1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah yang dapat dirumuskan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana
gambaran unsur-unsur pembentuk jaringan sosial antara Yayasan Compassion Indonesia dengan Gereja Penyebaran Injil Haleluya melalui Child Sponsorship
Program di Pusat Pengembangan Anak IO 552? “
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi dari tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis unsur-unsur pembentuk jaringan sosial antara Yayasan Compassion
Indonesia dengan Gereja Penyebaran Injil Haleluya melalui Child Sponsorship Program di Pusat Pengembangan Anak IO 552
1.3.2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah : a. Manfaat Praktis
Menambah pengetahuan mengenai unsur pembentuk jaringan sosial serta menunjukkan model baru usaha kesejahteraan sosial
b. Manfaat Teoritis Menambah konsep-konsep dan teori keilmuan mengenai modal sosial dan
jaringan sosial
1.4 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I
: Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian BAB II
: Tinjauan Pustaka Bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, dan
kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional BAB III
: Metode Penelitian Bab ini berisikan uraian metodologi penelitian yang terdiri dari tipe
penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data
Bab IV : Deskripsi Lokasi Penelitian
Bab ini berisikan uraian sejarah geographis dan gambaran umum tentang lokasi dimana peneliti melakukan penelitian
Bab V : Analisa Data
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisisnya.
BAB VI : Penutup
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran atas penelitian yang dilakukan.
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Kesejahteraan Sosial
Secara konseptual, kesejahteraan sosial memiliki beberapa makna. Midgley 1997 dalam Adi 2005:16 mengartikan kesejahteraan sosial sebagai: a state or
condition of human well being that exist when social problems are managed, when humans needs are met, and when social oppurtunities are maximized
. Definisi ini dapat diterjemahkan sebagai berikut : “suatu keadaan atau kondisi kehidupan manusia
yang tercipta ketika berbagai permasalahan sosial dapat dikelola dengan baik, kebutuhan manusia dapat terpenuhi dan ketika kesempatan sosial dapat
dimaksimalkan. Kemudian menurut Suradi dalam Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial 2007:1 mengemukakan bahwa dalam perspektif teoritis kesejahteraan sosial sebagai kondisi kehidupan dan penghidupan mencakup: 1
kemampuan setiap orang dalam menghadapi masalah; 2 kemampuan setiap orang dalam memenuhi kebutuhan; dan 3 kemampuan setiap orang dalam melaksanakan
peran sosialnya dengan menjunjung tinggi hak-hak. Di Indonesia, istilah kesejahteraan sosial dirumuskan dalam UU RI No. 11
tahun 2009 Bab 1 Pasal 1, yang didefenisikan sebagai : kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga neara agar dapat hidup layak dan
mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Beberapa pengertian sebelumnya memiliki substansi yang sama dimana kesejahteraan
sosial merupakan suatu kondisi atau tata kehidupan dimana setiap orang, setiap
keluarga, setiap golongan atau masyarakat, selalu dapat merasakan adanya keselamatan lahir batin, mampu memenuhi kebutuhan hidupnya baik material
maupun spiritual serta menjalankan peran sosialnya dengan baik. Menurut Suharto 2005 selain sebagai kondisi, kesejahteraan sosial juga
didefinisikan sebagai arena atau domain utama tempat berkiprahnya pekerja sosial. Pemaknaan kesejahteraan sosial sebagai alat means untuk mencapai tujuan
pembangunan. Selain sebagai tujuan akhir dan sebagai arena utama berkiprahnya pekerja sosial, kesejahteraan sosial juga merupakan kegiatan yang teroranisasi.
Kesejahteraan sosial merupakan tujuan akhir pembangunan nasional yang dicapai melalui serangkaian program terorganisir yang diselengarakan pemerintah
pusat, daerah dan masyarakat. Menurut Suharto 2006 kesejahteraan sosial memiliki dua dimensi:
1. State of human well-being, dimana kesejahteraan sosial dipandang sebagai
kebaikan sosial yang dalam bahasa Inggris dinamakan social well-fare sebagai lawan dari social ill-fare ketidaksehataan sosial. Artinya, kesejhateraan sosial
menunjuk pada kondisi kehidupan sejahtera, kebaikan sosial, keadaan yan baik, kemakmuran, kebahagiaan, yang ditandai dengan terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia. Sebagai contoh, orang memiliki kesejahteraan sosial jika memiliki tubuh yang sehat, penghasilan yang memadai, rumah yang layak
huni, ketrampilan dan pengetahuan dasar, serta dapat berinteraksi dengan linkungan sosialnya.
