Dampak Terkendalanya Serah Terima Aset Pasar Tradisional di Kota

69 5. Pasar Ciputat tanahnya habis kurang lebih 2000m2 digunakan oleh 148 kepala keluarga. 6. Luas Pasar jombang di IMB sebelumnya 8000 m2 saat ini hanya 6000m2. Pihak Pemkot Tangerang Selatan mengaku kesulitan apabila ada aset yang diserahkan itu dokumen-dokumen kelengkapannya tidak jelas. Karena dari pengalaman terkait aset yang sudah diserahkan adanya masalah baru yang timbul misalnya gedung kelurahan atau gedung sekolah yang diakui oleh ahli waris terkait ketidakjelasan kepemilikannya.

C. Dampak Terkendalanya Serah Terima Aset Pasar Tradisional di Kota

Tangerang Selatan Pemekaran daerah Tangerang Selatan yang sudah berjalan lima tahun lebih sampai saat ini masih meninggalkan permasalahan dalam serah terima aset daerah. Salah satu yang menjadi perhatian publik adalah belum diserahkannya pasar-pasar tradisional yang berada di Tangerang Selatan yang menimbulkan permasalahan-permasalahan sosial yang dirasakan oleh masyarakat. Belum diserahkannya aset-aset pasar tradisional dari pihak Kabupaten Tangerang ke pihak Pemkot Tangerang Selatan membuat pengelolaan pasar tradisional menjadi kurang optimal dan menimbulkan banyak dampak yang dirasakan masyarakat. Selain Pemkot Tangerang Selatan tidak mendapatkan pemasukan yang dihasilkan oleh pasar-pasar tradisional yang dapat dijadikan pendapatan asli daerah PAD, permasalahan lain juga timbul di sekitaran pasar tradisional. Karena terjadi perkumpulan masa yang melakukan aktifitas keramaian dari transaksi jual-beli di pasar, dapat dilihat dari kondisi di pasar-pasar tersebut 70 menimbulkan berbagai dampak sosial seperti masalah kesemrawutan, kemacetan dan penumpukan sampah. “Betul pasti berdampak, dalam permasalahan belum diserahkannya aset-aset pasar tradisional dari pikah kabupaten ke pihak pemkot memang menimbulkan banyak dampak yang dirasakan, pengelolaan pasar tradisional juga kurang maksimal. Selain pemkot tangsel tidak mendapatkan pemasukan dari pasar-pasar tersebut ya, kalo yang kita bisa lihat sendiri dari pasar-pasar itu khususnya ya, karena disitu terjadi perkumpulan masa yang melakukan aktifitas keramaian atau kerumunan dari transaksi jual-beli disitu timbul berbagai permasalahan sosial seperti masalah sampahnya, kemacetannya, keruwetannya itukan efek-efek dari permasalahan ini .” 76 Pemkot Tangerang Selatan kesulitan dalam melakukan penataan secara optimal dari kesemrawutan pasar-pasar tradisional, sebagai contoh Pemkot kesulitan dalam penataan pedagang kaki lima PKL yang membuat keruwetan dan kemacetan di pasar-pasar tradisional. Ketika Pemkot Tangerang Selatan ingin melakukan penertiban, penataan, perbaikan dan revitalisasi pasar tradisional, menjadi terkendala dikarenakan pasar-pasar tersebut belum tercatat sebagai aset milik Tangerang Selatan yang belum diserah-terimakan dari Kabupaten Tangerang. Hal ini mengakibatkan pembangunan Kota Tangerang Selatan menjadi terhambat. “Disini juga karena asetnya yang belum kita kuasai secara legalitas sehingga banyak terjadi hambatan hambatan ketika kita pihak Pemkot Tangsel ingin menjalankan peraturan-peraturan yang sudah ada, karena itukan jelas masih belum aset kita kan. Misalnya kita ingin melakukan revitalisasi, kita mau perbaiki, kita mau rapihkan dan melakukan penataan itu kan harus