yaitu berturut-turut pada menit ke 0 sebelum pemberian, 15, 30, 45, 60, 90, dan 120 untuk diukur kadar glukosanya. Kadar glukosa dapat diukur dengan metode
glucose oxidase peroxidase reagent. c.
Pada waktu yang berlainan, hal yang sama dilakukan dengan memberikan pangan acuan 50gr glukosa murni atau white bread diberikan kepada relawan.
Hal ini dilakukan sebanyak dua kali dilakukan pada hari lain, minimal tiga hari setelah perlakuan pertama untuk mengurangi efek keragaman respon gula darah
dari hari ke hari. d.
Kadar gula darah pada setiap waktu pengambilan sampel ditebar pada dua sumbu waktu x dan kadar glukosa darah y.
e. Indeks glikemik ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah di bawah
kurva antara pangan yang diukur indeks glikemiknya dengan pangan acuan.
2.2 Talas Belitung Xanthosoma sagittifolium
Talas belitung Xanthosoma sagittifolium berasal dari wilayah tropika Amerika Timur. Talas belitung bisa di jumpai hampir di seluruh kepulauan di Indonesia dan
tersebar dari tepi pantai sampai pegunungan, baik ditanam liar maupun dibudidayakan. Saat ini kimpul telah dibudidayakan di daerah-daerah di Indonesia
diantaranya, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat dan Jawa Timur Marinih, 2005 dalam Rafika dkk.,
2012. Walaupun telah dibudidayakan secara teratur oleh para petani namun pembudidayaannya juga terbilang masih sangat sedikit. Pembudidayaan tanaman ini
pada umumnya diusahakan petani di pekarangan sekitar rumah dan di kebun-kebun.
Universitas Sumatera Utara
Talas belitung termasuk family Araceae, merupakan tumbuhan berbunga Spermatophyta yang buahnya berbiji tertutup Angiospermae, berkeping satu
Monocotylae. Family Araceae lainnya adalah santé Alacasia sp. dan talas Bogor Colocasia sp.. Menurut Animal Feed Resources Information System 2005 dalam
Kartika 2006 taksonomi kimpul adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae Divisio
: Spermatophyta tumbuhan berbunga Sub divisio
: Angiospermae tumbuhan berbiji tertutup Kelas
: Monocotylae tumbuhan berbiji tunggal Ordo
: Arales Familia
: Araceae Genus
: Xanthosoma Spesies
: Xanthosoma sagittifolium Tujuan pokok bertanam talas belitung adalah untuk menghasilkan umbi sebagai
sumber karbohidrat non-beras, disamping fungsi lainnya sebagai bahan sayuran. Di daerah pedesaan, talas belitung belum umum dibudidayakan seperti halnya singkong.
Talas belitung dapat ditanam di lahan kosong di pedesaan dan sebagai tanaman sela palawija di kebun serta ditanam di sawah saat musim kemarau. Talas belitung atau
impul Xanthosoma sagittifolium memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan talas Colocasia esculenta, memiliki daun yang lebih runcing dan bagian
tangkai daun berhubungan dengan helai daun pada titik di tepi daun dekat belahan tersebut. Bagian yang dimanfaatkan dari kimpul ini adalah umbi anakan yang tumbuh
disekitar umbi induk Kartika, 2006. Talas belitung merupakan tanaman tahunan, tidak berkayu, terdiri dari akar,
pelepah daun, daun, bunga, dan umbi. Tinggi tanaman dapat mencapai dua meter, tangkai daun tegak, tumbuh dari tunah yang berasal dari umbi yang merupakan
Universitas Sumatera Utara
batang dari bawah tanah. Bentuk umbi talas belitung silinder sampai agak bulat, terdapat internode atau ruas dengan beberapa bakal tunas. Jumlah umbi anakan dapat
mencapai 10 buah atau lebih. Panjang umbi sekitar 12-25 cm dan diameter 12-15 cm. Umbi yang dihasilkan biasanya mempunyai berat 300-1000 gram. Irisan melintang
pada umbi memperlihatkan bahwa strukturnya terdiri dari kulit, korteks, pembuluh floem, dan xylem. Kulit umbi mempunyai ketebalan sekitar 0.1 cm. pada pembuluh
floem dan xylem terdapat butir-butir pati Muchtadi dan Sugiyono, 1989 dalam Indrasti, 2004.
