Pemanfaatan Spektrofotometri Derivatif untuk Penetapan Kadar Campuran Pseudoefedrin Hidroklorida dan Triprolidin Hidroklorida dalam Sediaan Tablet

(1)

PEMANFAATAN SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF UNTUK PENETAPAN KADAR CAMPURAN PSEUDOEFEDRIN HIDROKLORIDA DAN TRIPROLIDIN HIDROKLORIDA DALAM

SEDIAAN TABLET

SKRIPSI

OLEH:

RACHMAD ANRES DONGORAN

NIM 071501007

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PEMANFAATAN SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF UNTUK PENETAPAN KADAR CAMPURAN PSEUDOEFEDRIN HIDROKLORIDA DAN TRIPROLIDIN HIDROKLORIDA DALAM

SEDIAAN TABLET

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

RACHMAD ANRES DONGORAN

NIM 071501007

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PEMANFAATAN SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF UNTUK PENETAPAN KADAR CAMPURAN PSEUDOEFEDRIN HIDROKLORIDA DAN TRIPROLIDIN HIDROKLORIDA DALAM

SEDIAAN TABLET OLEH:

RACHMAD ANRES DONGORAN NIM 071501007

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: Januari 2011

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt. NIP 195401101980032001 NIP 19510816198031002

Pembimbing II, Drs. Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt. NIP 19490761980021001

Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt.

NIP 195006221980021001 Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. NIP 195101311976031001

Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. NIP 195401101980032001

Dekan,


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemanfaatan Spektrofotometri Derivatif untuk Penetapan Kadar Campuran Pseudoefedrin Hidroklorida dan Triprolidin Hidroklorida dalam Sediaan Tablet ”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar campuran pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl dengan menggunakan spektrofotometri derivatif dengan aplikasi zero crossing dalam pelarut HCl 0,1 N. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada almarhum Ayahanda St. Huala Dongoran, Ibunda Marsaulina Gultom, Kakak Jernita Dongoran, Kakak Sinna Demak Marholong Dongoran, Adik Debora Dongoran serta semua keluarga yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak memberikan doa dan dorongan serta bantuan moril dan materil kepada penulis selama menempuh pendidikan S-1 Farmasi.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. dan kepada Bapak Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan yang sangat berarti mulai dari penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada:


(5)

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memperhatikan dan membimbing penulis selama masa perkuliahan.

3. Bapak Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., Bapak Drs. Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt., dan Bapak Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.

4. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Tata Usaha di Fakultas Farmasi, serta seluruh Asisten di Laboratorium yang telah banyak membimbing penulis selama perkuliahan dan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

5. Abang Edyatur Pane, Amd., Abang Jon Frikson Lumban Gaol, Adek Kristianto Saputra Simbolon dan Tumiur Gultom.

6. Kelompok kecilku “MISERICORDIAS DOM” (Abang Mangatur Situmorang, S.Kom., Abang Hardian Leonardo Willy Sitompul, Amd., dan Kristian Fransiskus Barus).

7. Sahabat-sahabatku “Rejoicing in Love” ( Santa, Ira, Debi, Alex, Eva, Novalina, Via, Triwati, Martianus, Vintha, Juwita, Sari, Jimmy, Sandro, Melati, Cory, Elfrida, Ernal, Hendry, Febri, Wandi, Fanny, Silvana). 8. Teman-teman Farmasi 2007 khususnya konsentrasi Sains dan Teknologi


(6)

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun pada skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2011

Penulis,

Rachmad Anres Dongoran


(7)

PEMANFAATAN SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF UNTUK PENETAPAN KADAR CAMPURAN PSEUDOEFEDRIN HIDROKLORIDA DAN TRIPROLIDIN HIDROKLORIDA DALAM

SEDIAAN TABLET

ABSTRAK

Saat ini banyak beredar sediaan obat dengan lebih dari satu komponen zat aktif. Salah satu kombinasi yang sering digunakan adalah pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl yang tersedia dalam bentuk sediaan tablet dan beredar dengan berbagai merek dagang. Pseudoefedrin HCl adalah salah satu obat simpatomimetik. Triprolidin HCl adalah obat antihistamin.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar campuran pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl dengan menggunakan spektrofotometri derivatif dengan metode zero crossing dalam pelarut HCl 0,1 N. Panjang gelombang analisis untuk menetapkan kadar campuran pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl pada spektrum serapan derivat kedua yaitu pada panjang gelombang 271 nm (zero crossing untk triprolidin HCl) dan pada panjang gelombang 318 nm (zero crossing untuk pseudoefedrin HCl).

Penentuan linieritas kurva kalibrasi menunjukkan hubungan yang linier antara absorbansi dengan konsentrasi, untuk pseudoefedrin HCl dengan koefisien korelasi, r = 0,9999 dan persamaan regresi Y = (9,06X +8,00).10-6; untuk triprolidin HCl dengan koefisien korelasi, r = 0,9998 dan persamaan regresi Y = (48,9X – 9,0).10-6 . Batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) untuk pseudoefedrin HCl berturut-turut adalah 3,16 mcg/ml dan 10,53 mcg/ml sedangkan untuk triprolidin HCl adalah 0,59 mcg/ml dan 1,95 mcg/ml.


(8)

Hasil penetapan kadar campuran pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl yang dianalisis dalam tablet di pasaran menunjukkan bahwa semua memenuhi persyaratan sesuai dengan persyaratan yang tertera pada USP (United States

Pharmacopoeia) XXX tahun 2007. Hasil uji validasi yang dilakukan terhadap

tablet Tremenza® (Sanbe) memenuhi persyaratan validasi metode, untuk pseudoefedrin HCl diperoleh % recovery = 99,90%, simpangan baku relatif (RSD) = 0,9204% dan untuk triprolidin HCl diperoleh % recovery = 101,14%, simpangan baku relatif (RSD) = 1,6617 %. Hasil ini menunjukkan spektrofotometri derivatif metode zero crossing yang digunakan memenuhi persyaratan akurasi dan presisi.

Kata-kata kunci : pseudoefedrin HCl, triprolidin HCl, spektrofotometri derivatif, zero crossing, derivat kedua, validasi


(9)

DERIVATIVE SPECTROPHOTOMETRY APPLIED FOR DETERMINATION OF TRIPROLIDINE HYDROCHLORIDE AND PSEUDOEPHEDRINE HYDROCHLORIDE MIXTURE IN TABLETS

ABSTRACT

Nowdays many dosage form of drug which contain more than one active ingredient. One of combinations which is often used is triprolidine hydrochloride and pseudoephedrine hydrochloride in tablet form. Pseudoephedrine

hydrochloride is sympathomimetic drug. Triprolidine hydrochloride is antihistamine drug.

The purpose of this research is to determine pseudoephedrine hydrochloride and triprolidine hydrochloride mixture using derivative spectrophotometry with zero crossing method in HCl 0,1 N. Pseudoephedrine hydrochloride and triprolidine hydrochloride mixturing were determined by measuring the second derivative ratio amplitudes, at 271 nm (zero crossing for triprolidine hydrochloride) and at 318 nm (zero crossing for pseudoephedrine hydrochloride) respectively.

The determination of calibration curve linearity showed a linear correlation between the absorbtion versus concentration, for pseudoephedrine hydrochloride with the correlation coefficient, r = 0.9999 and the regression Y = (9,06X + 8,00). 10-6 , for triprolidine hydrochloride with the correlation coefficient, r = 0.9998 and the regression Y = (48,9X – 9,0) . Limit of detection (LOD) and limit of qua ntitation (LOQ) of pseudoephedrine hydrochloride 3,16 mcg/ml and 10,50 mcg/ml. Limit of detection (LOD) and limit of qua ntitation


(10)

The result of determination of pseudoephedrine hydrochloride and triprolidine hydrochloride mixture the requirement of the thirtieth edition United States Pharmacopoeia 2007. The validation test of tablet Tremenza® showed pseudophedrine has percent recovery = 99,90 %, relative standard deviation (RSD) = 0,9204 % and triprolidine hydrochloride has percent recovery = 101,14 %, relative standard deviation (RSD) = 1,6667%. These result showed that derivative spectrophotometric method fulfilled the requirement of accuracy and precision.

Keywords : pseudoephedrine hydrochloride, triprolidine hydrochloride, derivative spectrophotometry, zero crossing, second order, validation


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Bahan ... 5

2.1.1 Pseudoefedrin Hidroklorida ... 5

2.1.2 Triprolidin Hidroklorida ... 6

2.2 Spektrofotometri Infra Merah (IR) ... 7


(12)

2.4.1 Pengertian Spektrofotometri Derivatif ... 11

2.4.2 Metode Spektrofotometri Derivatif ... 13

2.4.3 Penggunaan Spektrofotometri Derivatif ... 13

2.4.4 Komponen Spektrofotometri Derivatif ... 14

2.5 Validasi Metode Analisis... 14

2.5.1 Akurasi ( Kecermatan ) ... 15

2.5.2 Presisi (Keseksamaan) ... 15

2.5.3 Spesifitas ... 16

2.5.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 16

2.5.5 Linearitas ... 16

2.5.6 Rentang ... 17

2.5.7 Kekuatan (Ketahanan) ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

3.2 Alat ... 18

3.3 Bahan ... 18

3.4 Pengambilan Sampel ... 18

3.5 Prosedur Penelitian ... 19

3.5.1 Uji Baku Pseudoefedrin HCl dan Triprolidin HCl dengan Spektrofotometer IR ... 19

3.5.2 Pembuatan Larutan Induk Baku ... 19

3.5.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Triprolidin HCl 19

3.5.2.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Pseudoefedrin HCl ... 19


(13)

3.5.2.1 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum

Pseudoefedrin HCl ... 20

3.5.2.1 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Triprolidin HCl ... 20

3.5.4 Pembuatan Spektrum Serapan Derivatif ... 20

3.5.4.1 Pembuatan Spektrum Serapan Derivatif Pseudoefedrin HCl ... 20

3.5.4.2 Pembuatan Spektrum Serapan Derivatif Triprolidin HCl ... 21

3.5.5 Penentuan Zero Crossing ... 21

3.5.6 Penentuan Panjang Gelombang (λ) Analisis ... 21

3.5.7 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi ... 21

3.5.7.1 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Pseudoefedrin HCl ... 22

3.5.7.2 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Triprolidin HCl ... 23

