koperasi belum dilibatkan dalam mengevaluasi secara langsung, melainkan saran dan pandangan masyarakat ditampung melalui
outreach staff yang terjun ke lapangan.”Ibu Lili Suciati
Oleh karena itu, tingkat keterlibatannya dinilai rendah dan tidak berkorelasi,
sehingga kurang dapat memunculkan aspek-aspek yang dapat memperkuat modal sosial masyarakat. Itu artinya, belum tentu dengan keterlibatan mereka dalam
program pemberdayaan ekonomi lokal tersebut mempengaruhi sejauhmana tingkat kepercayaan, kekuatan kerjasama, dan kekuatan jejaring dalam sistem
sosial masyarakat. Untuk tahapan pelaporan, nilai korelasi tidak keluar karena pada tahap
pelaporan nilainya sama. Hal tersebut sejalan dengan data yang dipaparkan pada seluruh responden tidak berpartisipasi sama sekali pada tahapan ini. Hal tersebut
diperkuat dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Lili Suciati, Manajer LKMS Kartini, yang menyampaikan pandangannya terkait keterlibatan
anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini:
“Pelaporan dalam hal ini dilakukan oleh pihak koperasi yang kemudian disampaikan ke mitra perusahaan, dan dari mitra
perusahaan disampaikan kepada perusahaan. Sejauh ini masyarakat peserta kelompok simpan pinjam memang belum dilibatkan pada
tahapan pelaporan.” Ibu Lili Suciati
Sejauh ini, kapasitas anggota koperasi belum mampu untuk terlibat dalam pembuatan pelaporan secara sistematis, apalagi sebagian besar anggota kelompok
simpan pinjam LKMS Kartini merupakan ibu-ibu yang berangkat dari latar belakang pendidikan yang cenderung rendah. Tapi, untuk keberlanjutannya
masyarakat anggota kelompok simpan pinjam akan dipersiapkan untuk dapat mengevaluasi kegiatan simpan pinjam secara mandiri, sekaligus dapat menyusun
pelaporan pembiayaan tingkat kelompok secara terpadu. Berdasarkan uji korelasi antara variabel tingkat partisipasi pada setiap
tahapan penyelenggaraan program
dengan dampak sosial menunjukkan bahwasanya hanya tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dan evaluasi saja
yang menunjukkan hubungan signifikan sehingga dalam hal ini keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam pada pelaksanaan program mempengaruhi
kekuatan modal sosial mereka. Sedangkan pada tahap perencanaan dan pelaporan, kedua variabel tersebut tidak berkorelasi, sehingga itu artinya, partisipasi anggota
kelompok pada tahapan tersebut tidak berpengaruh pada kekuatan modal sosial. Ketika variabel tingkat partisipasi secara keseluruhan diuji hubungannya terhadap
dampak sosial, baik dengan kerangka Uphoff maupun dengan kerangka Arnstein, diperoleh angka hubungan yang signifikan, itu artinya partisipasi anggota
kelompok dalam penyelenggaraan program, baik pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi, dan tahap pelaporan, berhubungan dengan kekuatan
modal sosial anggota kelompok simpan pinjam. Bagaimana tingkat kepercayaan, kekuatan jejaring, serta kekuatan
kerjasama antara masyarakat dengan masyarakat lain, maupun masyarakat terhadap pemerintah desa, dan masyarakat terhadap perusahaan geothermal sudah
terbentuk sebelum program pemberdayaan ekonomi lokal ini diselenggarakan. Seiring dengan berjalannya waktu, hingga terbentuknya LKMS Kartini yang
memfasilitasi terbentuknya
kelompok-kelompk simpan
pinjam dengan
mengutamakan kebersamaan kelompok, dapat meningkatkan kepercayaan diantara masyarakat terhadap para stakeholder. Adanya kumpulan mingguan dan
sistem tanggung renteng yang berlaku dalam kelompok memberi peluang bagi mereka untuk lebih merekatkan satu dengan lainnya. Meskipun demikian,
sejauhmana keterlibatan masyarakat dapat membawa dampak bagi kekuatan modal sosial mereka, juga ditentukan oleh individu masing-masing. Hal tersebut
diperkuat dengan apa yang disampaikan oleh staff lapangan dari LKMS Kartini yang bertanggung jawab untuk mengkoordinir kelompok ibu-ibu di Desa
Cihamerang, Teh Echa: “Pada kenyataannya tidak semua anggota kelompok mau
berkumpul setiap minggunya untuk sekedar bertemu dan beramah taman sekaligus membayar cicilan Bahkan beberapa anggota tidak
pernah mengikuti kumpulan mingguan dan selalu menitipkan cicilan pinjaman dengan teman-temannya. Selain itu, terkadang
kebiasaan buruk salah satu anggota justru merenggangkan hubungan antar anggota, karena meskipun berlaku sistem tanggung
renteng, kebiasaan terlambat membayar cicilan atau bahkan tidak membayar sama sekali menimbulkan pertentangan-pertentangan
batin diantara anggota kelompok terkait”.Teh Echa