2. System of social services, dimana kesejahteraan sosial diartikan sebagai
sebuah sistem keigiatan pelayanan sosial yang dilakukan oleh lembaga pemerintah maupun non pemerintah civil society. Di Inggris, Australia dan
Selandia Baru, pelayanan sosial umumnya mencakup lima bentuk antara lain jaminan sosial social security, perawatan kesehatan penyediaan pendidikan
dasar dan khusus, penyediaan perumahan publik, dan pelayanan sosial personal personal social services
2.2.Pembangunan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial 2.2.1. Pembangunan Sosial
Pada awalnya, pembangunan sosial sebagai salah satu pendekatan dalam pembangunan seringkali dipertentangkan dengan pembangunan ekonomi Adi, 2005.
Hal ini disebabkan oleh pemahaman banyak orang yang menggunakan istilah ‘pembangunan’ sebagai perubahan ekonomi dengan munculnya industrialisasi.
Seiring dengan perkembangan globalisasi sekarang ini, pembangunan sosial menjadi suatu agenda penting dengan semakin besarnya perhatian pada hak-hak asasi manusia,
demokratisaso dan civil society. Seperti dikemukakan Midgley dalam Adi 2002: 118, pembangunan sosial
merupakan “suatu proses perubahan sosial yang terencana dan dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai suatu keutuhan, dimana pembangunan
ini dilakukan untuk saling melengkapi dengan dinamika pembangunan ekonomi”. Dalam pembangunan sosial sebagai penyelenggaraan kesejahteraan sosial
diperlukan peran masyarakat yang seluas-luasnya, baik perseorangan, keluarga, organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya
masyarkat, organisasi profesi, badan usaha, lembaga kesejahteraan sosial, demi terselenggaranya kesejahteraan sosial yang terarah, terpadu dan berkelanjutan.
Adapun level pembangunan sosial terbagi menjadi 4, sebagai berikut : Adi 2002:138
1. Pembangunan di level individu dan keluarga level mikro
Pembangunan ini lebih mengarah pada fungsi rehabilitative dan remedial dimana individu ataupun keluara yang bermasalah menjadi fokus penanganan.
2. Pembangunan di level organisasi dan komunitas level mezzo
Pembangunan ini lebih mengarah pada program bersifat kreatif, proaktif dan preventif yang biasanya dilakukan melalui intervensi kounitas seperti
pengembangan masyarakat community development, pendekatan pelayanan masyarakat community services approach, dan pendidikan masyarakat
community education. 3.
Pembangunan di level provinsi, regional ataupun nasional level makro Pembangunan ini merupakan pembangunan pada level normative dimana agen
perubahan berusaha melibatkan diri pada upaya perencanaan dan pembuatan kebijakan sosial.
4. Pembangunan di level internasional level global
Pembangunan ini menitikberatkan pada peran agen perubahan change agent dalam mempengaruhi kebijakan di tingkat antar negara
Mengacu pada buku Charles Zastrow 2000, Introduction to Social Work and Social Welfare, ada tiga pendekatan dalam pembangunan kesejahteraan sosial, yaitu
perspektif residual, institusional dan pengembangan Suharto. 2005:10 a.
Pendekatan Residual Pelayanan sosial diberikan hanya apabila kebutuhan individu tidak dapat
dipenuhi dengan baik oleh lembaga-lembaga yang ada di masyarakat, seperti
institusi keluarga, dan ekonomi pasar. Bantuan financial dan sosial sebiknya diberikan dalam jangka pendek, pada masa kedaruratan dan harus dihentikan
manakala individu atau lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi dapat berfungsi kembali.
