapai tujuan, jika merasa akan mendapatkan hasil dari tindakannya tersebut. (Bandura, 1999). Keyakinan yang tinggi memberikan kejelasan akan kemampuan yang dimiliki individu, hal ini akan memberikan keterangan bagaimana individu harus memberikan hasil yang dituntut oleh perusahaan.

Kemampuan untuk dapat mencapai tuntutan dari perusahan menandakan bahwa individu tersebut dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana individu tersebut berada. Sesuai dengan pendapat Feldman (1989), bahwa penyesuaian diri merupakan usaha individu untuk memenuhi tuntutan dan tantangan yang diberikan oleh dunia dimana mereka berada.

Kartono (1994) menambahkan individu yang berada dalam suatu perusahaan ataupun bagian dari tim kerja harus mempunyai usaha untuk menyesuaikan diri dengan keadaan perusahaan, baik yang meliputi penyesuaian diri dengan individu lain sebagai bagian dari tim kerja maupun iklim lingkungan kerja itu sendiri. Hal ini karena setiap individu berbeda, baik karakter, maupun tujuan hidupnya. Maka diharapkan individu mampu menjelaskan dirinya dengan lingkungan dimana


(57)

individu tersebut berada. Kemampauan untuk dapat menyesuaiakan diri dengan lingkungan dimana individu tersebut berada. Berarti individu dapat memenuhi tuntutan dan harapan lingkungan tersebut dan hal ini

memberikan nilai positif bagi perusahaan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa individu dengan self-efficacy yang tinggi akan mampu mengarahkan tindakannya untuk dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan memudahkan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kemampuan dan keterampilan yang dimiliki individu untuk dapat menyesuaikan diri. Berdasarkan kerangka berpikir di atas dapat digambarkan melalui bagan sebagai berikut :

Gambar 2.4

Bagan Kerangka Berpikir Hubungan Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri

Berdasarkan

Jenis Kelamin

Berdasarkan Masa kerja freelance

Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan

Kekuatan (strength)

SELF-EFFICACY Luas bidang prilaku

(Generality)

Tingkat kesulitan tugas (magnitude)

Berdasarkan Status pernikahan

Berdasarkan

Pengalaman Organisasi

Berdasarkan

Tingkatan Usia

PENYESUAIAN DIRI


(58)

1.5 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan di atas dapat di ambil hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis Pertama

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada hubungan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound

2. Hipotesis Nihil (Hi)

Tidak ada hubungan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound

Hipotesis Kedua

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada hubungan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound terhadap masa kerja

2. Hipotesis Nihil (Hi)

Tidak ada hubungan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound terhadap masa kerja

Hipotesis Ketiga

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound Berdasarkan Jenis Kelamin

2. Hipotesis Nihil (Hi)

Tidak ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound Berdasarkan Jenis Kelamin


(59)

Hipotesis Keempat

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound berdasarkan usia

2. Hipotesis Nihil (Hi)

Tidak ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound berdasarkan usia

Hipotesis Kelima

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound berdasarkan latar belakang pendidikan

2. Hipotesis Nihil (Hi)

Tidak ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound berdasarkan latar belakang pendidikan

Hipotesis Keenam

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound berdasarkan status menikah

2. Hipotesis Nihil (Hi)

Tidak ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound berdasarkan status menikah


(60)

Hipotesis Ketujuh

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada perbedaan Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound berdasarkan pengalaman organisasi

2. Hipotesis Nihil (Hi)

Tidak ada perbedaan Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound berdasarkan pengalaman organisasi

Hipotesis Kedelapan

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound berdasarkan masa kerja

2. Hipotesis Nihil (Hi)

Tidak ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound berdasarkan masa kerja


(61)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang pendekatan dan metode penelitian, variable penelitian dan devinisi konseptual dan definisi operasional, subjek penelitian yang terdiri dari populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan data yang terdiri dari metode dan instrument penelitian, teknik analisa data yang terdiri dari reliabilitas dan validitas alat ukur.

3.1. Jenis

Penelitian

3.1.1. Pendekatan dan metode penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis pendekatan kuantitatif. Penelitian dengan menggunakan jenis kuantitatif adalah penelitian yang bekerja dengan angka, yang datanya berwujud bilangan (skor atau nilai, peringkat, atau frekuensi) yang dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik dan untuk melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variable yang lain (Alsa, 2004). Salah satu tujuan utamanya adalah untuk menemukan seberapa banyak karakteristik yang ada dalam populasi induk mempunyai karakteristik seperti yang terdapat pada sampel (Alsa, 2004).


