Peran Otoritas Jasa Keuangan Pada Industri Perasuransian

47

BAB III PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN PADA INDUSTRI

PERASURANSIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN

A. Peran Otoritas Jasa Keuangan Pada Industri Perasuransian

Otoritas Jasa Keuangan didirikan untuk melakukan pengawasan atas industri jasa keuangan secara terpadu. Secara yuridis, menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UU OJK, dirumuskan bahwa, OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UU OJK. Menurut ketentuan Pasal 2 ayat 2 UU OJK dikatakan bahwa, OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam UUOJK. Lebih lanjut disebutkan bahwa, OJK dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada diluar pemerintah.Jadi, seharusnya tidak terpengaruh oleh pemerintah independen. 45 Independensi OJK tercermin dalam kepemimpinan OJK.Secara perseorangan, pimpinan OJK memiliki kepastian masa jabatan dan tidak dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan yang secara tegas diatur dalam UU OJK. Untuk mendapatkan pimpinan OJK yang tepat, dalam UU OJK diatur juga mekanisme seleksi yang transparan, akuntabel, dan melibatkan partisipasi publik 45 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan Pasal 2. Universitas Sumatera Utara melalui suatu panitia seleksi yang unsur-unsurnya terdiri atas pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat sektor jasa keuangan. Awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia.Ada tiga hal yang melatarbelakangi pembentukan OJK, yaitu perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan, dan amanat UU BI Pasal 34.Pasal 34 UU BI merupakan respon dari krisis Asia yang terjadi pada 1997-1998 yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia, khususnya sektor perbankan. 46 Undang-Undang OJK pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola governance dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Adapun ketentuan mengenai jenis- jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa Sehubungan dengan hal yang melatarbelakangi pembentukan OJK diatas, menunjukkan perlu dilakukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Penataan dimakud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.Pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi. 46 http:ekbis.sindonews.comread70058990kelahiran-ojk-sejarah-baru-perekonomian- indonesia-1356414181 diakses tanggal 10 Februari 2016. Universitas Sumatera Utara keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan , tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang- undang sektoral tersendiri, yaitu Undang-Undang tentang Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, dan peraturan perundang- undangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.Dengan demikian, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. 47 Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik. Yang mana mengingatkan pemikiran pada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan benar Good Corporate Governance yang terdiri dari 5 prinsip yang disingkat dengan TARIF, yaitu: 48 1. Transparancy keterbukaan informasi 47 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan Umum. 48 Bisdan Sigalingging, Analisis Hubungan Kelembagaan Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan Bank Indonesia Tesis Magister Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013.hlm.107. Universitas Sumatera Utara Yaitu Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu; 2. Accuntability akuntabilitas Yaitu adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem, kejelasan akan hak dan kewajiban serta wewenang dari elemen-elemen yang ada; 3. Responsibility pertanggung jawaban Yaitu kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya termasuk masalah pembayaran pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya; 4. Independency kemandirian Yaitu mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa adanya benturan kepentingan dan tekanan atau intervensi dari pihak manapun maupun yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku; dan 5. Fairness kesetaraan atau kewajaran Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak shareholders dan stakeholders sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Secara kelembagaan, OJK berada di luar pemerintah, yang dimaknai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan pemerintah karena pada hakikatnya OJK merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. Oleh sebab itu, lembaga ini juga melibatkan keterwakilan unsur-unsur Universitas Sumatera Utara dari kedua otoritas tersebut secara ex-officio.Keberadaan ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerjasama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan.Ex-officio diperlukan untuk memastikan terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasioanal, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan. Untuk