Efisiensi Penyerapan Hara Peranan Fungi Mikoriza Arbuskular dan Rizobakteri dalam Meningkatkan Produksi Gula dan Efisiensi Penyerapan Hara Sorgum Manis (Sorghum bicolor L Moench)

19 penyeimbang. Standar dibuat dalam berbagai konsentrasi. Sebelum gas standar dimasukkan, botol dikosongkan terlebih dahulu sebanyak gas yang akan dimasukkan ke dalam botol. Pengukuran produksi etilen pada sampel diukur dengan prosedur yang sama dengan pengukuran pada standar. Konsentrasi etilen dalam sampel diperoleh dengan cara ekstrapolasi terhadap kurva standar. Penetapan Kemampuan Pelarutan Fosfat Penetapan kemampuan pelarutan fosfat dilakukan dengan menggunakan teknik spektrofotometri Dick dan Tabatabai 1977. Pembuatan reagen dilakukan dengan cara melarutkan 0.704 g asam askorbat dan 3.268 g asam trikloroasetat dalam 10 mL air dan menambahkan lagi air hingga volume 40 mL reagen A, melarutkan 2.472 g amonium molibdat dalam 100 mL air dan menambahkan lagi air hingga volume 200 mL reagen B, serta melarutkan 5.882 g natrium sitrat dalam 10 mL asam asetat glasial dan mengatur volume hingga 200 mL reagen C. Untuk menentukan fosfat terlarut dicampurkan 0.32 mL sampel dan bufferair, 0.40 mL reagen A, 0.08 mL reagen B, dan 0.20 mL reagen C. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 850 nm setelah 30 menit inkubasi. Sebagai standar digunakan protein kombinasi dari asam-asam fosfat sigma. Penetapan Kemampuan Produksi Fitohormon Untuk mengukur kemampuan produksi fitohormon IAA, tiap bakteri ditumbuhkan pada media pertumbuhan minimal 5 g glukosa, 0.025 g yeast extract, 0.204 g L-tryptophan sebanyak 5 mL dalam tabung selama 72 jam pada suhu 20 °C dengan agitasi 120 rpm. Selanjutnya 1 mL suspensi bakteri dipindahkan ke dalam 1.5 mL tabung dan diendapkan pada 16.750 xg selama 10 menit. Sebanyak 90 µL supernatan ditambahkan ke dalam 60 µL reagen Salkowski 0.5 M FeCl3 dan 35 asam perklorat = 1:49 dan diinkubasi selama 30 menit dalam keadaan gelap. Absorbansi dari tiap sampel selanjutnya diukur dengan Spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm Furnkranz et al. 2009. Sebagai standar digunakan IAA sintetik yang telah diketahui konsentrasinya. Untuk mengukur kemampuan produksi fitohormon GA, tiap bakteri ditumbuhkan di dalam media Jensen’s Broth selama 5 hari pada temperatur 28 o C. Selanjutnya kultur bakteri diendapkan untuk memisahkan biomassanya. Filtrat yang dihasilkan dimasukkan ke dalam corong pisah ukuran 100 mL. Air ditambahkan hingga volume 10 mL. Keasaman atau pH larutan diatur antara 1 dan 2 dengan menggunakan HCl 0.1 M. Etil asetat sebanyak 20 mL ditambahkan dan dikocok selama 60 detik. Fasa air selanjutnya dipindahkan ke dalam corong pisah kedua dan prosedur ekstraksi diulang dengan penambahan etil asetat sebanyak 20 mL. Fasa air dipisahkan kembali dan fasa organik ditampung di corong pisah yang pertama. GA diekstraksi kembali dari etil asetat dengan menambahkan 20, 15 dan 10 mL buffer fosfat pH 7.4, selanjutnya dikocok selama 60 detik dan setiap ekstrak dikumpulkan dalam labu ukur 50 mL. Volume labu dipenuhi dengan menambahkan buffer fosfat Berrí’os et al. 2004. 20 Untuk menentukan konsentrasi GA, sebelumnya dibuat kurva standar. GA sintetik ditimbang sebanyak 200 mg dan dilarutkan dengan 10 mL etanol absolut, selanjutnya ditambahkan dengan air destilasi hingga 100 mL. Konsentrasi standar adalah 2 g L -1 yang kemudian diencerkan dengan menambahkan larutan etanol 10 agar menjadi beberapa konsentrasi yang lebih rendah yaitu 0.01 g L -1 , 0.025 g L -1 , 0.05 g L -1 , 0.75 g L -1 , 0.125 g L -1 , 0.15 g L -1 dan 0.1 g L -1 . Dengan perbandingan volume 1:1 pada masing-masing konsentrasi standar ditambahkan HCl 3.75 M. Larutan standar ini selanjutnya diinkubasi selama 75 menit. Setelah inkubasi, masing-masing larutan standar diukur absorbansinya dengan menggunakan Spectrophotometer UV-VIS pada panjang gelombang 254 nm. Pengukuran kemampuan produksi sitokinin dari tiap bakteri dimulai dengan ekstraksi menggunakan metode Hussain Hasnain 2009. Kultur rizobakteri sebanyak 20 mL diendapkan dengan kecepatan 10000 xg selama 10 menit. Supernatan dinetralkan pH-nya dengan penambahan NaOH 0.1 N jika terlalu asam atau HCl 0.1 N jika terlalu basa. Supernatan yang telah dinetralkan ditambah 5 mL etil asetat dan dibuat homogen dengan menggunakan vortex selama 1 menit. Ekstrak dibiarkan beberapa saat sampai fase air terpisah dari fase etil asetat, selanjutnya fase etil asetat dipisahkan. Pemberian etil asetat dilakukan sebanyak