Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

IV. GAMBARAN UMUM

4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada tahun 2009 ketika terjadi penurunan harga BBM dan tertinggi pada tahun 2005 dengan laju inflasi sebesar 17,11 persen pada saat dilaksanakannya kebijakan penyesuaian harga BBM oleh pemerintah akibat kenaikan harga minyak dunia Gambar 1,1. Kondisi ini ternyata tidak berbeda jauh dengan kondisi inflasi yang terjadi pada perekonomian provinsi di Pulau Jawa. Sepanjang tahun 2001-2010, tercatat inflasi tertinggi dan terendah terjadi di Provinsi Jawa Barat, yaitu sebesar 19,58 persen pada tahun 2005 dan 2,11 persen pada tahun 2009 Gambar 4.1. Bila dilihat dari struktur perekonomiannya, pada Provinsi Jawa Barat didominasi oleh sektor industri, disusul oleh sektor perdagangan kemudian sektor pertanian. Hal tersebut berimplikasi kepada tingginya ketergantungan masing-masing sektor akan Bahan Bakar Minyak BBM sebagi salah satu input yang berpengaruh pada produksi masing-masing sektor tersebut, sehingga guncangan yang terjadi pada BBM memiliki pengaruh yang dominan pada tingkat inflasi di provinsi Jawa Barat. Secara umum, bila dibandingkan dengan rata-rata inflasi nasional Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa inflasi pada tahun 2001, 2005 dan 2008 untuk semua provinsi di Pulau Jawa melebihi rata-rata inflasi nasional pada tahun 2001-2010. Bila dilihat lebih jauh, tingginya tingkat inflasi pada tahun 2001 dan 2005 disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia dan berdampak pada kenaikan harga BBM sedangkan pada tahun 2008 terjadi krisis finansial global yang menyebabkan nilai tukar Indonesia terdepresiasi dan lebih berfluktuatif yang kemudian memicu terjadinya inflasi. Sumber : BPS Diolah Gambar 4.1 Dinamika Inflasi Pulau Jawa terhadap Rata-Rata Inflasi Nasional 2001-2010 Terkait dengan kebijakan Inflation Targeting Framework ITF yang diimplementasikan oleh BI sejak tahun 2005, maka dari masing-masing provinsi dapat di ketahui bagaimana perilaku inflasi sebelum dan sesudah kebijakan dengan membandingkan dengan rata-rata inflasi nasional 2001-2010. Berdasarkan Gambar 4.1, diketahui bahwa inflasi di seluruh provinsi di Pulau Jawa memiliki jumlah periode inflasi dengan nilai dibawah rata-rata inflasi nasional lebih banyak setelah diimplementasikannya kebijakan ITF apabila dibandingkan dengan periode sebelum diterapkannya kebijakan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa kebijakan ITF cukup efektif untuk menurunkan dan mengontrol kestabilan tingkat inflasi pada Pulau Jawa. Sumber : BPS Diolah Gambar 4.2 Perbandingan Perubahan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Inflasi di Pulau Jawa 2002-2010 Inflasi dapat memiliki dampak positif atau negatif tergantung seberapa tingginya tingkat inflasi yang terjadi. Inflasi yang ringan atau moderat akan membuat perekonomian menjadi meningkat karena dapat mendorong laju investasi yang kemudian membuka lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi pengangguran dan pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, inflasi yang tinggi dan tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian bagi para pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan untuk melakukan konsumsi, investasi dan produksi yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Boediono, 1995. Gambar 4.2 merupakan perbandingan pertumbuhan ekonomi daerah dengan laju inflasi di masing-masing provinsi di Pulau Jawa. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa cenderung memiliki dampak yang negatif. Ketika terjadi inflasi yang cukup tinggi 2005 2008 akan diikuti dengan menurunnya laju pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi pada tahun berikutnya.

4.2 Hubungan Inflasi dengan Jumlah Uang Beredar dan Pengeluaran