Bantuan-bantuan Pemerintah Usaha Kecil Pertanian

b. Perolehan modal umumnya berasal dari sumber tidak resmi seperti tabungan keluarga, pinjaman dari kerabat da n mungkin dari “lintah darat”. c. Ukuran skala usaha kecil yang mengakibatkan sifat pengelolaannya terpusat, demikian pula pengambilan keputusan tanpa atau dengan sedikit pendelegasian fungsi dalam bidang-bidang pemasaran, keuangan, produksi dan lain sebagainya. d. Tenaga kerja yang ada umumnya terdiri dari anggota keluarga atau kerabat dekat, dengan sifat hubungan kerja yang “informal” dengan kualifikasi teknis yang apa adanya atau dikembangkan sambil bekerja. e. Hubungan antara keterampilan teknis dan keahlian dalam pengelolaan usaha industri kecil ini dengan pendidikan formal yang dimiliki para pekerja yang umumnya lemah. f. Peralatan yang digunakan adalah sederhana dengan kapasitas output yang rendah pula. Berdasarkan pengertian dan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa usaha kecil pertanian merupakan kegiatan ekonomi yang berskala kecil dalam melakukan usaha ekonomi produktif di bidang pertanian yang dilakukan orang perorangan atau badan usaha, dengan bidang usaha meliputi usaha untuk menghasilkan sarana produksi usahatani industri peralatan dan material usahatani, usahatani, usaha yang mengolah produksi usahatani agro-processing, dan usaha perdagangan sarana produksi, produk primer, dan produk olahan usahatani.

2.1.1 Bantuan-bantuan Pemerintah

Dalam upaya mendukung peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui kegiatan ekonomi skala kecil di bidang pertanian, pemerintah melalui Kementerian Pertanian dari tahun ke tahun selalu mendukung melalui program- program yang telah dilaksanakan. Bentuk program bantuan penguatan modal kepada petani mulai diperkenalkan oleh pemerintah sejak Tahun 1964. Program bantuan penguatan modal untuk petani pertama kali dikenal dengan nama Bimbingan Masal BIMAS. Tujuan terlahirnya program tersebut adalah untuk meningkatkan produksi pertanian, meningkatkan penggunaan teknologi baru dalam usahatani, dan peningkatan produksi pangan secara nasional. Namun dalam perjalanannya, program Bimbingan Masal BIMAS dan kelembagaan kredit petani mengalami banyak perubahan dan modifikasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebijakan yang dirasakan sulit bagi pemerintah maupun bagi petani Hasan,1979 dalam Prihantono 2009. Pada tahun 1985 program BIMAS dihentikan dan diganti dengan Kredit Usaha Tani KUT sebagai penyempurnaan dari sistem kredit Masal BIMAS, dimana pola penyaluran yang digunakan pada saat itu adalah melalui Koperasi Unit Desa KUD. Sama dengan halnya pada program BIMAS, ternyata pola yang demikian banyak menemui kesulitan, terutamanya dalam penyaluran kredit melalui KUD. Hal tersebut lebih disebabkan tingkat tunggakan pada musim tanam sebelumnya sangat tinggi. Pada tahun 1995 pemerintah mencanangkan skim kredit Kredit Usaha Tani KUT pola khusus yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan dalam menyalurkan kredit melalui KUD. Pada pola ini ditetapkan bahwa kelompok tani langsung menerima dana dari bank pelaksana. Namun pola khusus skim Kredit Usaha Tani ini dalam pelaksanaannya pun menghadapi berbagai permasalahan. Setelah Kredit Usaha Tani KUT dihentikan, bentuk bantuan penguatan modal yang baru dari pemerintah adalah Kredit Ketahanan Pangan KKP. Program KKP diperkenalkan oleh pemerintah pada Bulan Oktober 2000 sebagai pengganti KUT. Program KKP merupakan bentuk fasilitasi modal untuk usahatani tanaman pangan padi dan palawija, tebu, peternakan, perikanan dan pengadaan pangan. Tujuan program KKP adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan pendapatan petani. Melalui program ini pemerintah sebenarnya telah memberikan subsidi pada beberapa hal antara lain subsidi terhadap tingkat suku bunga, subsidi terhadap risiko kegagalan kredit serta subsidi kepada biaya administrasi dalam penyaluran, pelayanan dan penarikan kredit Nasution, 1990 dalam Prihantono, 2009. Namun dalam pelaksanaannya program ini masih belum termonitor secara baik oleh pemerintah. Kebijakan baru pun dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian pada tahun 2002 yang bertujuan memberdayakan masyarakat dalam berusaha. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk program fasilitasi Bantuan Langsung Masyarakat BLM. Program BLM ini diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat yang mencakup bantuan modal untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif; bantuan sarana dan prasarana dasar yang mendukung kegiatan sosial ekonomi; bantuan pengembangan sumberdaya manusia untuk mendukung penguatan kegiatan sosial ekonomi; bantuan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan proses hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan; dan bantuan pengembangan sistem pelaporan untuk mendukung pelestarian hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi produktif Sumodiningrat, 1990 dalam Prihantono, 2009.

2.1.2 Gabungan Kelompok Tani