4. Zaman Kamakura
Selama zaman Kamakura boneka sebagian boneka-boneka yang ada pada zaman Heian terbuat dari logam dan hanya digunakan oleh kalangan
bangsawan saja. Boneka versi berdiri juga masih digunakan sampai zaman ini.
5. Zaman Muromachi
Selama Zaman Muromachi, boneka Hina yang pada mulanya dalam posisi berdiri berubah menjadi posisi duduk Suwari Bina dan disebut
Muromachi Bina karena ditemukan pada zaman Muromachi. Gambaran mengenai Muromachi Bina diungkapkan oleh Yamato Keibutsu dalam esai
sejarah Kosho Zuihitsu zaman Edo sebagai berikut : Morumachi Bina terdiri dari sepasang boneka laki-laki dan perempuan
dalam posisi duduk. Tinggi Hina lelaki 3 sun 5 bun kira-kira 15 cm , berpakaian berupa Sutra putih dengan keliman dipanjangkan sampai ke
bagian belakang, lalu pada bagian punggung terdapat sulaman lambang keluarga. Hina lelaki ini tidak mengenakan mahkota.
Hina perempuan memiliki tinggi 3 sun 3 bun kira-kira 10 cm , mengenakan hakama merah, jubah atasnya juga terbuat dari sutra merah
dengan lubang lengan yang panjang, lengan jubahnya dilipat sampai bagian belakang. Rambutnya berwarna hitam dan dibuat dengan kertas emas
Saito, 1975 : 27 . Menurut Saito, bentuk Muromachi Bina merupakan bentuk pertama
boneka Hina yang merupakan kombinasi antara Hina yang terbuat dari kertas dengan Amagatsu-Hoko.
Universitas Sumatera Utara
6. Zaman Edo
Sejak abad ke 19, Hina Asobi mulai dikaitkan dengan perayaan musim Sekku. Sama halnya dengan perayaan musim lainnya yang disebut matsuri,
sebutan Hina Asobi juga berubah menjadi Hinamatsuri dan perayaannya meluas di kalangan rakyat. Kemudian kalender Lunisolar digantikan dengan
kalender Gregorian. Oleh karena itu, Hinamatsuri yang pada awalnya dirayakan pada hari ke 3 bulan 3 sekitar bulan april menurut kalender
Gregorian berubah menjadi tangggal 3 Maret. Pada zaman Edo, boneka Hina versi duduk yang ada pada zaman
Muromachi dan Azuchi Momoya berubah kembali ke zaman Heian yang dalam posisi berdiri. Namun ketika jumlah pengrajin boneka semakin
bertambah pada masa Edo lebih disukai Hina dengan bentuk duduk yang disebut Suwari Bina. Salah satu jenis Suwari Bina yang muncul di zaman
Edo adalah Isho Bina : Hina berkostum zaman Heian, yang wajah dan hidungnya dilukis menonjol mirip seperti wajah Amagatsu Gribbin, 1984 :
25 . Pemunculan kembali wajah Amagatsu yang telah ada sejak zaman
Heian, mengindikasikan kondisi kejiwaan masyarakat Edo yang ingin kembali ke kebudayaan istana kuno. Kalangan bangsawan dan samurai dari
zaman Edo menghargai boneka Hina sebagai modal penting untuk anak perempuan yang ingin menikah, sekaligus sebagai pembawa keberuntungan
dan sebagai lambang status dan kemakmuran, orang tua berlomba-lomba membelikan boneka terbaik dan termahal bagi putrinya.
Universitas Sumatera Utara
Sejalan dengan perkembangan zaman, boneka menjadi semakin rumit dan mewah. Pada zaman Genroku, orang mengenal Genroku bina boneka
pada zaman Genroku yang dipakaikan kimnono dua belas lapis Junihitoe . Pada zaman Kyoho, orang mengenal boneka ukuran besar yang disebut
Kyoho Bina boneka zaman Kyoho . Perkembangan lainnya adalah pemakaian tirai lipat byobu berwarna emas sebagai latar belakang
Genroku Bina dan Kyoho Bina sewaktu dipajang. Keshogunan Tokugawa pada zaman Kyoho berusaha membatasi
kemewahan dikalangan rakyat.boneka berukuran besar dan mewah ikut menjadi sasaran pelarangan barang mewah oleh keshogunan. Sebagai usaha
menghindari peraturan keshogunan, rakyat membuat boneka berukuran mini yang disebut Keshi Bina boneka berukuran biji poppy dan hanya
berukuran di bawah 10 cm. namun Keshi Bina dibuat dengan sangat mendetil, dan kembali berakhir sebagai boneka mewah.
Orang di zaman edo terus mempertahankan cara memajang boneka seperti tradisi yang diwariskan turun-temurun sejak zaman Heian. Mulai
sekitar akhir zaman Edo hingga awal Meiji, boneka Hinamatsuri yang pada mulanya hanya terdiri sepasang kaisar dan permaisuri berkembang menjadi
satu set boneka lengkap berikut boneka puteri, istana, pemusik, serta miniatur istana, perabot rumah tangga, dan dapur. Sejak itu pula, boneka
dipajang di atas Danzakari tangga unutk memajang dan orang diseluruh Jepang mulai merayakan Hinamatsuri secara besar-besaran. Memasuki
zaman Edo, Amagatsu dan Hoko juga berkembang. Pada awalnya
Universitas Sumatera Utara
Amagatsu dan Hoko hanya digunakan oleh bangsawan, di zaman Edo masyarakat biasa sudah dapat menggunakannya.
Perkembangan boneka lainnya adalah boneka untuk anak laki-laki. Pada zaman Heian, festival iris yang dikhususkan untuk anak laki-laki mulai
dihubungkan dengan boneka samurai karena zaman Edo merupakan zaman yang dikuasai oleh para ksatria.
Pada tangggal 5 Mei di zaman Edo, bangsa China dan bangsa Jepang merayakan hari kemajuan dan perdamaian negara. Oleh karena itu, para
ksatria berkumpul di benteng untuk merayakannya. Di hari itu keluarga ksatria akan memajang boneka-boneka ksatriadi rumah dengan pengharapan
agar anak-anak mereka kelak menjadi kuat seperti para ksatria. Selain itu, festival iris yang terjadi pada hari ke 5 bulan 5 mengalami perubahan
menjadi kodomo no hi dan dilaksanakan setiap tanggal 5 Mei.
7. Perkembangan-Perkembangan Modern