3. Klasifikasi Ketentuan Hukum tentang Pengupahan
Ketentuan perundang-undangan tentang pengupahan pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Bersifat membatasi Restrictive, yaitu:
1. Memberi batas minimum besarnya upah Upah Minimum
2. Membatasi waktu kerja
3. Membatasi jangka waktu penuntutan terhadap pembayaran
upah 4.
Membatasi besarnya pemberian tunjangan tetap sebagai upah disamping upah pokok, yakni maksimal 25 dua puluh lima
persen dari keseluruhan upah. b.
Bersifat Memberi Perangsang Incentive, yaitu: 1.
Pengaturan pemberian upah lembur untuk pekerjaan diluar jam kerja.
2. Pengaturan mengenai upah tetap, diberikan upah meskipun
pekerja tidak melakukan pekerjaan dengan alasan-alasan tertentu.
3. Pengaturan mengenai penetapan upah berdasarkan kebutuhan
hidup layak bagi pekerja.
Ketentuan-ketentuan di
atas dikatakan bersifat incentive karena bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja dari pekerja dengan
kesadaran adanya jaminan kepastian hukum yang melindungi hak mereka.
B. Tinjauan Umum tentang Sistem Hubungan Kerja PKWT 1. Syarat dan Ketentuan UU tentang Pengaturan PKWT
Pengertian perjanjian kerja tertentu atau lazim disebut dengan kesepakatan kerja tertentu ada ditentukan dalam Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Nomor 05Men1986 yang berbunyi “Kesepakatan Kerja Tertentu adalah kesepakatan kerja antara pekerja dengan pengusaha yang diadakan untuk waktu
tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.
38
Dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100MenVI2004 tentang Ketentuan Pelaksana Perjanjian Kerja Tertentu
disebutkan PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk
pekerja tertentu.
39
Sedangkan PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat
38
Pasal 1 huruf a Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05Men1986.
39
Pasal 1 huruf a Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100MenVI2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Tertentu.
tetap.
40
Berdasarkan ketentuan tersebut maka jelaslah bahwa PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu lazimnya disebut dengan perjanjian kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Status
pekerjaannya adalah pekerja tidak tetap atau pekerja kontrak. Sedangkan untuk perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tidak tertentu disebut dengan
perjanjian kerja tetap atau status pekerjaannya adalah pekerja tetap
a. Pengaturan PKWT dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Menimbulkan Perbedaan Tafsir
Alasan pemerintah melegalkan sistem kerja dengan PKWT adalah untuk menuntaskan masalah pengangguran. Hal ini dapat dilihat bahwa sistem PKWT
baru ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, walaupun dengan batasan-batasan yang tidak terlalu ketat.
Pada Undang-Undang sebelumnya yaitu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 Tentang Kerja dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969
tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, hubungan kerja tidak tetap tersebut tidak ada diatur, sebaliknya juga tidak ada dilarang. Sehingga kalau
terjadi hubungan kerja kontrak dikarenakan masyarakat menggunakannya sebagai suatu kebiasaan.
40
Pasal 1 huruf b Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP.100MenVI2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Tertentu.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan memberikan landasan yuridis yang lebih kuat dibandingkan dengan Undang-
Undang sebelumnya. Hal ini dapat terlihat bahwa PKWT terdapat pengaturan tersendiri dalam sub bab tentang hubungan kerja. Kemudian dibuatlah
peraturan pelaksanaannya yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100MENVI2004.