tiga kali secara bertahap, sehingga diperoleh 15 mL fase etil asetat yang siap untuk dievaporasi. Sitokinin yang terlarut dalam etil asetat akan menempel pada dinding tabung kemudian dilarutkan dengan 100 μ L metanol. Sitokinin yang dihasilkan dideteksi dengan TLC Patel et al. 2012 dengan cara menotolkan fraksi metanol pada pelat TLC silika G60 F 254 dengan pembanding sitokinin sintetik 6-Benzylaminopurine. Pelat dielusi dengan menggunakan larutan kloroform : metanol 80 : 20 vv. Hasil elusi dikeringkan dan diperiksa menggunakan sinar ultraviolet pada panjang gelombang 254 nm. Deteksi sitokinin secara kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan nilai retention factor Rf sampel dengan nilai Rf standar. Hasil deteksi selanjutnya dikonfirmasi menggunakan HPLC. Pengukuran konsentrasi sitokinin dilakukan dengan menggunakan HPLC Patel et al. 2012. Sampel diinjeksikan sebanyak 20 μ L ke dalam kolom fase terbalik Dicovery C18, 5 µm, dimensi kolom 25 cm x 3.0 mm. Sampel dianalisis dengan menggunakan fase gerak 40 metanol. Detektor UV ditetapkan pada panjang gelombang 270 nm. Total waktu untuk pemisahan adalah sekitar 15 menit pada laju aliran 1 mL min -1 . Penetapan Derajat Kolonisasi Mikoriza Derajat kolonisasi mikoriza dihitung dengan menggunakan metode gridline intersection Giovannetti dan Mosse 1980. Sebanyak 2 g akar segar dibersihkan dan direndam dalam larutan KOH 10 dan dibiarkan semalam. Akar selanjutnya dibilas beberapa kali dengan akuades hingga bersih dari larutan KOH, direndam dalam larutan HCl 2 selama 30 menit dan dilakukan pewarnaan dengan menambahkan tryphan blue 0.05 dalam larutan asam laktogliserol secukupnya 1:1:1 masing-masing untuk asam laktat, gliserol dan air hingga akar terendam. 21 Sebelum akar diamati, dilakukan penghilangan warna dengan larutan gliserin 50. Infeksi akar diamati dengan bantuan kotak bergaris gridline intersect yang dilekatkan pada dasar cawan petri. Derajat kolonisasi mikoriza adalah jumlah akar yang terinfeksi, yang dilihat dari banyaknya garis perpotongan pada penunjuk kotak bergaris dibandingkan dengan seluruh akar yang diamati. Penetapan Kandungan Klorofil Pada pengukuran kandungan klorofil daun, daun yang diukur adalah daun ketiga yang dihitung dari pucuk. Sebelum dilakukan pengukuran, daun terlebih dahulu dibesihkan dengan kertas tisu yang telah dibasahi akuades. Pengukuran kandungan klorofil daun dilakukan dengan menggunakan Chlorophyll Content Meter CCM-200, dimana penghitungan indeks kandungan klorofil CCI berdasarkan pada rasio transmitan pada panjang gelombang 660 dan 940 nm Ghasemi et al. 2011. Identifikasi Isolat FMA Isolat fungi mikoriza arbuskular diidentifikasi secara morfologi dengan metode yang dikembangkan oleh Schenck dan Perez 1990 dalam buku Manual for the Identification of VA Mycorrhizal Fungi. Berdasarkan buku Manual tersebut, terdapat 9 tahapan dalam identifikasi fungi mikoriza arbuskular FMA, yaitu ekstraksi spora dari tanah atau medium, pengamatan spora dalam air menggunakan dissecting microscope perbesaran 20-100x, pembuatan preparat 2- sided diagnostic slide, pengamatan spora pada preparat menggunakan compound microscope perbesaran 100 – 1000x, pencatatan pada lembaran pengamatan dan pengukuran spora pada preparat, penentuan genus, penentuan spesies dan penentuan spesies yang terdekat dengan cara membandingkan dengan species description. Identifikasi Isolat Rizobakteri Teknik yang akurat untuk identifikasi molekuler bakteri adalah identifikasi terhadap gen penyandi 16S rRNA. Identifikasi didasarkan pada tingkat kesamaan dalam sekuens gen 16S rRNA. Teknik ini pertama kali dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983. Pertama-tama dilakukan ekstraksi genom DNA. Larutan yang dibutuhkan adalah : Buffer lisis 10x Tris 0.5M pH 8.5; EDTA 0.01M; 5 Tween 20; ddH 2 O dan Proteinase K 20 mg mL -1 . Isolat bakteri ditumbuhkan pada media padat dan diinkubasi selama 1 malam. Tabung berukuran 1.5 mL disiapkan untuk campuran 20 µL buffer lisis 10x, 10 µL Proteinase K dan 170 µL ddH 2 O. Biakan bakteri dimasukkan ke dalam tabung dengan menggunakan tusuk gigi steril dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 50-55 o C. Selanjutnya enzim dinonaktifkan pada suhu 95- 100 o C selama 10 menit dan diendapkan selama 3 menit pada kecepatan 13.000 xg. Hasil lisis siap untuk digunakan sebagai cetakan. DNA target yang telah diisolasi selanjutnya diamplifikasi dengan PCR menggunakan enzim DNA polimerase untuk memproduksi dua kali lipat dalam