3.5.8 Penentuan Kadar pseudoefedrin HCl dan Triprolidin HCl Dalam Sediaan Tablet ... 3.5.9 Uji Validasi ... 24

3.5.9.1 Uji Akurasi ... 24

3.5.9.2 Uji Presisi ... 24

3.5.10 Analisis Data Statistik ... 25


(14)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 27

4.1 Uji Identifikasi Menggunakan Spektrofotometer FTIR ... 27

4.2 Pembuatan Kurva Serapan Maksimum ... 29

4.3 Pembuatan Kurva Serapan Biasa ... 30

4.4 Pembuatan Kurva Serapan Derivat Pertama ... 37

4.5 Penentuan Zero Crossing pada Derivat pertama ... 43

4.6 Pembuatan Kurva Serapan Derivat Kedua ... 46

4.7 Penentuan Zero Crossing pada Derivat Kedua ... 53

4.8 Penentuan Panjang Gelombang (λ) Analisis ... 57

4.9 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi ... 68

4.10 Penentuan Kadar Triprolidin HCl dan Pseudoefedrin HCl dalam Sediaan Tablet ……….. 70

4.11 Uji Validasi ………. 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

5.1 Kesimpulan ... 74

5.2 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Data bilangan gelombang (dalam cm-1) pada daerah sidik jari dari

pseudoefedrin HCl ... 28 Tabel 2. Data bilangan gelombang hasil identifikasi gugus fungsi dan

ikatan dari pseudoefedrin HCl ... 28 Tabel 3. Data bilangan gelombang (dalam cm-1) pada daerah sidik jari dari

triprolidin HCl ... 29 Tabel 4. Data bilangan gelombang hasil identifikasi gugus fungsi dan

ikatan dari triprolidin HCl ... 29 Tabel 5. Serapan campuran yang di dalamnya terdapat triprolidin

HCl 12,5 mcg/ml dengan pseudoefedrin HCl

300 mcg/ml ……… 68

Tabel 6. Data Hasil Perhitungan Kadar Obat Setelah Dilakukan Analisa

Statistik ... ... 70 Tabel 7. Data hasil pengujian perolehan kembali pseudoefedrin HCl dan

triprolidin HCl dengan metode penambahan baku standar (standard


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus struktur pseudoefedrin ... 5

Gambar 2. Rumus struktur triprolidin ... 6

Gambar 3. Kurva serapan derivat pertama sampai derivat keempat ... 12

Gambar 4. Kurva sederhana aplikasi zero crossing (z) ... 13

Gambar 5. Spektrum inframerah pseudoefedrin HCl BPFI ... 27

Gambar 6. Spektrum inframerah triprolidin HCl BPFI ... 28

Gambar 7. Spektrum inframerah triprolidin HCl BPFI ... 30

Gambar 8. Kurva serapan maksimum triprolidin HCl 12,5 mcg/ml ... 30

Gambar 9. Kurva serapan biasa triprolidin HCl 5 mcg/ml ... 31

Gambar 10. Kurva serapan biasa triprolidin HCl 10 mcg/ml ... 31

Gambar 11. Kurva serapan biasa triprolidin HCl 15 mcg/ml ... 32

Gambar 12. Kurva serapan biasa triprolidin HCl 20 mcg/ml ... 32\

Gambar 13. Kurva serapan biasa triprolidin HCl 25 mcg/ml ... 33

Gambar 14. Kurva overlapping serapan biasa triprolidin HCl ... 33

Gambar 15. Kurva serapan biasa pseudoefedrin HCl 100 mcg/ml ... 34

Gambar 16. Kurva serapan biasa pseudoefedrin HCl 200 mcg/ml ... 34

Gambar 17. Kurva serapan biasa pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml ... 35

Gambar 18. Kurva serapan biasa pseudoefedrin HCl 400 mcg/ml ... 35

Gambar 19. Kurva serapan biasa pseudoefedrin HCl 500 mcg/ml ... 36

Gambar 20. Kurva overlapping serapan biasa pseudoefedrin HCl ... 36


(17)

Gambar 22. Kurva serapan derivat pertama triprolidin HCl 10 mcg/ml ... 38

Gambar 23. Kurva serapan derivatm pertama triprolidin HCl 15 mcg/ml . 38

Gambar 24. Kurva serapan derivat pertama triprolidin HCl 20 mcg/ml. ... 39

Gambar 25. Kurva serapan derivat pertama triprolidin HCl 25 mcg/ml. .. 39

Gambar 26. Kurva overlapping serapan triprolidin HCl derivat pertama .. 40

Gambar 27. Kurva serapan derivat pertama pseudoefedrin HCl 100 mcg/ml ... 40

Gambar 28. Kurva serapan derivat pertama pseudoefedrin HCl 200 mcg/ml. ... 41

Gambar 29. Kurva serapan derivat pertama pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml ... 41

Gambar 30. Kurva serapan derivat pertama pseudoefedrin HCl 400 mcg/ml ... 42

Gambar 31. Kurva serapan derivat pertama pseudoefedrin HCl 500 mcg/ml ... 42

Gambar 32. Kurva overlapping serapan pseudoefedrin HCl derivat pertama ... 43

Gambar 33. Zero Crossing 1 triprolidin HCl, λ = 260,95 nm ... 44

Gambar 34. Zero Crossing 2 triprolidin HCl, λ = 289,35 nm ... 44

Gambar 35. Zero Crossing 3 triprolidin HCl pada λ = 356-400 nm ... 45

Gambar 36. Zero Crossing 1 pseudoefedrin HCl pada λ = 256,90 nm. .... 45

Gambar 37. Zero Crossing 2 pseudoefedrin HCl, λ = 282,84-400 nm ... 46

Gambar 38. Kurva serapan derivat kedua triprolidin HCl 5 mcg/ml ... 47

Gambar 39. Kurva serapan derivat kedua triprolidin HCl 10 mcg/ml. ... 47

Gambar 40. Kurva serapan derivat kedua triprolidin HCl 15 mcg/ml ... 48


(18)

Gambar 43. Kurva overlapping serapan derivat kedua dari

triprolidin HCl ... 49

Gambar 44. Kurva serapan derivat kedua pseudoefedrin HCl 100 mcg/ml ... 50

Gambar 45. Kurva serapan derivat kedua pseudoefedrin HCl 200 mcg/ml ... 50

Gambar 46. Kurva serapan derivat kedua pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml ... 51

Gambar 47. Kurva serapan derivat kedua pseudoefedrin HCl 400 mcg/ml ... 51

Gambar 48. Kurva serapan derivat kedua pseudoefedrin HCl 500 mcg/ml ... 52

Gambar 49. Kurva overlapping serapan derivat kedua dari pseudoefedrin HCl ... 52

Gambar 50. Zero Crossing 1 triprolidin HCl pada λ = 228,99 nm... 53

Gambar 51. Zero Crossing 2 triprolidin HCl pada λ = 247,34 nm... 54

Gambar 52. Zero Crossing 3 triprolidin HCl pada λ = 271,01 nm ... 54

Gambar 53. Zero Crossing 4 triprolidin HCl pada λ = 308,28 nm ... 55

Gambar 54. Zero Crossing 5 triprolidin HCl pada λ = 357,40-400 nm... 55

Gambar 55. Zero Crossing 5 triprolidin HCl pada λ = 357,40-400 nm... 56

Gambar 56. Zero Crossing 2 pseudoefedrin HCl pada λ = 266,86 nm ... 56

Gambar 57. Zero Crossing 3 pseudoefedrin HCl pada λ= 285,21-400 nm . 57

Gambar 58. Kurva serapan biasa triprolidin HCl 12,5 mcg/ml ... 58

Gambar 59. Kurva serapan biasa pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml ... 58

Gambar 60. Kurva serapan biasa campuran yang di dalamnya terdapat triprolidin HCl 12,5 mcg/ml dan pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml ... 59

Gambar 61. Kurva overlapping serapan biasa triprolidin HCl 12,5 mcg/ml dengan pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml ... 59


(19)

Gambar 62. Kurva overlapping serapan biasa triprolidin HCl

12,5 mcg/ml, pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml, dan campuran yang di dalamnya terdapat triprolidin HCl 12,5

mcg/ml dan pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml ... 60 Gambar 63. Kurva serapan derivat pertama triprolidin HCl 12,5 mcg/ml . 60 Gambar 64. Kurva serapan derivat pertama pseudoefedrin HCl

300 mcg/ml ... 61 Gambar 65. Kurva serapan derivat pertama campuran yang di

dalamnya terdapat triprolidin HCl dan pseudoefedrin HCl

300 mcg/ml ... 61 Gambar 66. Kurva overlapping serapan derivat pertama triprolidin HCl

12,5 mcg/ml dengan pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml... 62 Gambar 67. Kurva overlapping serapan derivat pertama dari triprolidin

HCl 12,5 mcg/ml, pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml, dan campuran yang di dalamnya terdapat triprolidin HCl 12,5

mcg/ml dan pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml ... 62 Gambar 68. Kurva serapan derivat kedua triprolidin HCl 12,5 mcg/ml... 63 Gambar 69. Kurva serapan derivat kedua pseudoefedrin HCl

300 mcg/ml ... 63 Gambar 70. Kurva serapan derivat kedua campuran yang di

dalamnya terdapat triprolidin HCl dan pseudoefedrin HCl

300 mcg/ml ... 64 Gambar 71. Kurva overlapping serapan derivat kedua triprolidin

HCl 12,5 mcg/ml dengan pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml ... 64 Gambar 72. Zero crossing dari triprolidin HCl 12,5 mcg/ml pada

λ = 271 nm ... 65 Gambar 73. Zero crossing dari pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml pada

λ = 285,21-400 nm ... 65

Gambar 74. Kurva overlapping serapan derivat kedua dari

triprolidin HCl 12,5 mcg/ml, pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml, dan campuran yang di dalamnya terdapat triprolidin HCl 12,5 mcg/ml dengan pseudoefedrin HCl


(20)

Gambar 76. Panjang gelombang (λ) analisis untuk triprolidin HCl ... 67

Gambar 77. Kurva kalibrasi pseudoefedrin HCl pada panjang gelombang 271 nm ... 69

Gambar 78. Kurva kalibrasi triprolidin HCl pada panjang gelombang 318 nm ... 69

Gambar 79. Kurva serapan derivat kedua triprolidin HCl 12,5 mcg/ml .... 79

Gambar 80. Kurva serapan derivat kedua pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml ... 79

Gambar 81. Kurva serapan campuran yang di dalamnya terdapat pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl masing-masing dengan konsentrasi 300 mcg/ml dan 12,5 mcg/ml ... 80

Gambar 82. Kurva kalibrasi pseudoefedrin HCl pada kurva serapan derivat kedua pada panjang gelombang, λ = 271 nm . 82

Gambar 83. Kurva kalibrasi triprolidin HCl pada kurva serapan derivat kedua pada panjang gelombang, λ = 318 nm... 83

