ANALISIS SITUASIONAL

5.1. ANALISIS SITUASIONAL

5.1.1. Profil Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta dan secara geografis terletak pada posisi 6 0 19’ - 6 0 47’ Lintang Selatan dan 106 0 1’-107 0 103’ Bujur Timur. Luas wilayah berdasarkan data terakhir adalah 2.301,95 Km 2 . Batas-batas wilayah kabupaten Bogor adalah: Sebelah Utara

: Kota Depok

Sebelah Barat

: Kabupaten Lebak

Sebelah Barat Daya

: Kabupaten Tangerang

Sebelah Timur

: Kabupaten Purwakarta

Sebelah Timur Laut

: Kabupaten Bekasi

Sebelah Selatan

: Kabupaten Sukabumi

Sebelah Tenggara

: Kabupaten Cianjur

Berdasarkan hasil Pendataan Sosial Ekonomi 2005, Kabupaten Bogor memiliki 40 Kecamatan, 427 desa/kelurahan, 13.541 RT dan 913.206 rumah tangga. Dari jumlah tersebut 234 desa mempunyai ketinggian sekitar kurang dari 500 m diatas permukaan laut (dpl), 144 desa diantara 500- 700 m dan sisanya 49 desa sekitar lebih dari 500 m dpl.

5.1.2. Potensi Manggis Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi pengembangan komoditas manggis yang cukup besar, mengingat potensi pengembangan komoditas manggis cukup luas, didukung oleh agroekosistem Kabupaten Bogor yang cocok untuk budidaya komoditas manggis. Pada tahun 2003, Departemen Pertanian telah menetapkan manggis sebagai ssalah satu komoditas unggulan nasional Kabupaten Bogor.

Berdasarkan data tahun 2006, Kabupaten Bogor memiliki luas sekitar 299.990 Ha, dengan potensi lahan pertanian seluas 151.296 Ha. Pada luas pertanian tersebut, terdapat pertanaman manggis dengan populasi sebanyak 39.674 pohon, tambah tanam 10.137 pohon dan produksi sebesar 3.467 ton buah manggis. Kabupaten Bogor memiliki bebrapa daerah sentra penghasil manggis, antara lain Kecamatan Jasinga, Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Leuwisadeng, Kecamatan Sukamakmur, Kecamatan Cigudeg, Kecamatan Sukajaya dan Kecamatan Nanggung. (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2007). Tabel 5 menunjukkan jumlah tanaman dan produksi manggis di daerah sentra pada tahun 2005, 2006, 2007(sampai Triwulan II).

Panen buah manggis di masing-masing daerah sentra berbeda-beda, tergantung pada umur tanam dan musim. Pada umunya panen dilakukan satu kali dalam setahun (pada musim kemaran) atau dua kali dalam 3 tahun (pada musim hujan) yang disebabkan masa vegetatif yang lama. Data bulan panen manggis daerah sentra dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Jumlah tanaman dan produksi manggis daerah sentra di Kabupaten Bogor

Produksi (Ton) Kecamatan 2005

Jumlah Tanaman Akhir

Jumlah Tanaman Produktif

- 200 3.000 Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor *) data sampai (Bulan Juni) 2007

Tabel 6. Bulan panen di daerah sentra manggis Kabupaten Bogor

Puncak Kecamatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Bulan Panen

Panen Jasinga

Juni Cigudeg

√ √ √ Januari Sukajaya

√ √ √ Des Leuwiliang

Feb- Mar Leuwisadeng √

√ √ Nov-Des Nanggung

√ √ Nov-Des Sukamakmur √

√ √ Februari Sumber : Profil Manggis Kabupaten Bogor (2007)

5.1.3. Budidaya Manggis

Analisis situasional budidaya manggis dilakukan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Budidaya tanaman manggis di Kabupaten Bogor sebagian besar dilakukan dengan menggunakan sistem multikultur dan hanya sedikit yang menggunakan sistem monokultur. Pada umumnya, kebun manggis yang ada di Kabupaten Bogor merupakan warisan yang dibudidayakan secara turun menurun sehingga budidayanya belum dilakukan secara intensif. Kebanyakan petani tidak melakukan pemupukan, pengendalian pemberian obat, sanitasi, pemangkasan ranting maupun pembungkusan buah serta mengabaikan cara pemanenan sesuai dengan yang dianjurkan sehingga

Tanaman manggis merupakan tanaman yang cocok hidup di daerah tropik basah, sering ditemukan tumbuh bersama dengan tanaman durian. Tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 m di atas permukaan laut (dpl), suhu optimal berkisar antara 22-23 o

C dengan curah hujan 1.500-2.500 mm/tahun dan kelembaban 80 persen.

a. Penanaman

Tanaman manggis kebanyakan diperbanyak dengan biji, kerena bibit manggis adalah true-to- type (identik dengan genetic induknya), batang tegak, kuat, tahan hama dan penyakit serta tidak mudah roboh. Tetapi kini mulai dikembangkan perbanyakan secara vegetatif dengan sambugan.