(62)

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian korelasional untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Dan bertujuan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu (sevilla, et al, 1993).

Dalam penelitian ini akan dilihat hubungan antara variabel self-efficacy dengan penyesuaian diri.

3.1.2. Variabel penelitian dan operasional variabel

Istilah "variabel" merupakan istilah yang tidak pernah ketinggalan dalam setiap jenis penelitian (Suharsimi Arikunto, 2002). Sedangkan variabel penelitian adalah suatu sifat yang dapat memiliki berbagai macam nilai, menyangkut segala sesuatu yang menjadi obyek penelitian. Menurut Kerlinger (2000) terdapat dua jenis variabel penelitian, yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Berikut ini akan diuraikan variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian ini:

a. Variabel Bebas

Menurut Ahmadi (1991) variabel bebas (independent variable) adalah kondisi atau karakteristik yang mempengaruhi fenomena yang diobservasi atau variabel terikat. Variabel ini juga sering disebut sebagai variabel pengaruh karena berfungsi mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas (independent) yang terdapat dalam penelitian ini adalah self-efficacy.


(63)

Dengan demikian definisi variabel untuk menyatakan self-efficacy yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah hasil kognitif yang berupa keyakinan terhadap kemampuan dan kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan untuk mencapai tujuan dan mengatasi hambatan.

Self-efficacy adalah skor yang diperoleh melalui pengembangan instrumen sebanyak 25 butir, dengan skala 1 – 4 mengenai sumber self-efficacy yang meliputi : Tingkat kesulitan tugas; Mampu menyelesaikan tugas yang sederhana, Mampu melakukan tugas yang sulit. Luas bidang tingkah laku; Mampu mengatasi situasi tertentu yang spesifik, Mampu melakukan kegiatan yang beragam. Dan Tingkat kekuatan; optimis pada diri sendiri, mampu bertahan dalam menghadapi tantangan.

b. Variabel Terikat

Variable terikat (dependent variable) yaitu kondisi atau karakteristik yang berubah atau muncul ketika mengintroduksi pengubah atau mengganti variable bebas (Ahmadi, 1991). Variabel ini sering disebut variabel yang dipengaruhi atau variabel yang terpengaruh, karena menurut fungsinya, variable ini dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel terikat (dependent variable)

yang terdapat dalam penelitian ini adalah penyesuaian diri.


(64)

Definisi variable untuk menyatakan penyesuaian diri adalah suatu tindakan yang diarahkan pada usaha untuk memenuhi tuntutan dan harapan yang diberikan oleh lingkungan dimana individu tersebut berada.

Penyesuaian diri adalah skor yang diperoleh melalui pengembangan instrumen sebanyak 25 butir, dengan skala 1 – 4 mengenai faktor penyesuaian diri yang meliputi : Kemampuan dan kekuatan fisik, indikatornya meliputi keadaan sehat dan sakit. Kecerdasan, indikatornya meliputi kemampuan menganalisis dan mempersepsikan keadaan. Minat pada suatu hal, indikatornya meliputi suatu hal yang mendatangkan ketenangan dan menghibur. Impian, indikatornya meliputi kemampuan untuk memusatkan dan kejelasan tujuan. Dan keyakinan yang ada dalam diri individu, indikatornya meliputi tempat tumpuan dan motivasi hidup.

3.2. Pengambilan Sampel

3.2.1. Populasi penelitian

Populasi adalah kelompok di mana peneliti akan menggeneralisasikan hasil penelitiannya (Gay dalam Sevilla, 1993). Berdasarkan uraian ini maka dapat ditegaskan bahwa populasi dalam penelitian ini adalah pekerja lepas (freelance) out bound.


(65)

3.2.2. Sampel penelitian

Menurut Ferguson (dalam sevilla,el al, 1993), sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi. Jadi sampel adalah bagian atau wakil populasi yang diteliti yang dimaksudkan untuk menggeneralisasikan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian. Sevilla, et al, (1993), menawarkan beberapa ukuran minimal yang dapat diterima berdasarkan tipe penelitian. Untuk metode penelitian korelasional, jumlah sampel minimal adalah 30 subjek. Adapun menurut Arikunto (2002), jumlah sampel minimal yang dapat diambil adalah 10% - 15% dari jumlah populasi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 40 orang yang terdiri dari 15 wanita dan 25 laki-laki.

