Hak Reproduksi Remaja Perempuan Berdasarkan Hak Asasi Manusia

C. Hak Reproduksi Remaja Perempuan Berdasarkan Hak Asasi Manusia

1. Remaja dan hak seksual Para Ahli berpendapat bahwa peningkatan status gizi yang lebih baik, serta terjadinya perubahan norma-norma budaya di masyarakat, mengakibatkan usia seorang perempuan ketika pertama kali dapat haid (menarche) menjadi lebih awal, dan usia nikah menjadi lebih tua, sehingga berdampak menjadi lebih panjangnya usia subur perempuan sebelum menikah. Panjangnya masa subur ini, mempunyai konsekuensi lebih lanjut yaitu meningkatnya risiko kelompok remaja terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan sebelum menikah, selain juga kemungkinan terjadinya praktik sikap berganti pasangan yang berisiko terhadap penularan penyakit hubungan seksual (PMS).

Laporan dari suatu penelitian, memperlihatkan bahwa di Amerika Utara, usia subur wanita sebelum perkawinan, meningkat dari 7,2 tahun (1890) menjadi 11,8 tahun (1988). Hal ini terjadi karena, usia menarche terjadi lebih awal, yaitu yang semula terjadi pada rata-rata usia 14,8 tahun, berubah menjadi 12,5 tahun dan peningkatan usia perkawinan perempuan dari usia 22,0 tahun menjadi 24,3 tahun. Kecenderungan yang sama tampak pula di Kenya, Guatemala, Afrika

Selatan, India dan Maroko. 48 Di Indonesia,rata-rata perempuan menikah pertama kali pada umur 17,8 tahun (SDKI, 2003). 49 Walaupun dari sisi kedokteran,

menikah muda itu berisiko, karena banyak sekali komplikasi yang mungkin terjadi (persalinan macet, panggul sempit, tekanan darah tinggi dalam kehamilan/pre eklampsia, kejang kehamilan / eklampsia ), tetapi undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 memperbolehkannya. Pasal 7 undang-undang tersebut mengatakan bahwa perkawinan diijinkan jika seorang laki-laki sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan perempuan sudah mencapai umur 16 (enam

belas tahun) 50 . Jadi merupakan tanggung jawab pemerintahlah, bahwa rata-rata perkawinan perempuan masih dalam periode remaja (10 -19 tahun), selain juga

belum ada klinik khusus yang menangani remaja dengan permasalahannya. Pada kelompok remaja yang belum menikah tetapi aktif secara seksual, usia rata-rata melakukan hubungan seksual pertama kali berada dibawah rata- rata usia pernikahan. Tergantung negara dimana mereka berada, dibanyak negara anak laki-laki memiliki aktivitas seksual di usia yang lebih muda dibanding perempuan. Di Amerika Latin, diantara remaja usia 15-19 tahun yang aktif secara seksual, remaja pria mulai aktif secara seksual pada usia 14-16 tahun, sedangkan remaja putri pertama kali kontak seksual antara usia 16 sampai 18 tahun. Sebagai perbandingan, usia rata-rata pernikahan pertama orang Amerika Latin berada diantara usia 19 sampai 22 tahun. Di negara-negara Asia, Filipina dan Thailand, anak laki-laki aktif secara seksual pada usia diantara 16-17 tahun

48 Gender. Internal ....on management of population programmes making a difference in population programmes management/COMP. Mission reproductive health men and reproductive health adolescent, reproductive health

gender and reproductive. Http://www./comp.org.my/jender.html

49 Survai Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI),tahun 2003.

50 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

dibandingkan usia 17 sampai 18 tahun untuk anak perempuan. Di negara ini usia pernikahan wanita 21 sampai 22 tahun. Di Amerika Serikat, kelompok laki-laki rata-rata melakukan hubungan seks pertama kali pada usia 16,6 tahun, dibandingkan dengan wanita pada usia rata-rata 17,4 tahun. Usia rata-rata menikah adalah 24,3 tahun. Di negara Sahara Afrika, data Survai Demografi dan Kesehatan mereka memperlihatkan bahwa sebagian remaja yang tidak

menikah ternyata telah aktif secara seksual 51 . Hal diatas terjadi juga di Indonesia. Di majalah Gemari dibahas tentang