Fakta tersebut, menggambarkan bahwa perlu adanya penguatan modal sosial diantara anggota kelompok simpan pinjam agar senantiasa terbentuk hubungan
yang harmonis diantara anggota. Paling tidak, dengan adanya pertemuan yang rutin memberikan dampak pada tingkat kepercayaan diantara anggota kelompok,
melalui adanya sistem pembiayaan kelompok yang mengharuskan salah satu anggota menjadi ketua kelompok yang selanjutnya mengkoordinir teman-teman
sekelompoknya. Selain itu, melalui kumpulan-kumpulan mingguan, jejaring diantara anggota dapat berkembang, bahkan untuk kegiatan-kegiatan anggota
kelompok yang harus dilaksanakan secara kolektif, anggota dapat menguatkan modal kerjasama diantara mereka.
6.2. Hubungan Antara Tingkat Partisipasi dengan Dampak Ekonomi 6.2.1. Analisis Uji Hipotesis Penelitian
Hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah semakin tinggi partisipasi anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan program CSR, maka
semakin kuat taraf hidup komunitas perdesaan. Berdasarkan hipotesis tersebut, terdapat dua variabel yang akan diukur, yakni variabel tingkat partisipasi, yang
dalam hal ini tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam dan variabel taraf hidup, mencakup komposit, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan
tingkat tabungan. Melalui perhitungan statistika dengan uji korelasi rank spearman dan menggunakan alat bantu SPSS v .15.0, didapatkan angka korelasi
antara variabel tingkat partisipasi tahap perencanaan dan variabel dampak ekonomi mencakup tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan,
dan taraf hidup adalah sebesar 0.468. Karena p-value Sig.2-tailed alpha 0.1=10 persen maka terima Ho, artinya tidak ada korelasi antara variabel ingkat
Partisipasi Tahap Perencanaan dan Dampak Ekonomi. Hubungan antara kedua variabel tersebut tidak signifikan sehingga itu artinya semakin tinggi tingkat
partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan tidak berhubungan pada peningkatan tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan serta taraf
hidup anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini. Uji kedua dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel tingkat
partisipasi pada tahap pelaksanaan dan dampak ekonomi atau taraf hidup.
Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian hipotesis yang tertera pada tabel diatas, didapatkan angka korelasi antara variabel tingkat partisipasi tahap
pelaksanaan dan variabel dampak ekonomi mencakup tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan, dan taraf hidup adalah sebesar 0.215.
Karena p-value Sig.2-tailed alpha 0.1=10 persen maka terima Ho, artinya tidak ada korelasi antara variabel tingkat partisipasi tahap perencanaan dan
dampak ekonomi. Hubungan antara kedua variabel tersebut bernilai negatif sehingga semakin tinggi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam
pada tahap pelaksanaan tidak berpengaruh pada peningkatan tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan serta taraf hidup anggota kelompok simpan
pinjam. Uji ketiga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel tingkat
partisipasi pada tahap evaluasi dan dampak ekonomi atau taraf hidup. Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian, didapatkan angka korelasi antara
variabel tingkat partisipasi tahap evaluasi dan variabel dampak ekonomi mencakup tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan, dan taraf
hidup adalah sebesar 0.245. Karena p-value Sig.2-tailed alpha 0.1=10 persen maka terima Ho, artinya tidak ada korelasi antara variabel tingkat
partisipasi tahap evaluasi dan dampak ekonomi. Hubungan antara kedua variabel tersebut tidak signifikan, sehingga semakin tinggi tingkat partisipasi anggota
kelompok simpan pinjam pada tahap evaluasi, tidak behubungan dengan peningkatan tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan serta taraf
hidup anggota kelompok simpan pinjam. Uji keempat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel tingkat
partisipasi pada tahap pelaporan dan dampak ekonomi atau taraf hidup. Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian, nilai korelasi tidak keluar karena
pada tahap pelaporan nilainya sama 1, jadi diperkirakan, keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan program pada tahap pelaporan
tidak memiliki korelasi terhadap kondisi ekonomi anggota kelompok simpan pinjam, meliputi tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan, dan
taraf hidup. Uji terakhir dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel tingkat partisipasi pada seluruh tahapan penyelenggaraan program dan dampak
