Latar Belakang Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam Proyek Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ( Studi Putusan No. 64/ Pid.Sus. K/ 2013/ PN.Mdn)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD berperan untuk mendorong percepatan pembangunan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi rakyat sehingga rakyat dapat hidup dengan makmur dan sejahtera. Namun demikian, harapan peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat masih belum sepenuhnya tercapai. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator atau tolak ukur kesejahteraan yang relatif masih buruk seperti tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran yang tinggi, kesenjangan pendapatan yang tinggi, dan lain sebagainya. Di Indonesia, salah satu penyebab belum tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah masih mewabahnya penyakit korupsi. Korupsi tidak saja merugikan keuangan negara danatau perekonomian negara, tetapi juga mengakibatkan terhambatnya pembangunan nasional. Anggaran yang seharusnya dipergunakan untuk pembangunan jalan, gedung sekolah, rumah sakit, puskesmas, sarana olahraga, dan lain sebagainya dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasaranana pelayanan publik kini telah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, keluarga, ataupun kelompok tertentu dengan cara berbuat korupsi sehingga rakyat jauh dari kata sejahtera. Korupsi terjadi secara sistematis dan meluas, tidak hanya merugikan keuangan dan perekonomian negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap Universitas Sumatera Utara hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga digolongkan sebagai extraordinary crime sehingga pemberantasannya harus dilakukan dengan cara yang luar biasa. Dampak dari tindak pidana korupsi selama ini, selain merugikan keuangan dan perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi. 1 Salah satu lahan korupsi yang paling subur dan sistemik adalah di bidang pengadaan barangjasa pemerintah. Sektor ini memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membangun kekuatan ekonomi di suatu negara, dan juga rentannya sektor ini terhadap resiko mal administrasi dan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara. Sepanjang berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, tidak kurang 50 lima puluh perkara yang terkait penyimpangan pengadaan barangjasa pemerintah di mana perkara-perkara tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar 35 tiga puluh lima persen dari total nilai proyeknya. 2 Tidak banyak bidang yang menimbulkan godaan atau membuka peluang demikian besar untuk korupsi seperti pengadaan barang dan jasa. Setiap tingkat dalam administrasi pemerintahan dan setiap lembaga pemerintahan membeli barang dan jasa, dan kuantitas dan nilainya seringkali tidak masuk akal besarnya. 3 1 Marwan Effendy, Pemberantasan Korupsi dan Good Governance, Jakarta: Timpani Publishing, 2010, hlm. 77-78. Sistem pengadaan di Indonesia secara luas diyakini merupakan sumber utama bagi kebocoran anggaran, yang memungkinkan korupsi dan kolusi yang memberi 2 http:pantaupengadaan.orgfilesLaporan20Kajian20Korupsi20Pengadaan20dan 20Rekomendasi20Sanksi.pdf , Laporan Kajian Korupsi Pengadaan dan Rekomendasi Sanksi, hlm. 76, diakses tanggal 29 Februari 2016 Pukul 21.00 Wib. 3 Transparency International Indonesia, Strategi Memberantas Korupsi Elemen Sistem Integritas Nasional, Jakarta: Yayasan Obor Rakyat, 2003, hlm. 378. Universitas Sumatera Utara sumbangan besar terhadap kemerosotan pelayanan jasa bagi rakyat Indonesia. Besarnya pengadaan mengesankan skala potensial masalah tersebut. 4 Korupsi sebagai sebuah kejahatan pada masa kini dapat diibaratkan seperti penyakit mematikan yang tidak kunjung disembuhkan. Korupsi didalam pemerintahan khususnya, seperti korupsi pengadaan barangjasa procurement public procurement menyerap anggaran sedikit demi sedikit dan secara perlahan dan pasti telah menghabiskan anggaran negara yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan rakyat. Akibatnya, berbagai fasilitas dan akses masyarakat akan kebutuhan tertentu tidak mampu diakomodasi oleh pemerintah secara maksimal. 5 Merujuk pada data Indonesia Corruption Watch ICW menunjukkan 70 persen praktik korupsi berakar dari sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch ICW, dari 560 kasus korupsi sepanjang 2013 dengan angka kerugian negara sebesar Rp. 7,3 Triliun, 40,7 persen 228 kasus merupakan kasus yang berkaitan dengan korupsi dalam sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah. Lebih lanjut, dari 1271 tersangka, sekitar 47,6 persen 605 orang merupakan tersangka korupsi pengadaan barang dan jasa. Fakta lain, berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja KPK 2014, penanganan berdasarkan jenis perkara menunjukkan dari 58 perkara korupsi sepanjang 2014, 15 diantaranya kasus korupsi pengadaan barang dan jasa. Sisanya berupa 5 kasus 4 World Bank Office Jakarta, Memerangi Korupsi di Indonesia Memperkuat Akuntabilitas Untuk Kemajuan, Jakarta: World Bank Office Jakarta, 2003, hlm. 87. 5 http:pantaupengadaan.orgfilesLaporan20Kajian20Korupsi20Pengadaan20dan 20Rekomendasi20Sanksi.pdf , Laporan Kajian Korupsi Pengadaan dan Rekomendasi Sanksi, op.cit, hlm. 76, diakses tanggal 29 Februari 2016 Pukul 21.00 Wib. Universitas Sumatera Utara korupsi perizinan, 20 untuk penyuapan, 6 pungutan, 4 penyalahgunaan anggaran, 5 pencucian uang, dan 3 kasus merintangi pemeriksaan KPK. 6 Sementara itu, menurut data yang dihimpun oleh Transparency International Indonesia, jumlah pengadaan barang dan jasa di lembaga pemerintah rata-rata mencapai sekitar 15-30 dari Penghasilan Kotor Dalam Negeri Gross Domestic ProductGDP. Banyaknya pengadaan barang dan jasa di lembaga- lembaga pemerintah, merupakan peluang yang menggiurkan dan tentunya meningkatkan resiko terjadinya korupsi. Besarnya kerugian akibat korupsi diperkirakan mencapai 10-25 pada skala normal. Dalam beberapa kasus kerugian yang ditimbulkan mencapai 40-50 dari nilai kontrak. 