Pertumbuhan bibit lambat, sehingga perlu perawatan khusus, misalnya media harus remah dan subur, mengandung air cukup banyak tetapi tidak menggenang.

Pengolahan tanah dilakukan sebelum musim hujan, dengan lubang tanam berukuran 100 x 100 x 50 cm untuk tanah gembur. Lubang tanam dibiarkan terbuka selama dua minggu sebelum diisi dengan tanah galian bagian atas. Pemberian pupuk diberikan dengan dosis 30 kg untuk pupuk kandang, Urea sebanyak 50 gram, TSP 25 gram, dan KCL 20 gram. Jarak tanam ideal manggis adalah

10 x 10 m untuk tanaman asal biji dan 5 x 5 m untuk tanaman hasil sambungan. Sebagai tanaman pelindung dapat digunakan pisang dengan jarak tanam 2,5 x 2,5 m ditanam dua bulan sebelum tanaman manggis ditanam dan naungan perlu dipertahankan sampai tanaman berumur 2-4 tahun. Untuk menjaga kelembaban tanaman, sebaiknya diberi mulsa secukupnya di sekeliling tanaman.

b. Pemeliharaan

Pemupukan diberikan sesuai dengan umur tanaman, dan dilakukan 2 kali dalam setahun yaitu setengah dosis sesudah panen dan setengah dosis lagi menjelang berbunga. Pupuk diberikan dalam larutan melingkar sedalam 10-20 cm tepatnya di bawah tepi ujung tajuk.

Pengairan dilakukan 1-2 kali sehari pada fase awal pertumbuhan, terutama pada musim kemarau. Interval pengairan dikurangi secara bertahap setelah tanaman berumur diatas 5 tahun. Hama yang biasanya muncul pada tanaman manggis yaitu hama ulat daun (Stictoptera signifera) yang menyerang pada daun muda dan kutu api yang menyerang pada saat tanaman sedang berbunga dan berbuah. Pengendalian dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida.

c. Panen

Buah manggis juga dipanen berdasarkan keperluan. Buah manggis yang dipanen pada indeks warna 1 biasanya untuk pasaran yang jauh. Indeks warna 2 dan 3 untuk ekspor, sedangkan indeks warna 4 dan 5 bisa langsung dikonsumsi. Tingkat kematangan sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan manggis.

Secara umum buah manggis dapat dipanen setelah berumur 8-10 tahun jika dikembangkan dari biji dengan umur produktif hingga 80 tahun. Namun dengan berkembangnya teknik budidaya sekarang, pohon manggis dengan tinggi hanya 5 meter sudah dapat dipanen pada umur 5-7 tahun. Ciri-ciri buah manggis yang siap panen adalah kulit buahnya berwarna ungu kemerah-merahan atau merah muda. Pemanenan manggis pada tempat budidaya di desa Karacak biasanya dipanen berdasarkan indeks kematangan manggis. Indeks kematangan manggis dapat dilihat pada Tabel 7.

d. Pasca panen

Buah manggis yang telah dipetik juga dapat tetap segar sampai 49 hari jika disimpan dalam ruangan bersuhu 4-6 0 C dan dalam suasana yang lembab dan dapat tetap segar sampai 33 hari jika ruang penyimpanan bersuhu 9-12 0 C. Kebiasaan petani di daerah sentra ialah hanya melakukan sortasi pada saat harga jatuh terutama saat musim panen. Pada saat harga bagus, petani tidak melakukan sortasi karena sudah merasa cukup dengan harga yang ada.

Tabel 7. Indeks kematangan manggis

Tahap 0 Warna buah kuning kehijauan, kulit buah masih banyak mengandung getah dan buah belum siap dipetik

Tahap 1 Warna kulit buah hijau kekuningan, buah belum tua dan getah masih banyak. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging. Buah belum siap dipanen

Tahap 2 Warna kulit buah kuning kemerahan, dengan bercak merah hampir merah. Buah hampir tua dan getah mulai berkurang. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging

Tahap 3 Warna kulit buah merah kecoklatan. Kulit buah masih bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit. Buah disarankan dapat dipetik untuk tujuan

ekspor.

Tahap 4 Warna kulit buah merah keunguan. Kulit buah masih sedikit bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit dan buah dapat dikonsumsi. Buah dapat dipetik untuk tujuan ekspor.

Tahap 5 Warna kulit buah ungu kemerahan. Buah mulai masak dan siap dikonsumsi. Getah telah hilang dan isi buah mudah dilepaskan. Buah lebih sesuai untuk pasar

domestik.

Tahap 6 Warna kulit buah ungu kehitaman. Buah sudah masak. Buah sesuai untuk pasar domestik dan siap saji.

5.1.4. Agroindustri Xanthone Manggis

Manggis dapat diolah menjadi berbagai macam produk olahan. Salah satu diantaranya manggis dapat diolah menjadi xanthone. Xanthone merupakan senyawa yang ada pada manggis yang bermanfaat bagi kesehatan karena banyak mengandung antioksidan dan berfungsi sebagai antiproliferativ, antiinflamasi dan antimikrobial. Namun begitu xanthone sekarang banyak digunakan sebagai nama dagang dari ektrak kulit manggis karena xanthone banyak terkandung dalam kulit manggis. Produk ini banyak diminati oleh masyarakat karena khasiatnya yang baik untuk kesehatan.