mewujudkan koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan yang baik, OJK harus menjadi bagian dari sistem penyelenggaraan urusan pemerintahan yang berinteraksi secara baik dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan lainnya dalam mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedudukan OJK menjadi lembaga yang independen dan memiliki kewenangan yang cukup luas dan tegas dalam pengawasan industri perasuransian diharapkan dapat memperbaiki permasalahan yang saat ini timbul dibidang pengawasan industri perasuransian. Mengenai fungsi OJK itu sendiri telah dijabarkan dalam UU OJK dalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa: OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Selanjutnya di dalam Pasal 6 undang-undang tersebut juga menyebutkan mengenai tugas pengaturan dan pengawasannya, yaitu: 1. kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan; 2. kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan 3. kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Universitas Sumatera Utara Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang: 1. menetapkan peraturan pelaksanaan UU OJK; 2. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor industri perasuransian; 3. menetapkan peraturan dan keputusan OJK; 4. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor industri perasuransian; 5. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK; 6. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap industri perasuransian dan pihak tertentu; 7. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada industri perasuransian; 8. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan 9. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor industri perasuransian. Selanjutnya, untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang: 1. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan industri perasuransian; 2. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh kepala eksekutif; 3. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap industri perasuransian, pelaku, danatau penunjang Universitas Sumatera Utara kegiatan perasuransian sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di sektor industri perasuransian; 4. memberikan perintah tertulis kepada industri perasuransian danatau pihak tertentu; 5. melakukan penunjukan pengelola statuter; 6. menetapkan penggunaan pengelola statuter; 7. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor industri perasuransian; dan 8. memberikan danatau mencabut; a. izin usaha; b. izin orang perseorangan; c. efektifnya pernyataan pendaftaran; d. surat tanda terdaftar; e. persetujuan melakukan kegiatan usaha; f. pengesahan; g. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan h. penetapan lain. Sebagaimana telah diuraikan di atas, agar tujuan OJK dapat tercapai, OJK perlu memiliki berbagai kewenangan, baik dalam rangka pengaturan maupun pengawasan sektor industri perasuransian.Kewenangan di bidang pengaturan diperlukan dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan baik yang diatur dalam UU OJK maupun UU Perasuransian, peraturan OJK maupun peraturan dewan komisioner. Adapun untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai beberapa wewenang antara lain melakukan pengawasan, Universitas Sumatera Utara pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap industri perasuransian, pelaku, danatau penunjang kegiatan industri perasuransian sebagaimana dimaksud dalam UU Perasuransian, termasuk kewenangan perizinan kepada industri perasuransian. Secara substansial bisa dikatakan bahwa kewenangan OJK merupakan amanat konstitusi yang bertujuan agar sektor industri perasuransian berjalan dengan tertib, teratur, adil, transparan, serta akuntabel.Tujuan ini pada akhirnya diharapkan dapat mewujudkan sistem keuangan yang stabil dan berkelanjutan. 49 B. Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Pada Industri Perasuransian Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Sebelum dilahirkannya UU Perasuransian pengawasan pada industri perasuransian dilakukan oleh Menteri Keuangan.Seperti yang disebutkan dalam Pasal 10 UU Usaha Perasuransian. Pada undang-undang lama ditentukan bahwa pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian meliputi: 50 1. Kesehatan keuangan bagi perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa, dan perusahaan reasuransi yang terdiri dari: a. batas tingkat solvabilitas; b. retensi sendiri; c. reasuransi; d. investasi; e. cadangan teknik; dan f. ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan kesehatan keuangan. 49 Http:Www.Landasanteori.Com201510Pengertian-Otoritas-Jasa-Keuangan.Html diakses 10 Februari 2016. 50 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, Pasal 11. Universitas Sumatera Utara 2. Penyelenggaraan usaha yang terdiri dari; a. syarat-syarat polis asuransi; b. tingakat premi; c. penyelesaian klaim d. persyaratan keahlian dibidang perasuransian; dan e. ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan usaha. Batas tingkat solvabilitas merupakan tolok ukur kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.Batas tingkat solvabilitas ini merupakan selisih antara kekayaan terhadap kewajiban, yang perhitungannya didasarkan pada acara perhitungan tertentu sesuai dengan sifat usaha asuransi.Retensi sendiri dalam hal ini merupakan bagian pertanggungjawaban yang menjadi beban atau tanggung jawab sendiri sesuai dengan tingkat kemampuan keuangan perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang bersangkutan. 51 Menurut undang-undang ini Menteri Keuangan hanya menetapkan kebijakan umum dalam rangka mengembangkan pemanfaatan asuransi dan reasuransi untuk mendukung perekonomian nasional. Kebijakan umum yang di Setelah disahkan UU Perasuransian tugas pengaturan dan pengawasan diambil alih oleh OJK.Pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha perasuransian tidak hanya terfokus pada kesehatan keuangan perusahaan saja melainkan pengawasan juga dilakukan pada aspek tata kelola dan prilaku usaha perusahaan asuransi tersebut. 51 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, Hal. 39-40. Universitas Sumatera Utara tetapkan oleh Menteri Keuangan meliputi hal kepemilikan asing atas perusahaan perasuransian, peningkatan kapasitas asuransi, asuransi syariah, reasuransi, dan reasuransi syariah dalam negeri, serta pemberian fasilitas fiskal kepada perseorangan, rumah tangga, danatau usaha mikro, kecil, dan menengah. 52 Jenis pengawasan OJK terhadap industri perasuransian adalah pengawasan berbasis risiko.Muliaman D Hadad menyatakan bahwa pengawasan berbasis risiko yang terintegrasi bertujuan untuk memajukan kepentingan bersama, baik pelaku usaha maupun konsumen, keberadaan konsumen sendiri penting bagi kelangsungan usaha di indusrti perasuransian.Keberadaan konsumen dapat meningkatkan kegiatan usaha.jika terjadi confidence konsumen meningkat, industri perasuransian akan terus berkembang. Sehingga konsumen sebagai investasi jangka panjang. 53 Pentingnya pengawasan berbasis risiko yang terintegrasi adalah agar kegiatan usaha di sektor industri perasuransian dapat berjalan dengan baik.Hal ini dikarenakan perusahaan yang bergerak di sektor industri perasuransian merupakan anak usaha dari induk perusahaan yang biasanya adalah perbankan.Perusahaan yang bergerak di sektor perasuransian merupakan anak usaha dari induk usaha yang bergerak di perbankan.Namun tak sedikit pula induk usahanya bukan perbankan. 54 Salah satu bentuk awal penerapan dari konsep ini adalah penilaian kecukupan modal bagi perusahaan asuransi dengan menggunakan risk based capital. Saat ini pengawasan industri perasuransian di Indonesia sedang berada 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Penjelsan Pasal 57 Ayat 2. 53 Http:Www.Hukumonline.ComBeritaBacaLt51f22c40885deOjk-Luncurkan- Konsep-Pengawasan-Berbasis-Risiko diakses 11 Februari 2015. 54 Ibid. Universitas Sumatera Utara pada masa transisi dari pengawasan yang berorientasi pada kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan atau compliance based supervision ke penerapan risk based supervision. Sistem pengawasan berbasis risiko di sambut baik Asosiasi Asuransi Umum Indonesia AAUI. Apalagi jika terdapat perusahaan yang terafiliasi dengan perusahaan lain akan mempermudah pengawasan terintegrasi tersebut. Julian Noor selaku Direktur Eksekutif AAUI menyatakan bahwa, perlu adanya kebutuhan pengawasan berbasis risiko di OJK untuk melihat suatu risiko bersama atau suatu kelompok usaha financial. Jika pengawasan berbeda-beda satu perusahaan dengan perusahaan lain dikhawatirkan permasalahan yang dialami satu perusahaan bisa merembet ke perusahaan lain. Dengan adanya sistem pengawasan yang sama memudahkan untuk membuat paramater yang sama. 55 Pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap industri perasuransian OJK berwenang untuk: 56 1. menyetujui atau menolak memberikan izin usaha perasuransian; 2. mencabut izin usaha perasuransian; 3. menyetujui atau menolak memberikan pernyataan pendaftaran bagi konsultan aktuaria, akuntan publik, penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa kepada perusahaan perasuransian; 4. membatalkan pernyataan pendaftaran bagi konsultan aktuaria, akuntan publik, penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa kepada perusahaan perasuransian; 5. mewajibkan perusahaan perasuransian menyampaikan laporan secara berkala; 55 Ibid. 56 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Pasal 60 Ayat 2. Universitas Sumatera Utara 6. melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan perasuransian dan pihak lain yang sedang atau pernah menjadi pihak terafiliasi atau memberikan jasa kepada perusahaan perasuransian; 7. menetapkan pengendali