Gambar 84. Kurva Serapan Trifed®-1 ... 92

Gambar 85. Kurva Serapan Trifed®-2 ... 92

Gambar 86. Kurva Serapan Trifed®-3 ... 93

Gambar 87. Kurva Serapan Trifed®-4 ... 93

Gambar 88. Kurva Serapan Trifed®-5 ... 94

Gambar 89. Kurva Serapan Trifed®-6 ... 94

Gambar 90. Kurva Serapan Tremenza®-1... 95

Gambar 91. Kurva Serapan Tremenza®-2... 95

Gambar 92. Kurva Serapan Tremenza®-3... 96

Gambar 93. Kurva Serapan Tremenza®-4 ... 96

Gambar 94. Kurva Serapan Tremenza®-5 ... 97


(21)

Gambar 96. Kurva serapan perolehan kembali 80 %-1 pada

tablet Tremenza® ... 111

Gambar 97. Kurva serapan perolehan kembali 80 %-2 pada tablet Tremenza® ... 111

Gambar 98. Kurva serapan perolehan kembali 80 %-3 pada tablet Tremenza® ... 112

Gambar 99. Kurva serapan perolehan kembali 100 %-1 pada tablet Tremenza® ... 112

Gambar 100. Kurva serapan perolehan kembali 100 %-2 pada tablet Tremenza® ... 113

Gambar 101. Kurva serapan perolehan kembali 100 %-3 pada tablet Tremenza® ... 113

Gambar 102. Kurva serapan perolehan kembali 120 %-1 pada tablet Tremenza® ... 114

Gambar 103. Kurva serapan perolehan kembali 120 %-2 pada tablet Tremenza® ... 114

Gambar 104. Kurva serapan perolehan kembali 120 %-3 pada tablet Tremenza® ... 115

Gambar 105. Spektrofotometer UV (Shimadzu 1800) ... 124

Gambar 106. Sonikator (Branson 1510). ... 124

Gambar 107. Spektrofotometer FTIR (Shimadzu) ... 125


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Bilangan Gelombang Spektrum IR Pseudoefedrin

HCl BPFI ... ... 78 Lampiran 2. Data Bilangan Gelombang Spektrum IR Triprolidin

HCl BPFI ... 79 Lampiran 3. Kurva Serapan Penentuan Panjang Gelombang Analisis ... 80 Lampiran 4. Kurva Kalibrasi Pseudoefedrin HCl dan Triprolidin HCl ... 82 Lampiran 5. Perhitungan Regresi Kalibrasi Pseudoefedrin HCl ... 84 Lampiran 6. Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi

(LOQ) Pseudoefedrin HCl ... 86 Lampiran 7. Perhitungan Regresi Kalibrasi Triprolidin HCl ... 87 Lampiran 8. Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi

(LOQ) Triprolidin HCl ………. 89 Lampiran 9. Contoh Perhitungan Penetapan Kadar ... 90 Lampiran 10. Kurva Serapan Penetapan Kadar Trifed® ... 92 Lampiran 11. Kurva Serapan Penetapan Kadar Tremenza® ... 95 Lampiran 12. Data Kadar Triprolidin HCl dalam Sediaan Tablet ... 98 Lampiran 13. Data Kadar Pseudoefedrin HCl dalam Sediaan Tablet ... 99 Lampiran 14. Perhitungan Statistik Pseudoefedrin HCl pada Tablet Trifed® 100 Lampiran 15. Perhitungan Statistik Kadar Triprolidin HCl pada Tablet

Trifed®……….. 101 Lampiran 16. Perhitungan Statistik Kadar Pseudoefedrin HCl

pada Tablet Tremenza® ……… 103

Lampiran 17. Perhitungan Statistik Kadar Triprolidin HCl

pada Tablet Tremenza® ……… 105 Lampiran 18. Contoh Perhitungan Persentase Perolehan Kembali


(23)

(% recovery) ... 107 Lampiran 19. Kurva Serapan Tremenza® pada Uji Perolehan Kembali ... 111 Lampiran 20. Data Hasil Persen Perolehan Kembali Pseudoefedrin

HCl padaTablet Tremenza® dengan Metode

Penambahan Baku (Standard Addition Method)... 116

Lampiran 21. Data Hasil Persen Perolehan Kembali Triprolidin HCl padaTablet Tremenza® dengan Metode Penambahan

Baku (Standard Addition Method) ... 117 Lampiran 22. Perhitungan Rata-Rata, Standar Deviasi dan Relatif Standar

deviasi Perolehan Kembali Pseudoefedrin HCl pada

Tablet Tremenza® ... 118 Lampiran 23. Perhitungan Rata-Rata, Standar Deviasi dan Relatif Standar

deviasi Perolehan Kembali Triprolidin HCl pada Tablet

Tremenza®……… 119 Lampiran 24. Daftar Distribusi Nilai t ... .. 120 Lampiran 25. Daftar Spesifikasi Sampel……… 121 Lampiran 26. Sertifikat Bahan Baku Pseudoefedrin HCl dan Triprolidin HCl

BPFI……… 122 Lampiran 27. Gambar Alat ... 124


(24)

PEMANFAATAN SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF UNTUK PENETAPAN KADAR CAMPURAN PSEUDOEFEDRIN HIDROKLORIDA DAN TRIPROLIDIN HIDROKLORIDA DALAM

SEDIAAN TABLET

ABSTRAK

Saat ini banyak beredar sediaan obat dengan lebih dari satu komponen zat aktif. Salah satu kombinasi yang sering digunakan adalah pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl yang tersedia dalam bentuk sediaan tablet dan beredar dengan berbagai merek dagang. Pseudoefedrin HCl adalah salah satu obat simpatomimetik. Triprolidin HCl adalah obat antihistamin.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar campuran pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl dengan menggunakan spektrofotometri derivatif dengan metode zero crossing dalam pelarut HCl 0,1 N. Panjang gelombang analisis untuk menetapkan kadar campuran pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl pada spektrum serapan derivat kedua yaitu pada panjang gelombang 271 nm (zero crossing untk triprolidin HCl) dan pada panjang gelombang 318 nm (zero crossing untuk pseudoefedrin HCl).

Penentuan linieritas kurva kalibrasi menunjukkan hubungan yang linier antara absorbansi dengan konsentrasi, untuk pseudoefedrin HCl dengan koefisien korelasi, r = 0,9999 dan persamaan regresi Y = (9,06X +8,00).10-6; untuk triprolidin HCl dengan koefisien korelasi, r = 0,9998 dan persamaan regresi Y = (48,9X – 9,0).10-6 . Batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) untuk pseudoefedrin HCl berturut-turut adalah 3,16 mcg/ml dan 10,53 mcg/ml sedangkan untuk triprolidin HCl adalah 0,59 mcg/ml dan 1,95 mcg/ml.


(25)

Hasil penetapan kadar campuran pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl yang dianalisis dalam tablet di pasaran menunjukkan bahwa semua memenuhi persyaratan sesuai dengan persyaratan yang tertera pada USP (United States

Pharmacopoeia) XXX tahun 2007. Hasil uji validasi yang dilakukan terhadap

tablet Tremenza® (Sanbe) memenuhi persyaratan validasi metode, untuk pseudoefedrin HCl diperoleh % recovery = 99,90%, simpangan baku relatif (RSD) = 0,9204% dan untuk triprolidin HCl diperoleh % recovery = 101,14%, simpangan baku relatif (RSD) = 1,6617 %. Hasil ini menunjukkan spektrofotometri derivatif metode zero crossing yang digunakan memenuhi persyaratan akurasi dan presisi.

Kata-kata kunci : pseudoefedrin HCl, triprolidin HCl, spektrofotometri derivatif, zero crossing, derivat kedua, validasi


(26)

DERIVATIVE SPECTROPHOTOMETRY APPLIED FOR DETERMINATION OF TRIPROLIDINE HYDROCHLORIDE AND PSEUDOEPHEDRINE HYDROCHLORIDE MIXTURE IN TABLETS

ABSTRACT

Nowdays many dosage form of drug which contain more than one active ingredient. One of combinations which is often used is triprolidine hydrochloride and pseudoephedrine hydrochloride in tablet form. Pseudoephedrine

hydrochloride is sympathomimetic drug. Triprolidine hydrochloride is antihistamine drug.

The purpose of this research is to determine pseudoephedrine hydrochloride and triprolidine hydrochloride mixture using derivative spectrophotometry with zero crossing method in HCl 0,1 N. Pseudoephedrine hydrochloride and triprolidine hydrochloride mixturing were determined by measuring the second derivative ratio amplitudes, at 271 nm (zero crossing for triprolidine hydrochloride) and at 318 nm (zero crossing for pseudoephedrine hydrochloride) respectively.

The determination of calibration curve linearity showed a linear correlation between the absorbtion versus concentration, for pseudoephedrine hydrochloride with the correlation coefficient, r = 0.9999 and the regression Y = (9,06X + 8,00). 10-6 , for triprolidine hydrochloride with the correlation coefficient, r = 0.9998 and the regression Y = (48,9X – 9,0) . Limit of detection (LOD) and limit of qua ntitation (LOQ) of pseudoephedrine hydrochloride 3,16 mcg/ml and 10,50 mcg/ml. Limit of detection (LOD) and limit of qua ntitation (LOQ) of triprolidine hydrochloride 0,59 mcg/ml and 1,95 mcg/ml.


(27)

The result of determination of pseudoephedrine hydrochloride and triprolidine hydrochloride mixture the requirement of the thirtieth edition United States Pharmacopoeia 2007. The validation test of tablet Tremenza® showed pseudophedrine has percent recovery = 99,90 %, relative standard deviation (RSD) = 0,9204 % and triprolidine hydrochloride has percent recovery = 101,14 %, relative standard deviation (RSD) = 1,6667%. These result showed that derivative spectrophotometric method fulfilled the requirement of accuracy and precision.

Keywords : pseudoephedrine hydrochloride, triprolidine hydrochloride, derivative spectrophotometry, zero crossing, second order, validation


(28)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Saat ini banyak beredar sediaan obat dengan lebih dari satu komponen zat aktif. Salah satu kombinasi yang sering digunakan adalah pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl yang tersedia dalam bentuk sediaan tablet dengan berbagai merek dagang. Pseudoefedrin HCl adalah salah satu obat simpatomimetik dan triprolidin HCl adalah obat antihistamin (Moffat, 2004).

