Struktur Biaya TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Struktur Biaya

Penelitian tentang struktur biaya telah banyak dilakukan terhadap komoditas pertanian dalam arti luas. Pada bidang perikanan, Sari 2007 melakukan penelitian tentang “Pengaruh Struktur Biaya terhadap Kegiatan Penangkapaan Ikan dengan Cantrang di PPI Blanakan, Kabupatan Subang, Jawa Barat”. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa struktur biaya penangkapan cantrang terdiri atas biaya investasi, biaya tetap dan biaya variabel. Biaya investasi yang dikeluarkan sebesar Rp 188.000.000 – Rp 275.100.000. Biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel yaitu sebesar Rp 458.397.000 – Rp 796.500.000 sedangkan biaya terkecil adalah biaya tetap yaitu sebesar Rp 43.066.000 – Rp 61.072.000 per tahun. Tahap dewasa merupakan tahap akhir dari pembesaran anggrek. Lama pertubuhannya sekitar lima bulan. Resiko kegagalan pada tahap ini relatif kecil karena tumbuhan telah kuat dan mampu beradaptasi dengan lingkungan tumbuh. Biaya tetap sebesar Rp 277.632 dan biaya variabel sebesar Rp 171.316.530 sedangkan biaya penyusutan peralatan termasuk ke dalam biaya yang diperhitungkan yaitu sebesar Rp 7.329.389. Hasil RC atas biaya total sebesar 1,64 dan BEP sebesar 723. Pembesaran anggrek setelah tahap seedling adalah tahap remaja. Lama pertubuhannya sekitar lima bulan setelah tahap seedling dengan menggunakan pot yang berukuran 10 cm. Biaya tetap sebesar Rp 277.632 dan biaya variabel sebesar Rp 87.736.000 sedangkan biaya penyusutan peralatan termasuk kedalam biaya yang diperhitungkan yaitu sebesar Rp 7.329.389. Hasil RC atas biaya total sebesar 1,82 dan BEP sebesar 1.221. waktu tumbuhnya sama yaitu empat bulan. Biaya tetap yang dikeluarkan terdiri dari biaya pajak PBB dan listrik yaitu sebesar Rp 181.267. Biaya variabel terdiri dari biaya bibit, pupuk daun Vitabloom, pupuk multitonik, penggunaan media tanam moss obat-obatan dan tenaga kerja yaitu sebesar Rp 45.360.000 sedangkan biaya penyusutan peralatan termasuk kedalam biaya yang diperhitungkan yaitu sebesar Rp 5.863.511. Hasil RC atas biaya total sebesar 1,82 dan BEP sebesar 2.272. 11 Pada bidang peternakan, Bantani 2004 melakukan penelitian mengenai “Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Tradisional di Kelurahan Kebon Pedes, Bogor, Jawa Barat”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode sensus dengan 37 responden yang terbagi kedalam dua kelompok yaitu pemotong I sebanyak 21 reponden dan Peotong II sebanyak 16 responden. Kriteria pembagian kelompok tersebut Pada petani penyuling analisis struktur biaya dibedakan berdasarkan skala usaha, petani penyuling berskala besar mengeluarkan biaya produksi yang lebih besar. Namun jika dilihat dari keuntungan yang diperoleh, semakin besar skala usaha penyulingan nilam menunjukkan usaha tersebut semakin efisien karena seluruh kapasitas produksi dapat dimanfaatkan dengan baik. Pada awal pendirian dan pengoperasian usaha petani penyuling membutuhkan biaya yang sangat besar untuk membeli mesin dan pabrik sebagai biaya investasi. Petani penyuling skala kecil dalam pengoperasian usaha kurang efisien karena masih terdapat idol capacity atau kapasitas produksi yang belum termanfaatkan oleh petani penyuling usaha kecil. Penerimaan yang diperoleh berkisar antara Rp 605.340.000 – Rp 967.200.000 dengan keuntungan yang diperoleh antara Rp 86.287.500 – Rp 130.126.500. Berdasarkan analisis perhitungan persamaan regresi hubungan solar dengan jumlah trip cantrang adalah Y = 2499 – 0,16X + ε dengan nilai korelasi sebesar 0,916 yang artinya hubungan antara harga solar dengan jumlah trip cantrang sangat erat dan berdasarkan uji t struktur biaya dapat mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang. Pada bidang kehutanan, Asikin 2005 telah melakukan penelitian mengenai struktur biaya pengusahaan nilam Pogostemon sp. di Kabupaten Sukabumi dan Bogor. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa struktur biaya pengusahaan nilam baik ditingkat petani, petani penyuling maupun industri minyak nilam terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Petani modal sendiri mengeluarkan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan petani bagi hasil karena terdapat perlakuan tambahan sehingga terdapat biaya pengeringan dan pemasaran. Namun, perlakuan tersebut mengakibatkan keuntungan yang diperoleh petani modal sendiri jauh lebih besar dibanding petani bagi hasil. 12 Berdasarkan uraian di atas terdapat perbedaan struktur biaya dari komoditi perikanan, kehutanan, peternakan dan pertanian. Untuk komoditas pertanian dan kehutanan, struktur biaya lebih besar terdapat pada biaya investasi sedangkan struktur biaya pada komoditi perikanan terutama perikanan tangkap dan peternakan dipemotangan ayam, struktur biaya terbesar pada biaya variabel terutama untuk bahan bakar solar pada perikanan tangkap dan biaya pembelian ayam hidup pada usaha pemotongan ayam. Tanaman hias merupakan salah satu komoditas pertanian dibidang tanaman hortikultura. Oleh sebab itu, penelitian ini Pada bidang pertanian, Rahmayanti 2008 melakukan penelitian tentang “Analisis Struktur Biaya dan Optimalisasi Pola Tanam Sayuran Organik di Permata Hati Organic Farm Cisarua, Bogor”. Perusahaan Permata Hati memproduksi sebanyak 34 komoditi yang ditanam di dalam bedengan dengan luas 10 m 2 dengan pola tanam monokultur dan tumpangsari. Struktur biaya dalam memproduksi sayuran organik bervariasi, namun variasi tersebut hanya terdapat pada biaya variabel yaitu komponen benih. Hal tersebut disebabkan harga jual dan jumlah benih yang dibutuhkan setiap bedengnya berbeda-beda sedangkan biaya tetap yang dibebankan untuk semua komoditi adalah sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar usaha pemotongan ayam pada pemotong I dan pemotong II maka persentase biaya varibel semakin meningkat sedangkan persentase biaya tetapnya semakin menurun. Total biaya yang dikeluarkan oleh pemotong I mencapai Rp 179.870.790.97 per hari dengan biaya per kg sebesar Rp 6.624,52 sedangkan total biaya pada pemotong II sebesar Rp 27.540.860,25 per hari dengan biaya per kg sebesar Rp 7.343,19. Nilai RC usaha pemotong I dan pemotong II secarra regresi memiliki nilai kecenderungan positif yang berarti peningkatan jumlah ayam yang dipotong mengakibatkan nilai RC semakin besar. Analisis titik impas pada skala usaha pemotong I dan pemotong II berdasarkan analisis regresi sederhana menunjukan kecenderungan yang semakin menurun, artinya semakin besar jumlah ayam yang dipotong maka persentase nilai titik impas semakin kecil. berdasarkan perolehan pasokan ayam hidup. Analisis yang digunakan adalah analisis struktur biaya, pendapatan dan analisis efisiensi menggunakan RC rasio dan analisis titik impas serta dilakukan pula analisis regresi sederhana. 13

2.3. Skala Usaha