tercatat dulu di aset kita. Namun pada kenyataannya itu kan belum tercatat sebagai aset milik kita sehingga kita tidak bisa bergerak secara leluasa yakan. Revitalisasi aset-aset tersebut kan bagian dari tata ruang kota ya mas, Setiap daerah kan mempunyai pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek itu seperti apa nantinya, daerah ini akan seperti apa gitukan, kedepannya akan menjadi seperti apa. Nah itu pasti akan berpengaruh disitu juga pastinya dimana dengan 76 Wawancara langsung dengan Sugeng Setiarso Kasi Mutasi Aset Tangerang Selatan pada 11 Agustus 2014. 71 adanya permasalahan aset khususnya aset pasar, pembangunan tersebut menjadi terganggu prosesnya.” 77 Permasalahan sampah juga menjadi akibat yang ditimbulkan dari kurang maksimalnya pengelolaan pasar tradisional di Tangerang Selatan. Tumpukan sampah yang juga menimbulkan bau tidak sedap menjadi pemandangan setiap harinya di sekitar pasar-pasar tradisional. Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman DKPP Tangerang Selatan Yepi Suherman mengakui pengelolaan sampah di wilayah hasil pemekaran Kabupaten Tangerang itu belum maksimal. Hal ini bisa dilihat dari masih sedikitnya sampah yang terangkut setiap harinya. Dari 600 ton sampah per hari, hanya 20 persen atau 120 ton yang bisa diangkut. 40 persen sampah berasal dari pasar dan sisanya sampah rumah tangga. Ada empat pasar tradisional yang menjadi penyumbang sampah terbesar di Tangerang Selatan, yaitu Pasar Ciputat, Jombang, Cimanggis, dan Serpong. Untuk armada pengangkut sampah, Tangerang Selatan mengandalkan 29 truk pengangkut dan 30 mobil pick up. Daya angkut kendaraan itu hanya 5-8 m3 sampah sekali angkut. 78 Retribusi sampah yang dihasilkan pasar tradisional juga dinilai minim karena terkendala aset yang masih dikelola oleh pihak Kabupaten Tangerang. Padahal, kalau di kelola Pemkot Tangerang Selatan potensinya cukup besar untuk Pendapatan Asli Daerah PAD. Yepi, mengatakan retribusi dari pengelolaan sampah di tiga Pasar Tradisional yang saat ini masih dikelola PD Pasar Niaga 77 Wawancara langsung dengan Sugeng Setiarso Kasi Mutasi Aset Tangerang Selatan pada 11 Agustus 2014. 78 “Hanya 20 Persen Sampah Tangerang Selatan Terangkut,” Tempo.co.id, 4 Juni 2014 diakses dari http:www.tempo.coreadnews20140604083582343Hanya-20-Persen-Sampah- Tangerang-Selatan-Terangkut 72 Kerta Rahaja Kabupaten Tangerang, sangat minim. retribusi yang diterima pihaknya dari tiga pasar yakni Pasar Serpong, Pasar Ciputat dan Pasar Cimanggis tidak lebih dari Rp. 18,1 juta perbulannya. Rinciannya, Pasar Serpong Rp. 10 juta per bulan, Pasar Ciputat Rp. 4,5 juta per bulan dan Pasar Cimanggis Rp. 3,6 juta per bulan. Setiap harinya, sebanyak 1.800 meter kubik sampah dihasilkan dari pasar tradisional. Pasar tradisional itu dikelola oleh PD Pasar Kerta Rahaja Kabupaten Tangerang karena belum diserahkan sebagai aset Pemkot Tangerang Selatan pasca pemekaran 2008 lalu. Pihaknya hanya mengangkut sampah-sampah di pasar tersebut ke Tempat Pembuangan Akhir di Cipeucang. Sedangkan, yang menarik retribusi merupakan petugas dari PD Pasar Niaga Kerta Rahaja dan DKPP menerima uang hasil retribusi melalui transfer dari PD Pasar. 