Bentuk sediaan farmasi seperti tablet harus memenuhi beberapa persyaratan sesuai dengan standar yang ada pada acuan misalnya pada farmakope. Salah satu persyaratan tersebut adalah persyaratan kadar. Persyaratan kadar untuk sediaan tablet campuran pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl menurut USP (United States Pharmacopoeia) XXX ( 2007 ) yaitu mengandung triprolidin HCl dan pseudoefedrin HCl tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Triprolidin HCl dapat ditetapkan kadarnya dengan spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang maksimum 290 nm ( A 1%, 1 cm dalam larutan asam = 347a ). Demikian juga dengan pseudoefedrin HCl dapat ditetapkan kadarnya dengan spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang maksimum 257 nm (A 1%, 1 cm dalam larutan asam = 11,9a) (Moffat, 2004).

Pada penetapan kadar campuran pseudoefedrin HCl atau triprolidin HCl secara spektrofotometri ultraviolet yang menjadi kendala adalah terjadinya tumpang tindih (overlapping) spektrum kedua senyawa tersebut, dimana kedua


(29)

senyawa ini dapat larut dalam pelarut yang sama yaitu dalam HCl 0,1 N serta memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang yang berdekatan.

USP XXX (2007) merekomendasikan penggunaan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) untuk menetapkan kadar kedua komponen itu sedangkan Sriphong (2009) menganjurkan spektrofotometri derivatif. Hayun (2006) juga melaporkan penggunaan spektrofotometri derivatif pada panjang gelombang zero

crossing untuk penetapan kadar campuran tersebut.

Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap spektra pada spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak. Pada spektrofotometri konvensional, spektrum serapan merupakan plot serapan (A) terhadap panjang gelombang (λ). Pada spektrofotometri derivatif, plot A lawan λ, ditransformasikan

menjadi plot dA/dλ lawan λ untuk derivatif pertama, dan d2A/ dλ2lawan λ untuk derivatif kedua, dan seterusnya. Spektrofotometri derivatif dapat digunakan untuk analisis kuantitatif zat-zat yang spektrumnya tumpang tindih dan/atau spektrumnya mungkin tersembunyi dalam suatu bentuk spektrum besar (Hayun, 2006).

Ada tiga aplikasi spektrofotometri derivatif yang sering digunakan dalam anlisa kuantitatif antara lain metode zero crossing, metode peak to peak dan metode multivariate spectrrophotometric calibration (Talsky, 1994).

Pada penelitian ini dilakukan penetapan kadar triprolidin HCl dan pseudoefedrin HCl dalam sediaan tablet secara simultan (tanpa pemisahan terlebih dahulu) yaitu menggunakan spektrofotometri derivatif dengan aplikasi metode


(30)

Untuk memperoleh validitas dari metode ini, maka dilakukan batas deteksi (limit of detection, LOD), batas kuantitasi (limit of quantitation, LOQ), uji akurasi yang dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery) dan uji presisi yang dinyatakan dalam Relative Standart Deviation (RSD).

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah campuran pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl dalam sediaan tablet dapat ditetapkan kadarnya secara simultan dengan menggunakan spektrofotometri derivatif pada panjang gelombang zero crossing dan apakah metode yang digunakan memenuhi syarat validasi metode ?

2. Apakah kadar campuran pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl dalam sediaan tablet yang ditetapkan menggunakan spektrofotometri derivatif pada panjang gelombang zero crossing secara simultan memenuhi persyaratan USP XXX tahun 2007?

1.3 Hipotesis

1. Campuran pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl dalam sediaan tablet dapat ditetapkan kadarnya secara simultan dengan menggunakan spektrofotometri derivatif pada panjang gelombang zero crossing dan memenuhi syarat validasi metode.

2. Kadar campuran pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl dalam sediaan tablet yang ditetapkan secara simultan menggunakan spektrofotometri derivatif pada panjang gelombang zero crossing memenuhi persyaratan


(31)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Melakukan penetapan kadar campuran pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl secara simultan dalam sediaan tablet mengunakan spektrofotometri derivatif pada panjang gelombang zero crossing dan melakukan uji validasi terhadap metode yang digunakan.

2. Membandingkan hasil yang diperoleh pada penetapan kadar campuran pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl secara simultan mengunakan spektrofotometri derivatif pada panjang gelombang zero crossing dengan persyaratan USP XXX tahun 2007.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah untuk memperoleh panjang gelombang zero

crossing analisis dalam menetapkan kadar pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Bahan

2.1.1 Pseudoefedrin Hidroklorida

OH NH

Pseudoefedrin

Gambar 1. Rumus struktur pseudoefedrin

Pseudoefedrin adalah salah satu alkaloid yang diperoleh dari Epedra sp dan merupakan stereoisomer dari efedrin. Pseudoefedrin HCl mempunyai rumus molekul = C10H15NO.HCl; BM = 201,70; pemerian : hablur putih atau serbuk

putih, serbuk halus putih atau hampir putih, bau khas lemah; kelarutan: sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol, agak sukar larut dalam kloroform; titik lebur : 182,50 – 182,50 ; pKa = 9,8 (Ditjen POM, 1995; Moffat, 2007).

Pseudoefedrin HCl adalah salah satu obat simpatomimetik yang bekerja dengan cara langsung terhadap reseptor di otot polos dan jantung dan juga secara tak langsung dapat membebaskan noradrenalin. Penggunaan utamanya adalah bronkodilatasi kuat (β2), sebagai dekongestan. Efek midriatikum dari obat ini

kurang merangsang dibandingkan dengan adrenalin. Waktu paruh plasmanya adalah lebih kurang 7 jam. Obat ini banyak digunakan dalam sediaan kombinasi


(33)

untuk flu. Volume distribusi 3L/Kg. Dosis 3-4 kali sehari 60 mg (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2010).

Salah satu analisa kualitatif untuk efedrin dan derivatnya adalah reaksi

Chen-kao. Reaksi ini adalah reaksi dengan CuSO4 dan NaOH menghasilkan

warna ungu. Jika dikocok dengan dengan eter, maka akan terbentuk dua lapisan berwarna. Lapisan eter akan berwarna ungu dan lapisan air akan berwarna biru. Reaksi ini adalah reaksi pembentukan kompleks antara Cu dengan turunan fenilalkilamin yang mempunyai gugus amino dan gugus hidroksi. Selain menggunakan eter dapat juga digunakan n-butanol yang akan menghasilkan warna ungu pada lapisan n-butanol dan warna biru pada lapisan air (Roth, et al., 1991).

Pseudoefedrin HCl dapat ditetapkan kadarnya dengan beberapa cara yaitu

spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang 257 nm (A 1%, 1 cm dalam larutan asam = 11,9a), kromatografi gas, dan dengan kromatografi cair kinerja tinggi (Moffat, 2007). Dapat juga ditetapkan kadarnya secara titrasi bebas air karena mempunyai atom N yang bersifat basa (Cairns, 2008).

2.1.2 Triprolidin Hidroklorida

N


(34)

Tripprolidin HCl mempunyai rumus molekul = C19H22N2.HCl.H2O; berat molekul

= 332,87; pemerian : serbuk hablur putih, ringan, berbau tidak enak, larutan bersifat basa terhadap lakmus, melebur pada suhu lebih kurang 115oC; kelarutan : larut dalam air, dalam etanol dan dalam kloroform, tidak larut dalam eter; pKa = 6,5 (Ditjen POM, 1995; Moffat, 2007).

Triprolidin HCl adalah antihistamin yang bekerja dengan daya kuat. Bekerja mengurangi efek histamin terhadap tubuh dengan cara menghambat reseptor histamin. Mula kerjanya cepat dan bertahan lama. Dosis 1-10 mg dan diberikan pada malam hari berhubung dengan efek sedatifnya (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2010). Waktu paruhnya 1,5 sampai 20 jam, tetapi rata-rata 5 jam (Moffat, 2007).

Triprolidin HCl dapat ditetapkan kadarnya dengan beberapa metode antara lain dengan spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang maksimum 290 nm (A 1%, 1 cm dalam larutan asam = 347a), dengan kromatografi cair kinerja tinggi, dengan densitometri dan dengan kromatografi gas (Moffat, 2007). Triprolidin juga dapat ditetapkan kadarnya secara titrasi bebas air karena mempunyai atom N yang bersifat basa (Cairns, 2008).

2.2 Spektrofotometri Infra Merah (IR)

Senyawa kimia yang memiliki ikatan kovalen, baik senyawa organik maupun senyawa anorganik akan menyerap radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang berbeda pada daerah InfraMerah. Terjadinya absorbsi karena molekul tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi ketika mengabsorbsi radiasi InfraMerah. Karena setiap ikatan yang berbeda memiliki frekuensi getaran yang berbeda dan ikatan yang sama dari dua senyawa yang berbeda berada dalam


(35)

lingkungan yang berbeda, maka tidak ada dua molekul yang berbeda struktur memiliki spektrum InfraMerah yang sama (Pavia, et al., 1979).

Radiasi elektromagnetik InfraMerah bila dilewatkan pada suatu sampel maka akan diserap oleh ikatan – ikatan molekul di dalam sampel sehingga molekul tersebut akan mengalami gerakan vibrasi regangan dan vibrasi bengkokan. Bentuk vibrasi regangan ini dapat dibagi lagi atas beberapa, yakni: regangan asimetrik dan regangan simetrik. Bentuk vibrasi bengkokan juga dapat dibagi atas: guntingan, pelintiran, kibasan, dan goyangan. Vibrasi regangan terjadi pada bilangan gelombang yang lebih besar (panjang gelombang yang lebih kecil) sedangkan vibrasi bengkokan terjadi pada bilangan gelombang yang lebih kecil (panjang gelombang yang lebih besar) (Pavia, et al., 1979; Watson, 2005).

Radiasi elektromagnetik yang diserap merupakan ciri khas dari setiap ikatan. Spektrum InfraMerah dapat digunakan untuk memeriksa identitas bahan baku obat yang digunakan dan dapat mengidentifikasi bahan kimia sintetik sebagai pemeriksaan pendahuluan (Watson, 2005).

2.3 Spektrofotometri Ultraviolet

Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik. Interaksi antara molekul dengan radiasi elektromagnetik ini akan meningkatkan energi dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Apabila pada molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada satu macam gugus yang terdapat pada molekul, maka hanya akan terjadi satu absorpsi yang merupakan pita spektrum. Terjadinya dua atau lebih pita spektrum diberikan oleh molekul dengan struktur yang lebih


(36)

kompleks karena terjadi beberapa transisi sehingga mempunyai lebih dari satu panjang gelombang (Rohman, 2007).

Gugus fungsi seperti –OH, -O, -NH2, dan –OCH3 yang memberikan

transisi n → π* disebut gugus auksokrom. Gugus ini adalah gugus yang tidak dapat menyerap radiasi ultraviolet-sinar tampak, tetapi apabila gugus ini terikat pada gugus kromofor mengakibatkan pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih besar (pergeseran batokromik) (Rohman, 2007).

Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel yang disinari. Sedangkan menurut Beer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi. Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dengan persamaan :

A= a.b.c (g/liter) atau A= ε. b. c (mol/liter) Dimana: A = serapan

a = absorptivitas b = ketebalan sel c = konsentrasi

ε = absorptivitas molar

Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri dimana konsentrasi dapat dihitung berdasarkan rumus di atas. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan spesifik untuk setiap molekul pada panjang gelombang dan pelarut tertentu.

Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis kuantitatif. Apabila dalam alur spektrofotometer terdapat senyawa yang


(37)

mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan energi radiasi yang diabsorpsi oleh molekul adalah absorban (A) yang dalam batas konsentrasi tertentu nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi. Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga ditentukan dengan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak, apabila ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi kromofor atau dapat disambungkan dengan suatu pereaksi kromofor .

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans atau serapan suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan penggabungan dari dua fungsi alat yang terdiri dari spektrometer yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi.

Menurut Day dan Underwood (1998), unsur -unsur terpenting suatu spektrofotometer adalah sebagai berikut:

1. Sumber-sumber lampu: lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang gelombang antara 350- 900 nm.

2. Monokromotor: digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian.


(38)

3. Kuvet (sel): digunakan sebagai wadah sampel untuk menaruh cairan ke dalam berkas cahaya spektrofotometer. Kuvet itu haruslah meneruskan energi radiasi dalam dearah spektrum yang diinginkan. Pada pengukuran didaerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah ultraviolet kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Kuvet tampak dan ultraviolet yang khas mempunyai ketebalan 1 cm, namun tersedia kuvet dengan ketebalan yang sangat beraneka, mulai dari ketebalan kurang dari 1 mm sampai 10 cm bahkan lebih.

4. Detektor: Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang.

5. Suatu amplifier (penguat) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat isyarat listrik itu dapat dibaca.

6. Sistem pembacaan yang memperlihatkan besarnya isyarat listrik

2.4 Spektrofotometri Derivatif

2.4.1 Pengertian Spektrofotometri Derivatif

Spektofotometri deivatif bersangkutan dengan transformasi spektrum serapan menjadi spektrum derivatif pertama, kedua atau spektrum derivatif dengan order yang lebih tinggi Spektrum derivat pertama dibuat dengan

memplotkan dA/dλ dengan panjang gelombang (Ditjen POM, 1995).

Pada spektrofotometri konvensional, spektrum serapan merupakan plot

serapan (A) terhadap panjang gelombang (λ). Pada spektrofotometri derivatif, plot A lawan λ, ditransformasikan menjadi plot dA/dλ lawan λ untuk derivatif pertama, dan d2A/ dλ2lawan λ untuk derivatif kedua, dan seterusnya.


(39)

A = f(λ), order nol

dA/dλ = f ′(λ), order pertama

d2A/dλ2 = f ″(λ), order kedua

dan seterusnya( Moffat, 2007).

Sesuai dengan hukum Lambert-Beer, maka :

dA/dλ = xbc d cm dA λ ) 1 %, 1 (

dA2/dλ2 = xbc d cm A d 2 2 ) 1 %, 1 ( λ

dn = xbc

d cm A d n n λ ) 1 %, 1 (


(40)

Gambar 3. Kurva serapan derivat pertama sampai derivat keempat

2.4.2 Metode Spektrofotometri Derivatif

Ada tiga metode spektrofotometri derivatif yang sering digunakan dalam anlisa kuantitatif antara lain metode zero crossing, metode peak to peak dan metode multivariate spectrrophotometric calibration. Panjang gelombang zero

crossing adalah panjang gelombang dimana senyawa tersebut mempunyai serapan

nol dan menjadi panjang gelombang analisis untuk zat lain dalam campurannya.

Gambar 4. Kurva sederhana aplikasi zero crossing (z)

Panjang gelombang peak to peak ditentukan dari penggabungan spektrum derivatif larutan baku dan sampel (analit). Dari hasil penggabungan spektrum derivatif tersebut, dicari daerah panjang gelombang dimana terdapat spektrum yang saling berimpit satu sama lain secara total (Hayun, 2006).

2.4.3 Penggunaan Spektrofotometri Derivatif

Spektrofotometri derivatif banyak digunakan untuk zat-zat dalam suatu

campuran yang spektrumnya saling mengganggu atau tumpang tindih


(41)

memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang yang berdekatan. Sebagai contoh penetapan kadar campuran pseuoefedrin HCl, triprolidin HCl dan dekstrometorfan HBr (Watson, 2007), penetapan kadar efedrin dan zat warna dalam sediaan sirup (Cairns, 2008), penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen (Hassan, 2008), penetapan kadar campuran parasetamol, kafein dan salisilamid (Wulandari, 2006), penetapan kadar dekstrometorfan HBr dan gliserilguaiakolat dalam sediaan tablet dan sirup obat batuk, campuran tetrasiklin dan oksitetrasiklin, penetapan kadar teofilin dan efedrin HCl dalam sediaan tablet, penetapan kadar campuran vitamin B kompleks (Hayun,2006). Selain dalam bidang farmasi, spektrofotometri derivatif telah diaplikasikan secara luas di dalam analisis lingkungan, klinik, forensik, biomedik, dan industri (Skujins and Varian, 2006).

2.4.4 Komponen Spektrofotometer Derivatif

Komponen-komponen pada spektrofotometer UV/Vis biasa sama dengan komponen pada spektrofotometer derivatif. Alat spektrofotometer harus dilengkapi dengan peralatan sedemikian rupa untuk dapat menghasilkan spektrum derivatif (Ditjen POM, 1995). Biasanya spektrofotometer telah mempunyai

software untuk mengolah data yang dapat dioperasikan malalui komputer yang

telah terhubung dengan spektrofotometer (Moffat, 2007).

2.5 Validasi Metode Analisis

Validasi metode adalah suatu proses yang menunjukkan bahwa prosedur analitik telah sesuai dengan penggunaan yang dikehendaki. Validasi merupakan persyaratan mendasar yang diperlukan untuk menjamin kualitas dan hasil dari


(42)

metode menurut USP (United States Pharmacopeia) XXX yaitu akurasi/kecermatan, presisi/keseksamaan, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas, rentang dan kekuatan/ketahanan

2.5.1 Akurasi (Kecermatan)

Akurasi adalah kedekatan antara nilai hasil uji yang diperoleh melalui metode analitik dengan nilai sebenarnya. Akurasi dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery). Akurasi dapat ditentukan dengan dua metode, yakni spiked – placebo recovery dan standard addition method. Pada spiked –

placebo recovery atau metode simulasi, analit murni ditambahkan (spiked) ke

dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi, lalu campuran tersebut dianalisis dan jumlah analit hasil analisis dibandingkan dengan jumlah analit teoritis yang diharapkan. Jika plasebo tidak memungkinkan untuk disiapkan, maka sejumlah analit yang telah diketahui konsentrasinya dapat ditambahkan langsung ke dalam sediaan farmasi. Metode ini dinamakan standard addition

method atau metode penambahan baku. (USP XXX, 2007; Ermer, 2005; Harmita,

2004).

2.5.2 Presisi (Keseksamaan)

Presisi adalah ukuran keterulangan metode analitik, termasuk di antaranya kemampuan instrumen dalam memberikan hasil analitik yang reprodusibel. Berdasarkan rekomendasi ICH (the International Conference on the

Harmonisation), karakteristik presisi dilakukan pada 3 tingkatan, yakni

keterulangan (repeatability), presisi antara (intermediate precision) dan reprodusibilitas (reproducibility). Keterulangan dilakukan dengan cara menganalisis sampel yang sama oleh analis yang sama menggunakan instrumen


(43)

yang sama dalam periode waktu singkat. Presisi antara dikerjakan oleh analis yang berbeda. Sedangkan reprodusibilitas dikerjakan oleh analis yang berbeda dan di laboratorium yang berbeda (USP XXX, 2007; Épshtein, 2004).

2.5.3 Spesifisitas

Spesifisitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradatif dan komponen matriks. Secara umum, spesifisitas dapat ditunjukkan oleh pendekatan secara langsung maupun tidak langsung. Pendekatan langsung dapat ditunjukkan oleh minimalnya gangguan oleh senyawa lain terhadap hasil analisis misalnya mendapatkan hasil yang sama dengan atau tanpa senyawa pengganggu, resolusi kromatografik yang bagus dan kemurnian puncak (peak purity). Pendekatan tidak langsung adalah lewat pengamatan karakteristik akurasi dari metode tersebut. Bila akurasi metode telah dapat diterima (acceptable) dan valid, maka metode tersebut otomatis telah masuk kriteria sebagai metode yang spesifik (Ermer, 2005).

2.5.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Sedangkan batas kuantitasi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (USP XXX, 2007).

2.5.5 Linearitas


(44)

diberikan. Linieritas dapat ditentukan secara langsung dengan pengukuran sampel (analit) yang ditambahkan baku pada sekurang-kurangnya lima titik konsentrasi yang mencakup seluruh rentang konsentrasi kerja (Ermer, 2005). Berdasarkan rekomendasi ICH, linieritas dalam prakteknya diperkirakan pertama kali secara visual dari penampilan kurva plot luas area / tinggi puncak dengan konsentrasi. Untuk prosedur analitik, CDER (Center for Drug Evaluation and Research, US FDA) merekomendasikan bahwa kriteria linieritasnya pada tingkat koefisien korelasi tidak lebih kecil dari 0,999 (Épshtein, 2004).

2.5.6 Rentang

Rentang adalah konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang cukup (Ermer, 2005). Rentang suatu prosedur dapat divalidasi lewat pembuktian bahwa prosedur analitik tersebut mampu memberikan presisi, akurasi dan linieritas yang dapat diterima ketika digunakan untuk menganalisis sampel (USP XXX, 2007; USP

Convention, 2006).

2.5.7 Kekuatan (Ketahanan)

Kekuatan dievaluasi dengan melakukan perubahan parameter dalam melakukan metode analitik seperti persentase kandungan pelarut organik dalam fase gerak, pH larutan dapar, waktu pengekstraksian analit, komposisi pengekstraksi dan perbandingan konsentrasi fase gerak (Épshtein, 2004).


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental dan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Juni 2010 sampai dengan Agustus 2010.