ekonomi. Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian hipotesis yang tertera di atas, didapatkan angka korelasi antara variabel tingkat partisipasi tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi, dan tahap pelaporan dan variabel dampak ekonomi adalah sebesar 0.058. Karena p-value Sig.2-tailed alpha
0.1=10 persen maka tolak Ho, artinya ada korelasi antara variabel tingkat
partisipasi tahap evaluasi dan variabel dampak ekonomi. Sebagai pembanding, dilakukan uji statistik untuk melihat korelasi antara variabel tingkat partisipasi
dengan kerangka konsep arnstein dan variabel taraf hidup. Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian hipotesis yang tertera di atas, didapatkan angka
korelasi sebesar 0.006, yang mana berarti terdapat hubungan yang signifikan diantara dua variabel tersebut. Uji statistik yang dilakukan dengan kerangka
konsep Uphoff maupun Arnstein menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi dengan signifikan. Jadi semakin tinggi partisipasi anggota kelompok simpan
pinjam dalam penyelenggaraan program CSR maka semakin kuat taraf hidup komunitas perdesaan.
6.2.2. Analisis Hubungan antara Tingkat Partisipasi dan Dampak Ekonomi
Masyarakat Desa Cihamerang merupakan kategori masyarakat yang menjadikan sektor pertanian sebagai ujung tombak kehidupan. Kehidupan
masyarakat pertanian identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan. Hal tersebut diperkuat oleh informasi dari Bapak Ujur Juheri sebagai tokoh
masyarakat: “Kondisi ekonomi masyarakat wilayah Desa Cihamerang tergolong
rendah atau dalam arti lain banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar
masyarakat bekerja di sektor pertanian, yang pada kenyataanya tingkat kepemilikan akan lahan cukup sedikit, bahkan faktor cuaca
dan hama yang tidak menentu sering mengakibatkan gagal panen. Di samping itu, distribusi hasil pertanian yang bergantung pada
keberadaan tengkulak membuat harga jual produk hasil pertanian menjadi relatif rendah, akibatnya pendapatan masyarakat pun
menjadi tidak menentu.” Bapak Ujur Juheri
Mengacu pada informasi di atas, dapat dilihat bahwasanya kehidupan masyarakat Cihamerang sebagian besar berada di bawah garis kemiskinan. Hal tersebut
diperkuat dengan informasi dari Kepala Desa Cihamerang, yakni Bapak Deden Sumitra bahwa dari keseluruhan jumlah penduduk yakni 6715 orang, jumlah
keluarga miskin mencapai 924 kepala keluarga. Dengan keikutsertaan anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan LKMS Kartini, mereka
berharap dapat memperoleh peningkatan pendapatan dan taraf hidup. Hal tersebut diperkuat oleh informasi dari Bapak Dudung Abdullah, Kasie PMD Kecamatan
Kabandungan: “Penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal oleh
Perusahaan Geothermal melalui pembentukkan LKMS Kartini telah berjalan kurang lebih satu setengah tahun, dimana dalam hal
ini adanya lembaga keuangan dalam bentuk koperasi tersebut sedikit banyak telah menjawab kebutuhan masyarakat kecamatan
kabandungan, khususnya masyarakat desa Cihamerang akan kebutuhan bantuan modal untuk pengembangan usaha di tingkat
rumah tangga.”Bapak Dudung Abdullah
Informasi di atas menggambarkan bahwa penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal melalui kelompok simpan pinjam LKMS Kartini
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, khususnya anggota kelompok simpan pinjam. Namun dalam cakupan seperti apa kebutuhan masyarakat tersebut dapat
dipenuhi melalui keikutsertaan anggota kelompok simpan pinjam dalam program ini, penting untuk melihat sejauhmana anggota kelompok simpan pinjam
berpartisipasi pada setiap tahapan penyelenggaran program. Berdasarkan pembahasan pada beberapa sub-bab di atas, tingkat partisipasi anggota kelompok
simpan pinjam di Desa Cihamerang tergolong masih cukup rendah, karena pada tahapan perencanaan dan pelaporan, anggota kelompok simpan pinjam sama
sekali tidak terlibat. Untuk tahapan pelaporan, nilai korelasi tidak keluar karena pada tahap pelaporan nilainya sama. Diperkirakan seluruh responden tidak
berpartisipasi sama sekali pada tahapan ini. Sedangkan untuk tahapan evaluasi, hanya sedikit dari masyarakat yang terlibat dalam proses melihat sejauhmana
pencapaian kegiatan simpan pinjam dengan tujuan kegiatan. Pada tahap pelaksanaan hampir semua masyarakat terlibat aktif, baik melalui intensitas
kehadiran dalam kumpulan mingguan, keikutsertaan sebagai ketua kelompok, maupun kehadiran dalam kegiatan-kegiatan pelatihan.
