Kandungan asam lemak jenuh stearat C18:0 pada daging patin segar dan goreng adalah 4,09 dan 3,05. Daging patin goreng mengandung asam stearat
yang lebih rendah dibandingkan dengan daging patin segar. Hal ini diduga disebabkan oleh oksidasi asam lemak yang terjadi saat penggorengan. Umumnya
kerusakan akibat oksidasi terjadi pada asam lemak tak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan pada suhu 100 °C atau lebih, asam lemak jenuh pun dapat teroksidasi
Jacobson 1967. Asam stearat dapat menyebabkan trombogenik atau pembekuan darah, hipertensi, kanker dan obesitas Grundy 1994 dalam Witjaksono 2005.
Hasil analisis asam lemak miristat C14:0 pada daging patin segar adalah 0,82 dan daging patin goreng 0,75. Oksidasi yang terjadi saat proses
penggorengan diduga menyebabkan penurunan asam miristat pada daging patin goreng. Asam miristat terdapat dalam jumlah yang sedikit, tidak lebih dari
kisaran 1-2. Asam miristat dapat dimanfaatkan dalam pembuatan sampo, krim, kosmetik dan flavor makanan. Asam miristat dibutuhkan dalam retina dan
fotoreseptor O’Keefe et al. 2002.
Tabel 4 menunjukkan bahwa asam kaprilat C8:0 dan asam kaprat C10:0 merupakan asam lemak jenuh dengan persentase terkecil. Asam kaprat
tidak terdeteksi pada daging patin segar, tetapi pada daging patin goreng asam lemak ini terdeteksi sebesar 0,02. Hal ini diduga disebabkan oleh penyerapan
asam lemak dari minyak goreng yang terserap oleh daging patin. Minyak goreng yang digunakan mengandung asam kaprat sebesar 0,01. Selain itu, tidak
terdeteksinya suatu asam lemak diduga dipengaruhi oleh peng-couple-an yang tidak sempurna, volume yang diinjeksikan kurang atau hidrolisis kurang bagus.
4.4.2 Asam lemak tak jenuh tunggal
Asam lemak tak jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh tunggal Monounsaturated fatty acidMUFA. Daging patin segar
mengandung 8 jenis MUFA sebesar 23,53 dan daging patin goreng mengandung 4 jenis MUFA sebesar 35,53 Tabel 4 dengan peningkatan relatif yang terjadi
sebesar 50,99. Asam lemak oleat C18:1 merupakan kandungan MUFA tertinggi, pada
daging patin segar sebesar 22,16 dan daging patin goreng 35,14 Gambar 20. Penelitian Domiszewski et al. 2011 juga menunjukkan bahwa asam lemak oleat
Gambar 20 Kandungan asam lemak tak jenuh tunggal daging ikan patin Pangasius hypophthalmus
merupakan MUFA tertinggi pada daging patin segar dan goreng, yaitu sebesar 37,59 dan 62,33. Terjadinya peningkatan kadar asam oleat pada daging
patin goreng diduga disebabkan oleh penggorengan yang dilakukan. Minyak goreng yang digunakan ikut terserap ke dalam daging ikan patin saat digoreng,
sehingga kandungan asam lemak minyak goreng pun terserap ke dalam daging ikan. Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa kandungan asam oleat minyak
goreng adalah sebesar 32,28 dan merupakan MUFA dengan persentase tertinggi. Hal ini memungkinkan bahwa peningkatan asam oleat pada daging patin
goreng dipengaruhi oleh kandungan asam oleat dari minyak goreng. Asam oleat adalah asam lemak tak jenuh yang paling umum dan merupakan prekursor untuk
produksi sebagian besar PUFA. Berbeda dengan asam oleat, asam lemak palmitoleat C16:1 dan asam
lemak eikosenoat C20:1 pada daging patin goreng mengalami penurunan dibandingkan dengan daging patin segar. Palmitoleat pada daging patin segar dan
goreng adalah sebesar 0,36 dan 0,17, sedangkan eikosenoat sebesar 0,52 dan 0,14. Hal ini disebabkan oleh oksidasi asam lemak yang terjadi saat
penggorengan. Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan pada suhu 100 °C atau lebih, asam lemak jenuh pun
dapat teroksidasi Jacobson 1967.
5 10
15 20
25 30
35 40
Palmitoleat Oleat
Eikosenoat 0.36
22.16
0.52 0.17
35.14
0.14 K
adar as
am l
em ak
Daging segar Daging goreng
4.4.3 Asam lemak tak jenuh majemuk