3.2 Alat

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian adalah spektrofotometer IR (Shimadzu), spektrofotometer ultraviolet (UV -1800 Shimadzu) double beam yang dilengkapi dengan komputer, sonikator (Branson 1510), neraca analitik (Mettler Toledo), kuvet, lumpang dan alu, alat-alat gelas dan alat-alat lainnya yang diperlukan dalam penyiapan sampel dan larutan.

3.3 Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian adalah HCl 0,1 N (diencerkan 8,3 ml HCl 37% (v/v) dengan akuades secara kuantitatif dalam labu

tentukur 1 L), akuades (Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif), triprolidin HCl baku (BPFI), pseudoefedrin HCl baku (BPFI), tablet merek dagang Tremenza® (Sanbe) dan Trifed® (Interbat).

3.4 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan antara satu tempat dengan tempat yang lain, karena sampel


(46)

digunakan adalah dua tablet merek dagang yaitu Tremenza® (Sanbe) dan Trifed® (Interbat).

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Uji Identifikasi Baku Pseudoefedrin HCl dan Triprolidin HCl dengan Spektrofotometer IR

Uji identifikasi baku pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl dilakuka n dengan menggunakan spektrofotometer FTIR, yaitu dengan cara: masing-masing ditimbang 10 mg, lalu dicampur dengan 100 mg serbuk KBr dalam lumpang, digerus hingga halus dan homogen, dan dianalisis pada bilangan gelombang 4000-500 cm-1.

3.5.2 Pembuatan Larutan Induk Baku

3.5.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Triprolidin HCl

Ditimbang 50 mg triprolidin HCl BPFI, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, ditambahkan HCl 0,1 N, dikocok hingga larut, lalu dicukupkan sampai garis tanda dengan HCl 0,1 N sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 mcg/ml, larutan ini disebut larutan induk baku I (LIB I). Dari larutan ini dipipet 12,5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, diencerkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda, lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 250 mcg/ml (LIB II).

3.5.2.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Pseudoefedrin HCl

Ditimbang 50 mg pseudoefedrin HCl BPFI, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambahkan HCl 0,1 N, dikocok hingga larut, lalu dicukupkan sampai garis tanda dengan HCL 0,1 N sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 2000 mcg/ml, larutan ini disebut larutan induk baku I (LIB I). Dari larutan ini dipipet 12,5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, diencerkan


(47)

dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda, lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 mcg/ml (LIB II).

3.5.3 Pembuatann Spektrum Serapan Maksimum

3.5.3.1 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Pseudoefedrin HCl

Dipipet 1,85 ml Larutan Induk Baku II (LIB II) pseudoefedrin HCl (konsentrasi = 1000 mcg/ml), dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, diencerkan dengan HCl 0,1 N hingga garis tanda, lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 370 mcg/ml, kemudian diukur serapan pada panjang gelombang 200 – 400 nm.

3.5.3.2 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Triprolidin HCl

Dipipet 1,25 ml Larutan Induk Baku II (LIB II) triprolidin HCl (konsentrasi = 250 mcg/ml), dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, diencerkan dengan HCl 0,1 N hingga garis tanda, lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 12,5 mcg/ml, kemudian diukur serapan pada panjang gelombang 200 – 400 nm.

3.5.4. Pembuatan Spektrum Serapan Derivatif

3.5.4.1 Pembuatan Spektrum Serapan Derivatif Pseudoefedrin HCl

Dipipet Larutan Induk Baku II pseudoefedrin HCl (konsentrasi = 1000 mcg/ml) sebanyak 1,25 ml; 2,5 ml; 3,75 ml; 5 ml; dan 6,25 ml. Masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan HCl 0,1 N hingga garis tanda. Lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 100; 200; 300; 400; dan 500 mcg/ml. Kemudian dibuat spektrum serapan biasa (tanpa diderivatkan), spektrum serapan derivat pertama dan derivat


(48)

3.5.4.2 Pembuatan Spektrum Serapan derivatif Triprolidin HCl

Dipipet Larutan Induk Baku II triprolidin HCl (250 mcg/ml) sebanyak 0,5 ml; 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; dan 2,5 ml. Masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, diencerkan dengan HCl 0,1 N hingga garis tanda. Lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 5; 10; 15; 20; dan 25 mcg/ml. Kemudian dibuat spektrum serapan biasa (tanpa diderivatkan), spektrum serapan derivat pertama dan derivat kedua pada panjang gelombang 200-400 nm dengan ∆λ = 10 nm.

3.5.5 Penentuan Zero Crossing

Penentuan zero crossing diperoleh dengan menumpangtindihkan atau mengoverlappingkan spektrum serapan pada masing-masing derivat dari berbagai konsentrasi larutan. Zero Crossing tiap spektrum derivat dari masing-masing zat ditunjukkan oleh panjang gelombang yang memiliki serapan nol pada berbagai konsentrasi.

3.5.6 Penentuan Panjang Gelombang (λ) Analisis

Dibuat larutan pseudoefedrin HCl dengan konsentrasi 300 mcg/ml, triprolidin HCl dengan konsentrasi 12,5 mcg/ml, dan larutan campuran kedua zat itu sehingga di dalamnya terdapat pseudoefedrin HCl dengan konsentrasi 300 mcg/ml dan triprolidin HCl dengan konsentrasi 12,5 mcg/ml. Kemudian dibuat spektrum serapan derivat pertama dari masing-masing larutan zat tunggal dan dari campuran zat. Spektrum serapan derivat pertama dari larutan zat tunggal dan campuran keduanya ditumpangtindihkan. Demikian juga untuk spektrum serapan derivat kedua. Yang dipilih untuk menjadi panjang gelombang analisis adalah pada saat serapan senyawa pasangannya nol dan serapan maksimum zat itu dan


(49)

campurannya hampir sama atau persis sama, karena pada panjang gelombang tersebut dapat secara selektif mengukur serapan zat tersebut.

3.5.7 Pembuatan dan Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi

3.5.7.1 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Pseudoefedrin HCl

Dipipet Larutan Induk Baku II pseudoefedrin HCl (konsentrasi = 1000 mcg/ml) sebanyak 1,25 ml; 2,5 ml; 3,75 ml; 5 ml; dan 6,25 ml. Masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan HCl 0,1 N hingga garis tanda. Lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 100; 200; 300; 400; dan 500 mcg/ml. Kemudian diukur serapan pada derivat kedua (∆λ = 10 nm) pada panjang gelombang 271 nm. Kemudian dilakukan analisis hubungan antara konsentrasi dengan serapan, sehingga diperoleh persamaan regresi linear y = ax + b, dan berdasarkan nilai serapan pada panjang gelombang 271 nm, dilakukan pula perhitungan limit deteksi/ limit of

detection (LOD) dan limit kuantitasi/limit of quantitation (LOQ).

Untuk menentukan batas deteksi (LOD) dan batas kuntitasi (LOQ) dapat digunakan rumus :

Keterangan :

SB = Simpangan Baku 2 ) ( 2 − − =

n Yi Y SB Slope SB x LOD=3

Slope SB x LOQ=10


(50)

LOQ = Batas Kuantitasi

3.5.7.2 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Triprolidin HCl

Dipipet Larutan Induk Baku II triprolidin HCl (250 mcg/ml) sebanyak 0,5 ml; 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; dan 2,5 ml. Masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, diencerkan dengan HCl 0,1 N hingga garis tanda. Lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 5; 10; 15; 20; dan 25 mcg/ml. Kemudian diukur serapan pada derivat kedua (∆λ = 10 nm) pada panjang gelombang 318 nm. Kemudian dilakukan analisis hubungan antara konsentrasi dengan serapan, sehingga diperoleh persamaan regresi linear y = ax + b, dan berdasarkan nilai serapan pada panjang gelombang 318 nm, dilakukan pula perhitungan limit deteksi/ limit of detection (LOD) dan limit kuantitasi/limit of

quantitation (LOQ). Perhitungan menentukan batas deteksi (LOD) dan batas

kuntitasi (LOQ) seperti rumus di atas.

3.5.8 Penentuan Kadar Pseudoefedrin HCl dan Triprolidin HCl dalam

Sediaan Tablet

Dua puluh tablet merek dagang yang mengandung pseudoefedrin HCl 60 mg dan triprolidin HCl 2,5 mg ditimbang, lalu digerus dalam lumpang sampai halus dan homogen. Kemudian ditimbang seksama sejumlah serbuk setara dengan 50 mg pseudoefedrin HCl . Kemudian dari berat analit yang ditimbang setara 50 mg pseudoefedrin HCl ini dihitung kesetaraan triprolidin HCl yang terkandung di dalamnya (penimbangan serbuk sebanyak 6 kali pengulangan), dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, ditambahkan HCl 0,1 N sampai garis tanda sambil dikocok. Larutan kemudian dihomogenkan dengan pengaduk ultrasonik selama 20 menit. Larutan tersebut kemudian disaring, lebih kurang 10 ml filtrat pertama dibuang. Filtrat selanjutnya ditampung. Kemudian dari larutan filtrat ini, dipipet 3


(51)

ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml dan diencerkan dengan HCl 0,1 N hingga garis tanda (konsentrasi = 300 mcg/ml untuk pseudoefedrin HCl dan konsentrasi = 12,5 mcg/ml untuk triprolidin HCl) dan diukur serapannya pada serapan/derivat kedua pada panjang gelombang 271 nm dan 318 nm.

3.5.9 Uji Validasi 3.5.9.1 Uji Akurasi

Uji akurasi dilakukan dengan metode penambahan baku (Standard

Addition Method), yaitu dengan membuat 3 konsentrasi analit sampel dengan

rentang spesifik 80 %, 100 %, 120 %, dimana masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali replikasi. Setiap rentang spesifik mengandung 70 % analit dan 30 % baku pembanding, kemudian dianalisa dengan perlakuan yang sama seperti pada penetapan kadar sampel.

Persen perolehan kembali (% recovery) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% Recovery Keterangan :

A = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan baku B = konsentrasi sampel sebelum penambahan bahan baku

C = konsentrasi baku yang ditambahkan

3.5.9.2 Uji Presisi

Uji presisi (keseksamaan) ditentukan dengan parameter RSD (Relative

Standard Deviasi) dengan rumus :

% 100 x C B A− =


(52)

RSD =

Untuk menghitung Standar Deviasi (SD) digunakan rumus :

Keterangan :

RSD = Relative Standard Deviasi SD = Standard Deviasi

X = Kadar Rata-rata pseudoefedrin HCl atau triprolidin HCl dalam

Sampel

3.5.10 Analisis Data Statistik

Analisis data secara statistik menggunakan uji t. Untuk mengetahui apakah data diterima atau ditolak digunakan rumus seperti di bawah ini :

t hitung =

n SD X X / −

Dasar penolakan data jika thitung ≥ ttabel dan thitung≤ -ttabel.