Pengaturan tentang PKWT dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menimbulkan pengertian ganda sekaligus
perbedaan tafsir dalam merumuskan tentang pekerjaan kontrak apakah menurut jangka waktunya atau menurut selesainya pekerjaan. Sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 56 ayat 2 dan Pasal 59 ayat 2. Pengertian ganda tersebut dapat dilihat dalam hal:
41
1. Jenis pekerjaan yang dapat dilakukan dengan PKWT. Apakah
pekerjaan menurut jangka waktu atau menurut selesainya pekerjaan. Menurut jangka waktu, tidak mempersoalkan apakah pekerjaan yang
dikerjakan oleh pekerja bersifat tetap atau tidak tetap. Banyak pekerjaan yang dilakukan dengan sistem PKWT namun bentuk
pekerjaannya adalah pekerjaan inti yang juga dilakukan pekerja yang berstatus tetap. Dengan kata lain batasan yang diberikan oleh Undang-
Undang tentang PKWT telah ditafsirkan secara sepihak oleh kalangan pengusaha yang hanya berpegang pada bunyi Pasal 56 ayat 2;
41
Agusmidah, Op.Cit, hlm. 339.
2. Aturan tentang pembaruan perjanjian Pasal 59 ayat 6 digunakan
sebagai dasar untuk terus menerus menggunakan pekerja kontrak meskipun pekerjaan yang dilakukan adalah jenis pekerjaan inti dan
tetap. Dalam hal ini pemerintah berkeinginan untuk memberikan kesempatan
bagi pengusaha yang akan menggunakan sistem kerja kontrak dengan lebih leluasa. Hal ini didukung oleh kondisi pasar kerja yang menyediakan banyak
tenaga kerja potensial sehingga mengganti pekerja lama dengan pekerja baru bukan hal yang sulit bagi pengusaha.
Untuk menghindari multitafsir ini maka perlu ditetapkan secara tegas tentang:
a. Kategori pekerjaan tetap dan tidak tetap;
b. Kategori pekerjaan inti dan non inti;
c. Syarat perpanjangan dan pembaharuan PKWT;
d. Sanksi yang tegas bagi pelanggaran butir-butir di atas.
Mengenai jangka waktu PKWT juga diatur dengan tegas termasuk persoalan syarat perpanjangan dan pembaharuan PKWT dan sanksi apa yang
dapat dijatuhkan pada pengusaha apabila melanggar ketentuan. Seorang pekerja yang dipekerjakan dalam PKWT tidak boleh terkait dengan perjanjian
kerja selama lebih dari 3 tiga tahun, namun masih terdapat celah bagi
pengusaha untuk dapat lebih lama lagi mengikat pekerja dengan sistem PKWT, yaitu dengan melakukan perpanjangan dan pembaharuan PKWT.
b. Persyaratan PKWT
Sebagaimana perjanjian kerja pada umumnya, PKWT harus memenuhi syarat-syarat pembuatan sehingga perjanjian yang dibuat dapat mengikat dan
menjadi Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya. Untuk pembuatan perjanjian atau kesepakatan kerja tertentu terdapat persyaratan yang harus
dipenuhi yang terdiri dari dua macam syarat, yaitu formil dan syarat materil. Syarat materil diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Syarat-syarat materil yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
42
a. Kesepakatan dan kemauan bebas dari kedua belah pihak;
b. Adanya kemampuan dan kecakapan pihak-pihak untuk membuat
kesepakatan; c.
Adanya pekerjaan yang dijanjikan; d.
Pekerjaan yang dijanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal syarat sahnya suatu perjanjian, syarat materil dari perjanjian kerja tertentu disebutkan bahwa kesepakatan kerja untuk waktu tertentu yang
tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud ayat 1 pada angka 1 dan 2 atau
42
Pasal 52 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
tidak memenuhi syarat subyektif maka perjanjian dapat dibatalkan,
43
yaitu dengan permohonan atau gugatan kepada pengadilan, sedangkan yang
bertentangan dengan permohonan atau gugatan kepada pengadilan, sedangkan yang bertentangan dengan ayat 1 angka 3 dan 4 atau tidak memenuhi syarat
objektif maka secara otomatis perjanjian yang dibuat adalah batal demi hukum.
44
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu harus dibuat secara tertulis.
45
Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja. PKWT tidak
boleh mensyaratkan adanya masa percobaan.
