Waktu Tinggal Derajat Pengembangan Swelling Index

35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.3. Patch Sebelum Kiri dan Sesudah Kanan Dilakukan Uji Pelipatan 300 Kali 4 .7 Kadar Air Patch Penetapan kadar air dilakukan untuk melihat sisa air yang digunakan sebagai pelarut pada patch. Tabel 4.3. Kadar Air Patch Kadar air tertinggi terdapat pada formula F3 yang diikuti oleh F2 dan terendah terdapat pada F1. Hal ini dapat disebabkan karena F3 mengandung NaCMC lebih tinggi daripada formula lain, dimana NaCMC merupakan polimer anionik R. Yogananda dan Rakesh, 2012 yang memiliki kemampuan menarik air lebih besar daripada HPMC. Kadar air yang tinggi pada F3 dapat menjadi penyebab kadar natrium diklofenak pada F3 lebih kecil daripada kadar natrium diklofenak pada F1 dan F2, dimana kadar natrium diklofenak dihitung berdasarkan bobot total film yang digunakan tanpa dikurangi bobot air yang terkandung pada film tersebut. Jika bobot film dikurangi dengan kadar air, maka kandungan zat aktif pada F1, F2, dan F3 secara berturut-turut adalah 4,97, 4,97, dan 4,99.

4.8 Waktu Tinggal

Pengujian waktu tinggal patch ditentukan dengan menggunakan disintegrator yang dimodifikasi. Waktu tinggal masing-masing formula yaitu F1 100 menit, F2 101,67 menit, dan F3 90 menit. Pada patch yang sudah terlepas dari gusi sapi terlihat bahwa lapisan polimer sudah terlarut dan hanya tersisa lapisan tegaderm saja. Formula Kadar air F1 10,05 ± 0,52 F2 15,62 ± 0,03 F3 20,33 ± 0,68 36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Fawzia Habib et al. 2010 membuktikan bahwa laju disolusi polimer merupakan faktor utama yang mempengaruhi waktu tinggal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rao dan Keyur 2013 dihasilkan bahwa patch bukal yang mengandung NaCMC 4 bb memiliki waktu tinggal lebih lama daripada patch yang mengandung HPMC 4 bb yaitu berturut-turut adalah 4,90±0,255 jam dan 4,32±0,332 jam. Hal ini disebabkan karena laju disolusi NaCMC lebih tinggi dibandingkan HPMC. Pada penelitian Fawzia Habib et al. 2010 dihasilkan bahwa film yang mengandung NaCMC memiliki laju disolusi yang lebih tinggi dibandingkan film yang mengandung HPMC. Selain itu, waktu tinggal patch meningkat dengan bertambahnya konsentrasi polimer dalam sediaan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rao dan Keyur 2013 dihasilkan bahwa patch bukal yang mengandung NaCMC 4 bb memiliki waktu tinggal lebih lama daripada patch yang mengandung NaCMC 3 bb yaitu berturut-turut adalah 4,90±0,255 jam dan 4,35±0,235 jam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyebab cepatnya patch lepas dari gusi sapi dikarenakan laju disolusi polimer yang digunakan tinggi dan konsentrasi polimer yang digunakan cukup rendah yaitu 2. Formulasi 3 lebih cepat lepas karena mengandung NaCMC lebih banyak dibandingkan formula lain, dimana laju disolusi NaCMC lebih cepat dibandingkan HPMC Fawzia Habib et al., 2010.

