Hubungan Pengetahuan dengan Jumlah Ikan yang Dikonsumsi Hubungan Sosial Budaya dengan Jumlah Ikan yang Dikonsumsi

Hal inilah yang menyebabkan masih hanya sekitar 18,2 siswa yang frekuensi konsumsi ikannya tergolong sering. Padahal menurut Saparinto yang dikutip dalam Riyandini 2014 jika bahan makanan dari ikan diolah dengan bumbu yang sesuai dengan teknik pemasakan yang tepat dan disajikan secara kreatif, dapat menggugah selera makan anak-anak, mengingat manfaat ikan yang baik untuk anak terutama pada masa pertumbuhan.

5.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Jumlah Ikan yang

Dikonsumsi Faktor-faktor yang berhubungan dengan jumlah ikan yang dikonsumsi oleh siswa SD adalah pengetahuan, sosial budaya, ekonomi dan dukungan ibu.

5.2.1 Hubungan Pengetahuan dengan Jumlah Ikan yang Dikonsumsi

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pengetahuan dengan jumlah ikan yang dikonsumsi, 88,2 siswa memiliki pengetahuan pada kategori baik memperoleh jumlah ikan pada kategori baik ≥ 9 gramhari. Hasil analisis data statistik menunjukan bahwa Ho ditolak dimana p 0,0001 α 0,05, dimana ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan jumlah ikan yang dikonsumsi. Hal tersebut didukung oleh teori bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan dapat terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang Notoatmodjo, 2012. Jika kita menghendaki agar masyarakat gemar makan ikan, Universitas Sumatera Utara maka diperlukan peningkatan pengetahuan, sehingga mereka mengetahui manfaat positif mengkonsumsi ikan bagi kesehatan Khomsan, 2010. Daging ikan mempunyai beberapa manfaat yang sangat penting bagi tubuh diantaranya menjadi sumber energi yang sangat dibutuhkan dalam menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari, membantu pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh dan mempertinggi daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit serta memperlancar proses-proses fisiologis di dalam tubuh Saparinto dalam Riyandini, 2014. Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung asam lemak tak jenuh berupa omega-3 dan omega-6 yang disarankan untuk dikonsumsi tidak kurang dari 2,4 dari total asupan omega-6 dan 0,5-1,0 dari total asupan omega- 3 Meliala, 2009.

5.2.2 Hubungan Sosial Budaya dengan Jumlah Ikan yang Dikonsumsi

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara sosial budaya dengan jumlah ikan yang dikonsumsi, 53,6 siswa yang memiliki kondisi sosial budaya positif memperoleh jumlah ikan pada kategori baik ≥ 9 gramhari. Hasil analisis data statistik menunjukan bahwa Ho ditolak dimana p 0,005 α 0,05, dimana ada hubungan yang signifikan antara kondisi sosial budaya dengan jumlah ikan yang dikonsumsi. Hasil penelitian yang dilakukan kepada siswa dengan wawancara langsung beberapa diantara mereka ada yang mengatakan bahwa mengonsumsi ikan menyebabkan alergi, beberapa diantara mereka juga mengeluhkan bau ikan yang amis dan rasanya yang tidak enak. Dari sudut pandang antropologi gizi diketahui mengubah pola kebiasaan makanan masyarakat sangat sulit karena kebiasaan Universitas Sumatera Utara makan diwariskan turun-temurun sejak kanak-kanak sampai dewasa. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengkonsumsi ikan untuk perbaikan gizi akan meningkatkan permintaan akan ikan. Oleh karena itu, upaya pemasaran sosial peningkatan konsumsi ikan perlu selalu digalakan. Bagi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah bukan pantai, tentu saja tidak mudah untuk mengakses ikan, sehingga budaya makan dikembangkan adalah budaya non ikan. Pada hakikatnya sifat kebudayaan adalah kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia dan kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan mencakup tindakan yang diterima dan ditolak maupun yang dilarang dan diizinkan Soekanto, 2006. Ikan di mata masyarakat memang belum menduduki posisi sosial strategis. Hal ini berbeda dengan produk hewani asal ternak yang seringkali dapat digunakan sebagai indikator peningkatan kesejaterahan. Masyarakat kurang mampu dulunya jarang makan telur dan daging, setelah pendapatannya meningkat yang bertambah adalah konsumsi telur dan daging. Fenomena ini tidak berlaku untuk ikan Khomsan 2010.

5.2.3 Hubungan Ekonomi dengan Jumlah Ikan yang Dikonsumsi