Gambar 2.1 Umbi Talas Belitung Xanthosoma sagittifolium
Talas belitung dapat tumbuh baik di daerah tropika basah bersuhu optimum 21 dan 27
C dengan curah hujan tahunan 1400 mm per tahun. Derajat keasaman yang paling baik untuk tanaman ini berkisar antara 5,5
– 6,5. Pemanenan talas belitung dilakukan setelah 0-12 bulan penanaman ketika daun telah kering dan bewarna
kuning. Umbi yang telah dipanen dapat disimpan selama lebih dari 6 bulan jika disimpan di tempat yang kering, sejuk dan berventilasi baik Octavianty, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Umbi talas belitung berpotensi sebagai sumber karbohidrat yang cukup tinggi. Kandungan karbohidrat umbi kimpul hampir sama dengan singkong, dan lebih baik
dari kandungan karbohidrat ubi jalar, kentang, maupun talas. Nilai kalori untuk konversi ke dalam 100 gram nasi sama dengan 200 gram kimpul. Kecuali kandungan
vitamin C-nya yang rendah. Selain itu, kimpul juga mengandung kalium, fospor dan zat besi. Komposisi kimia dari umbi talas belitung mentah, umbi rebus dan umbi
kukus dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Umbi Talas Belitung per 100 g Bahan
Komposisi Kimia
Umbi Mentah
Platt 1975
Umbi Mentah
Slamet 1980
Umbi Rebus
Slamet 1980
Umbi Kukus
Anonim 1990
Energi kal 133
145 145
145 Air gr
65 63.1
63 63.1
Karbohidrat gr 31
34.2 34.2
34.2 Serat kasar gr
01 1.5
1 1.0
Protein gr 2
1.2 1.2
1.2 Abu gr
- 1
1.2 1.1
Lemak gr 0.3
0.4 0.4
0.4 Kalsium mg
- 26
21 21
Phospor mg -
26 21
48 Fe mg
1 1.4
0.9 0.9
Vitamin C mg 10
2 1
1.0 BDD
80 85
100 100
Sumber : Gardjito, dkk., 2013 Komposisi kimia umbi talas belitung bergantung pada varietas, iklim,
kesuburan tanah, dan umur panen. Umbi talas belitung mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Umbi talas belitung seringkali menimbulkan
rasa gatal, sensasi terbakar, dan iritasi pada kulit, mulut, tenggorokan, serta saluran cerna pada saat dikonsumsi. Talas mengandung asam oksalat yang mempengaruhi
penyerapan kalsium dalam saluran pencernaan, yaitu dengan pembentukan kalisum yang tidak larut dalam air Indrasti, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Kalsium oksalat yang terdapat dalam kimpul berbentuk kristal yang menyerupai jarum Gardjito, 2013. Selain kalsium oksalat, talas juga mengandung asam oksalat
yang diduga dapat mengganggu penyerapan kalsium. Asam oksalat bersifat larut dalam air, sementara kalsium oksalat tidak larut dalam air tetapi larut dalam asam
kuat. Oksalat tidak tersebar secara merata didalam umbi talas. Menurut Koswara dalam modulnya mengenai teknologi pengolahan umbi-
umbian, rasa gatal pada saat mengkonsumsi talas disebabkan oleh tusukan jarum- jarum kristal kalsium oksalat yang terbungkus dalam suatu kapsul transparan berisi
cairan yang berbeda diantara sel-sel umbi tersebut. Kapsul-kapsul ini disebut raphides. Raphid-raphid ini tertancap pada dinding pemisah antara dua vakuola pada
jaringan umbi dan ujung-ujungnya berada pada vakuola tersebut. Jika bagian umbi dikupas atau dipotong-potong, maka vakuola yang berisi air karena perbedaan
tegangan pada kedua vakuola itu menyebabkan dinding kapsul pecah. Akibatnya kristal kalsium oksalat tersumbat ke permukaan dan menusuk ke bagian kulit.
Tusukan-tusukan inilah yang menyebabkan timbulnya rasa gatal pada mulut, tenggorokan, atau kulit tangan.
Metode fisik yang paling umum dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa gatal yang terjadi akibat kandungan kalsium oksalat pada talas
yaitu dengan pemanasan. Kalsium oksalat bersifat labil terhadap panas. Pemanasan dilakukan melalui perebusan dan pengukusan Muchtiadi dan Sugiyono, 1989 dalam
Indrasti, 2004. Umbi talas belitung umumnya dimakan dalam bentuk makanan yang diolah
secara sederhana, tanpa teknologi yang sulit seperti digoreng, direbus, dikukus, dibuat
Universitas Sumatera Utara
getuk, keripik, perkedel, dan lain-lain. Di Negara-negara tropis Afrika, kimpul atau talas belitung diolah menjadi makanan yang disebut Fufu. Orang-orang malanesia
yang suka memakan umbi talas belitung ternyata mempunyai gigi yang kuat. Umbi talas belitung mempunyai sifat basa sehingga dapat melindungi gigi Lingga, 1989
diacu dalam Gardjito, 2013. Sedangkan nenurut Nurcahya 2013, talas bisa diolah atau dibuat panganan sebagai pengganti nasi bagi penderita diabetes, karena talas
mengandung serat dan protein yang cukup tinggi yang bisa menurunkan kadar glukosa darah.
2.3 Tepung Talas Belitung