Untuk mencari kadar sebenarnya dengan taraf kepercayaan 99% dengan derajat kebebasan dk= n-1, digunakan rumus :

µ = X± t(1-1/2α)dk x n SD

Keterangan :

µ = interval kepercayaan X = kadar rata-rata sampel X = kadar sampel

t = harga t tabel sesuai dengan dk = n-1 % 100 x X SD 1 ) ( 2 − − =

n X X SD


(53)

α = tingkat kepercayaaan dk = derajat kebebasan SD = standar deviasi n = jumlah perlakuan


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Identifikasi Menggunakan Spektrofotometer FTIR

Pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl BPFI sebelum digunakan sebagai baku pembanding terlebih dahulu diidentifikasi menggunakan Spektrofotometer FTIR pada rentang bilangan gelombang 4000 – 500 cm-1. Spektrum IR pseudoefedrin HCl dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5. Spektrum inframerah pseudoefedrin HCl BPFI

Dari hasil penelitian diperoleh bentuk spektrum pseudoefedrin HCl BPFI hampir sama dengan bentuk spektrum yang terdapat pada literatur dan pada sertifikat BPFI. Pada daerah sidik jari juga diperoleh bilangan gelombang yang hampir sama dengan bilangan gelombang pada literatur dan pada data sertifikat BPFI. Toleransi perbedaan bilangan gelombang yang diijinkan untuk bilangan gelombang pada daerah sidik jari adalah ± 4 cm-1 (Moffat, 2007).


(55)

Tabel 1. Data bilangan gelombang (dalam cm-1) pada daerah sidik jari dari pseudoefedrin HCl

Data Clarke’s 704 764 1005 1036 1585

Data Penelitian 702,09 761,88 1006,84 1035,77 1587,42 Data BPFI 702,09 761,85 1001,06 1034,20 1585,49

Tabel 2. Data bilangan gelombang hasil identifikasi gugus fungsi dan ikatan dari

pseudoefedrin HCl Gugus fungsi dan

ikatan Literatur Baku Parasetamol

C−H Aromatis 3020 – 3100 cm-1 3084,18 cm-1 Benzen 1500 dan 1600 cm-1 1552,7 dan 1587,42 cm-1

C=C 1650 cm-1 – 1670 cm-1 1681,93 cm-1

C=N 1030 cm-1 dan 1320 cm-1 1035,77 cm-1 dan 1334,74 cm-1 N-H 3310 cm-1 – 3500 cm-1 3280,92 cm-1

C−H Alifatis 2850 – 2960 cm-1 2866,22 cm-1, 2935,66 cm-1

O−H 3100 cm-1 3147,83 cm-1

C−O 1050 – 1150 cm-1 1066,64 cm-1, 1122,27 cm-1

Spektrum IR dari triprolidin HCl BPFI dapat dilihat pada gambar 6 di bawah ini.


(56)

Dari hasil penelitian diperoleh bentuk spektrum triprolidin HCl BPFI hampir sama dengan bentuk spektrum yang terdapat pada literatur dan pada sertifikat BPFI. Pada daerah sidik jari juga diperoleh bilangan gelombang yang hampir sama dengan bilangan gelombang pada literatur dan pada data sertifikat BPFI. Toleransi perbedaan bilangan gelombang yang diijinkan untuk bilangan gelombang pada daerah sidik jari adalah ± 4 cm-1 (Moffat, 2007).

Tabel 3. Data bilangan gelombang (dalam cm-1) pada daerah sidik jari dari triprolidin HCl

Data Clarke’s 775 825 990 1146 1580

Data Pengukuran 775,38 825,23 989,48 1145,72 1581,63 Data BPFI 775,38 825,33 989,40 1145,72 1581,63

Tabel 4. Data bilangan gelombang hasil identifikasi gugus fungsi dan ikatan dari

triprolidin HCl Gugus fungsi dan

ikatan Literatur Baku Parasetamol

C−H Aromatis 3020 – 3100 cm-1 3045,60 cm-1, 3078,39 cm-1 Benzen 1500 dan 1600 cm-1 1514,12 dan 1604,77 cm-1

C=C 1650 cm-1 – 1670 cm-1 1633,71 cm-1

C=N 1030 cm-1 dan 1320 cm-1 1020,34 cm-1 dan 1330,88 cm-1 C−H Alifatis 2850 – 2960 cm-1 2885,51 cm-1

Jadi, baku yang diidentifikasi dan digunakan dalam penelitian adalah baku pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl.

4.2 Pembuatan Kurva Serapan Maksimum

Pembuatan kurva serapan maksimum dilakukan pada panjang gelombang 200-400 nm. Pengukuran dilakukan pada konsentrasi 370 mcg/ml untuk pseudoefedrin HCl dan pada konsentrasi 12,5 mcg/ml untuk triprolidin HCl. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh panjang gelombang maksimum pada λ =


(57)

257 nm untuk pseudoefedrin HCl ( gambar 5) dan pada λ = 290 nm untuk triprolidin HCl ( gambar 6).

Gambar 7. Kurva serapan maksimum pseudoefedrin HCl 370 mcg/ml.


(58)

Kurva serapan biasa dibuat dengan membuat larutan pseudoefedrin HCl dengan konsentrasi 100; 200; 300; 400; dan 500 mcg/ml dan larutan triprolidin HCl dengan konsentrasi 5; 10; 15; 20; dan 25 mcg/ml. Dibuat kurva serapan pada panjang gelombang 200-400 nm. Kurva serapan dari masing-masing zat pada berbagai konsentrasi tersebut ditumpangtindihkan atau dioverlappingkan. Kurva serapan biasa untuk triprolidin HCl dapat dilihat pada gambar 9 – gambar 14, dan kurva serapan biasa pseudoefedrin HCl dapat dilihat pada gambar 15 – gambar 20.

Gambar 9. Kurva serapan biasa triprolidin HCl 5 mcg/ml.


(59)

Gambar 11. Kurva serapan biasa triprolidin HCl 15 mcg/ml.


(60)

Gambar 13. Kurva serapan biasa triprolidin HCl 25 mcg/ml.


(61)

Gambar 15. Kurva serapan biasa pseudoefedrin HCl 100 mcg/ml.


(62)

Gambar 17. Kurva serapan biasa pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml.


(63)

(64)

4.4 Pembuatan Kurva Serapan Derivat Pertama

Kurva serapan derivat pertama dibuat dengan terlebih dahulu membuat kurva serapan biasa dari larutan pseudoefedrin HCl dengan konsentrasi 100; 200; 300; 400; dan 500 mcg/ml dan larutan triprolidin HCl dengan konsentrasi 5; 10; 15; 20; dan 25 mcg/ml pada panjang gelombang 200-400 nm. Kurva serapan biasa yang telah diperoleh ditransformasikan menjadi kurva serapan derivat pertama dengan ∆λ = 10 nm. Kurva serapan derivat pertama dari masing-masing zat pada berbagai konsentrasi tersebut ditumpangtindihkan atau dioverlappingkan. Kurva serapan derivat pertama untuk triprolidin HCl dapat dilihat pada gambar 21 – gambar 26, dan kurva serapan derivat pertama pseudoefedrin HCl dapat dilihat pada gambar 27 – gambar 32.


(65)

Gambar 22. Kurva serapan derivat pertama triprolidin HCl 10 mcg/ml.


(66)

Gambar 24. Kurva serapan derivat pertama triprolidin HCl 20 mcg/ml.


(67)

(68)

Gambar 28. Kurva serapan derivat pertama pseudoefedrin HCl 200 mcg/ml.


(69)

(70)

Gambar 32. Kurva overlapping serapan pseudoefedrin HCl derivat pertama. 4.5 Penentuan Zero Crossing pada Serapan Derivat Pertama

Penentuan zero crossing pada derivat pertama diperoleh dengan menumpangtindihkan atau mengoverlappingkan spektrum serapan derivat pertama pada masing-masing zat dari berbagai konsentrasi larutan. Zero Crossing pada spektrum derivat pertama dari masing-masing zat ditunjukkan oleh panjang gelombang yang memiliki serapan nol pada berbagai konsentrasi. Zero crossing triprolidin HCl pada kurva serapan derivat pertama dapat dilihat pada gambar 33 – gambar 35. Zero crossing pseudoefedrin HCl pada kurva serapan derivat pertama dapat dilihat pada gambar 36 dan gambar 37.


(71)

Gambar 33. Zero Crossing 1 triprolidin HCl, λ = 260,95 nm.


(72)

Gambar 35. Zero Crossing 3 triprolidin HCl pada λ = 356-400 nm.


(73)

Gambar 37. Zero Crossing 2 pseudoefedrin HCl, λ = 282,84-400 nm.

4.6 Pembuatan Kurva Serapan Derivat Kedua

Kurva serapan derivat kedua dibuat dengan terlebih dahulu membuat kurva serapan biasa dari larutan pseudoefedrin HCl dengan konsentrasi 100; 200; 300; 400; dan 500 mcg/ml dan larutan triprolidin HCl dengan konsentrasi 5; 10; 15; 20; dan 25 mcg/ml pada panjang gelombang 200-400 nm. Kurva serapan biasa yang telah diperoleh ditransformasikan menjadi kurva serapan derivat kedua dengan ∆λ = 10 nm. Kurva serapan derivat kedua dari masing-masing zat pada berbagai konsentrasi tersebut ditumpangtindihkan atau dioverlappingkan. Kurva serapan derivat kedua untuk triprolidin HCl dapat dilihat pada gambar 38 – gambar 43, dan kurva serapan derivat kedua pseudoefedrin HCl dapat dilihat pada gambar 44 – gambar 49.


(74)

Gambar 38. Kurva serapan derivat kedua triprolidin HCl 5 mcg/ml.


(75)

(76)

Gambar 42. Kurva serapan derivat kedua triprolidin HCl 25 mcg/ml.


(77)

(78)

Gambar 46. Kurva serapan derivat kedua pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml.


(79)

(80)

4.7 Penentuan Zero Crossing pada Serapan Derivat Kedua

Penentuan zero crossing pada derivat kedua diperoleh dengan menumpangtindihkan atau mengoverlappingkan spektrum serapan derivat kedua pada masing-masing zat dari berbagai konsentrasi larutan. Zero Crossing pada spektrum derivat kedua dari masing-masing zat ditunjukkan oleh panjang gelombang yang memiliki serapan nol pada berbagai konsentrasi. Zero crossing triprolidin HCl pada kurva serapan derivat kedua dapat dilihat pada gambar 50 – gambar 54. Zero crossing pseudoefedrin HCl pada kurva serapan derivat kedua dapat dilihat pada gambar 55 - gambar 57.


