Kekuatan Regang Kemuluran HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Sifat Fisik

4.3. Kekuatan Regang Kemuluran

Kemuluran kulit adalah pertambahan panjang kulit pada saat ditarik sampai putus dibagi dengan panjang semula dan dinyatakan dalam persen. Kekuatan regang menunjukan kemampuan mulur kulit, semakin panjang ukuran kulit pada saat putus, maka nilai kekuatan regang yang dihasilkan semakin besar, yang menandakan bahwa kualitas kekuatan regangnya baik. Berdasarkan hasil pengukuran kekuatan regang kulit tuna tersamak Gambar 9 dapat dilihat bahwa kekuatan regang rata-rata terendah berada pada perlakuan dengan penambahan mimosa 15 dengan nilai kekuatan regang sebesar 30,16, sedangkan kekuatan regang rata-rata tertinggi berada pada perlakuan dengan penambahan mimosa 5 dengan nilai kekuatan regang sebesar 42,24. Hal ini menunjukan bahwa kekuatan regang cenderung menurun dengan bertambahnya konsentrasi mimosa. Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 2b menunjukkan bahwa perlakuan berupa penambahan mimosa dengan konsentrasi 5, 10 dan 15 akan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kekuatan regang kulit tuna tersamak. Gambar 9. Grafik nilai rata-rata kekuatan regang kulit tuna tersamak. Sedangkan dari uji lanjut Duncan Lampiran 2c menunjukkan bahwa perlakuan dengan penambahan mimosa 5 berbeda nyata dengan perlakuan dengan penambahan mimosa 15, demikian juga antara perlakuan penambahan mimosa 10 berbeda nyata dengan perlakuan penambahan mimosa 15. Hasil kekuatan regang yang berkisar antara 30,16 - 42,24 masih memenuhi syarat mutu kulit tersamak kras kambingdomba yaitu maksimal 50 SNI 06 – 3635 – 1994. Kekuatan regang semakin menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi bahan penyamak mimosa, hal ini dapat disebabkan oleh kulit yang dihasilkan pada konsentrasi mimosa yang lebih besar lebih kaku dibanding dengan kulit tersamak yang dihasilkan pada konsentrasi yang lebih rendah. Semakin kaku kulit maka tingkat elastisitasnya semakin rendah sehingga kemulurannya pun akan semakin rendah. Menurut Purnomo 1985 menyatakan bahwa pada kulit yang disamak dengan menggunakan bahan penyamak nabati didapatkan kulit yang berisi, padat tetapi kaku sehingga kemulurannya rendah. Rendahnya kemuluran yang didapatkan pada kulit yang disamak dengan mimosa adalah akibat dari meningkatnya ikatan serat-serat kulit oleh bahan penyamak mimosa dan berubahnya serat menjadi struktur kulit yang kompak. Struktur kulit yang kompak ini menghambat masuknya minyak sebagai bahan pelemas sehingga menyebabkan kulit menjadi kaku. Jenis kelamin dan umur hewan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi daya tahan regang pada struktur jaringan kulit. Hewan yang berkelamin jantan kulit tersamaknya memiliki kekuatan regang yang lebih kecil dibanding hewan berkelamin betina. Begitu pula dengan hewan yang berumur lebih tua, kekuatan regang kulitnya lebih kecil dibanding yang berumur lebih muda Tancous et al. 1981. Menurut Herawati 1996 kekuatan regang kulit tersamak ikan tuna berkisar antara 66,89 - 92,28. Nilai ini jauh lebih besar dari nilai kekuatan regang setelah adanya penambahan mimosa. Hal ini juga menunjukan bahwa kekuatan regang menurun seiring dengan penambahan mimosa. Menurut Purnomo 1985 kulit yang disamak dengan menggunakan bahan penyamak nabati bersifat buffing effect yang baik, daya serap air yang tinggi, warna coklat muda, kulit kaku, proses sederhana, dan dapat menekan harga. Sifat kulit yang menjadi kaku yang disebabkan adanya penambahan mimosa inilah yang menyebabkan nilai kekuatan regangnya lebih kecil dibanding kulit tersamak tanpa adanya penambahan mimosa. Kemuluran kulit berkaitan dengan kelemasanelastisitas kulit yang dihasilkan. Kulit samak menjadi lemas karena terjadi reduksi elastin pada proses pengapuran dan pengikisan protein kulit. Judoamidjojo 1974 menyatakan elastin merupakan protein fibrous yang membentuk serat-serat yang sangat elastis karena mempunyai rantai asam amino yang membentuk sudut. Sudut-sudut tersebut menjadi lurus pada saat mendapat tegangan dan akan kembali seperti semula apabila tegangan tersebut dilepaskan. Hilangnya elastin pada protein kulit dapat mengurangi elastisitas kulit. Kemuluran kulit juga dipengaruhi oleh tingginya komposisi protein serat. Derajat kemuluran serta kelemasan juga dipengaruhi oleh proses penyelesaiannya seperti pementangan, pelemasan dan penghamplasan Purnomo 1985.

4.4. Kekuatan Sobek