3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah proses yang meliputi pengambilan satu bagian dari populasi, melakukan pengamatan atas kelompok sampel, kemudian menggeneralisasikan penemuan-penemuan pada populasi (Sevilla, et al, 1993). Sampel yang diambil dalam penelitian adalah responden yang bekerja lepas (freelance) outbound. Sehingga teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling, yaitu setiap individu dalam populasi mempunyai hak yang sama untuk dipilih sebagai sampel penelitian (Arikunto, 20002).

Peneliti mendapatkan sample di beberapa kegiatan outbound yang di laksanakan oleh PT. Selaras.


(66)

3.4. Instrumen Pengumpulan Data

3.4.1. Metode dan instrumen penelitian

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah skala model Likert, yaitu skala

self-efficacy dan penyesuaian diri.

Dalam penelitian ini skor akhir subjek merupakan skor total dari jawaban pada setiap pernyataan. Adapun alternatif jawaban yang diberikan adalah: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju STS) . Skor jawaban antara pernyataan yang bersifat Favorable dan Unfavorable berbeda, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1.

Kategori Jawaban Skala model Likert

Pernyataan

Nomor item

SS S TS STS

Favorable 4 3 2 1

Unfavorable 1 2 3 4

1. Skala self-efficacy

Untuk mengukur tingkat self-efficacy pada penelitian ini menggunakan skala model Likert, berdasarkan teori yang dipaparkan oleh Bandura adapun tabel

blue print penyebaran item sebagai berikut :


(67)

Tabel 3.2 Blue Print Self-Efficacy

No Dimensi Indikator Item Fav Item Un

Fav Jumlah 1 Tingkat kesulitan tugas a. Mampu menyelesaikan Tugas yang sederhana 1*, 2* 21*, 22*

3*, 4, 19* 29*

8

b. Mampu

melakukan tugas yang sulit

14*, 16*, 15*, 18*, 24 5

2 Luas bidang tingkah laku

a. Mampu mengatasi situasi tertentu yang spesifik

9*, 10* 11, 12* 4

b. Mampu melakukan

kegiatan yang beragam

6*, 20* 7, 28*, 30* 5

3 Tingkat kekuatan

a. Optimis pada diri sendiri

17*, 23*, 5, 13 4 b. Mampu

bertahan dalam menghadapi

tantangan

8*, 27* 25*, 26* 4

Total 14 16 30

2. Skala penyesuaian diri

Untuk mengukur tingkat penyesuaian diri pada penelitian ini menggunakan skala model Likert, berdasarkan teori yang dipaparkan oleh Powell adapun tabel blue print penyebaran item sebagai berikut :


(68)

Tabel 3.2 Blue PrintPenyesuaian Diri

No. Aspek Indikator

Butir Soal

Jumlah

F UF 1. Kemampuan dan

kekuatan fisik

• Sakit • Sehat

1, 2, 21

3, 4, 22

6

2. Kecerdasan • Kemampuan Persepsi • Kemampuan

Analisis 6, 8, 23 5, 7, 24 6

3. Minat pada bidang, • Mendatangkan Ketenangan • Manghibur

9, 10,

26

11, 12,

25

6

4. Impian • Kejelasan Tujuan • Mampu

memusatkan diri 14, 16, 27 13, 15, 28 6

5. Keyakinan (agama) • Tumpuan Harapan • Motivasi

17, 20,

29

18, 19,

30

6

Total 15 15 30

Ketiga skala di atas menggunakan skala likert dengan jenjang 4 pilihan, agar lebih jelas dapat dilihat pada table dibawah berikut ini


(69)

Table 3.4

Skor Skala

Favourable Skor Unfavourable Skor

Sangat sesuai 4 Sangat sesuai 1

Sesuai 3 Sesuai 2

Tidak sesuai 2 Tidak sesuai 3

Sangat tidak sesuai 1 Sangat tidak sesuai 4

3.4.2. Teknik uji instrumen penelitian

Penelitian yang menggunakan skala sebagai alat pengumpul data harus memenuhi syarat valid dan reliable. Agar terjamin akurasi datanya. Oleh karena itu dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

1. Uji Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang memiliki arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2003).

Suatu alat tes atau instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2003). Oleh karena itu, untuk menguji validitas dari skala yang telah dibuat, penulis menggunakan program SPSS versi 15.0 dengan teknik korelasi Product Moment dari Pearson.