fenomena gaul bebas (seks) remaja diberbagai kota di Indonesia, yaitu di Jakarta, Surabaya, Banjarmasin. Dilaporkan bahwa ada peningkatan jumlah remaja yang melakukan seks pranikah dari 5% pada tahun 1980, menjadi 20%

pada tahun 2000 52 . Selain itu, pada Jurnal Keluarga Berencana tahun 2000, dilaporkan juga bahwa 7,1% remaja di Cilacap pernah melakukan hubungan

seks pra nikah 53 . Dari hal diatas, maka tampak sekali bahwa ada peningkatan perilaku seks

bebas pranikah pada kelompok remaja, sehingga mereka berisiko terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan dan penyakit menular seksual. Di Indonesia belum ada atau belum banyak fasilitas pelayanan kesehatan reproduksi yang khusus untuk remaja dengan berbagai permasalahannya. Apalagi sampai kalau terjadi upaya pengguguran, yang di Indonesia dilarang oleh undang-undang.

Dalam masalah perkawinan, harus sering diberikan penyuluhan kepada para remaja di Indonesia, bahwa pasal 1,undang-undang perkawinan nomor 1, tahun 1974 menyatakan perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara laki-laki

51 Reproductive Health Outlook. PATH.www.path.org.2003.

52 Gemari, edisi 8, 2001.

53 Jurnal KB Nasional, Volume 244, 2001.

dan perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. 54

2. Remaja dan hak kontrasepsi Tidak sedikit remaja yang menikah telah menggunakan kontrasepsi sebelum kelahiran anak pertamanya. Suatu studi di AS melaporkan bahwa diantara remaja yang tidak menikah, ternyata tidak menggunakan kontrasepsi sampai satu tahun setelah mereka aktif secara seksual. Laporan dari survai yang dilakukan di Amerika Latin dan Kenya terhadap remaja tidak menikah, mengatakan bahwa alasan mereka tidak menggunakan kontrasepsi pada saat melakukan hubungan seks, karena pada saat itu sebenarnya mereka sedang tidak menginginkan hubungan seksual. Alasan umum yang kedua adalah

kurangnya informasi tentang kontrasepsi 55 . Ini berarti bahwa aktivitas seksual pada orang-orang muda atau remaja cenderung tidak direncanakan dan

dilakukan secara sporadis serta tidak menggunakan kontrasepsi. Sebuah survai di Nigeria dan Guatemala menunjukkan bahwa sering timbul rasa takut yang tidak perlu pada para remaja tentang pengaruh kontrasepsi terhadap kesehatan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya informasi yang akurat pada remaja,. Disisi lain, walaupun para remaja tersebut mengetahui tentang kontrasepsi kondom dan pil, tetapi pada umumnya tidak tahu bagaimana dan dimana mereka mendapatkan kontrasepsi, selain juga tidak mengetahui bagaimana cara menggunakannya. Survai tersebut juga memperlihatkan bahwa pengetahuan lelaki remaja tentang kontrasepsi jauh lebih rendah dibanding

54 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

55 Reproductive Health Outlook. PATH.www.path.org.2003.

remaja perempuan, dan anggapan kelompok remaja laki-laki bahwa kontrasepsi bukan merupakan tanggung jawab mereka. 56

Data survai lain memperlihatkan pendapat kelompok remaja laki-laki yang terhadap kontrasepsi. Mereka juga menganggap bahwa kontrasepsi semata- mata merupakan tanggung jawab perempuan. Disisi lain kelompok remaja perempuan, tidak berani menggunakan kontrasepsi karena takut mengesankan

bahwa dia aktif secara seksual 57 . Dalam membentuk Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera,

sebenarnya merupakan tanggung jawab laki-laki dan perempuan. Tetapi dalam masyarakat yang paternalistik seperti Indonesia misalnya, peran dari laki-laki menjadi sangat penting. Sayangnya keterlibatan laki-laki pada pelaksanaan keluarga berencana masih kurang. Masih banyak yang berpendapat bahwa keluarga berencana semata-mata merupakan urusan perempuan, bukan laki-laki. Guno Samekto dalam tulisannya mengatakan bahwa keengganan ini terlihat dari masih kurangnya minat para lelaki untuk ikut menggunakan salah satu cara kontrasepsi pria. Hal ini terjadi karena egoisme laki-laki yang tidak terkena akibat

langsung proses kehamilan-persalinan 58 . Udin Sabarudin, dalam penelitiannya tahun 1988 di Bandung, mendapatkan dari 168 responden yang diteliti, sebanyak

94,64% laki-laki tidak menggunakan kontrasepsi. Empat puluh enam koma tiga dua persen (46,32%) diantaranya berpendapat bahwa keluarga berencana merupakan

tanggung jawab perempuan 59 .