dan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah; 8. menyetujui atau mencabut persetujuan suatu pihak menjadi pengendali perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah; 9. mewajibkan suatu pihak untuk berhenti menjadi pengendali dan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah; 10. melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama, dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor internal, dan pengendali; 11. menonaktifkan direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama, danatau dewan pengawas syariah, dan menetapkan pengelola statuter; 12. memberi perintah tertulis kepada: a. pihak tertentu untuk membuat laporan mengenai hal tertentu, atas biaya perusahaan perasuransian dan disampaikan kepada OJK; b. perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah untuk mengalihkan sebagian atau seluruh portofolio pertanggungannya kepada perusahaan asuransi, Universitas Sumatera Utara perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah lain; c. perusahaan perasuransian untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu guna memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian; d. perusahaan perasuransian untuk memperbaiki atau menyempurnakan sistem pengendalian intern untuk mengidentifikasi dan menghindari pemanfaatan perusahaan perasuransian untuk kejahatan keuangan; e. perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah untuk menghentikan pemasaran produk asuransi tertentu. yang dimaksud produk asuransi tertentu yang dapat diberhenyikan pemasarannya adalah produk asuransi yang dapat merugikan pemegang polis, tertanggung, atau peserta, produk yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan norma yang berlaku di masyarakat, danatau produk yang dapat membahayakan keuangan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi; dan f. perusahaan perasuransian untuk menggantikan seseorang dari jabatan atau posisi tertentu, atau menunjuk seseorang dengan kualifikasi tertentu untuk menempati jabatan atau posisi tertentu, dalam hal orang tersebut tidak kompeten, tidak memenuhi kualifikasi tertentu, tidak berpengalaman, atau melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perasuransian; 13. mengenakan sanksi kepada perusahaan perasuransian, pemegang saham, direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham, direksi, Universitas Sumatera Utara dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama, dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, danatau auditor internal; dan 14. melaksanakan kewenangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pemeriksaan yang dimaksud pada huruf f dilakukan secara berkala danatau sewaktu-waktu. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan di kantor perusahaan perasuransian danatau pemeriksaan di kantor OJK. Pemeriksaan di kantor perusahaan perasuransian dapat dilakukan terhadap seluruh aspek penyelenggaraan kegiatan usaha perusahaaan perasuransian danatau terhadap aspek tertentu dari penyelenggaraan kegiatan usaha perusahaan perasuransian. Sedangkan pemeriksaan di kantor OJK dilakukan hanya terhadap aspek tertentu dari penyelenggaraan kegiatan usaha perusahaan perasuransian. Pemeriksaan di kantor OJK dapat ditindaklanjuti dengan pemeriksaan di kantor perusahaan perasuransian apabila: 1. data, dokumen, danatau keterangan dari perusahaan perasuransian yang diberikan tidak dapat memberikan dasar yang cukup bagi pegawai OJK danatau pihak lain yang ditunjuk oleh OJK yang melakukan pemeriksaan di kantor OJK untuk membuat kesimpulan atas hasil pemeriksaan di kantor OJK; danatau 2. adanya tanggapan perusahaan perasuransian yang diperiksa terhadap kesimpulan hasil pemeriksaan di kantor OJK. 57 Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan pihak lain untuk dan atas nama OJK melakukan pemeriksaan. Pihak lain yang dimaksudkan adalah badan, 57 Ibid., Penjelasan Pasal 61. Universitas Sumatera Utara lembaga, institusi, atau orang, baik dari dalam maupun luar OJK. Pihak tersebut antara lain akuntan publik, konsultan aktuaria, penilai kerugian, pejabat penyidik pegawai negeri sipil danatau pejabat penyidik Kepolisian Republik Indonesia. Untuk tujuan pemeriksaan, anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang setara dengan anggota direksi dan anggota dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama, dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor internal, pegawai lain, pemegang saham, pengendali, pihak terafiliasi, dan pihak yang menerima pengalihan sebagian fungsi dalam penyelenggaraan usaha untuk kepentingan perusahaan perasuransian wajib memberikan keterangan danatau data, kesempatan untuk melihat semua pembukuan, catatan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dan hal lain yang diperlukan oleh pemeriksa. Termasuk juga kepada pihak yang pernah menjabat sebagai pejabat yang tersebut diatas. 