(70)

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran. Pengukuran yang memiliki reliabilitas yang tinggi, yaitu yang mampu memberikan hasil ukur yang terpecaya (Azwar, 2003).

Untuk menguji reliabilitas dari skala self-efficacy dan skala penyesuaian diri, penulis menggunakan teknik analisa Alpha Cronbach (Azwar, 2003), dengan program SPSS versi 15.0

Tabel 3.4

Kaidah reliabilitas Guilford

Koefisien Kriteria

<0,2 Tidak Reliabel

0,2 – 0,4 Kurang Reliabel

0,4 – 0,7 Cukup Reliable

0,7 – 0,9 Reliabel

>0,9 Sangat Reliabel

3.5. Teknik Analisa Data

Pengolahan data dilakukan dengan analisa statistic sebagai cara untuk mengetahui hubungan antara self-efficacy sebagai variable independen terhadap kecemasan dan prokrastinasi sebagai dependent variable dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa rumus, yaitu:

1. Statistik Deskriptif, digunakan untuk mengolah gambaran umum responden 2. Korelasi product moment dari pearson, digunakan untuk mengetahui

validitas dam korelasi instrument dimana skor setiap item dikorelasikan


(71)

dengan skor total, dengan rumusan sebagai berikut (azwar, 2003) untuk penghitunganya penulis menggunakan SPSS versi 15.0

Korelasi Bifariat product moment dari Spearman, digunakan untuk mengetahui hubungan self-efficacy dengan penyesuaian diri ditinjau dari masa kerja, untuk penghitungannya, penulis menggunakan program SPSS versi 15.0

3.6 Prosedur

Penelitian

3.6.1 Tahap persiapan

1. Subjek Penelitian

− Meminta izin kepada pimpinan PT. Selaras Inti Prima Indonesia untuk mengadakan penelitian.

− Mencari dan mendata subjek penelitian melalui data yang ada di departemen operational

− Meminta kesediaan dan membuat janji dengan subjek untuk membantu pengisian dan pengumpulan data.

2. Alat

− Membuat kuesioner untuk mengetahui identitas subjek. − Pembuatan skala yang akan digunakan dalam penelitian.

− Melakukan uji coba alat dengan menyebarkan kuesioner dan skala kepada kelompok tryout.

− Analisa item yang telah diuji coba.


(72)

− Menyusun dan merapikan skala yang sudah diujicoba yang kemudian disebar kepada subjek penelitian yang asli (yang akan dijadikan sebagai hasil penelitian).

3.6.2. Tahap pelaksanaan

Setelah alat penelitian siap, kemudian penulis :

- Membagikan kuesioner kepada subjek penelitian ketika kegiatan pelatihan sedang berlangsung (yang akan diisi ketika evaluasi malam).

- Penulis menjelaskan petunjuk atau cara pengisian dan maksud dari kuesioner yang ada. Dan diberikan kesempatan untuk bertanya dan kemudian para pekerja lepas dianjurkan untuk mengisi.

- Proses penyebaran dan pengembalian kuesioner ini dilakukan kurang lebih selama empat kali kegiatan berlangsung (23-24, 28-30 Januari 2011, 12-13 Februari 2011, 4-6 Maret 2011).

- Saat pengambilan kuesioner dilakukan koreksi untuk menghindari kesalahan atau ketidaklengkapan dalam pengisian sehingga dapat dibetulkan atau dilengkapi oleh subjek.

- Teknik Statistik, rumusan statistik yang dipergunakan untuk mengolah data dan melihat ada atau tidak adanya korelasi yang signifikan antara self Efficacy dengan penyesuaian diri adalah teknik Product-Moment dari

Pearson.


(73)

BAB IV

ANALISA DATA

Pada Bab ini akan di uraikan hasil pengolahan data yang diambil pada penelitian, gambaran umum mengenai subjek penelitian serta hasil penelitian yang telah di laksanakan.

4.1. GAMBARAN UMUM RESPONDEN

Gambaran umum subjek penelitian ini di urakan secara rinci di bawah ini yaitu berupa gambaran umum frekuensi dari pekerja freelance outbound yang tersebar di beberapa perusahaan dan yang berada di bawah PT. Selaras Inti Prima Indonesia berjumlah sekitar 40 orang

a. Berdasarkan Jenis Kelamin

Table 4.1

Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis kelamin Frekuensi Persentase

1 Pria 25 62,5%

2 Wanita 15 37,5%

Dari hasil presentase di atas, maka dapat di ketahui bahwa responden dalam penelitian ini berdasarkan jenis kelamin terdiri dari pria 25 orang (62,5%) dan wanita 15 orang (37,5%)