7 Dalam konteks pengadaan barang dan jasa, masih banyak pihak yang senang menyuap danatau disuap, menunjuk langsung penyedia barangjasa tanpa argumentasi yang valid, melakukan kolusi untuk memenangkan perusahaan tertentu, juga mengatur proses lelang pengadaan barangjasa untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok sendiri dengan merugikan orang lain. 8 Berkaitan dengan korupsi dalam pengadaan, Robert Klitgaard,Dkk berkata bahwa jenis-jenis utama korupsi adalah kolusi dalam lelang biayaharga menjadi tinggi bagi Pemerintah Daerah, dan pejabat bisa mendapat bagian dari pembayaran, bisa juga tidak, komisi dari pemasok agar persaingan dalam pengadaan barang dan jasa dapat “diatur”, dan suap bagi pejabat yang berwenang 6 http:nasional.sindonews.com , Perang Melawan Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa, diakses pada tanggal 27 Februari 2016 pkl. 13.58 Wib. 7 http:ti.or.idpublikasibukuhandbook_ina.pdf , Mencegah Korupsi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Publik, hlm. 1, Diakses Tanggal 29 Februari 2016 Pukul 21.30 Wib. 8 Suswinarno, Mengantisipasi Resiko Dalam Pengadaan BarangJasa Pemerintah, Jakarta: Visimedia, 2013, hlm. Vii. Universitas Sumatera Utara mengatur perilaku pemenang tender mengizinkan kenaikan biaya dan perubahan pada spesifikasi kontrak meski sebenarnya tidak perlu. 9 Sebagai kejahatan yang struktural, korupsi di pengadaan sesungguhnya bukanlah kejahatan yang berdiri sendiri. Tahapan korupsi dilakukan sejak di penganggaran, lelang, hingga pelaksanaan kegiatan pengadaan. Walaupun audit investigasi BPK hanya dilakukan terhadap proyek yang telah berjalan, pola dan tahapan korupsinya mengindikasikan bahwa proyek ini bermasalah sejak diproses penganggaran. 10 Korupsi merupakan salah satu kejahatan kerah putih white collar crime atau kejahatan berdasi. Berbeda dengan kejahatan konvensional yang melibatkan para pelaku kejahatan jalanan street crime, blue collar crime, blue jeans crime, terhadap white collar crime ini, pihak yang terlibat adalah mereka yang merupakan orang-orang terpandang dalam masyarakat dan biasanya berpendidikan tinggi. 11 9 Robert Klitgaard,dkk, Penuntun Pemberantasan Korupsi Dalam Pemerintahan Daerah, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, hlm. 134-135. 10 Russel Butarbutar, Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Dibidang Konstruksi, Bekasi: Gramata Publishing, hlm. 10. 11 H. Jawade Hafidz Arsyad, Korupsi Dalam Perspektif HAN, Jakarta: Sinar Grafika, 2013, hlm. 1. Hal yang sama juga terjadi dalam korupsi pengadaan barang dan jasa pemerintah, dimana para pelakunya juga merupakan orang-orang yang terpandang, berpendidikan tinggi, serta mempunyai status sosial yang terpandang di masyarakat karena dalam pengadaan barang dan jasa sudah barang tentu melibatkan para pejabat baik di pusat ataupun di daerah, serta pihak rekanan sebagai penyedia barang dan jasa. Universitas Sumatera Utara Dasar hukum tentang pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan pemerintah pada dasarnya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yakni Peraturan Presiden Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah Juncto Perpres Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan atas PerpresNomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah Juncto Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah Juncto Perpres Nomor 172 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah Juncto Perpres Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah. Dalam Perpres tersebut telah dimuat suatu pakta integritas, yaitu suatu surat pernyataan yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme KKN dalam pengadaan barang dan jasa. Akan tetapi data dan fakta menunjukkan hingga kini korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah masih merupakan salah satu korupsi yang paling subur. Dewasa ini, negara kita telah memiliki Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Semua perangkat hukum yang ada ternyata belum juga mampu memberantas korupsi sehingga Presiden Republik Indonesia menginstruksikan percepatan pemberantasan tindak pidana korupsi melalui Inpres Nomor 5 tahun 2004, tetapi Universitas Sumatera Utara faktanya, korupsi dalam bidang pengadaan barangjasa pemerintah terus meningkat. 12 Berbicara mengenai pertanggungjawaban dalam korupsi pengadaan barang dan jasa akan terkait dengan kapan seseorang terbukti melakukan penyimpangan Salah satu kasus korupsi dalam pengadaan barangjasa pemerintah adalah kasus korupsi pengadaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir atas nama Terdakwa dr. Haposan Siahaan, M.Kes. Putusan PN Medan No. 64 Pid.Sus.K 2013 PN.Mdn” dimana Terdakwa oleh Majelis Hakim dihukum melanggar Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ditinjau dari instrumen hukumnya, Indonesia telah memiliki banyak Perundang-Undangan dalam rangka untuk memberantas korupsi diantaranya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Akan tetapi, walaupun sudah banyak aturan hukum untuk memberantas korupsi, tetapi belum juga dapat menyelesaikan permasalahan korupsi di negara ini khususnya korupsi dibidang pengadaan barang dan jasa. Yang lebih mengkhawatirkan adalah aktor-aktor atau pelaku yang sebenarnya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sangat susah untuk dibawa ke muka hukum. 12 Russel Butarbutar, op.cit, hlm. 12-13. Universitas Sumatera Utara dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa menjadi pertanggungjawaban jabatan dan kapan menjadi pertanggungjawaban pribadi atau pertanggungjawaban pidana. 13

