II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka Minyak Goreng
Minyak goreng merupakan salah satu bahan kebutuhan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, baik yang berada di pedesaan maupun
di perkotaan. Oleh karena itu, minyak goreng dapat pula dikategorikan sebagai komoditas yang cukup strategis, karena pangalaman selama ini menunjukkan
bahwa kelangkaan minyak goreng dapat menimbulkan dampak ekonomis dan politis yang cukup berarti bagi perekonomian Amang, dkk, 1996.
Menurut Amang 1993, minyak goreng dapat dibuat dari berbagai macam bahan baku, diantaranya adalah kelapa sawit, kelapa, kacang-kacangan, bunga matahari
dan bahan baku lainnya. Penggunaan minyak goreng berbahan baku kelapa sawit semakin mendominasi pengolahan minyak goreng setelah sempat dipegang oleh
kelapa sebagai bahan baku minyak goreng di Indonesia.
Minyak sawit terutama dikenal sebagai bahan mentah minyak dan lemak pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, margarin dan minyak makan
lainnya. Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh yang ikatan molekulnya mudah dipisahkan dengan alkali, sehingga mudah
dibentuk menjadi produk yang lebih variatif Amang, dkk, 1996.
Dan penggunaan minyak goreng sawit hampir secara penuh menggantikan minyak goreng kelapa yang sebelumnya mendominasi jumlah konsumsi minyak goreng di
Indonesia. Hal ini dapat dilihat di Tabel 1 Konsumsi Minyak Goreng Kota Medan. Tabel 1. Konsumsi Minyak Goreng di Kota Medan
Tahun Konsumsi grkapitabulan
Minyak kelapa Minyak sawit
1991 304,8
575,4 1992
236,1 578,7
1993 176,1
765,3 1994
189,6 882,3
1995 50.1
864,6 1996
266.4 711,9
1997 213,6
1549,2 1998
222,6 1444,2
1999 219,3
449,1 2000
137,1 439,5
2001 108,3
444,6 2002
1500 1500
2003 240
1620 2004
750 2005
750
Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2006
Dapat dilihat dari tabel diatas perbandingan jumlah konsumsi minyak goreng sawit dan minyak goreng kelapa, dimana jumlah konsumsi minyak goreng sawit
meningkat setiap tahunnya dan jumlah konsumsi minyak goreng kelapa semakin menurun. Bahkan ditahun 2004 dan 2005 kelapa sawit secara penuh
menggantikan minyak goreng kelapa dimana jumlah konsumsi minyak goreng sawit sebanyak 750 GrKapBulan dan minyak kelapa 0 GrKapBulan.
Penawaran Minyak Goreng Curah di Pasar Tradisional
Di pasar tradisional, penjual menyediakan minyak goreng curah dan minyak goreng bermerk. Tetapi, penjual minyak goreng curah jauh lebih banyak
dibandingkan dengan yang bermerk. Minyak goreng curah umumnya dijual dalam satuan
kilogram, sedangkan minyak goreng bermerk dalam dua literan Badan Ketahanan Pangan, 2007.
Pada saat hari-hari besar, harga minyak goreng baik curah maupun bermerk mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu bisa mencapai Rp 10.000,-
kg nya untuk minyak goreng curah ataupun Rp 24.000,-2 liter nya untuk minyak goreng bermerk. Hal ini disebabkan oleh permintaan akan minyak goreng yang
meningkat, maka akan menyebabkan kenaikan harga pada minyak goreng tersebut Badan Ketahanan Pangan, 2007.
Penjual minyak goreng curah maupun bermerk akan memberikan diskriminasi harga terhadap pembeli yang membeli dalam jumlah banyak atau yang membawa
tempat minyaknya sendiri serta pembeli yang sudah menjadi langganan tetap di pasar tradisional tersebut Ernawaty, M, 2007.
Peran Pemerintah Terhadap Stabilisasi Harga Minyak Goreng
Minyak goreng merupakan salah satu dari kebutuhan yang primer bagi rumah tangga. Namun demikian pergerakan harga minyak goreng sulit ditebak. Hal ini
menyebabkan konsumen rumah tangga menjadi terganggu. Jika harga minyak
goreng semakin tinggi tentu saja akan banyak rumah tangga yang berteriak Nugroho, 2009.
Dalam hal ini peran pemerintah sangat diperlukan dalam hal membuat suatu kebijakan dengan upaya stabilisasi harga minyak goreng. Saat ini kebijakan yang
telah dibuat oleh pemerintah adalah Domestic Market Obligation DMO, pajak ekspor PE, pajak pertambahan nilai yang ditanggung pemerintah PPN-DTP,
operasi pasar hingga program kebijakan MINYAKITA Irawan, 2008.
Kebijakan Domestic Market Obligation DMO sebagai salah satu kebijakan pemerintah dalam menstabilkan harga minyak goreng dilakukan pemerintah
dengan mewajibkan produsen CPO dan minyak goreng untuk mengalokasikan produksinya pada harga tertentu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam
negeri Susila,2007.
Menurut Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu program MINYAKITA merupakan program kerjasama antara pemerintah dengan produsen minyak
goreng nasional untuk menyediakan produk minyak goreng kemasan sederhana yang higienis dan terjangkau bagi masyarakat. Latar belakang pemerintah
melaksanakan program MINYAKITA adalah masih banyaknya penjualan minyak goreng yang dilakukan dalam keadaan curah, dimana kondisi sanitasi, higienitas,
dan keamanannya masih sangat rendah. Atas dasar tersebut pemerintah menetapkan kebijakan program ini untuk mencapai dua tujuan utama, yaitu
meningkatkan keamanan pangan serta menjaga stabilisasi harga minyak goreng di pasar domestik.
2.2 Landasan Teori