56 Reproductive Health Outlook. PATH.www.path.org.2003.

57 Gender. Internal ....on management of population programmes making a difference in population programmes management/COMP. Mission reproductive health men and reproductive health adolescent,

reproductive health gender and reproductive. Http://www./comp.org.my/jender.html

59 Guno Samekto. Vasektomi, kontrasepsi pria yang aman, praktis dan efektif. Majalah Mantap, no. 3, 1985. Udin Sabarudin. Pasangan laki-laki akseptor tubektomi terhadap vasektomi, 1988.

Oleh karena itu sangat wajar apabila diperlukan perubahan sikap dari kaum laki-laki yang didasari pengetahuan keluarga berencana, pengalaman dan sikap sosial.Kewajiban ini jelas sekali tercantum dalam pasal 18 undang-undang nomor

10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan pembangunan Keluarga Sejahtera yang menentukan bahwa suami dan isteri mempunyai hak yang sama serta kedudukan yang sederajat dalam menentukan cara pengaturan

kelahiran. 60 Adalah suatu fakta bahwa tidak sedikit remaja yang tidak mampu dan tidak tahu bagaimana menggunakan kontrasepsi. Dalam hal kontrasepsi,

perempuan, termasuk remaja perempuan, sering tidak ada hak untuk memilih cara kontrasepsi. Dalam penggunaan kondom misalnya, remaja perempuan sering harus bernegosiasi dahulu kepada partner laki-lakinya dan tidak sedikit pula remaja perempuan yang dipaksa melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan kontrasepsi. Dalam hal ini, mungkin ada pengaruh budaya atau kepercayaan terhadap keterbatasan penggunaan kontrasepsi.

3. Remaja dan hak mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi

Sama halnya dengan manusia lainnya, seorang remaja mempunyai hak

yang sama terhadap akses ke sebuah pelayanan kesehatan. Tetapi kenyataannya menunjukkan biasanya mereka memiliki keterbatasan terhadap akses ke pusat pelayanan atau metoda kontrasepsi. Pusat pelayanan pada umumnya tidak dirancang untuk menerima klien atau pasien remaja. Disisi lain, provider (pelayanan kesehatan) juga enggan untuk memberikan pelayanan kontrasepsi kepada remaja, terutama bagi yang tidak menikah. Di beberapa negara, hukum dan peraturan yang ada sangat membatasi penggunaan kontrasepsi

60 Undang-undang nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependududukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.

pada remaja yang tidak menikah. Tidak jarang, seorang remaja tidak memiliki uang untuk pergi ke pusat pelayanan. Klien muda usia takut untuk dihakimi oleh provider dan klien tua, atau mereka takut diketahui oleh orangtuanya. Perempuan muda juga takut untuk diperiksa panggul, mereka hanya mau dilayani oleh orang yang mereka percayai.

Dalam hal akses ke pelayanan kesehatan ini, berbeda dengan Usia Lanjut, hak remaja untuk mendapat pelayanan kesehatan dan informasi, tidak secara eksplisit tercantum pada UU Kesehatan no. 23 tahun 1992. Tidak jelas, apakah karena remaja termasuk anak, yang disebabkan karena usianya belum 18 tahun,

sehingga tidak perlu dicantumkan khusus mengenai remaja. 61 Tetapi karena remajapun mempunyai hak untuk mendapatkan informasi dan pelayanan

kesehatan, maka seharusnya segala peraturan tentang kesehatan reproduksi remaja tercantum dalam pasal-pasal tersendiri atau paling tidak, ada dalam peraturan pemerintah dari undang-undang terkait.

