tikus percobaan maka dapat mempengaruhi kerja hati dengan cara menginduksi enzim sitokrom dalam hati.
5. Aktivitas Glutation S-Transferase GST
Selain pengukuran kadar sitokrom hati dari fraksi mikrosomal, dilakukan juga pengukuran aktivitas glutation S-transferase hati dari fraksi
sitosol. Pengukuran ini menggunakan substrat CDNB 1-chloro-2,4- dinitrobenzene dan glutation dalam bentuk tereduksi GSH. Pertama-tama
dilakukan pengisian buffer fosfat pH 6.5 ke dalam kuvet sampel dan blanko, setelah itu dimasukkan sampel dan akuades untuk blanko.
Berikutnya berturut-turut dimasukkan GSH dan CDNB. Perlakuan tersebut dilakukan didalam kuvet sehingga langsung dibaca pada panjang gelombang
yang ditentukan. Metabolisme fase II yang sangat penting adalah reaksi konjugasi
glutation. Reaksi ini terlibat dalam penghilangan zat atau metabolit perantara yang reaktif, yaitu yang bersifat elektrofil. Berlangsungnya reaksi
ini dikatalisir oleh enzim glutation S-transferase. Jika konsentrasi elektrofil tinggi maka dapat menghancurkanmenghabiskan sel dari glutation dan
menyebabkan sel mati Jones, 2002. Menurut Jones 2002, penambahan GSH akan menstimulasi reaksi
konjugasi. Kemudian dengan adanya penambahan elektrofil model CDNB dapat diketahui seberapa besar aktivitas enzim glutation S-transferase GST
dalam menghilangkan senyawa reaktif dari minuman seduhan bubuk daun kumis kucing. Semakin tinggi aktivitas GST, menunjukkan bahwa
komponen bioaktif pada minuman seduhan bubuk daun kumis kucing mudah terkonjugasi pada sistem kerja reaksi fase II.
CDNB bereaksi sangat cepat dengan sampel, sehingga setelah penambahannya tidak boleh menunggu terlalu lama. Waktu yang digunakan
untuk mengukur nilai absorbansi adalah selama 3 menit, jika sampel tidak langsung diukur nilai absorbansinya dalam waktu 3 menit, maka pembacaan
absorbansi sampel akan sama. Hal ini diakibatkan reaksi yang berlangsung sudah stabil dan berhenti pada suatu titik nilai absorbansi tertentu.
0.0491 0.0627
0.053
0.01 0.02
0.03 0.04
0.05 0.06
0.07
Kontrol konsenterasi rendah
Konsenterasi tinggi
A k
ti v
it a
s G S
T n
m o
lm in
m g
p ro
te in
Dari pembacaan kecepatan selama 3 menit tersebut maka dapat diketahui nilai koefisien ekstinsi molar pada sampel
ε. Nilai ekstinsi yang telah didapat maka dihitung per kandungan protein hati dari fraksi sitosol.
Pada Gambar 17 dapat dilihat bahwa penambahan minuman seduhan dari bubuk daun kumis kucing konsenterasi rendah Kk1 lebih
meningkatkan aktivitas enzim glutation S-transferase jika dibandingkan dengan kelompok Kk2. Semakin tinggi konsenterasi minuman seduhan yang
diberikan maka akan menurunkan aktivitas GST. Jika aktivitas GST menurun, menunjukkan bahwa senyawa yang terkonjugasi sedikit dan
kemungkinan dapat menyebabkan kerusakan pada hati karena metabolit hasil reaksi fase I membentuk suatu ikatan kovalen antara senyawa bebas
yang tidak terkonjugasi seperti RNA, DNA atau protein sel.
Gambar 17. Grafik aktivitas GST Glutation S-Transferase pada kelompok Kontrol, kelompok konsenterasi rendah dan kelompok
konsenterasi tinggi
Pada penelitian nilai GST pada KK2 lebih rendah dari nilai GST KK1, tetapi hal ini tidak berarti penambahan minuman seduhan bubuk daun
kumis kucing dapat menimbulkan kerusakan hati sebab nilai GST pada KK2 masih relatif tidak berbeda dengan nilai GST kontrol. Dapat dikatakan
bahwa penambahan minuman seduhan dapat meningkatkan aktivitas GST pada konsenterasi rendah.
Menurut Oesch et al 1991, enzim glutation S-transferase GST pada tikus terdiri dari tiga kelas, yaitu Alpha, Mu dan Pi. Jika ditambahkan dengan
substrat CDNB maka GST akan memiliki nilai aktivitas antara 0.01 nmolminmg protein sampai 0.1 nmolminmg protein. Pada penelitian ini
diketahui nilai aktivitas GST kelompok kontrol hanya diberi minum air putih, Kk1 dan Kk2 berada pada rentang nilai tersebut, yaitu berturut-turut
sebesar 0.0491 nmol minmg protein, 0.0627 nmolminmg protein, dan 0.0530 nmolminmg protein.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Tanaman kumis kucing berasal dari Afrika tropik kemudian menyebar ke wilayah Georgia, Kuba, Asia dan Australia tropik. Kumis kucing
merupakan salah satu jenis tanaman obat. Daun kumis kucing yang telah diolah menjadi bubuk memiliki daya simpan lebih tinggi dibandingkan dengan
daun kumis kucing segar. Dari segi khasiat tanaman kumis kucing baik dalam bentuk simplisia maupun bubukkapsul sudah banyak diketahui secara
tradisional oleh masyarakat Indonesia. Dari hasil analisa kimia diketahui kandungan air, lemak, protein dan
abu. Kadar air yang terkandung pada daun segar kumis kucing adalah 81.42, sedangkan kadar air dari bubuk kumis kucing yang telah mengalami proses
pengeringan matahari adalah sebesar 7. Kadar abu pada bubuk daun kumis kucing sebesar 7.89, dan untuk kadar lemak, protein dan karbohidrat
berturut-turut adalah 5.09, 17.41 dan 62.61. Selain analisa proksimat, dilakukan juga analisa antioksidan dan
analisis total fenol pada minuman seduhan bubuk daun kumis kucing. Pada penelitian diketahui bahwa minuman seduhan bubuk daun kumis kucing
dengan pengeringan matahari lebih baik dibandingkan dengan oven. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas antioksidan bubuk daun kumis kucing kering
matahari sebesar 1346.528 mMgr bk sampel dengan total fenol sebesar 87.62 µggr bk sampel. Sedangkan aktivitas antioksidan dan total fenol dari bubuk
daun kumis kucing kering oven berturut-turut sebesar 406.356 mMgr bk sampel dan 14.085
µggr bk sampel. Sampel yang berasal dari bubuk daun kumis kucing kering matahari,
kemudian digunakan selanjutnya untuk perlakuan minuman seduhan pada tikus percobaan. Pengamatan dilakukan pada hati tikus, yaitu analisia protein
hati, analisa kadar sitokrom dan aktivitas glutation S-transferase. Dari hasil yang didapatkan, diketahui kandungan protein pada fraksi sitosol jauh lebih
tinggi jika dibandingkan kadar protein dari fraksi mikrosomal.