46
Masa percobaan adalah masa atau waktu untuk menilai kinerja dan kesungguhan dan keahlian seorang
pekerja. Lama masa percobaan adalah 3 tiga bulan, dalam masa percobaan pengusaha dapat mengakhiri hubungan kerja secara sepihak tanpa izin dari
pejabat yang berwenang. Walau demikian, dalam masa percobaan ini pengusaha tetap dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang
berlaku. Ketentuan ini membolehkan adanya masa percobaan dalam PKWT
adalah karena perjanjian kerja berlangsung relatif singkat. PKWT yang
43
Pasal 52 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
44
Djumadi, Op. Cit, hlm 67 akibat hukum yang tidak dipenuhi syarat-syarat tersebut juga sama dengan akibat yang diatur dalam perjanjian pada umumnya yang menganut asas konsensualisme
seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
45
Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
46
Pasal 58 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
mensyaratkan adanya masa percobaan, maka PKWT tersebut batal demi hukum.
47
PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.
48
Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.100VI2004 disebutkan bahwa dalam PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau
sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu dan dibuat untuk paling lama 3 tiga tahun.
49
Apabila dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT tersebut dapat diselesaikan
lebih cepat dari yang diperjanjikan, maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan.
Selanjutnya dalam PKWT uang didasarkan atas selesainnya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai, namun
apabila dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan dapat dilakukan pembaruan
PKWT. Pembaruan sebagaimana yang dimaksud yaitu dilakukan setelah melebihi masa tenggang 30 tiga puluh hari setelah berakhirnya perjanjian
kerja dan selama masa tenggang 30 tiga puluh hari tersebut tidak ada hubungan kerja antara pekerja buruh dengan pengusaha. Selain itu disebutkan
47
Abdul khakim, Op. Cit, hlm 35. hal yang diatur dalam Pasal 58 ayat 2 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
48
Pasal 59 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
49
Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.100VI2004.
juga kedua belah pihak dapat mengatur hal lain dari ketentuan tersebut yang dituangkan dalam perjanjian.
Adapun syarat-syarat formal yang harus dipenuhi oleh suatu kesepakatan kerja tertentu adalah sebagai berikut:
50
a. Kesepakatan kerja dibuat rangkap 3 tiga, masing-masing digunakan
untuk pekerja, pengusaha dan Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat yang masing-masing memiliki kekuatan hukum yang sama;
b. Kesepakatan kerja harus didaftarkan pada kantor Departemen Tenaga
Kerja setempat, selambat-lambatnya dalam waktu 14 empat belas hari sejak ditandatangani kesepakatan kerja tertentu;
c. Biaya yang timbul akibat pembuatan kesepakatan kerja tertentu semuanya
ditanggung pengusaha; d.
Kesepakatan kerja tertentu harus memuat identitas serta hak dan kewajiban kedua belah pihak sebagai berikut:
51
a Nama dan alamat pengusaha atau perusahaan;
b Nama, alamat, umur dan jenis kelamin pekerja;
c Jabatan atau jenis macam pekerjaan;
d Besarnya upah serta cara pembayaran;
e Hak dan kewajiban pekerja;
f Hak dan kewajiban pengusaha;
50
Djumadi, Op. cit, hlm. 67.
51
Pasal 54 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
g Syarat-syarat kerjanya;
h Jangka waktu berlakunya kesepakatan kerja;
i Tempat atau alokasi kerja;
j Tempat dan tanggal kesepakatan kerja dibuat serta tanggal berlakunya;
dan k
Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. Syarat-syarat kerja yang dimuat dalam PKWT tidak boleh lebih rendah
dari syarat-syarat kerja yang dimuat dalam peraturan perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama PKB dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
52
Bila syarat-syarat perjanjian kerja tersebut lebih rendah maka syarat- syarat yang berlaku adalah yang termuat dalam peraturan perundang-undangan
atau Perjanjian Kerja Bersama PKB. Dalam pasal 13 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor
KEP.100VI2004 disebutkan bahwa PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten
kota setempat selambat-lambatnya 7 tujuh hari kerja sejak penandatangan.
c. Kategori Pekerjaan dalam PKWT
Dalam praktik sering terjadi penyimpangan terhadap kategori pekerjaan untuk PKWT dengan latar belakang dan alasan tertentu kadang terdapat
52
Pasal 54 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
pengusaha dengan sengaja memperlakukan PKWT untuk jenis pekerjaan yang bersifat rutin dan tetap.