Hipotesis kedua dari penelitian ini menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam, maka semakin tinggi
dampak ekonomi yang diperoleh. Dampak ekonomi dipahami sebagai bentuk perubahan yang dirasakan dan diperoleh oleh anggota kelompok simpan pinjam
setelah terlibat dalam implementasi program CSR. Perubahan tersebut dilihat dari beberapa aspek, yakni tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat tabungan,
dan tingkat taraf hidup yang mencakup jenis lantai bangunan terluas tempat tinggal, jenis dinding rumah terluas, fasilitas tempat buang air besarwc, sumber
penerangan, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak, dan alat transportasi yang dimiliki. Keseluruhan aspek tersebut dinilai cukup untuk menjelaskan
sejauhmana taraf hidup kehidupan ekonomi anggota kelompok simpan pinjam LKMS Kartini.
Hasil pengolahan data mengenai hubungan antara tingkat partisipasi dengan dampak ekonomi, baik dengan kerangka konsep Uphoff 1979 maupun
konsep Arnstein 1969 menunjukkan bahwasanya tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam memiliki hubungan korelasi yang signifikan terhadap
dampak ekonomi. Itu artinya bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam, maka semakin tinggi pula dampak ekonomi yang akan
diperoleh oleh anggota kelompok simpan pinjam. Meskipun demikian, hasil pengolahan data juga menunjukkan bahwasanya hubungan antara tingkat
partisipasi pada setiap tahapan, yakni tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan, masing-masing tidak memiliki korelasi positif dengan dampak
ekonomi. Itu artinya, dalam melihat hubungan antara tingkat partisipasi dengan dampak ekonomi tidak dapat dipisahkan secara parsial tiap-tiap tahapan
penyelenggaraan program. Suatu program akan memiliki dampak yang lebih nyata,
ketika setiap
stakeholder berpartisipasi
pada setiap
tahapan penyelenggaraan.
Pinjaman modal yang diberikan oleh LKMS Kartini diarahkan untuk mendorong ibu-ibu membukan usaha baru maupun mengembangkan usaha yang
sudah ada, meskipun pada kenyataannya, beberapa ibu anggota kelompok memanfaatkan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi. Hak tersebut sesuai dengan
informasi yang disampaikan oleh Ibu Lili Suciati, Manajer LKMS Kartini:
“Perkembangan kemajuan koperasi dinilai sangat pesat hingga menurut Ibu Suci adanya LKMS Kartini banyak muncul
pengusaha-pengusaha kecil, misalnya saja bermuculan ibu-ibu yang berjualan. Meskipun demikian, banyak juga
anggota kelompok simpan yang ternyata memanfaatkan modal pinjaman
untuk penggunaan yang tidak produktif.”Ibu Suci
Terkait dengan sejauhmana pinjaman modal memberi kontribusi terhadap kesejahteraan anggota kelompok simpan pinjam, jumlah pinjaman dari LKMS
Kartini dinilai relatif kecil dan kurang berpengaruh pada kebutuhan modal, khususnya bagi anggota kelompok simpan pinjam yang memanfaatkan bantuan
modal untuk usaha dalam bidang pertanian maupun peternakan. Hal tersebut sejalan dengan informasi yang disampaikan oleh Bapak Ujur Juheri, Tokoh
Masyarakat setempat, yakni jumlah pinjaman yang relatif sedikit menurut Bapak Ujur membawa dampak pada tidak terlalu signifikannya pengaruh keberadaan
pinjaman koperasi bagi masyarakat. “Misalnya saja, bagi masyarakat yang bermatapencaharian sebagai
petani, modal yang harus disediakan untuk sekali musim tanam, mencapai belasan juta, namun pinjaman koperasi hanya berjumlah
500 ribu. Bahkan celetuk Bapak Ujur, “Aduh neng, untuk beli pupuk aja tidak cukup, apalagi untuk memenuhi keseluruhannya”.