(81)

Gambar 51. Zero Crossing 2 triprolidin HCl pada λ = 247,34 nm.


(82)

Gambar 53. Zero Crossing 4 triprolidin HCl pada λ = 308,28 nm.


(83)

Gambar 55. Zero Crossing 1 pseudoefedrin HCl pada λ = 249,70 nm.


(84)

Gambar 57. Zero Crossing 3 pseudoefedrin HCl pada λ= 285,21-400 nm.

4.8 Penentuan Panjang Gelombang Analisis

Penentuan panjang gelombang analisis dilakukan dengan cara membuat larutan pseudoefedrin HCl dengan konsentrasi 300 mcg/ml, triprolidin HCl dengan konsentrasi 12,5 mcg/ml, dan larutan campuran kedua zat itu sehingga di dalamnya terdapat pseudoefedrin HCl dengan konsentrasi 300 mcg/ml dan triprolidin HCl dengan konsentrasi 12,5 mcg/ml. Kemudian dibuat spektrum serapan derivat pertama dari masing-masing larutan zat tunggal dan dari campuran zat. Spektrum serapan derivat pertama dari larutan zat tunggal dan campuran keduanya ditumpangtindihkan. Demikian juga untuk spektrum serapan derivat kedua. Penentuan panjang gelombang analisis dilakukan berdasarkan pengamatan pada kurva serapan masing-masing derivat, kemudian dilanjutkan pengukuran absorbansi pada masing-masing zero crossing. Hasil dapat dilihat pada gambar 58 – gambar 76.


(85)

Gambar 58. Kurva serapan biasa triprolidin HCl 12,5 mcg/ml.


(86)

Gambar 60. Kurva serapan biasa campuran yang di dalamnya terdapat triprolidin HCl 12,5 mcg/ml dan pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml.

Gambar 61. Kurva overlapping serapan biasa triprolidin HCl 12,5 mcg/ml dengan pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml.


(87)

Gambar 62. Kurva overlapping serapan biasa triprolidin HCl 12,5 mcg/ml, pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml, dan campuran yang di dalamnya terdapat triprolidin HCl 12,5 mcg/ml dan pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml.


(88)

Gambar 64. Kurva serapan derivat pertama pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml.

Gambar 65. Kurva serapan derivat pertama campuran yang di dalamnya terdapat triprolidin HCl dan pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml.


(89)

Gambar 66. Kurva overlapping serapan derivat pertama triprolidin HCl 12,5 mcg/ml dengan pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml.

Gambar 67. Kurva overlapping serapan derivat pertama dari triprolidin HCl 12,5 mcg/ml, pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml, dan campuran yang


(90)

Gambar 68. Kurva serapan derivat kedua triprolidin HCl 12,5 mcg/ml.


(91)

Gambar 70. Kurva serapan derivat kedua campuran yang di dalamnya terdapat triprolidin HCl dan pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml.


(92)

Gambar 72. Zero crossing dari triprolidin HCl 12,5 mcg/ml pada λ = 271 nm.

Gambar 73. Zero crossing dari pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml pada λ = 285,21 -400 nm.


(93)

Gambar 74. Kurva overlapping serapan derivat kedua dari triprolidin HCl 12,5 mcg/ml, pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml, dan campuran yang di dalamnya terdapat triprolidin HCl 12,5 mcg/ml dengan pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml.


(94)

Gambar 76. Panjang gelombang (λ) analisis untuk triprolidin HCl.

Dari kurva dapat dilihat bahwa panjang gelombang analisis untuk penetapan kadar campuran pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl adalah pada serapan derivat/order kedua. Untuk mengetahui lebih tepatnya dilakukan pemilihan panjang gelombang analisis. Pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl memiliki banyak zero crossing pada serapan derivat/order kedua yaitu pada panjang gelombang 249,70 nm, 266,86 nm, dan 285,21-400 nm (zero crossing dari pseudoefedrin HCl), dan 228,99 nm, 247,34 nm, 271 nm, 308,28 nm, 357,40-400 nm (zero crossing dari triprolidin HCl). Data kurva serapan dan absorbansi dapat dilihat pada lampiran 3. Dasar pemilihan panjang gelombang analisis adalah pada saat serapan senyawa pasangannya dan campurannya hampir sama atau persis sama, karena pada panjang gelombang tersebut dapat secara selektif


(95)

mengukur serapan senyawa pasangannya dan pada saat serapan yang paling maksimum (besar) (Hayun, 2006). Hasil dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Serapan campuran yang di dalamnya terdapat triprolidin HCl 12,5 mcg/ml dengan pseudoefedrin HCl 300 mcg/ml.

Panjang gelombang (nm)

229 247 250 267 271 285 308 318 357

Triprolidin HCl 12,5 ppm

-0 -0 0 0 0 -0 0 0,001 0

Pseudoefedrin HCl 300 ppm

0,005 0,003 0 0 0,003 -0 0 0 0

Campuran 0,005 -0 0,000 0 0,003 -0 0 0,001 0

Diperoleh panjang gelombang analisis adalah pada 271 nm dan pada 318 nm. Panjang gelombang analisis untuk triprolidin HCl adalah pada 318 nm (gambar 76), karena pada panjang gelombang ini serapan pseudoefedrin HCl adalah nol, sedangkan triprolidin HCl dan campuran keduanya mempunyai nilai serapan sama dan maksimum yaitu 0,001. Demikian juga panjang gelombang analisis untuk pseudoefedrin HCl adalah pada 271 nm (gambar 75), karena pada panjang gelombang ini serapan triprolidin HCl adalah nol, sedangkan pseudoefedrin HCl dan campuran keduanya mempunyai nilai serapan sama dan maksimum yaitu 0,003.

4.9 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi

Penentuan linieritas kurva kalibrasi menunjukkan hubungan yang linier antara absorbansi dengan konsentrasi, untuk pseudoefedrin HCl (gambar 78) dengan koefisien korelasi, r = 0,9999 dan persamaan regresi Y = (9,06X +8,00).10-6; untuk triprolidin HCl (gambar 77) dengan koefisien korelasi, r = 0,9998 dan persamaan regresi Y = (48,9X – 9,0).10-6. Data kurva kalibrasi dapat


(96)

dilihat pada lampiran 4 dan perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 5 dan lampiran 7.

Gambar 77 . Kurva kalibrasi pseudoefedrin HCl pada panjang gelombang 271

nm.


(97)

4.10 Penentuan Kadar Pseudoefedrin HCl dan Triprolidin HCl dalam Sediaan Tablet

Penetapan kadar pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl dilakukan dengan menggunakan tablet merek dagang yang mengandung pseudoefedrin HCl 60 mg dan triprolidin HCl 2,5 mg. Dibuat larutan uji sehingga di dalamnya terdapat pseudoefedrin HCl dengan konsentrasi = 300 mcg/ml dan konsentrasi = 12,5 mcg/ml untuk triprolidin HCl dan diukur serapannya pada derivat kedua pada panjang gelombang 271 nm dan 318 nm. Contoh perhitungan penetapan kadar pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl dapat dilihat pada lampiran 9.

Kurva serapan penetapan kadar pseudoefedrin HCl triprolidin HCl pada tablet Trifed® dapat dilihat pada lampiran 10, dan untuk tablet Tremenza® pada lampiran 11. Data hasil perhitungan kadar pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl pada sediaan dengan nama dagang Trifed® dan Tremenza® setelah dilakukan analisa secara statistik ( data dan perhitungan pada lampiran 12 – lampiran 17) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6. Data hasil perhitungan kadar obat setelah dilakukan analisa statistik

No Nama Sediaan Kadar Pseudoefedrin

HCl Kadar Triprolidin HCl

1. Trifed® 99,23±1,72 93,78±0,89

2. Tremenza® 99,99±0,49 99,82±0,30

Kadar pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl pada kedua sediaan memenuhi persyaratan menurut USP (United States Pharmacopoeia) XXX tahun 2007 yaitu mengandung triprolidin HCl dan pseudoefedrin HCl tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.


(98)

4.11 Uji Validasi

Parameter validasi yang diuji adalah akurasi (kecermatan), presisi (keseksamaan), batas deteksi dan batas kuantitasi. Akurasi (kecermatan) metode dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery) yang ditentukan dengan menggunakan metode penambahan baku. Pada penelitian ini dilakukan uji validasi dengan metode penambahan bahan baku (standard addition method) terhadap sampel tablet Tremenza® (Sanbe) yang meliputi uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali (% recovery), uji presisi dengan parameter

RSD (Relative Standard Deviation).

Uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali dilakukan dengan membuat 3 konsentrasi sampel dengan rentang spesifik 80%, 100%, dan 120% dihitung dari kesetaraan penimbangan pada penetapan kadar sampel, masing-masing dengan 3 kali replikasi dan setiap rentang spesifik mengandung 70% sampel dan 30% baku pembanding. Contoh perhitungan penimbangan pada uji persen perolehan kembali dapat dilihat pada lampiran 18, kurva serapan pada uji persen perolehan kembali dapat dilihat pada lampiran 19, data uji persen perolehan kenbali dapat dilihat pada lampiran 20 dan lampiran 21.

Batas deteksi dan batas kuantitasi dihitung dari persamaan regresi yang diperoleh dalam kurva kalibrasi. Batas deteksi dan batas kuantitasi analisis triprolidin HCl yang diperoleh berturut-turut adalah 0,59 mcg/ml dan 1,95 mcg/ml. Sedangkan batas deteksi dan batas kuantitasi analisis pseudoefedrin HCl yang diperoleh berturut-turut adalah 3,16 mcg/ml dan 10,53 mcg/ml. Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 6 dan lampiran 8. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi kerja pseudoefedrin (300 mcg/ml) dan triprolidin HCl (12,5 mcg/ml)


(1)

(2)

Lampiran 25. Daftar Spesifikasi Sampel 1. Tremenza® (Sanbe)

No. Reg : DKL 9322213610 Expire Date : Juli 2012

Komposisi : Pseudoefedrin HCl……… 60 mg Triprolidin HCl………….. 2,5 mg 2. Trifed® (Interbat)

No. Reg : DKL 8917605810 Expire Date : Mei 2012

Komposisi : Pseudoefedrin HCl……… 60 mg Triprolidin HCl………….. 2,5 mg


(3)

Lampiran 26. Sertifikat Bahan Baku Pseudoefedrin HCl dan Triprolidin HCl BPFI


(4)

(5)

Lampiran 27. Gambar Alat

Gambar 105. Spektrofotometer UV (Shimadzu 1800)


(6)

Gambar 107. Spektrofotometer FTIR (Shimadzu)