Dalam PKWT terdapat beberapa kategori pekerjaan yang dapat dilakukan dengan PKWT sebagai dasar adanya hubungan kerja antara pekerja
buruh dengan pengusaha. Pasal 59 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa PKWT hanya dapat dibuat
untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
1. Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya;
2. Pekerjaan yang diperkirakan pnyelesaiannya dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan paling lama 3 tiga tahun; 3.
Pekerjaan yang sifatnya musiman; atau 4.
Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Dalam putusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.100MENVI2004 terdapat beberapa pasal yang mengatur kategori
pekerjaan yang dapat dilakukan dengan PKWT antara lain terdapat dalam Pasal 3 sampai Pasal 12. hal-hal yang diatur tersebut antara lain :
1. PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya yang
penyelesaiannya paling lama 3 tiga tahun, harus memuat antara lain:
53
53
Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.100MENVI2004.
a PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya
adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu. b
Jangka waktunya paling lama 3 tiga tahun. c
Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan maka PKWT tersebut dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT
tersebut putus demi hukum pada saat pekerjaan selesai. d
Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai.
e Dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu
namun karena kondisi pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan dapat dilakukan pembaharuan PKWT.
f Pembaharuan sebagaimana dimaksud dilakukan setelah melebihi masa
tenggang 30 tiga puluh hari setelah berakhirnya perjanjian kerja. g
Selama tenggang waktu 30 tiga puluh hari tersebut tidak ada hubungan kerja antara pekerja buruh dan pengusaha.
h Para pihak dapat mengatur hal lain yang dituangkan dalam perjanjian,
2. PKWT untuk pekerjaan yang sifatnya musiman, hal yang diatur antara lain:
54
a. Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya
tergantung pada musim atau cuaca.
54
Pasal 4 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.100MENVI2004.
b. PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan tersebut hanya dapat dilakukan
untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu. c.
Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk pekerjaan tersebut hanya diberlakukan untuk pekerja buruh yang melakukan pekerjaan
tambahan. d.
Pengusaha yang memperkerjakan pekerja buruh berdasarkan PKWT untuk pekerja buruh yang melakukan tambahan harus membuat daftar
nama pekerja buruh yang melakukan pekerjaan tambahan.
55
e. PKWT tidak dapat dilakukan pembaharuan.
56
3. PKWT untuk pekerja yang berhubungan dengan produk baru, hal yang diatur antara lain:
57
a. PKWT dapat dilakukan dengan pekerja buruh untuk melakukan
pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
b. PKWT tersebut hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama
2 dua tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 satu tahun.
c. PKWT tersebut juga tidak dapat dilakukan pembaharuan.
55
Pasal 6 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.100MENVI2004.
56
Pasal 7 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.100MENVI2004.
57
Pasal 8 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.100MENVI2004.
d. PKWT tersebut hanya boleh diberlakukan bagi pekerja buruh yang
melakukan pekerjaan di luar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.
58
4. Perjanjian kerja harian atau lepas, hal yang diatur antara lain:
59
a. Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu
dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas.
b. Perjanjian kerja harian atau lepas tersebut dilakukan dengan ketentuan
pekerja buruh bekerja kurang dari 21 dua puluh satu hari dalam 1 satu bulan.
c. Dalam hal pekerja buruh bekerja 21 dua puluh satu hari atau lebih
selama 3 tiga bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.
d. Perjanjian kerja harian lepas yang memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam hal tersebut dikecualikan dari ketentuan jangka waktu PKWT pada umumnya.
e. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja buruh pada pekerjaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan para pekerja buruh.