Bapak Ujur
Apa yang disampaikan oleh Bapak Ujur Juheri sejalan dengan informasi yang disampaikan oleh Bapak Deden Sumitra, Kepala Desa Cihamerang:
“Menurut Saya, sedikit banyak program ini dapat membantu kebutuhan masyarakat, meskipun belum sepenuhnya karena jumlah
pinjaman yang dinilai sangat sedikit, sehingga belum dapat memenuhi seluruhnya kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, Bapak
Kepala Desa mengharapkan agar LKMS Kartini dapat menyentuh seluruh bagian dari masyarakat Desa Cihamerang, sehingga
bergeraknya bank-bank keliling dapat dihentikan secara perlahan serta
semua masyarkat
dapat meningkatkan
kondisi perekonomiannya secara bertahap.” Bapak Deden Sumitra
Meskipun demikian, Bapak Ujur mengakui bahwa koperasi ini paling tidak sedikit membantu masyarakat, khususnya anggota kelompok simpan pinjam dalam hal
permodalan, sesuai dengan informasi yang disampaikan Bapak Dudung di atas. Terlebih Desa Cihamerang tergolong desa yang terletak di wilayah pedalaman,
sehingga akses terhadap pinjaman modal pengembangan usaha ke luar cenderung sulit. Sejalan dengan hal tersebut, Ibu Lili Suciati menambahkan bahwa:
“Jika dilihat dari jumlah anggota simpan pinjam yang terus bertambah dari waktu ke waktu , LKMS Kartini sudah sesuai
dengan kebutuhan masyarakat secara umum khususnya Desa Cihamerang.”Ibu Lili Suciati
Keikutsertaan anggota kelompok secara aktif dalam kegiatan simpan pinjam dapat tergolong berdampak positif apabila pada praktik nyatanya, anggota kelompok
simpan pinjam secara penuh memanfaatkan pinjaman modal untuk membuka usaha atau pengembangan usaha yang sudah ada sehingga hasil dari kegiatan
produktifnya tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan aset usaha sembari membayar cicilan pinjaman kepada LKMS Kartini.
Kehadiran anggota kelompok simpan pinjam dalam pertemuan mingguan dinilai sangat penting, karena hal tersebut mempengaruhi peningkatan pinjaman
dari LKMS Kartini untuk putaran selanjutnya, misalnya saja pada putaran pertama, jumlah pinjaman sebanyak Rp 500.000,00. Karena pada setiap kumpulan
mingguan ibu-ibu aktif hadir dan membayar cicilan dengan baik, maka untuk putara selanjutnya, pinjaman akan ditingkatkan menjadi Rp 1.000.000,00. Begitu
pula dengan dengan putaran berikutnya, akan meningkat sejalan dengan partisipasi ibu-ibu kelompok dalam kegiatan tersebut. Partisipasi aktif tidak saja
ditunjukkan pada pelaksanaan kegiatan, pada tahap perencanaan, evaluasi, dan pelaporan anggota kelompok simpan pinjam juga sudah seharusnya turut terlibat
aktif, sehingga apa yang menjadi kelemahan dan kelebihan program dapat diidentifikasi secama mandiri oleh anggota kelompok simpan pinjam. Kelemahan
program dapat diperbaiki agar program menjadi lebih baik, dan kelebihan program dapat selalu ditingkatkan untuk menjadi keunggulan. Jadi, partisipasi
aktif anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan program sangat penting untuk keberhasilan program dan pencapaian masyarakat.
pelaksanaan, tahap evaluasi, dan tahap pelaporan, mempengaruhi kekuatan modal sosial dalam kategori anggota kelompok simpan pinjam tersebut.
Hipotesis kedua dari penelitian ini menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam, maka semakin tinggi
dampak ekonomi yang diperoleh oleh masyarakat. Dampak ekonomi dipahami sebagai bentuk perubahan yang dirasakan dan diperoleh oleh anggota kelompok
simpan pinjam setelah terlibat dalam implementasi program CSR dimana perubahan tersebut dilihat dari beberapa aspek, yakni tingkat pendapatan, tingkat
pengeluaran, tingkat tabungan, dan tingkat taraf hidup yang mencakup jenis lantai bangunan terluas tempat tinggal, jenis dinding rumah terluas, fasilitas tempat
buang air besarwc, sumber penerangan, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak, dan alat transportasi yang dimiliki.