(74)

b. Berdasarkan Usia

Table 4.2

Gambaran umum responden berdasarkan Usia

No Usia Frekuensi Persentase

1 20-27 tahun 18 orang 45% 2 28- 35 tahun 22 orang 55%

Dari persentase di atas maka dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini berdasarkan dari tngkatan usia yang berbeda terdiri dari usia 20-27 tahun sebanyak 18 orang (45%), 28-35 tahun sebanyak 22 orang (55%) artinya sample terbanyak adalah freelance yang berusia antara 28-35 tahun

c. Berdasarkan Masa Kerja

Table 4. 3

Gambaran umum responden berdasarkan Masa Kerja

No Masa Kerja Frekuensi Persentase

1 1 – 3 tahun 10 25%

2 4 – 6 tahun 25 62,5%

3 7 – 9 tahun 5 12,5%

Dari hasil persentase diatas dapat di ketahui bahwa responden dalam penelitian ini sudah melaksanakan kegiatan outbound di PT. Selaras Inti Prima Indonesia


(75)

selama rentan waktu 1 – 3 tahun 10 orang (25%), 4 - 6 tahun sebanyak 25 orang (62,5%), 7 - 9 tahun sebanyak 5 orang (12,5%).

d. Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan

Table 4.4

Gambaran Umum Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan

No Pendidikan Frekuensi Persentase

1 SMA 5 12,5%

2 S1 35 87,5%

Dari hasil presentase di atas, maka dapat di ketahui bahwa responden dalam penelitian ini berdasarkan Latar Belakang Pendidikan terdiri dari SMA 5 orang (12,5%) dan S1 35 orang (87,5%).

e. Berdasarkan Pengalaman Organisasi

Table 4.5

Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pengalaman Organisasi

No Organisasi Frekuensi Persentase

1 Pernah/Ya/Aktif 30 75%

2 Tidak 10 25%


(76)

Dari hasil presentase di atas, maka dapat di ketahui bahwa responden dalam penelitian ini berdasarkan Pengalaman Organisasi terdiri dari Pernah/Ya/Aktif 30 orang (75%) dan Tidak 10 orang (25%).

f. Berdasarkan Status Perkawinan

Table 4.6

Gambaran Umum Responden Berdasarkan Status Perkawinan

No Status Frekuensi Persentase

1 Sudah 20 50%

2 Belum 20 50%

Dari hasil presentase di atas, maka dapat di ketahui bahwa responden dalam penelitian ini berdasarkan Status Pernikahan terdiri dari Sudah Menikah 20 orang (50%) dan Belum Menikah 20 orang (50%).

4,2.1 Kategori skor

4.2.1.1 kategori Skor Motivasi Belajar Kategori Skor Skala self-efficacy

Descriptive statistics

N0 Range Minimum Maximum Mean Std. deviation

Self-efficacy Valid N (listwise)

40 40

48,00 50,00 98,00 79,6000 11,29511

Dari tabel di atas dapat di ketahui bahwa mean yang didapat adalah sebesar 79,6000 dan standar deviasi sebesar 11,29511. Nilai minimum yang di dapatkan


(77)

adalah 50 dan nilai maksimum adalah 98. Sehingga luas jarak sebenarnya adalah 98 – 50 = 48, jarak tersebut kemudian di bagi tiga untuk melihat luas jarak tiap kategori yaitu 48/3 = 16, maka diperoleh kategorisasi sebagai berikut:

Tabel 4.6

Kategorisasi Skor Self-Efficacy

Kategori Rentang Frekwensi %

Tinggi X>2x + min > 82 22 55%

Sedang X<min≤X≤2x + min 66 – 82 18 45%

Rendah X <x + min < 82 0 0%

Jumlah 20 100%

Dari tabel di atas, maka dapat di ketahui bahwa responden yang memiliki tingkat

self-efficacy tinggi sebanyak 22 orang (55%). Jumlah responden yang memiliki

self-sedang sebanyak 18 orang (45%) dan individu yang memiliki self-efficacy

ategori Penye ian D

Descriptive statistics

efficacy

rendah yaitu 0%.