Perspektif residual disebut sebagai pendekatan yang menyalahkan korban atau blaming the victim approach. Masalah sosial termasuk kemiskinan disebabkan
oleh kesalahan-kesalahan individu dan karenanya menjadi tanggun jawab dirinya, bukan sistem sosial
b. Pendekatan Institusional
Berbeda dengan perspektif residual yang memandang pelayanan sosial sebagai charity for unfortunates, pendekatan institusional melihat sistem dan usaha
kesejahteraan sosial sebagai fungsi yang tepat dan sah dalam masyarakat modern. Pelayanan sosial dipandang sebagai hak warga negara. Kemiskinan
bukan disebabkan oleh kesalahan individu. Melainkan, produk dari sistem sosial yang tidak adil, menindas, sexist, dan rasis yang kemudian membentuk
sistem kapitalis. Metode pekerjaan sosial yang sering digunakan mencakup program-program pencegahan, pendidikan, pemberdayaan dan penguatan
struktur-struktur kesempatan. c.
Pendekatan Pengembangan Perspektif pengembangan sejalan dengan ideologi liberal dengan ideologi
liberal dan pendekatan institusional. Ia mendukung pengembangan program- progran kesejahteraan sosial, peran aktif pemerintah serta pelibatan-pelibatan
tenaga professional dalam perencanaan sosial. Menurut Midgley 2005:205 : Selain memfasilitasi dan mengarahkan pembangunan sosial, pemerintah jua
seharusnya memberikan kontribusi langsung pada pembangunan sosial lewat
bermacam kebijakan dan program sector publik. Perspektif institusional membutuhkan bentuk organisasi formal yang bertanggung jawab untuk
mengatur usaha pembangunan sosial dan mengharmoniskan implementasi berbagai pendekatan strategis yang berbeda. Organisasi seperti ini berada pada
tingkat yang berbeda tetapi tetap harus dikoordinasikan pada tingkat nasional. Mereka juga mempekerjakan tenaga spesialis yang telah terlatih dan terampil
untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan sosial. Dalam Pembangunan sosial, pemahaman terhadap unsur-unsur yang ada
dalam suatu community tidak mungkin untuk ditingalkan. Secara historik, pelayanan oleh masyarakat, lebih dahulu tampil mengedapan dibanding dengan usaha manusia.
Hal ini didasarkan pada nilai-nilai yang telah berakar lama dalam tata kehidupan masyarakat. Sejak berabad-abad dibeberapa negara “kesejahteran masyarakat”
dipelopori, diperjuangkan oleh kelompok-kelompok tenaga pelaksana sukarela administrative volunteer yang menjalankan badan-badan kesejahteraan sosial swasta
sukarela. Dengan dasar swadaya, sumber-sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat digali dan dimobilisasi serta diorganisasi oleh mereka sendiri untuk
kepentingan bersama dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok anggotanya. Keberhasilan pembangunan ditunjang oleh beberapa faktor yang ada dalam
masyarakat itu sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan oleh T. Sumarnugroho sebagai berikut 1993:71-73 :
1. Kemampuan masyarakat mengenal masalah mereka sendiri. Masyarakat
seringkali tidak memahami permasalahan yang ada pada linkungannya. Hal ini timbul bisa juga karena permasalahan tersebut merupakan sesuatu yang
sudah biasa terjadi, menyerah kepada nasib atau menganggap itu bukan
sebagai suatu masalah. Dari sebab-sebab tersebut terdapat dua pokok yang mendasar, yaitu adanya kepekaaan terhadap linkungan sosial dan kedua rasa
ketidakberdayaan. 2.
Keinginan dan ikut sertanya masyarakat untuk mencari alternatif pemecahan masalah. Dalam mencari alternatif pemecahan masalah, masyarakat munkin
mmerlukan bantuan dari para pelaku perubahan. Wujud bantuannya adalah masayarakat memulai menyelesaikan masalahnya dari gaasaga berbahingn
mereka sendiri berbagai kegiatan pengulangan masalah dan usaha-usaha keejahteraan sosial menjadi milik dalam kehidupan mereka sehari-hari.
3. Keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial.
Masyarakat dilibatkan dalam mengadakan, memulai, melaksanakan dan mengevaluasi program kegiatan. Dengan keterlibatannya ini masyarakat akan
menganggap sebagai suatu kewajiban atau kesaadaran karena merupakan kepentingan bersama.
4. Penyebaran metode swadaya berswadaya. Beberapa hal yang berkaitan
dengan metode berswadaya adalah: a.
Pemahaman terhadap kebutuhan manusia yang mencakup aspek fisik, psikologi dan sosial
b. Pengembangan leadership untuk menggali, memobilisasi dan
mendistribusikan sumber-sumber daya. c.
Kemampuan yang diperlukan untuk menjadi administrator yang cakap dalam mengelola berbagai kegiatan
d. Kemampuan untuk mengadakan studi kelayakan, menyusun program
dan menyesuaikan perkembangan-perkembangan baru.
5. Bimbingan dan bantuan dari pemerintah. Dalam pelaksanaan kegiatan
kesejahteraan sosial didasarkan pada suatu kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini pemerintah tetap memegang peranan penting dalam memberikan bantuan
dan bimbingannya dalam: a.
Penggunaan prosedur berdasarkan perundang-undangan dan peraturan yang ada
b. Penetapan standar pelayanan
c. Bimbingan dan pengarahan teknis.
d. Bantuan subsidi untuk meningkatkan mutu pelayanan
2.2.2 Usaha Kesejahteraan Sosial
Usaha kesejahteraan sosial memberikan sumbangan untuk mewujudkan kesejahteraan fisik, mental dan sosial setiap warga dari segala lapisan. Leonard
Schneiderman dalam Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial, mengemukakan bahwa kesejahteraan sosial mempunyai tujuan, yakni system maintenance, system control
dan system change. Untuk mewujudkan tujuan dari kesejahteraan sosial sebagaimana telah
dikemukakan, perlu disusun suatu program-program dan kegiatan yang bermuara pada tujuan kesejahteraan sosial. Program-program itulah yang kemudian disebut
sebagai Usaha Kesejahteraan Sosial yang meliputi semua upaya, program dan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan dan
mengembangkan kesejahteraan sosial, sebagaimana tertuang dalam UU RI No.6 Tahun 1974, Pasal 2 ayat 2 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial.
Wilensky dan Lebeaux dalam Industrial Society and Social Welfare mengemukakan lima kriteria untuk untuk menentukan kegiatan yang dapat disebut
sebagai Usaha Kesejahteraan Sosial. 1.
Formal Organization. Usaha-usaha kesejahteraan sosial merupakan suatu organisasi yang formal. Pemberian bantuan dan amal perorangan, walaupun
mereka mengadakan usaha kesejahteraan, namun demikian tidak terorganisasi secara formal. Juga pelayanan-pelayanan dan bantuan dalam hubungan saling
tolong menolong seperti keluarga, sahabat-sahabat, tetangga dan semacamnya tidak termasuk dalam pengertian struktur kesejahteraan sosial sebagai sistem
untuk memenuhi kebutuhan manusia 2.
Social Sponsorship and Accountability. Usaha Kesejahteraan Sosial diselenggarakan oleh masyarakat atas dukungan masyarakat. Pelaksanaan
usaha kesejahteraan sosial harus pula dipertanggunjawabkan kepada masyarakat. Jika pengerakan sumber-sumber daya untuk mencapai kebutuhan
manusia tidak dapat dipenuhi oleh keluarga maupun ekonomi pasar, beberapa jenis organisasi yang ketiga harus tersedia dan hal ini merupakan suatu usaha
masyarakat secara keseluruhan diwakili oleh pemerintah atau masyarakat kecil yang beroperasi melalui badan-badan sosial swasta.
3. Absence of Provit Motive as Dominant Program Purpose. Tidak ada motif
untung sebagai tujuan yang menonjol dalam suatu program. Pelayanan- pelayanan dan produksi jasa dari ekonomi pasar ataupun melalui jalan
pembelian oleh perorangan dengan penyerahan uang yang bersifat persaingan dalam segi ekonomi bukan merupakan Usaha Kesejahteraan Sosil. Demikian
pula segala usaha yang menekankan keuntungan dan pembayaran yang tinggi untuk jasa pelayanan.