Hasil pengolahan data mengenai hubungan antara tingkat partisipasi dengan dampak ekonomi menunjukkan bahwasanya tingkat partisipasi anggota
kelompok simpan pinjam memiliki hubungan korelasi yang signifikan terhadap dampak ekonomi. Itu artinya, bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi anggota
kelompok simpan pinjam, maka semakin tinggi pula dampak ekonomi yang akan diperoleh oleh anggota kelompok simpan pinjam. Hasil pengolahan data juga
menunjukkan bahwasanya hubungan antara tingkat partisipasi pada setiap tahapan, yakni tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan, masing-
masing tidak memiliki korelasi positif dengan dampak ekonomi. Itu artinya, dalam melihat hubungan antara tingkat partisipasi dengan dampak ekonomi tidak
dapat dipisahkan secara parsial tiap-tiap tahapan penyelenggaraan program. Suatu program akan memiliki dampak yang lebih nyata, ketika anggota kelompok
simpan pinjam berpartisipasi pada setiap tahapan penyelenggaraan. Begitu juga dalam melihat keterhubungan antara tingkat partisipasi dengan dampak ekonomi,
tidak dipisahkan
secara parsial
berdasarkan masing-masing
tahapan. Penyelenggaraan program pemberdayaan akan membawa dampak positif baik
bagi kekuatan modal sosial maupun taraf hidup masyarakat apabila masyarakat berpartisipasi pada setiap tahapan penyelenggaraan program.
BAB VII ANALISIS DAN SINTESIS PARTISIPASI MASYARAKAT
STAKEHOLDER DALAM PENYELENGGARAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY CSR DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOMUNITAS
PERDESAAN
Keberadaan perusahaan dalam lingkungan masyarakat memberikan pengaruh bagi kehidupan sosial, ekonomi, serta budaya, khususnya di sekitar
wilayah operasi perusahaan. Aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan bersinggungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan masyarakat
dan lingkungan. Dalam menjalankan operasional perusahaan, selain mengejar profit keuntungan ekonomis sebuah korporasi harus dapat memberikan
kontribusi positif bagi people masyarakat dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan planet Wibisono, 2007. Hal tersebut berangkat dari
konsep dan pemikiran yang dicetuskan oleh John Elkington 1997 dalam bukunya yang berjudul “Cannibals with Forks, The Triple Bottom Line of
Twentieth Century Business ”, dimana dalam buku tersebut Elkington
mengemukakan konsep “3P” profit, people, dan planet. Wujud pencapaian keseimbangan tersebut dapat diperoleh melalui penyelenggaraan tanggung jawab
sosial perusahaan. Tanggung jawab perusahaan atau Corporate Social Responsibility
merupakan sebuah konsep yang berkaitan dengan bagaimana perusahaan bertanggung jawab terhadap kegiatannya dan kebiasaan yang berkelanjutan dalam
segala sesuatunya yang berhubungan dengan perusahaan, baik aspek finansial, lingkungan, dan sosial Lakin dan Scheubel, 2010. Hal ini sejalan dengan konsep
dari Rahman 2009 dimana terdapat dua alasan yang mendasari korporat melakukan kegiatan CSR, yakni alasan moral moral argument dan alasan
ekonomi economic argument. Alasan ekonomi lebih menekankan pada bagaimana korporat mampu memperkuat citra dan kredibilitas brandproduknya
melalui aktivitas CSR, sedangkan alasan moral lebih didasarkan bahwa CSR memang benar bermula dari inisiatif korporat untuk dapat menjalin relasi yang
saling menguntungkan dengan stakeholders. Dalam hal ini, baik alasan moral
maupun alasan ekonomi menjadi landasan bagi cara pandang Perusahaan Geothermal.