58
Pasal 9 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.100MENVI2004.
59
Pasal 10 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.100MENVI2004.
f. Perjanjian kerja harian lepas dapat dibuat berupa daftar pekerja buruh
yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud Pasal 10 sekurang- kurangnya memuat:
1. Nama alamat perusahaan atau pemberi kerja.
2. Nama alamat pekerja buruh.
3. Jenis pekerjaan yang dilakukan.
4. Besaran upah atau imbalan lainnya.
g. Daftar pekerja buruh harian lepas tersebut disampaikan kepada instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan selambat-lambatnya 7 tujuh hari sejak mempekerjakan pekerja buruh.
PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap,
60
yaitu pekerjaan yang sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi
waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman.
d. Jangka Waktu PKWT
Mengenai jangka waktu PKWT diatur dalam Pasal 59 ayat 3 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam membuat
suatu kesepakatan kerja tertentu batas maksimal waktu yang boleh diperjanjikan adalah 2 dua tahun dan dapat diperpanjang atau diperbaharui
untuk satu kali saja karena satu hal tertentu. Perpanjangan tersebut hanya dapat
60
Pasal 59 ayat 2 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
dilakukan dalam jangka waktu yang sama, dengan catatan jumlah seluruh waktu dalam kesepakatan kerja tertentu tidak boleh melebihi dari 3 tiga
tahun. Walaupun demikian karena alasan-alasan yang mendesak untuk jenis pekerjaan tertentu dengan seizin Menteri Tenaga Kerja ketentuan tersebut
dapat dikesampingkan.
61
Perpanjangan adalah melanjutkan hubungan kerja setelah PKWT berakhir tanpa adanya pemutusan hubungan kerja. Sedangkan pembaharuan
adalah melakukan hubungan baru setelah PKWT pertama berakhir melalui pemutusan hubungan kerja dengan tenggang waktu 30 tiga puluh hari.
Dengan berakhirnya jangak waktu yang disepakati dalam PKWT maka secara otomatis hubungan kerja berakhir demi hukum.
e. Berakhirnya PKWT
Mengenai berakhirnya hubungan kerja dalam kesepakatan kerja tertentu terdapat dua kemungkinan yaitu karena:
62
a. Demi hukum yaitu karena berakhirnya waktu atau objek yang
diperjanjikan atau yang disepakati telah lampau. b.
Pekerja meninggal dunia, dengan pengecualian jika yang meninggal dunia pihak pengusaha maka kesepakatan kerja untuk waktu tertentu tidak
61
Djumadi, Op. Cit, hlm. 68.
62
Ibid, hlm. 69.
berakhir. Bahkan suatu kesempatan kerja untuk waktu tertentu tidak berakhir walaupun pengusaha jatuh pailit
Dalam Pasal 16 ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: 3MEN1986 yang berbunyi bahwa: “kesepakatan kerja untuk waktu tertentu
berlangsung terus sampai saat waktu yang telah ditentukan dalam kesepakatan kerja atau pada saat berakhir selesainya pekerjaan yang disepakati dalam
kesepakatan kerja,
63
kecuali karena: 1.
Kesalahan berat akibat perbuatan pekerja, misalnya: a.
memberikan keterangan palsu sewaktu membuat kesepakatan kerja; b.
mabuk, madat, memakai obat bius atau narkotik di tempat kerja; c.
mencuri, penggelapan, menipu atau melakukan kejahatan lain; d.
menganiaya, menghina secara kasar, mengancam pengusaha, keluarga pengusaha atau teman sekerja;
e. membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk melakukan sesuatu
yang bertentangan dengan hukum dan atau kesusilaan; f.
dengan sengaja atau kecerobohannya merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya milik perusahaan;
g. dengan sengaja walaupun sudah diperingatkan membiarkan dirinya
atau teman sekerjanya dalam keadaan bahaya; h.
membongkar rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan.
