Tetty Rini Rebecca Siregar : Studi Keanekaragaman Makrozoobenthos Di Aliran Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Dan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, 2010.
makrozoobenthos merupakan organisme air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemar kimia maupun fisik Odum, 1994, selanjutnya
dijelaskan bahwa benthos dapat dijadikan sebagai indikator biologis, berdasarkan pada:
a. Mobilitas terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel.
b. Ukuran tubuh relatif lebih besar sehingga memudahkan untuk identifikasi.
c. Hidup di dasar perairan, relatif diam sehingga secara terus menerus terdedah
exposed oleh air sekitarnya. d.
Pendedahan yang terus menerus mengakibatkan makrozoobenthos dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.
e. Perubahan lingkungan mempengaruhi keanekaragaman makrozoobenthos.
2.4 Faktor-faktor Abiotik yang Mempengaruhi Makrozoobenthos
Sifat fisik kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti makrozoobenthos, perlu juga
dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik fisik-kimia perairan, karena antara faktor abiotik dengan biotik saling berinteraksi Nybakken, 1988.
Faktor abiotik fisik kimia perairan yang mempengaruhi kehidupan makrozoobenthos antara lain:
2.4.1 Temperatur
Temperatur merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan hewan bentos. Batas toleransi hewan benthos terhadap temperatur tergantung spesiesnya. Umumnya
Tetty Rini Rebecca Siregar : Studi Keanekaragaman Makrozoobenthos Di Aliran Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Dan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, 2010.
temperatur diatas 30°C dapat menekan pertumbuhan populasi hewan bentos James Evison, 1979.
Pola temperatur ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dan udara sekelilingnya dan
juga oleh faktor kanopi penutupan oleh vegetasi dari pepohonan yang tumbuh di tepi perairan. Kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-
fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur 10
C hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir akan meningkatkan aktivitas fisiologis misalnya respirasi dari
organisme sebesar 2-3 kali lipat Barus, 2004.
Naiknya temperatur air dapat menimbulkan beberapa akibat diantaranya menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air, meningkatkan kecepatan reaksi kimia,
mengganggu kehidupan biota air, apabila batas temperatur yang mematikan terlampaui maka organisme air diantaranya makrozoobenthos mungkin akan mati
Wardhana, 1995.
2.4.2 Dissolved Oxygen DO
Dissolved Oxygen DO merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem
perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air terutama sangat dipengaruhi oleh faktor
temperatur, dimana kelarutan maksimum terdapat pada temperatur 0 C, yaitu sebesar
14,16 mgl O
2
. Sumber utama oksigen terlarut dalam air berasal dari adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan juga dari proses fotosintesis. Air kehilangan
oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui aktivitas respirasi dari organisme akuatik Barus, 2004.
Tetty Rini Rebecca Siregar : Studi Keanekaragaman Makrozoobenthos Di Aliran Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Dan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, 2010.
Kisaran toleransi zoobentos terhadap oksigen terlarut berbeda-beda. Menurut Sastrawijaya 1991, kehidupan zoobenthos dapat bertahan jika ada oksigen terlarut
minimum sebanyak 5 mgl, selebihnya tergantung kepada ketahanan organisme, derajat keaktifan, kehadiran pencemar, temperatur air dan sebagainya.
2.4.3 Biological Oxygen Demand BOD