Gagasan Prince of Wales International Business Forum dalam Wibisono 2007 mengenai lingkup penerapan CSR mengusung lima pilar Community
Based Micro Finance CBMF merupakan suatu bentuk program pemberdayaan yang berfokus pada ranah pengembangan ekonomi lokal berbasis masyarakat
melalui pembentukan Lembaga Keuangan Mikro LKM untuk mendukung keberadaan Usaha Kecil Menengah UKM yang ada dalam masyarakat. Hal
tersebut sesuai dengan salah satu dari lima pilar berdasarkan gagasan Prince of Wales International Business Forum dalam Wibisono 2007 mengenai lingkup
penerapan CSR, yakni strengthening economics atau
perusahaan harus memberdayakan ekonomi sekitar agar terjadi pemerataan kesejahteraan. CBMF
tersebut merupakan program yang digagas oleh Perusahaan Geothermal berdasarkan hasil pengkajian kebutuhan masyarakat sebagai salah satu upaya
penyelenggaraan Corporate Social Responsibility yang disebut Community Engagement Perusahaan Geothermal. LKMS Kartini memiliki visi untuk menjadi
Lembaga Keuangan Syariah yang terbaik dan terdepan secara regional dalam membangun kekuatan ekonomi umat yang dapat meningkatkan kesejahteraan
bersama secara adil dan merata sesuai dengan prinsip-prinsip syariah serta menjadi mitra dan memberi solusi yang bermakna bagi kaum dhuafa, pengusaha
mikro dan kecil secara berkelanjutan dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip fathonah, amanah, shiddiq dan tabligh. Misi LKMS Kartini adalah meningkatkan
akses permodalan bagi masyarakat kecil baik finansial maupun nonfinansial, membantu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produktivitas
masyarakat kecil demi kesejahteraan dan keadilan ekonomi, membantu mencari dan menciptakan pasar yang dapat menyerap hasil produksi masyarakat, menjadi
Lembaga Keuangan Syariah yang tumbuh secara berkelanjutan seiring dengan pertumbuhan usaha nasabahnya, melaksanakan pendidikan dan pelatihan ekonomi
syariah dalam rangka mendukung penguatan ekonomi syariah dalam praktik, baik melalui institusi keuangan maupun kegiatan bisnis dan usaha riil.
Kegiatan CSR Perusahaan Geothermal memiliki empat pilar utama yaitu basic human need kebutuhan dasar manusia, education and training pelatihan
dan pendidikan, small and medium enterprise development pengembangan kegiatan usaha kecil dan menengah dan environmental awareness kepedulian
lingkungan. Program Community Based Micro Finance CBMF melalui LKMS Kartini ini sesuai dengan salah satu pilar tersebut yaitu pengembangan ekonomi.
Dan tahapan pelaksanaannya juga sesuai dengan prosedur yang terdapat di perusahaan yaitu tahap pertama adalah Identify and Assess Opportunity, tahap
kedua Generate and Select Alternatives, tahap ketiga adalah Develop Preferred Alternative, tahap keempat adalah Execute dan tahap kelima yaitu Operate
Evaluate dan sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh perusahaan. Dalam pelaksanaan community development terdapat prinsip-prinsip
kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi, produktivitas, keberlanjutan, dan mampu meningkatkan perasaan
solidaritas. Prinsip-prinsip
tersebut senantiasa
diaktualisasikan melalui
penyelenggaraan program ini.Kerjasama yang sinerjis antar stakeholder dalam penyelenggaraan program Community Based Micro Finance CBMF melalui
Koperasi Kartini yang dapat didukung oleh perencanaan sistematis yang akan diimplementasikan melalui roadmap dibawah ini:
Sumber: Data Internal CGS 2010 dalam Dewi2010
Sumber: Data Perusahaan Geothermal dalam Dewi 2010
Gambar 12. Roadmap Program Community Based Micro Finance LKMS Kartini
2 2
8 8
Mile stone
S S
o o
s s
i i
a a
l l
i i
s s
a a
s s
i i
dan training
Aktivitas •
Pertemuan warga
masyarakat •
Pelatihan dasar
Target hasil
• Program
memasyara kat
• Inisiatif dari
masyarakat
2 2
9 9
P P
e e
n n
d d
i i
r r
i i
a a
n n
CBMF
• Implementasi sistem
• Persiapan operasional
• Pembukaan
kantor •
Penyediaan jasa
keuangan ke masyarakat.