63
Pasal 16 ayat 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: 5MEN1986.
2. Kesalahan berat akibat perbuatan pengusaha,
64
antara lain sebagai berikut:
a. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja,
keluarga atau anggota rumah tangga pekerja atau membiarkan hal itu dilakukan oleh keluarga, anggota rumah tangga atau bawahan
um dan dengan kesusilaan atau
idak melakukan kewajiban yang
yang
cukup menyediakan fasilitas kerja yang disyaratkan
pada perusahaan lain, yang tidak sesuai dengan pengusaha;
b. membujuk pekerja, keluarga atau sesama pekerja untuk melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan huk hal itu dilakukan bawahan pengusaha;
c. berulang kali tidak membayar upah pekerja pada waktunya;
d. tidak memenuhi syarat-syarat atau t
ditetapkan dalam kesepakatan kerja; e.
tidak memberikan pekerjaan yang cukup pada pekerja penghasilannya didasarkan atas hasil pekerjaan yang dilakukan;
f. tidak atau tidak
kepada pekerja; g.
memerintahkan pekerja walaupun ditolak pekerja untuk melakukan sesuatu pekerjaan
kesepakatan kerja;
64
Pasal 17 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: 5MEN1986.
h. apabila dilanjutkan hubungan kerja dapat menimbulkan bahaya bagi
keselamatan jiwa atau kesehatan pekerja sewaktu kesepakatan kerja diadakan;
i. memerintahkan pekerja untuk mengerjakan pekerjaan yang tidak layak
dan tidak ada hubungannya dengan kesepakatan kerja sebagaimana yang dimaksud ayat 1 dan 2
3.
ihak yang mengakhiri kesepakatan kerja tersebut diwaji
berakhir, maka konsekuensinya pihak yang melakukan inisiatif untuk karena adanya alasan-alasan memaksa,
65
maksudnya adalah bahwa berakhirnya hubungan kerja tersebut karena alasan tidak terduga dan tidak
dapat dipertanggungjawabkan padanya. Sebagaimana disebutkan apabila pengusaha atau pekerja ternyata
mengakhiri kesepakatan kerja untuk waktu tertentu, sebelum waktunya berakhir atau selesainya pekerjaan tertentu yang telah ditentukan dalam
kesepakatan kerja, p bkan membayar kepada pihak lainnya, kecuali bila putusan hubungan
kerja karena kesalahan berat atau alasan memaksa sebagaimana dimaksud pada pasal 17, 19 dan 20.
66
Maksud dari ketentuan pasal tersebut di atas adalah bahwa pengusaha maupun pekerja pada saat akan mengakhiri atau memutuskan hubungan kerja
dan ternyata waktu atau objek yang telah mereka sepakati belum sampai atau
65
Sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 20 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: 5MEN1986.
66
Pasal 16 ayat 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: 5MEN1986.
mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar sejumlah ganti rugi seperti upah pekerja sampai waktu atau sampai pekerjaannya seharusnya selesai.
Kecua
atan kepada pekerja karena
u perbandingan engaturan atas penerapan PKWT menurut jenis pekerjaan yang diperbolehkan
esuai dengan UU No. 13 2003 seperti disajikan pada tabel 1: li bila berakhirnya hubungan kerja tersebut karena kesalahan berat atau
alasan-alasan yang memaksa. Pihak yang ingin mengakhiri hubungan kerja karena alasan-alasan
tersebut juga harus meminta izin terlebih dahulu kepada Panitia Penyelesaian Perburuhan Tingkat Daerah atau Tingkat Pusat P4D P. Pengusaha sebelum
mengakhiri hubungan kerja dapat memberikan surat pering kesalahannya, apabila pekerja tetap menolak untuk mentaatinya maka
pengusaha dapat memberikan pemutusan hubungan kerja. Pengaturan secara lebih rinci tentang PKWT dalam UU No. 13 2003
dapat disimak pada Pasal 60, Pasal 61 dan Pasal 62. Meskipun PKWT ini tidak disinggung dalam UU No. 3 1992, UU No. 21 2000, UU No. 2 2004 namun
dalam Kepmen 1993 dan Kepmen 2004. Dapat dilihat suat p
s
1 Perbandingan Pengaturan PKWT menurut Kepmen 1993 dan 2004 PKWT yang Diizinkan b
Pengusaha Kepmen 2004
Tabel Ruang Lingkup dan Jenis
agi Kepmen 1993
Pekerjaan yang sekali sele atau yang sementara sifatnya
un ng
dengan izin Menteri Maksimum 3 tiga tahun
sai .