58 Perintah tertulis sebagaimana dimaksud huruf l diberikan dalam hal OJK berkesimpulan bahwa perusahaan perasuransian: 59 1. menjalankan kegiatan usahanya dengan cara tidak hati-hati dan tidak wajar atau tidak sehat secara finansial; 2. diperkirakan akan mengalami keadaan keuangan yang tidak sehat atau akan gagal memenuhi kewajibannya; 3. melanggar peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian; danatau 4. terlibat kejahatan keuangan. Perintah tertulis diatas juga dapat diberikan kepada pengendali dan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau 58 Ibid., Pasal 61. 59 Ibid.,Pasal 66. Universitas Sumatera Utara perusahaan reasuransi syariah.Ketentuan ini didasarkan bahwa pengendali mempunyai peran penting, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat mempengaruhi pengelolaan atau kebijakan suatu perusahaan perasuransian.Perusahaan perasuransian danatau pengendali dari perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah wajib mematuhi perintah tertulis yang diberikan oleh OJK tersebut. Perintah tertulis tidak dapat dijadikan alasan oleh pihak yang melakukan perjanjian dengan perusahaan perasuransian untuk membatalkan atau menolak perjanjian, menghindari kewajiban yang ditentukan di dalam perjanjian, atau melakukan hal apa pun yang dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan perasuransian. Pihak yang dimaksud diatas berhak mendapatkan ganti kerugian dari perusahaan perasuransian apabila menderita kerugian yang disebabkan oleh perintah tertulis yang diberikan kepada perusahaan perasuransian.Ketentuan ini tidak berlaku apabila pihak yang bersangkutan merupakan pihak terafiliasi atau pihak yang terkait dengan keadaan yang menyebabkan dikeluarkannya perintah tertulis tersebut oleh OJK. 60 1. Pemeriksaan langsung dilakukan oleh pemeriksa berdasarkan surat perintah pemeriksaan langsung yang diterbitkan oleh OJK. Pengaturan tata cara pemeriksaan terhadap LKBN diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11POJK.052014 Tentang Pemeriksaan Langsung Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank untuk selanjutnya disebut POJK pemeriksaan langsung, terdapat dalam Pasal 8 yang berisi seperti berikut: 60 Ibid. Universitas Sumatera Utara 2. Pemeriksa wajib menyampaikan surat perintah pemeriksaan langsung kepada perusahaan asuransi. 3. Sebelum dilakukan pemeriksaan langsung OJK menyampaikan surat pemberitahuan pemeriksaan langsung kepada perusahaan asuransi. 4. Surat pemberitahuan pemeriksaan langsung memuat informasi sebagai berikut: a. nomor dan tanggal surat perintah pemeriksaan langsung; b. nama pemeriksa; c. tujuan pemeriksaan langsung; d. jangka waktu pemeriksaan langsung; e. dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pemeriksaan langsung; dan f. batas waktu penyampaian dokumen kepada pemeriksa. 5. OJK dapat menyampaikan surat pemberitahuan pemeriksaan langsung kepada perusahaan asuransi pada hari yang sama dengan pelaksanaan pemeriksaan langsung apabila pemberitahuan sebelum pelaksanaan pemeriksaan langsung diduga akan mempersulit atau menghambat proses pemeriksaan langsung, atau akan memungkinkan dilakukannya tindakan untuk mengaburkan keadaan yang sebenarnya atau menyembunyikan atau menghilangkan data, keterangan, atau laporan yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan langsung. Pemeriksa wajib menyampaikan laporan hasil pemeriksaan langsung sementara kepada perusahaan asuransi paling lambat 30 tiga puluh hari kerja setelah pemeriksaan langsung berakhir. Perusahaan asuransi dapat menyampaikan tanggapan atas laporan hasil pemeriksaan langsung sementara paling lambat 15 Universitas Sumatera Utara lima belas hari kerja sejak tanggal diterimanya surat penyampaian laporan hasil pemeriksaan langsung sementara oleh perusahaan asuransi. Pemeriksa dan perusahaan asuransi dapat mengadakan pertemuan untuk membahas laporan hasil pemeriksaan langsung sementara. Pertemuan harus diselesaikan paling lambat 30 tiga puluh hari kerja sejak tanggal diterimanya surat penyampaian laporan hasil pemeriksaan langsung sementara oleh perusahaan asuransi. 61 Jika tidak ada pertemuan dalam rangka pembahasan laporan hasil pemeriksaan langsung sementara, penyampaian laporan pemeriksaan langsung final harus dilakukan paling lambat 15 lima belas hari kerja sejak berakhirnya batas waktu penyampaian tanggapan perusahaan asuransi atas laporan hasil pemeriksaan langsung sementara. Namun, dalam hal terdapat pertemuan dalam rangka pembahasan laporan hasil pemeriksaan langsung sementara, penyampaian laporan pemeriksaan langsung final harus dilakukan paling lambat 15 lima belas hari kerja sejak tanggal pertemuan tersebut. 