79 Dilain pihak, PD.Pasar mengklaim bahwa permasalahan dalam pengelolaan sampah pasar-pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan adalah kesalahan dari Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman DKPP Tangerang Selatan. Karena jika pengelolaan sampah ada di bawah pengelolaan PD.Pasar yang dapat bekerja sama dengan pihak swasta, maka permasalahan penumpukan sampah tersebut bisa diatasi. “Sebenernya ya mas untuk masalah penumpukan sampah yang ada di pasar-pasar itu kalo kita yang mengelola sebenernya ga akan itu terjadi penumpukan- penumpukan, kita gampang aja sebenernya kerjasama sama swasta untuk hal sampah gitu ya beres tp ini kan sekarang yg kelola sampahnya DKPP Tangsel kalo numpuk gitu ya mungkin ada kekurangan apa gitu disana armada pengangkut atau apa.” 80 79 “Tiga Pasar Belum Diserahkan ke Tangsel,” DetakSerang.com, 25 Oktober 2013 diakses dari http:www.detakserang.comtangerang-selatanitem254-tiga-pasar-belum-di- serahkan-ke-tangsel 80 Wawancara langsung dengan Nurachman Humas PD.Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang pada 19 September 2014. 73 Belum tertanganinya sampah-sampah secara optimal yang dikarenakan belum diserahkannya aset pasar dari Kabupaten Tangerang juga mengakibatkan gagalnya Kota Tangerang Selatan mendapatkan Adipura di April tahun 2014 ini. Kegagalan mendapatkan Adipura dikarenakan masih banyaknya sampah yang menumpuk di pasar-pasar tradisional dan beberapa akses jalan utama. Dalam permasalahan ini dampak yang dirasakan tidak hanya oleh Kota Tangerang Selatan, melainkan pihak Kabupaten Tangerang juga merasakan dampak dari terkendalanya serah terima aset tersebut. Dalam pengelolaan dari aset pasar di Kota Tangerang Selatan, menjadikan koordinasi yang kurang optimal antara pihak-pihak yang berkegiatan di pasar-pasar tersebut dengan PD.Pasar. Hal ini dikarenakan lokasi pasar di Kota Tangerang Selatan dan PD.Pasar di Kabupaten Tangerang. Selanjutnya Kabupaten Tangerang mendapatkan penilaian jelek dari masyarakat karena dianggap serakah dan tidak mempunyai niatan untuk menyerahkan aset kepada Kota Tangerang Selatan. Ditambah kondisi beberapa pasar yang kumuh dinilai pihak Kabupaten Tangerang tidak serius dalam mengelola pasar-pasar tersebut. “Ya seperti kita ketahui bersama dan juga banyak di beritakan oleh media cetak maupun media online yang ditimbulkan adalah permasalahan penumpukan sampah dan kemacetan setaip harinya, pemkab disini juga banyak yang menilai tidak mempunyai niatan untuk menyerahkan pasar seperti yang di beritakan yang padahal kita juga sedang melakukan kajian terhadap permasalahan yang ada disana sebelum diserahkan. Yang jelas dampak lainnnya yaitu koordinasinya kurang optimal antara masyarakat yang melakukan aktifitasnya di pasar-pasar tersebut dengan pihak pd.pasar karena lokasi pasar-pasar tersebut berada di Kota Tangsel dan pd pasar di kabupaten.” 81 “Penilaian masyarakat terhadap kami pd.pasar juga jelek sih ya karna ada beberapa kondisi pasar yg jelek seperti tidak terurus. Kaya tadi yg saya bilang 81 Wawancara langsung dengan Sutono Kasubid Inventarisasi Aset Daerah Kabupaten Tangerang pada 19 Agustus 2014. 74 untuk melakukan revitalisasi sudah diniatkan tapi karna sekarang masih jadi permasalahan kaya gini kan juga mending nanti-nanti dulu liat keputusannya kaya gimana. Apa diserahkan apa tetap dibawah pengelolaan kita. ” 82

D. Proses Penyelesaian Serah Terima Aset Pasar Tradisional di Kota