Masalah lain adalah, bahwa sampai sekarang tidak ada atau masih sangat sedikit tersedianya klinik khusus yang melayani remaja tentang kesehatan reproduksi, termasuk apabila mereka hamil, perlu kontrasepsi dan lain sebagainya. Padahal, di pasal 6 Undang-Undang Kesehatan no. 23 tahun 1992, ditentukan bahwa pemerintah bertugas mengatur, membina, dan

mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan, serta pasal 7 yang menentukan bahwa pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Dalam pasal 62 undang-undang Republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, ditentukan bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial

61 Undang-undang no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.

secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya. Lebih lanjut dalam undang-undang yang sama pasal 1 ayat (5) dikatakan bahwa anak adalah setiap manusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi

kepentingannya. 62 Jadi jelas sekali berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia, remaja mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan,

termasuk pelayanan kesehatan reproduksi remaja yang memadai dan bermutu. Dan ini merupakan kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakannya.

4. Remaja dan hak untuk mendapatkan informasi Salah satu permasalahan yang timbul pada remaja adalah mereka kurang terpapar oleh informasi yang akurat tentang kesehatan reproduksi. Dari berbagai penelitian yang dilakukan, tampak jelas bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi adalah rendah. Hal ini disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari sumber-sumber yang benar. Padahal, remaja, sama halnya dengan warga negara yang lain, mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang baik dan benar dari sumber-sumber terpecaya.

Penelitian yang dilakukan Arief Priambodo dkk terhadap 100 responden dari tiga Sekolah Umum Negeri dan Swasta, mendapatkan bahwa sumber informasi masalah seks pada umumnya adalah temannya, kemudian baru dari guru dan media massa dan masalah seks lebih banyak didiskusikan dengan temannya. 63 Tentu saja hal ini menjadi masalah, karena informasi dari teman

belum tentu benar, disebabkan kurangnya pengalaman dan pengetahuan dari

62 Undang undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

63 Arief Priambodo, Sri Shujuan, Fitri Akwarini, Nilovar Naila Karima, Wawang S Sukarya. Pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan reproduksi manusia pada murid Sekolah Menengah Umum Swasta dan

Negeri di Kotamadya Bandung. Dipresentasikan di Pertemuan Ilmiah Tahunan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, 1999.

remaja tersebut, bahkan sering menyesatkan. Dengan informasi yang kurang dan tidak tepat, maka remaja sebagai kelompok berisiko bisa dirugikan masalah kesehatan reproduksinya, bahkan bisa sampai jiwanya.

Hak untuk mendapatkan informasi ini sebenarnya sudah tercantum dalam pasal 14 ayat (1) dari undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, yang menentukan bahwa merupakan hak setiap orang untuk dapat berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan dalam mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya. 64 Hak informasi ini tentunya termasuk juga hak untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi.

Akibat kurangnya informasi, maka timbullah ketidak mampuan bagaimana mereka harus berperilaku dalam kesehatan reproduksinya, yang pada gilirannya hal ini akan mempunyai kontribusi yang besar terhadap kehamilan yang tidak diinginkan. Dilaporkan bahwa setiap tahun, ada sekitar 15 juta perempuan dibawah umur 20 tahun yang melahirkan. Angka persalinan pada umur dibawah

20 tahun berada pada kisaran sepuluh persen dari seluruh kelahiran di dunia. Diantara perempuan dengan umur dibawah 20 tahun, proporsi dari dari persalinan terakhir merupakan lebih dari tiga (3) dari enam (6) di negara-negara sub-Saharan Afrika, dan di Amerika Latin, dan terdapat sekitar dua (2) dari enam (6) merupakan kehamilan yang tidak diinginkan . Persentase kehamilan pada perempuan yang tidak menikah ternyata lebih besar dibandingkan dengan wanita menikah, yaitu sekitar tiga (3) diantara empat (4) kehamilan. 65

64 Undang undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

65 Global reproductive health forum. Harvard University program aims to increase public awareness of

reproductive health issues. Http://www.asph.harvard.edu/organizations/health net, 2001.

