dan pengaruh di dalam organisasi mengurangi efektivitas partisipasi. Hal ini disebabkan biasanya orang yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi akan
mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam proses penetapan sasaran.
2.1.6. Kinerja Manajerial
Sangat sulit dalam membuat suatu pengertian yang baku tentang kinerja performance, karena kinerja ini tidak dapat diukur secara pasti. Kinerja hanya dapat
diberi batasan secara abstrak dan penjabarannya diperlukan kejelian dan ketelitian yang tinggi. Kesulitan dalam menilai kinerja seseorang terletak pada sudut pandang
yang berbeda antara seseorang dengan orang lainnya. Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang di dalam melaksanakan
pekerjaan Frucot dan Shearon, 1991. Pada organisasi yang menggunakan desentralisasi ke unit-unit yang dibentuknya, pencapaian kinerja unit diharapkan
dapat mempengaruhi kinerja secara keseluruhan. Dengan asumsi strategi yang diterapkan pada sub unit, sesuai dengan situasi dan kondisi eksternal dan internal
di lingkungan organisasi tersebut Mia dan Clarke, 1998. Supomo 1998 mendefinisikan kinerja adalah sebagai sesuatu yang dicapai,
prestasi yang diperlihatkan, dan kemampuan kerja. Berdasarkan pengertian ini jelaslah bahwa kinerja dapat dilihat dan diukur dari berbagai sudut jika dihubungkan
dengan pengertian prestasi yang diperlihatkan. Prestasi kantor dinas pemerintahan dapat dilihat dari tingkat penyelesaian tugas-tugas pengayoman masyarakat.
Jika pekerjaan dan tugas-tugas penting sudah digambarkan, kriteria kinerja dapat dikembangkan. Kriteria adalah dimensi-dimensi pengevaluasian kinerja
Universitas Sumatera Utara
seseorang pemegang jabatan, suatu tim, suatu unit kerja. Secara bersama-sama, dimensi-dimensi itu merupakan harapan kinerja yang berusaha dipenuhi individu dan
tim guna mencapai strategi organisasi. Randall 1999: 11 mengemukakan diperlukan tiga jenis dasar kriteria kinerja
yang lazim diketahui untuk dapat menilai kinerja sesorang. Pertama, kriteria berdasarkan sifat. Kriteria ini memusatkan diri pada karakteristik pribadi seorang
karyawan loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi dan keterampilan memimpin merupakan sifat-sifat yang sering dinilai. Jenis kriteria ini memusatkan
diri pada bagaimana seseorang, bukan pada apa yang dicapai atau tidak dicapai seseorang dalam pekerjaan.
Meskipun instrumen-instrumen penilaian berdasarkan sifat dapat diciptakan dengan mudah, instrumen-instrumen itu mungkin bukan indikator kinerja pekerjaan
yang valid. Menurut penulis yang dinilai sebagai kinerja harus dikaitkan langsung dengan pekerjaan. Hal ini didukung oleh pendapat para ahli yang menyatakan bahwa
hubungan antara sifat dan kinerja terlalu lemah, atau paling tidak sulit ditetapkan secara jelas karena sifat sulit didefinisikan. Bagi satu orang, keandalan berarti datang
dan pulang dari kantor tepat waktu setiap hari, bagi orang lain bisa berarti bekerja sampai larut bila pimpinan memintanya, bagi orang ketiga, bisa berarti tidak
memanfaatkan waktu istirahat. Karena soal itu, ukuran kinerja berdasarkan sifat umumnya tidak dapat diandalkan.
Kedua, kriteria berdasarkan perilaku terfokus pada bagaimana pekerjaan dilaksanakan. Kriteria semacam ini penting sekali bagi pekerjaan yang membutuhkan
Universitas Sumatera Utara
hubungan antar personal. Karena organisasi berjuang menciptakan suatu budaya dimana keragaman dihargai dan dihormati, kriteria keperilakuan terbukti bermanfaat
untuk memantau apakah para pekerja mencurahkan cukup banyak usaha untuk mengembangkan diri. Ketiga, dengan makin ditekankan produktivitas, kriteria
berdasarkan hasil semakin populer. Kriteria ini berfokus pada apa saja yang telah berhasil dicapai atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu dicapai atau
dihasilkan. Kriteria ini sering dikritik karena meninggalkan aspek-aspek kritis pekerjaan yang penting seperti kualitas, yang mungkin sulit dikuantifikasi.
Tanpa memandang tipe kriteria mana yang diukur dalam proses penilaian, sistem manajemen kinerja menjadi strategis sejauh kriteria-kriteria ini dihubungkan
secara jelas dengan sasaran organisasi. Hubungan ini hampir selalu membutuhkan lompatan inferensial bersifat keputusan.
Aspek penting dalam organisasi pemerintah dalam pengukuran kinerja, yang perlu diperhatikan adalah efisiensi, efektif, dan ekonomis. Menurut Mardiasmo
2002, Efisiensi adalah rasio output terhadap input. Efektif merupakan hubungan antara output yang dihasilkan dengan tujuan yang ditetapkan. Semakin besar
kontribusi output yang dihasilkan oleh sub unit pada objek unit, maka sub unit tersebut dikatakan efektif. Ekonomis merupakan perbandingan input dengan input
value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Menurut Covin dan Slevin 1988 yang dikutip dari Miah dan Mia 1996,
menyatakan bahwa penilaian kinerja dengan menggunakan persepsi atas kinerja dari individu yang terlibat pada aktivitas organisasi dapat berfungsi sebagai substitusi dari
Universitas Sumatera Utara
pengukuran kinerja atas data sebenarnya. Hal ini yang mendasari penggunaan item kuesioner pada penelitian Miah dan Mia 1996.
Tim studi pengembangan sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah AKIP, yang dibentuk Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan BPKP dalam rangka
membuat panduan tentang penerapan good governance pada organisasi sektor publik di Indonesia, mendefinisikan kinerja sebagai kondisi yang harus diketahui dan
diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi, dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta
mengetahui dampak positif dan negatif suatu kebijakan operasional yang diambil LAN dan BPKP, 2000.
Gul 1991, yang dikutip dari buku petunjuk pengukuran kinerja instansi pemerintah, menyatakan bahwa pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan
mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi mission accomplisment, melalui hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun suatu
proses. Ada beberapa hal yang berhubungan dengan kinerja, yaitu: sebagian
organisasi menghubungkan pembayaran dengan kinerja, sebagian lainnya menggunakan informasi kinerja terutama sebagai perangkat manajemen yang
digunakan secara kontinyu untuk meningkatkan operasi mereka, dan sebagian lain mengkaitkan pembelanjaan mereka dengan hasilnya. Organisasi yang paling
entrepreneurial berusaha untuk melakukan ketiga-tiganya Dunk dan Gaebler, 1989.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Review Penelitian Terdahulu