4. Fuctional generalization: An Integrative View of Human Needs. Memiliki
fungsi yang bersifat umum, yaitu ada kenultan pandangan tentang kebutuhan- kebutuhan manusia yang memerlukan bantuan dan perlu dipenuhi. Bertitik
tolak dari sudut struktur kesejahteraan sosial sebagai suatu keseluruhan, kegiatan-keiatan tdapat menggambarkan fungsi umum sebagaimana mestinya,
jikalau pelayanan-pelayanan kesejahteraan bukan hanya diselenggarakan untuk mengisi kekurangan-kekurangan atau karena lembaga-lembaga lain
seperti lembaga mendidik, keluarga, pendidikan, industry tidak dapat memenuhi kebutuhan.
5. Direct Concern with Human Consumption Needs. Secara langsung
berhubungan dengan konsumsi kebutuhan-kebutuhan manusia. Untuk menjelaskan pengertian ini dapat diberikan gambaran akan perbedaan fungsi
pelayanan-pelayanan pemerintah government services dengan pelayanan- pelayanan kesejahteraan yang diselenggarakan pemerintah government
welfare services yang semuanya mendapatkan dukungan dari pemerintah.Government services pada umumnya bersifat regular misalnya,
soal pertahanan negara, pemeliharaan hukum dan tata tertib, adminstrasi pengadilan dan semacamnya. Sedangkan pelayanan dalam konteks stuktur
kesejahteraan sosial merupakan pelayanan langsung yang menyangkut konsumsi kebutuhan manusia yang mempunyai efek terhadap kesejahteraan
dan kesehatan individu serta keluarga-keluarganya.
2.3. Modal Sosial
Modal sosial adalah salah satu konsep baru yang digunakan untuk mengukur kualitas hubungan dalam komunitas, organisasi, dan masyarakat. Menurut Putnam
modal sosial adalah “complexly conceptualized as the network of associations,
activities, or relations that bind people together as a community via certain norms and psychological capacities, notably trust, which are essential for civil society and
productive of future collective action or goods, in the manner of other forms of capital”.
Putnam 1993, 1996, 2000 menyatakan bahwa modal sosial mengacu pada esensi dari organisasi sosial, seperti trust, norma dan jaringan sosial yang
memungkinkan pelaksanaan kegiatan lebih terkoordinasi, dan anggota masyarakat dapat berpartisipasi dan bekerjasama secara efektif dan efisien dalam mencapai
tujuan bersama, dan mempengaruhi produktifitas secara individual maupun berkelompok.
Sependapat dengan Putnam, Bourdieu dan Wacquant 1992 menyatakan bahwa “ Modal Sosial adalah jumlah sumber-sumber daya, actual atau virtual
tersirat yang berkembang pada seorang individu atau sekelompok individu karena kemampuan untuk memiliki suatu jaringan yang dapat bertahan lama dalam
hubungan-hubungan yang lebih kurang telah diinstitusikan berdasarkan pengetahuan dan pengenalan timbale balik”. Field, 2005: 20-21
Fukuyama 1999 menambahkan norma-norma informal dapat mendorong kerjasama antara dua atau beberapa orang. Norma-norma yang mengandung modal
sosial memiliki ruang lingkup yang cukup luas, mulai dari nilai-nilai resiprokal antara teman, sampai dengan yang sangat kompleks dan mengandung nilai-nilai keagamaan.