5. Remaja dan kehamilan Ditinjau secara psikologis dan sosial, pada sebagian besar budaya yang berlaku, seorang remaja belum menikah kemudian hamil, akan menghadapi stigma sosial yang dapat membahayakan. Bila terjadi kehamilan remaja, biasanya dianggap sebagai akhir dari berlangsungnya pendidikan formal. Di negara sub-Sahara, seorang perempuan akan dikeluarkan dari sekolahnya bila ia hamil. Data dari Kenya menunjukkan bahwa terdapat sekitar 10.000 perempuan yang meninggalkan sekolah karena kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted

pregnancy) 66 . Di Indonesiapun terjadi hal yang sama. Apabila seorang remaja perempuan hamil, maka ia akan dikeluarkan atau berhenti dari sekolahnya,

sedang yang laki-laki bisa terus bersekolah. Menjadi seorang ibu pada usia muda tentu bukan merupakan hal yang menyenangkan, karena akan merubah pilihan kehidupan dasar dalam karir, kesempatan dan masa depan perkawinan. Secara ekonomi, hal ini juga akan merupakan beban. Mereka yang sudah miskin akan tetap miskin. Dengan alasan ekonomi pula, wanita yang tidak menikah bisa terjatuh kedunia prostitusi dengan alasan untuk membiayai anaknya. Sebagai konsekuensi logis dari hal ini adalah terjadinya depresi, kehilangan kepercayaan diri, kehilangan harapan serta bisa timbul kondisi psikologis yang merugikan. Disisi lain, pada budaya-budaya tertentu, untuk meningkatkan status, seorang perempuan justru dituntut untuk membuktikan kesuburannya dengan cara bisa hamil walaupun diluar pernikahan.

Konsekuensi kehamilan dini bagi perempuan remaja lebih buruk dibandingkan lelaki remaja pria. Konsekuensi ini juga akan memberi pengaruh

66 Global reproductive health forum : research library: Gender, biology and technology : information. Harvard (GRHF) aims to encourage the proliferation of critical, democratic discussions about reproductive health,

reproductive technologies, reproductive rights, and gender on the net. Http://www.haph.harvard.edu/organizations/health net/jender/info.html.

buruk terhadap kehidupan anaknya. Banyak remaja belasan tahun yang kurang pengalaman serta tidak mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk membesarkan anak.

Dalam kehamilan atau proses persalinan, remaja perempuan lebih banyak yang meninggal dibandingkan dengan perempuan yang lebih tua. Di Nigeria, untuk setiap 1000 kelahiran, 27 perempuan dibawah umur 16 tahun meninggal, empat perempuan berusia 20-24 tahun dan 16 perempuan berusia 30-34 tahun. Untuk setiap 1000 kelahiran di Bangladesh,17 perempuan dibawah usia 15 tahun meninggal, empat perempuan berusia 20-24 tahun dan enam pada usia 30-34 tahun. Di Ethiopia dan negara berkembang lain gambaran tersebut hampir sama. 67

Meskipun risiko medik pada kehamilan akan ada pada semua tingkatan umur, tetapi risiko tersebut akan meningkat pada perempuan dibawah umur 16

tahun. 68 Hal ini disebabkan pelvis (panggul) pada wanita muda seringkali belum tumbuh dengan sempurna. Panggul yang kecil merupakan salah satu penyebab

terjadinya persalinan terhambat atau persalinan macet yang pada gilirannya bisa menyebabkan timbulnya komplikasi seperti infeksi, perdarahan, atau fistula (terjadinya lubang antara dinding vagina dan usus besar atau kandung kencing). Selain itu, hal ini juga dapat menyebabkan kematian ibu dan anak.

Di Indonesia angka kematian ibu terkait dengan kehamilan dan persalinan ini masih tinggi. Survai Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2002-2003 melaporkan bahwa angka ini adalah sekitar 307 per 100.000 kelahiran hidup.