2 2
1 1
M M
e e
m m
p p
e e
r r
l l
u u
a a
s s
J J
a a
n n
g g
k k
a a
u u
a a
n n
• Pengembangan Produk
• Mencari
sumber dana •
Pengenalan jasa kredit
berkelompok •
Peningkatan sumber dana
eksternal
2 2
1 1
1 1
P P
e e
n n
g g
e e
m m
b b
a a
n n
g g
a a
n n
B B
e e
r r
k k
e e
l l
a a
n n
j j
u u
t t
a a
n n
• Pengelolaan
Portfolio •
Kegiatan sosial
• Profitabilitas
dari portfolio •
Mitra dalam program CE
Kecamatan juga memiliki keterlibatan dalam penyelenggaraan LKMS Kartini beserta Dinas Koperasi sebagai representasi dari pemerintah. Berikut adalah
skema yang menjelaskan bagaimana hubungan antar stakeholder dalam penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal melalui pembentukan
LKMS Kartini:
Implementing partner
Keterangan: : Berhubungan tidak langsung
:Berhubungan langsung Sumber: Wawancara dan Olahan Data Penelitian
Gambar 14. Skema Alur Hubungan antara Stakeholder dalam Penyelenggaraan LKMS Kartini
Skema di atas menjelaskan bagaimana keterkaitan antar stakeholder yang terlibat dalam penyelenggaraan LKMS Kartini. Hubungan dengan garis panah lurus
menjelaskan bahwa terdapat hubungan langsung antara kedua stakeholder, sedangkan hubungan dengan garis lurus putus-putus menjelaskan bahwa
hubungan antara kedua stakeholder tersebut tidak secara langsung. Hubungan antar stakeholder dalam penyelenggaraan LKMS Kartini terkait
dengan sejauhmana masing-masing stakeholder terlibat atau berpartisipasi dalam setiap tahapan penyelenggaraan program, baik pada tahapan perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan. Partisipasi masyarakat menggambarkan bagaimana terjadinya pembagian ulang kekuasaan yang adil redistribution of
Mitra Perusahaan Perusahaan
Geothermal
Masyarakat LKMS Kartini
Dinas Koperasi Pemerintah Desa dan
Kecamatan
power antara penyedia kegiatan dan kelompok penerima kegiatan. Partisipasi masyarakat tersebut bertingkat, sesuai dengan gradasi, derajat wewenang dan
tanggung jawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan Arnstein 1986 dalam Wicaksono 2010.
Aspek-aspek dalam derajat keterlibatanpartisipasi menentukan tipe partisipasi stakeholder yang dianalisis menggunakan konsep Tangga Partisipasi
Arnstein. Di bawah ini adalah matriks keterlibatanpartisipasi Stakeholder pada setiap tahapan berikut tipe partisipasi yang dianalisis menggunakan Tangga
Partisipasi Arnstein:
Tahap Perencanaan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Evaluasi
Tahap Pelaporan
Tipe Partisipasi Menurut Tangga
Partisipasi Arstein
Masyarakat Pengurus
Koperasi
Terlibat Rendah
Terlibat Tinggi
Terlibat Tinggi
Terlibat Tinggi
Tipe Penentraman Tokenism
Masyarakat Anggota
Koperasi
Tidak Terlibat Terlibat
Sedang Terlibat
Rendah Tidak
terlibat Tipe
Pemberitahuan Tipe Konsultasi
Tipe Penentraman Tokenism
Pemerintah Desa dan
Kecamatan
Tidak Terlibat Tidak
Terlibat Terlibat
Rendah Tidak
Terlibat Tipe Terapi
Tanpa Partisipasi
Perusahaan Geothermal
Terlibat Tinggi
Terlibat Rendah
Terlibat Sedang
Terlibat Sedang
Tipe Kemitraan Partnership
Mitra Perusahaan
PNM
Terlibat Tinggi
Terlibat Tinggi
Terlibat Tinggi
Terlibat Tinggi
Tipe Kemitraan Partnership
Dinas Koperasi
Terlibat Rendah
Tidak Terlibat
Tidak Terlibat
Tidak Terlibat
Tipe Pemberitahuan
Tokenism
Gambar 15. Matriks Keterlibatan Stakeholder dalam Penyelenggaraan LKMS Kartini
Masing-masing stakeholder memiliki derajat partisipasi yang berbeda-beda dalam penyelenggaraan LKMS Kartini. Tingkat partisipasi tertinggi terletak pada
perusahaan geothermal, mitra perusahaan, dan pengurus koperasi, tingkat partisipasi sedang terletak pada anggota kelompok simpan pinjam, dan tingkat
partisipasi rendah terdapat pada pemerintah desa dan kecamatan, serta Dinas Koperasi. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap sejauhmana tingkat