K sua iri

N0 Range Minimum Maximum Mean Std. deviation

Penyesuaian Diri Valid N (listwise)

40 40

44,00 50,00 94,00 79,1750 9,48923

Dari tabel di atas dapat di ketahui bahwa mean yang didapat adalah sebesar 79,1750 dan standar deviasi sebesar 9,48923. Nilai minimum yang di dapatkan adalah 50 dan nilai maksimum adalah 94. Sehingga luas jarak sebenarnya adalah 94 – 50 = 44, jarak tersebut kemudian di

itu 44/3 = 1 i berikut:

bagi tiga untuk melihat luas jarak tiap kategori ya 4,66, maka diperoleh kategorisasi sebaga


(78)

Tabel 4.6

Kategorisasi Skor Penyesuaian Diri

Frek nsi

Kategori Rentang we %

Tinggi X>2x + min > 79,32 26 65%

Sedang X<min≤X≤2x + min 64,66 – 79,23 14 35%

X <x + min < 79,32 0 0%

Rendah

Jumlah 40 100%

Dari tabel di atas, maka dapat di ketahui bahwa responden yang memiliki tingkat enyesuaian diri tinggi sebanyak 26 orang (65%). Jumlah responden yang memiliki nyak 14 orang (35%) dan individu yang memiliki

iti melakukan uji instrument dengan 60 dan skala penyesuaian diri sebanyak

dimana skor tiap item di korelasikan dengan

i tingkat reliabilitas instrument yang di gunakan untuk mengukur

an responden terhadap pernyataan atau item-item yang i berikan

p

penyesuaian diri sedang seba penyesuaian dirirendah yaitu 0%.

4.3 Uji instrument penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan, penel

item dari dua skala yaitu self efficacy 30 item

30 item. Uji instrument di berikan kepada 40 orang Pekerja freelance outbound

PT. SELARAS INTI PRIMA INDONESIA

Adapun tujuan dari uji instrument ini adalah : 1. Mengetahui validitas instrument,

skor total 2. Mengetahu

tingkat reliabilitas skala tersebut 3. Mengetahui pemaham

d


(79)

4. Mengetahui berapa lama waktu yang di butuhkan untuk menyelesaikan

ment validitas dengan teknik korelasi product moment erja freelance PT Selaras Inti

ment validitas dengan teknik korelasi product moment

anyak 40 orang. Uji reliabilitas kedua skala ini pengisian instrument.

4.2.1 Hasil uji validitas self efficacy

Berdasarkan hasil uji instru

dari pearson pada self efficacy terhadap 40 orang pek

Prima Indonesia dari 30 item yang uji cobakan di peroleh 25 item yang valid

4.2.2 Hasil uji validitas penyesuaian diri

Berdasarkan hasil uji instru

dari pearson pada penyesiaian diri terhadap 40 orang pekerja freelance PT. Selaras Inti Prima Indonesia dari 30 item yang ujicobakan di peroleh 25 item yang valid

4.2.3 Hasil uji reliabilitas skala self efficacy danpenyesuaian diri

Uji reliabilitas dilaksanakan pada pekerja freelance PT. Selaras Inti Prima Indonesia dengan jumlah sample seb

menggunakan uji statistic alpha croncbach dengan menggunakan program spss versi 15.0 hasil uji reliabilitas skala self cfficacy dan penyesuaian diri maka di peroleh hasil

1. Reliabilitas skala self efficacy dengan 25 item adalah 0.816 dengan nilai standart alpha sebesar 0.818 jadi skala self efficacy memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi atau reliable


(80)

2. Reliabilitas skala penyesuaian diri dengan 25 item adalah 0.816 dengan nilai standart alpha sebesar 0.818 jadi skala penyesuaian diri memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi atau reliable

Hai ini berdasarkan penjelasan Guilford & fruchter sebagai mana di kutip oleh IBM & kuncoro (2003) bahwa hasil skala 0.816 termasuk kategori reliable, sehingga instrument dapat di gunakan untuk penelitian lanjutan.

Berikut norma reliabilitas yang di jelaskan oleh Guilford & fruchter

Table 4. rma relia

0,70 – 0,90 0,40 – 0,70 0,20 – 0,40

Reliable Cukup reliable Kurang reliable Tidak reliable

11

No bilitas

0,90 Sangat reliable

<0,20

4.4 UJI PERSYARATAN

4.3.1 Uji Normalitas

Singgih (2002) mengemukakan bahwa tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan bentuk lonceng (bell shaped). Menurut

un tidak mustahil suatu data dak mengikuti asumsi normalitas.

purbaya & anshari (2005) data-data berskala interval sebagai suatu hasil pengukura pada umumnya menikuti asumsi distribusi normal. Nam

ti


(1)


(2)


(3)


(4)

(5)

(6)