67 Reproductive Health Outlook. PATH.www.path.org.2003.

68 Robert A.Knuppel and Joan E. Drukker. High Risk Pregnancy. A team approach . USA: 1986.

Menteri Kesehatan pada sambutannya didepan para peserta Muktamar Ikatan Dokter Indonesia di Istana Negara, mengatakan bahwa angka kematian ibu akibat kehamilan-persalinan masih dalam kisaran 262 per 100.000 kelahiran

hidup 69 . Yang menjadi masalah adalah bahwa angka ini sangat tinggi, masih jauh besar dibanding Singapore yang hanya 6 , Malaysia 39, Thailand 44 dan

Philipina 170 per 100.000 kelahiran hidup (Human Development Report, 2003). 70 Berbagai laporan memperlihatkan, bahwa kehamilan pertama (pada setiap

tingkatan umur) mempunyai risiko yang lebih besar dibandingkan kehamilan kedua dan ketiga, apalagi kalau kehamilan pertama itu terjadi pada remaja, yang angka kejadiannya cukup tinggi. Terjadinya risiko yang lebih tinggi pada remaja ini antara lain disebabkan karena tekanan darah ibu yang tinggi pada kehamilan (hipertensi dalam kehamilan), yang bisa mengakibatkan keracunan kehamilan (preeklampsia) bahkan bisa sampai timbul kejang-kejang (eklampsia) yang dapat menyebabkan kematian ibu dan atau anak. Tekanan darah tinggi dalam kehamilan juga dapat menyebabkan timbulnya perdarahan pada atau setelah melahirkan.

Tingginya angka kematian perempuan akibat kehamilan dan persalinan dan risiko tersebut melekat pada remaja, sebenarnya tidak boleh terjadi, karena mereka juga mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari

pemerintah. Pasal 4 undang-undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 71 , menentukan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh

derajat kesehatan yang optimal. Malahan dalam pasal 12 undang-undang yang sama, tampak betul bahwa kesehatan keluarga meliputi suami isteri, anak dan

69 Pidato Menteri Kesehatan didepan Peserta Muktamar IDI. Jakarta, November 2006.

70 I.G.B. Manuaba, P.Rochjati, Martaadisoebrata. Strategi pendekatan risiko tinggi. Didalam : Bunga rampai

71 Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005. Undang – undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan.

anggota keluarga lainnya. Dalam pasal 14, undang-undang yang sama, tercantum dengan jelas bahwa kesehatan suami isteri meliputi masa pra kehamilan, kehamilan, pasca persalinan dan masa diluar kehamilan, dan persalinan. Jadi sangat jelas, bahwa semua orang, termasuk remaja, mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, termasuk apabila ia hamil.

Kaitannya dengan masih tingginya angka kematian ibu, hal ini antara lain disebabkan masih adanya praktik diskriminasi terhadap perempuan, sehingga meningkatkan jumlah komplikasi dan kematian yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Hal ini bertentangan dengan pasal 4, 12, 13 dan 14 tadi karena perempuan, termasuk remaja mempunyai hak yang sama untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Dalam pasal 3 ayat (3) undang-undang nomor

39 tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia ditentukan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa

diskriminasi. 72 Jadi praktik diskriminasi sebenarnya dilarang oleh undang-undang karena hal ini melanggar Hak Asasi Manusia.

Tingginya angka kematian di Indonesia ini,menunjukkan bahwa pemerintah kurang mampu untuk menyediakan layanan kesehatan ibu yang memadai. Banyak sekali kematian ibu ini disebabkan mereka melahirkan oleh paraji

dirumah, yaitu sekitar 64%. 73 Walaupun alasan melahirkan dirumah itu disebab- kan karena faktor kenyamanan, harga yang terjangkau, dapat dicicil, pelayanan

pasca melahirkan lebih nyaman dan lain sebagainya. Tetapi alasan tersebut,

72 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

73 I.G.B. Manuaba, P.Rochjati, Martaadisoebrata. Strategi pendekatan risiko tinggi. Didalam : Bunga rampai Obstetri dan Ginekologi Sosual. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005.

bukan berarti tugas pemerintah dalam menyediakan layanan persalinan menjadi berkurang. Adalah tugas pemerintah agar angka kematian yang tinggi ini dapat ditekan dan dicegah, yaitu dengan cara memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang memadai yang meliputi pelayanan kontrasepsi sebelum hamil, pelayanan kehamilan, persalinan yang aman dan bersih, pelayanan masa nifas, asuhan pasca keguguran, safe abortion, dan pelayanan kedaruratan obstetri. Dalam hal ini, sudah menjadi tugas pemerintah untuk bertanggung jawab dalam menyediakan pelayanan yang terjangkau, guna mencegah kematian ibu. Kewajiban ini jelas sekali tercantum dalam pasal 6 Undang-Undang Kesehatan

nomor 23 tahun1992 74 yang menenttukan bahwa pemerintah bertugas mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan, serta pasal 7 yang

mengatakan bahwa pemerintah bertugas untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.