a maksimum 3 tiga tah
b memungkinkan diperpanja
c kontrak dapat diperbaharui
hanya satu kali untuk maksimum 2 dua tahun.
Pekerjaan yang diperkirakan k terlalu lama dan
paling lama 3 tiga tahun. a
maksimum 3 tiga tahun rpanjang
dengan izin Menteri. 3 tiga tahun,
dalam waktu penyelesaiannya dalam waktu
yang tida b
memungkinkan dipe Maksimum
tetapi dapat diperpanjang jika pekerjaan tidak dapat
diselesaikan tersebut.
Pekerjaan yang bersifat musiman
. Untuk 1 satu musim
Untuk 1 satu musim dan harus pekerjaan yang bersifat
tidak tetap. Pekerjaan tetap atau kontinu
Tidak diizinkan untuk pekerjaan tatap atau kontinu
No. 13 2003 dapat
diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap Pasal 59 ayat
2. Tidak dijelaskan dalam
Kepmen meskipun dalam Undang-Undang
dinyatakan PKWT tidak
Pekerjaan yang berhubung dengan produk baru, kegiat
baru, atau produk tambahan m percobaan
ng izin Menteri
pat ya sat
untuk maksimum 2 du tahun.
Maksimum 3 tiga tahun an
an a
Maksimum 3 tiga tahun b
Memungkinkan diperpanja dengan
yang masih dala atau penjajakan.
c Kontrak kerja da
diperbaharui han u kali
a Pekerjaan harian
Tidak dicantumkan an dibayar
i ri
c jika bekerja 21 dua puluh
n a
pekerja hari menurut kehadiran.
b hanya bekerja kurang dar
21 dua puluh satu ha per bulan
satu hari atau selama 3 tiga bulan, menjadi
pekerja permane
Persyar tarkan
semua pekerja harian dan atan pelaporan
Tidak dicantumkan pengusaha harus mendaf
PKWT ke Disnaker.
aspek jangka waktu dan proses perpanjangan pembaharuan bila dibandingkan
Tertentu PKWTT. Hal ini
No
Sumber: Bambang Widianto 2004 dan Alisjahbana et.al. 2004.
Perbandingan pengaturan pada tabel di atas dapat di simak kembali adanya perbedaan pengaturan yang mencolok tentang PKWT, yaitu jika
dibandingkan dengan Kepmen 2004, Kepmen 1993 secara jelas mengatur perpanjangan kontrak bagi PKWT hanya sekali melalui persetujuan Menteri
Depnaker. Kepmen 2004 hanya mensyaratkan keharusan pengusaha untuk mendaftarkan semua pekerja yang berstatus PKWT dan buruh harian pada
Disnaker sehingga hal ini dapat diduga potensial membuka peluang terjadinya pelanggaran atas Pasal 59, UU No. 13 2003. Dalam parktik akan selalu
ditemukan pola penerapan PKWT yang sangat bervariasi dan berdeviasi dari ketentuan yang ditetapkan. Variasi yang terjadi akan lebih tinggi pada
dengan kemungkinan variasi yang terjadi menurut jenis sifat pekerjaan.
2. PKWT yang Melanggar Syarat dan Ketentuan Otomatis Berubah Menjadi PKWTT