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengadaan Barang Yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara Ditinjau Dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi ( Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19/Pid.Sus.K/2014/PT.MDN)

6 100 148

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Boyolali No. 142/Pid.Sus/2011/Pn-Bi)

5 92 87

Praktek Persekongkolan Tidak Sehat Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Dikaitkan Dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pembeantasan Tindak Pidana Korupsi

4 90 101

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan MA No. 1384 K/PID/2005)

1 65 124

Analisis Tentang Tindak Pidana Korupsi Dalam Penyalahgunaan Wewenang Proyek Pengadaan Barang

1 40 2

Analisis Tentang Tindak Pidana Korupsi Dalam Penyalahgunaan Wewenang Proyek Pengadaan Barang Dan Jasa Di PTPPN II Medan, Studi Kasus Putusan No. 411/Pid.K/2003/PN-Lubuk Pakam

1 41 181

Penerapan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Narkotika ( Studi Putusan No. 847/Pid.B/2013/PN.MDN)

2 58 104

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pelaku Tindak Pidana Perusakan dan Pencemaran Lingkungan (Studi Putusan MA RI No. 755K/PID.SUS/2007)

1 50 100

Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah (Studi Putusan Hakim No. 945/PID.B/2010/PN.TK)

0 4 71

Praktek Persekongkolan Tidak Sehat Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Dikaitkan Dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pembeantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 35