Pemerintah juga harus memberikan kemudahan dan perlakuan khusus kepada ibu hamil, karena telah ditetapkan oleh undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 41 pada undang-undang ini menentukan bahwa setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus 75 .

Bila seorang perempuan muda hamil, jelas dia memerlukan pelayanan asuhan (perawatan) prenatal, persalinan dan post partum (pasca persalinan) yang memadai. Dalam kenyataannya, tidak sedikit perempuan muda, baik menikah ataupun tidak, yang tidak pernah melakukan prenatal care (PNC).

74 Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan.

75 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Prenatal care (asuhan kehamilan) sendiri merupakan suatu hal yang penting, karena bila perempuan hamil melakukan pemeriksaan, maka pada saat itu seorang perempuan mempunyai kesempatan untuk belajar tentang asuhan kehamilan, termasuk nutrisi atau gizi yang baik, dan menerima penjelasan atau informasi tentang gejala yang mungkin timbul akibat terjadinya komplikasi. Pada PNC, pemeriksaan yang lebih dalam dan monitoring yang ketat akan dilakukan terhadap perempuan hamil yang mempunyai risiko meningkat misalnya perempuan hamil dengan anemia, hipertensi atau infeksi. Risiko juga akan meningkat, bila seorang perempuan hamil pada usia dibawah 16 tahun. Anak yang dilahirkan ibu muda sering meninggal karena tidak mendapatkan perawatan yang tepat akibat komplikasi kehamilan yang terjadi, misalnya disebabkan terjadinya persalinan macet dan perdarahan. Keadaan tertentu dengan risiko

meningkat ini, perlu dipantau secara teliti dan ketat 76 . Idealnya seorang perempuan muda bisa melahirkan di fasilitas pelayanan

kesehatan dengan sarana dan kualitas yang baik agar apabila diperlukan, dapat diberikan pertolongan emergensi obstetri, atau paling bisa dilayani disarana pelayanan dengan fasilitas intermediate dalam pelayanan obstetri emergensi. Pada masa setelah melahirkan, periode setelah persalinan juga merupakan saat yang sangat penting untuk memeriksa kemungkinan terjadinya perdarahan dan infeksi. Kepada remaja yang pertama kali menjadi orang tua, ketika prenatal care dan periode post partum (pasca persalinan), perlu diberikan informasi dan konseling tentang kontrasepsi, menyusui, perawatan bayi dan kesehatan anak. Pelayanan yang memadai ini adalah tugas pemerintah,karena sudah diatur oleh undang-undang, apalagi dengan telah ditetapkannya undang-undang nomor 22

76 Robert A.Knuppel and Joan E. Drukker. High Risk Pregnancy. A team approach . USA: 1986.

dan 25 tahun 1999 tentang otonomi daerah, yang mengatur masalah desentralisasi (pelimpahan wewenang),dekonsentrasi (pendelegasian wewenang) dan otonomi

daerah (otonomi penuh untuk mengurus dan mengelola kebutuhan masyarakat sesuai kemampuan sendiri dalam batas-batas peraturan yang berlaku), termasuk masalah pelayanan kesehatan . Undang-undang tersebut menetapkan peran Dinas

Kesehatan Provinsi dalam memfasilitasi Kabupaten/Kota untuk melaksanakan kewenangannya yang baru mengenai pengelolaan kesehatan. Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, bertanggung jawab penuh untuk merencanakan dan melaksanakan pelayanan kesehatan, sedangkan Departemen Kesehatan bertanggung jawab secara menyeluruh untuk pengembangan kebijakan kesehatan nasional, norma-norma serta standar, kerjasama lintas sektoral, maupun pemantauan dan evaluasi rencana kesehatan nasional. Dengan adanya undang-undang ini, seharusnya pelayanan kesehatan, termasuk kepada remaja, bisa lebih baik lagi, karena daerah mempunyai keleluasaan dan bisa berinovasi lebih luas untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik dan bermutu.