62 Setelah laporan hasil pemeriksaan langsung final sudah disampaikan perusahaan asuransi wajib melakukan langkah-langkah tindak lanjut sesuai rekomendasi yang terdapat dalam laporan hasil pemeriksaan.Laporan hasil pemeriksaan yang diterbitkan OJK dapat memuat kewajiban bagi perusahaan asuransi untuk menyampaikan laporan pelaksanaan langkah-langkah tindak lanjut hasil pemeriksaan kepada OJK.Apabila laporan hasil pemeriksaan tidak menyebutkan secara spesifik mengenai batas waktu kewajiban pelaporan tersebut, 61 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 POJK.052014 Tentang Pemeriksaan Langsung Lembaga Keuangan Non-Bank, Pasal 9. 62 Ibid.,Pasal 10. Universitas Sumatera Utara perusahaan asuransi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan paling sedikit setiap bulan. 63 Kewajiban melaporkan pelaksanaan langkah-langkah tindak lanjut berakhir apabila OJK menilai bahwa perusahaan asuransi telah melaksanakan langkah-langkah tindak lanjut. Penilaian OJK disampaikan kepada lembaga jasa keuangan non-bank melalui surat. OJK melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan tindak lanjut perusahaan asuransi sebagai bagian dari kegiatan pengawasan terhadap perusahaan asuransi. 64 1. peringatan tertulis; Otoritas Jasa Keuangan berwenang memberikan sanksi administratif kepada perusahaan asuransi apa bila perusahaan tersebut tidak menjalankan kewajiban pemeriksaan kepada OJK, sanksi tersebut diberikan berdasarkan jenis dan tingkat pelanggaran yang dilakukan perusahaan asuransi. Sanksi-sanksi tersebut terdiri dari: 2. denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; 3. kewajiban bagi direksi atau yang setara pada Lembaga Jasa Keuangan Non- Bank untuk menjalani penilaian kemampuan dan kepatutan ulang; 4. pembatasan kegiatan usaha, untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha; 5. pembekuan kegiatan usaha; dan 6. pencabutan izin kegiatan usaha. 65 Sanksi pada angka 2, 3, 4, 5 atau angka 6 dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi peringatan tertulis.Sanksi denda dapat dikenakan secara tersendiri atau secara bersama-sama dengan pengenaaan 63 Ibid.,Pasal 11. 64 Ibid. 65 Ibid.,Pasal 11. Universitas Sumatera Utara sanksi.Besaran sanksi denda ditetapkan OJK berdasarkan ketentuan tentang sanksi administratif berupa denda yang berlaku untuk setiap sektor jasa keuangan.OJK dapat mengumumkan pengenaan sanksi administratif kepada masyarakat. 66 Perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dikenai sanksi peringatan tertulis atau pembatasan kegiatan usaha, OJK dapat memerintahkan: 67 1. penambahan modal; 2. penggantian direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama, dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, atau auditor internal; 3. direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hokum berbentuk koperasi atau usaha bersama, danatau dewan pengawas syariah menyerahkan pengendalian dan pengelolaan kegiatan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah kepada pengelola statuter; 4. perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah mengalihkan sebagian atau seluruh portofolio pertanggungan kepada perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah lain; danatau 5. perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah melakukan tindakan yang dinilai dapat 66 Ibid.,Pasal 14. 67 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Pasal 72. Universitas Sumatera Utara mengatasi kesulitan atau tidak melakukan tindakan yang dinilai dapat memperburuk kondisi perusahaan. Apabila perusahaan asuransi tidak dapat mengatasi kesulitan yang dihadapinya, OJK dapat mencabut izin usaha perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah.Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta instansi yang berwenang untuk memblokir sebagian atau seluruh kekayaan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang sedang dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha karena tidak memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas atau dicabut izin usahanya.Pencabutan blokir terhadap sebagian atau seluruh kekayaan dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari OJK. 68 Otoritas Jasa Keuangan dapat meninaktifkan direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama, danatau dewan pengawas syariah, apabila perusahaan asuransi telah dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha, perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya atau akan menghentikan pelunasan kewajiban yang jatuh tempo, melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan UU Perasuransian atau perusahaan asuransi memfasilitasi danatau melakukan kejahatan keuangan. Maka OJK dapat menunjuk pengelola statuter untuk mengambil alih seluruh kewenangang direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama, danatau dewan pengawas 68 Ibid.,Pasal 72 Ayat 2 - Ayat 4. Universitas Sumatera Utara syariah menjalankan perusahaan asuransi tersebut sampai batas waktu yang ditentukan oleh OJK. 69

C. Independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam Pengawasan Industri Perasuransian