4.9 Derajat Pengembangan Swelling Index

Derajat pengembangan diukur dengan mengamati peningkatan bobot patch yang didiamkan dalam buffer fosfat pH 6,8 selama 30 menit. Derajat pengembangan polimer merupakan titik kritis dalam menentukan sifat bioadhesif dari polimer tersebut. Pelekatan adhesi terjadi dengan cepat ketika pengembangan polimer dimulai tetapi ikatan yang dibentuk bukan ikatan yang kuat Abha, Koliyote, dan Joshi, 2011. Dari data pada tabel 4.4 diketahui bahwa derajat pengembangan patch setiap formula meningkat dengan sangat cepat pada menit ke-5 dan mulai mengalami penurunan pada menit ke-10. Perendaman patch dalam medium menyebabkan terjadinya absorpsi molekul air sehingga semakin 37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta lama waktu perendaman maka derajat pengembangan patch semakin meningkat. Sedangkan penurunan bobot yang terjadi pada menit ke-10 hingga menit ke-30 terjadi karena lapisan polimer pada patch perlahan- lahan mengalami erosi dan terdisolusi di dalam medium. Tabel 4.4. Derajat Pengembangan Patch dalam Medium Buffer Fosfat pH 6,8 Waktu menit Derajat Pengembangan F1 F2 F3 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 5 166,72 ± 13,88 219,69 ± 13,15 282,45 ± 16,96 10 152,82 ± 19,26 160,03 ± 20,88 169,90 ± 26,48 15 133,33 ± 17,18 111,71 ± 23,06 124,20 ± 16,32 20 117,10 ± 19,59 69,87 ± 25,52 88,11 ± 31,01 25 104,07 ± 21,00 33,17 ± 9,78 67,32 ± 15,77 30 87,21 ± 14,78 29,16 ± 2,31 27,32 ± 6,61 Gambar 4.4. Grafik Derajat Pengembangan Patch Jika dilihat dari derajat pengembangan masing-masing formula pada tabel 4.3, F3 memiliki derajat pengembangan yang paling tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nabarawi et al., 2012 dimana persentase pengembangan film HPMC meningkat dengan penambahan NaCMC. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Yehia, El-Gazayerly, dan Basalious 2008 dihasilkan bahwa derajat pengembangan disc bukal yang mengandung polimer HPMC dan NaCMC dengan perbandingan 1:3 memiliki derajat pengembangan yang paling 50 100 150 200 250 300 350 5 10 15 20 25 30 35 D e rajat Pen g e m b an g an waktu menit F1 F2 F3 38 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tinggi jika dibandingkan dengan disc yang mengandung polimer HPMC dan NaCMC dengan perbandingan 1:1 dan 3:1. Derajat pengembangan patch sangat penting untuk memprediksikan pelepasan zat aktif. Pelepasan zat aktif lebih cepat terjadi bila polimer cepat terhidrasi dan mengalami pengembangan. Selain itu, proses pengembangan dapat meningkatkan area permukaan untuk proses interpenetrasi polimer-mukus Singh et al., 2013. Dengan demikian dapat diprediksikan bahwa patch yang mengandung kombinasi polimer HPMC dan NaCMC dengan perbandingan 1:2 memiliki waktu pelepasan zat aktif lebih cepat jika dibandingkan dengan patch yang mengandung polimer HPMC dan NaCMC dengan perbandingan 1:1 dan 2:1. Peningkatan area permukaan lapisan polimer pada patch akibat proses pengembangan dapat menyebabkan patch keluar dari area backing layer. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kebocoran zat aktif ke saliva atau area rongga mulut lainnya, sehingga meyebabkan zat aktif yang sampai ke tempat aksi akan berkurang. Oleh karena itu, disarankan pada saat pengaplikasian dibuat patch dengan luas area backing layer lebih besar daripada luas area lapisan polimer untuk mencegah kebocoran zat aktif.

4.10 Kemampuan Disolusi Natrium Diklofenak

Dokumen yang terkait

Formulasi Patch Natrium Diklofenak Berbasis Polimer Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) Sebagai Sediaan Lokal Penanganan Inflamasi pada Penyakit Periodontal.

3 35 80

Formulasi Patch Natrium Diklofenak Berbasis Sodium Carboxymethylcellulose (SCMC) sebagai Sediaan Lokal Penanganan Inflamasi pada Penyakit Periodontal

4 23 65

FORMULASI PATCH AMOKSISILIN DENGAN KOMBINASI POLIMER HPMC (Hidroksi Propil Metil Selulosa) DAN PVP (Polivinil Pirolidon) SEBAGAI PENDEKATAN PENANGANAN SARIAWAN

0 4 18

Pembuatan dan Evaluasi secara In Vitro Sediaan Oral Dissolving Film (ODF) Chlorpheniramine Maleate Menggunakan Kombinasi Polimer Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) dan Pektin

14 82 132

Pembuatan dan Evaluasi secara In Vitro Sediaan Oral Dissolving Film (ODF) Chlorpheniramine Maleate Menggunakan Kombinasi Polimer Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) dan Pektin

0 0 2

Pembuatan dan Evaluasi secara In Vitro Sediaan Oral Dissolving Film (ODF) Chlorpheniramine Maleate Menggunakan Kombinasi Polimer Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) dan Pektin

0 1 5

Pembuatan dan Evaluasi secara In Vitro Sediaan Oral Dissolving Film (ODF) Chlorpheniramine Maleate Menggunakan Kombinasi Polimer Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) dan Pektin

0 0 58

OPTIMASI FORMULA FLOATING TABLET FAMOTIDIN DENGAN KOMBINASI POLIMER HIDROKSI PROPIL METIL SELULOSA K100M DAN ETIL SELULOSA | Adyanti | Majalah Farmaseutik 27792 61066 1 SM

2 1 16

PEMBUATAN DAN EVALUASI SECARA IN VITROSEDIAAN ORAL DISSOLVING FILM (ODF)CHLORPHENIRAMINE MALEATE MENGGUNAKAN KOMBINASI POLIMER HIDROKSI PROPIL METIL SELULOSA (HPMC) DAN PEKTIN SKRIPSI

0 1 17

PERBANDINGAN PELEPASAN PROPRANOLOL HIDROKLORIDA DARI MATRIKS KITOSAN, ETIL SELULOSA (EC) DAN HIDROKSI PROPIL METIL SELULOSA (HPMC)

0 0 9