Menurut Narayan dan Pritchett 1999:872-873, modal sosial dapat mempengaruhi berbagai bentuk keluaran outcomes bagi masyarakat melalui lima
mekanisme, yakni 1 dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memonitor berbagai kegiatan atau kebijakan pemerintah melalui jaringan sosial social network ;
2 dapat meningkatkan berbagai bentuk tindakan atau kebijakan bersama dlam
memecahkan berbagai persoalan dalam masyarakat; 3 dapat memudahkan berbagai bentuk difusi inovasi melalui peningkatan hubungan antar individu; 4 dapat
mengurangi ketidaksempurnaan informasi yang diterima masyarakat, seperti dalam pemanfaatan fasilitas kredit, berbagai bentuk produksi, lahan pertanian dan lapangan
kerja; dan dapat meningkatkan asuransi informal informal insurance bagi rumah tangga. Berdasarkan definisi tersebut, modal sosial dapat disimpulkan sebagai
jaringan dan nilai-nilai sosial yang dapat memfasilitasi individu dan komunitas untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien.
Dalam pengertian yang luas, modal sosial bisa berbentuk jaringan sosial atau sekelompok orang yang dihubungkan oleh perasaan simpati, kewajiban, norma
pertukaran, dan civic engagementyang kemudian diorganisasikan menjadi sebuah institusi yang memberikan perlakuan khsusus terhadap mereka yang dibentuk oleh
jaringan untuk mendapatkan modal sosial dari jaringan tersebut. Modal sosial diukur atas dasar 1 generalized trust, 2 norms, 3 reciprocity,
dan 4 networks . Generalized trust adalah inti dari modal social. Generalized trust
merupakan indikasi dari potensi kesiapan masyarakat untuk bekerjasama satu sama lain. Kerjasama ini melampaui batasan kekeluargaan dan pertemanan serta batasan
persamaan. Dalam arena sosial, generalized trust mempermudah kehidupan dalam masyarakat yang beragam, mendorong perilaku toleransi, dan menerima perbedaan.
Sehingga hidup menjadi lebih mudah, lebih bahagia, dan lebih nyaman dengan keberadaan generalized trust dalam masyarakat yang heterogen. Pendapat Putnam,
Rothstein dan Stolle diperkuat dengan pendapat Uslaner yang menyatakan bahwa “Trust in other people is a key factor in many forms of participation. As trust in others
falls, so does participation in civic activities”
Norma-norma, kepercayaan antarpersonal, jejaring sosial, dan organisasi sosial sebagai bentuk modal sosial sangatlah penting tidak hanya bagi masyarakat tapi
juga bagi pertumbuhan ekonomi Coleman, 1988:96. Sejumlah penelitian yang dilakukan Ben Porath 1980, Oliver Williamson 1975, 1981, Baker 1983 dan
Granovetter 1985 dalam Coleman mendukung pernyataan Coleman tersebut, bahwa keterkaitan antar-organisasi sosial akan mempengaruhi berfungsinya aktivitas
ekonomi. Woolcock 1998 mengajukan tiga dimensi dari modal sosial, yaitu: bonding,
bridging dan linking. Menurut Woolcock : , 1 Modal sosial yang bersifat mengikat bonding social capital merujuk pada
hubungan antar individu yang berada dalam kelompok primer atau lingkungan ketetanggaan yang saling berdekatan. Komunitas-komunitas yang menunjukkan
kohesi internal yang kuat akan lebih mudah dan lancar dalam berbagi pengetahuan. 2 Modal sosial yang bersifat menjembatani bridging social capital adalah
hubungan yang terjalin di antara orang-orang yang berbeda, termasuk pula orang- orang dari komunitas, budaya, atau latar belakang sosial-ekonomi yang berbeda.
Individu-individu dalam komunitas yang mencerminkan dimensi modal sosial yang bersifat menjembatani akan mudah mengumpulkan informasi dan pengetahuan dari
lingkungan luar komunitasnya dan tetap memperoleh informasi yang aktual dari luar kelompoknya. Tipe modal sosial ini menunjuk pada hubungan antarindividu yang
memiliki kekuasaan atau akses pada bisnis dan hubungan sosial melalui kelompok- kelompok sekunder.
3 Modal sosial yang bersifat mengaitkan linking social capital memungkinkan individu-individu untuk menggali dan mengelola sumber-sumberdaya, ide, informasi,
dan pengetahuan dalam suatu komunitas atau kelompok pada level pembentukan dan partisipasi dalam organisasi formal.
2.4. Analisa Jaringan Sosial 2.4.1 Analisa