BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anemia gizi yang disebabkan kekurangan zat besi masih merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Berdasarkan data Survey Kesehatan Rumah Tangga
SKRT tahun 1995, prevalensi anemia gizi pada wanita berusia 15-44 tahun antara 30,9
–48,9, sedangkan data dari Direktorat Bina Gizi Masyarakat pada tahun 1997 menunjukkan prevalensi anemia pada pekerja wanita usia produktif yang
berpenghasilan rendah berkisar antara 30-40 DepKes. RI, 1998. Era industrialisasi saat ini dan masa mendatang memerlukan dukungan
pekerja yang sehat dan produktif. Jumlah pekerja wanita di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Menurut Biro Pusat Statistik Jakarta tahun 2001, jumlah wanita yang
bekerja, naik empat kali lipat selama enam tahun terakhir dari 8.365.655 jiwa menjadi 33.908.174 jiwa.
Salah satu masalah kesehatan yang dihadapi tenaga kerja wanita adalah anemia defisiensi gizi, masalah ini berdampak terhadap kematian ibu dan anak, serta
rendahnya prestasi dan menurunnya produktivitas kerja. Disamping itu, tenaga kerja wanita mempunyai fungsi ganda yaitu fungsi sosial sebagai tenaga kerja wanita dan
ibu rumah tangga yang dapat memberi warna pada kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsanya, juga mempunyai fungsi reproduksi sesuai dengan kodratnya, harus
mengalami haid, kehamilan, melahirkan, menyusui anaknya, yang sangat besar peranannya dalam menciptakan generasi penerus bangsa Scholz, dkk, 1997.
Universitas Sumatera Utara
Generasi bangsa yang berkualitas, sangat dipengaruhi oleh kesehatan dan gizi ibunya. Oleh karena itu, upaya penanggulangan anemia defisiensi gizi bagi tenaga
kerja wanita sangat penting dan mendasar. Upaya tersebut akan memberikan dampak positif bagi peningkatan produktivitas kerja. Dalam jangka panjang, perbaikan
anemia defisiensi gizi tenaga kerja wanita akan memberikan sumbangan lahirnya anak-anak Indonesia yang sehat dan cerdas.
Penelitian anemia pada tenaga kerja wanita telah dilakukan Mackilligan, dkk 1984 pada lima pabrik di Jakarta pabrik tekstil, pabrik sepatu, pabrik sandal plastik,
pabrik handuk, dan pabrik farmasi mendapatkan 46,8 pekerja wanita dengan status gizi yang rendah dan menderita anemia dengan kadar Hemoglobin Hb kurang dari
11 gdl. Scholz dkk 1997 Jakarta dan Untoro dkk 1998 Kudus Jawa Tengah mendapatkan prevalensi anemia pada pekerja wanita berkisar antara 35,5-50,0.
Husaini, dkk. 1987, melakukan penelitian pada tenaga kerja wanita pemetik teh di perkebunan teh Pangalengan, Jawa Barat, didapatkan prevalensi anemia sekitar
35,6 dan dari hasil penelitian ditemukan bahwa produktivitas tenaga kerja wanita penderita anemia defisiensi besi menurun sebesar 20. Demikian juga dengan
penelitian yang telah dilakukan di Perusahaan Plywood yang sama di Tangerang oleh Farihah, 1999 tentang anemia pada pekerja, terhadap 205 orang pekerja yang terdiri
dari 151 orang pekerja pria dan 54 orang pekerja wanita yang berumur antara 20 sampai 40 tahun, menunjukkan bahwa anemia lebih banyak didapat pada wanita
64 dibanding pria 32. Terjadinya defisiensi besi pada wanita, antara lain disebabkan jumlah zat besi
yang diabsorbsi sangat sedikit, tidak cukupnya zat besi yang masuk karena rendahnya
Universitas Sumatera Utara
bioavailabilitas makanan yang mengandung besi atau kenaikan kebutuhan besi selama hamil, periode pertumbuhan dan pada waktu haid Yip, R and Dallman,
1996. Zat besi di dalam bahan makanan dapat berbentuk
heme
yang berikatan dengan protein dan terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari hewani. Lebih
dari 35
heme
ini dapat diabsorbsi langsung. Bentuk lain adalah dalam bentuk
non heme
yaitu senyawa besi anorganik yang kompleks yang terdapat di dalam bahan makanan yang berasal dari nabati, yang hanya dapat diabsorbsi sebanyak 5. Zat
besi
non heme
absorbsinya dapat ditingkatkan apabila terdapat kadar vitamin C yang cukup. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi zat besi
non heme
sampai empat kali lipat Husaini, 1989.
Anemia defisiensi besi di Indonesia disebabkan konsumsi energi, zat besi dan vitamin C rendah. Pola konsumsi pada umumnya merupakan pola menu dengan
bioavailabilitas zat besi yang rendah, karena hanya terdiri dari nasi atau umbi-umbian dengan kacang-kacangan dan sedikit jarang sekali daging, ayam atau ikan, serta
sedikit makanan yang mengandung vitamin C. Penyakit infeksi seperti malaria, tuberkulosis dan kecacingan yang prevalensinya masih tinggi di Indonesia
memperberat keadaan anemia defisiensi besi Yip, R and Mehra, M, 1995. PT. Ayu Bumi Sejati merupakan salah satu pabrik di Kelurahan Pekan
Labuhan Kecamatan Medan Labuhan yang mempunyai 40 tenaga kerja wanita. Jenis pekerjaan yang dilakukan adalah mengupas udang. Perusahaan membuat tiga shift
bagi pekerjanya, shift pertama antara jam 09.00-15.00, shift kedua 15.00-21.00 dan shift ketiga 21.00-06.00. Target pencapaian produksi adalah 10 kgoranghari, namun
bagi yang berpengalaman mempunyai target 15 kgoranghari. Tidak jarang para
Universitas Sumatera Utara
pekerja wanita rentan mengalami anemia disebabkan mereka bekerja keras dan tidak mengimbangi dengan makanan yang bergizi.
1.2. Rumusan Masalah