Xanthone banyak terkandung dalam kulit manggis. Berdasarakan penelitian yang dilakukan Pebriyanthi (2010) kandungan xanthone dalam dalam kulit manggis yaitu sebesar 165,90 mg/ 100 ml kulit manggis. Kadar xanthone pada buah manggis merupakan yang paling besar dibandingkan buah lain yang juga memiliki xanthone. Selain itu, kadar xanthone dalam kulit buah manggis merupakan paling besar kadarnya dibandingkan pada bagian manggis yang lain.

Proses produksi dari agroindustri xanthone ini diawali dengan mengekstrak xanthone yang terdapat pada kulit manggis. Hal pertama yang dilakukan pada proses ekstraksi ini yaitu pencucian buah manggis. Pencucian dimaksudkan agar kulit manggis terbebas dari segala kotoran yang melekat pada buah. Buah manggis yang telah bersih kemudian dipisahkan antara kulit dengan daging buah. Penggunaan kulit manggis ini dikarenakan bagian ini memiliki kandungan xanthone 27 kali lebih banyak dari daging buahnya.

Daging buah

Kulit buah

Gambar 8. Kulit buah dan daging buah manggis

Kulit manggis yang telah terpisah kemudian mengalami proses pemisahan kembali dengan kulit lunak dan kulit keras (kulit terluar). Pemisahan dilakukan karena penggunaan kulit luar akan membuat rasa dari produk xanthone menjadi pahit. Rasa pahit yang ada disebabkan oleh kandungan senyawa tanin yang relatif lebih banyak pada bagian kulit luar. Kulit bagian lunak yang telah diperoleh selanjutnya mengalami proses penghancuran. Penghancuran dimaksudkan untuk memperkecil ukuran dari bahan sehingga dapat mempercepat pelarutan komponen xanthone dan mengingkatkan rendemen ekstraksi. Proses penghancuran ini dapat dilakukan dengan menggunakan mesin ekstraktor untuk mempermudah dan mempercepat proses penghancuran seperti ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Mesin ektraktor buah

Setelah proses penghancuran maka proses ekstraksi dilakukan dengan mencampurkan bahan dengan pelarut dengan perbandingan 1:2 (b/v). Pelarut yang digunakan saat proses ekstraksi adalah campuran antara pelarut ethanol 70% dan air. Proses ekstraksi yang dilakukan menggunakan metode maserasi. Maserasi adalah teknik yang digunakan untuk mengekstrak senyawa yang diinginkan dengan suatu bahan dengan cara merendam bahan dalam pelarut dengan atau tanpa pengadukan. Proses maserasi pada ekstraksi xanthone kulit manggis ini dilakukan selama 24 jam pada suhu kamar. Waktu perendaman yang cukup lama dimaksudkan agar komponen senyawa xanthone yang terekstrak maksimal. Kulit manggis yang telah mengalami perendaman kemudian mengalami proses pemisahan. Pemisahan adalah tahapan akhir yang dilakukan pada proses ekstraksi yang bertujuan memisahkan ampas dan mendapat senyawa xanthone pada ekstrak kulit manggis.

Setelah ekstrak xanthone didapat, selanjutnya akan dibuat produk xanthone. Proses pembuatan produk xanthone diawali dengan pencampuran bahan-bahan seperti ekstrak kulit manggis, madu dan ekstrak rosela hingga homogen. Proses pencampuran berlangsung bersamaan dengan proses pemasakan. Proses pemasakan dilakukan pada sebuah mixing tank berpengaduk. Hal ini dilakukan agar semua bahan tercampur hingga homogen dan tidak ada bahan yang mengendap di dasar tangki pengadukan. Setelah semua bahan tercampur selanjutnya bahan tersebut mengalami proses pemasakan

pada suhu 90-95 o

C selama 10 menit. Sirup yang telah dipanaskan kemudian didinginkan hingga suhu 80-85 o

C untuk selanjutnya ditambahkan perasa sebagai penguat aroma sebesar 1% dari total campuran sirup. Proses pembuatan sirup xanthone manggis dapat dilihat pada Gambar 10.

Ekstrak rosela 10%

Ekstrak Xanthone 50%

Madu 40%

Pencampuran

Pemanasan pada suhu 90-95 o C

Pendinginan t=80-85 o C

Perasa 1%

Sirup xanthone

Gambar 10. Diagram Alir proses pembuatan sirup xanthone manggis

Seluruh bahan yang telah tercampur tersebut kemudian akan diisikan kedalam kemasan botol kaca. Pemilihan botol kaca dimaksudkan agar produk tetap awet dan memperkecil kemungkinan berpindahnya unsur bahan pada produk ke kemasan. Proses pengisian ini dilakukan pada kondisi hangat atau biasa dikenal dengan sebutan hot filling. Metode hot filling ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kontaminasi produk oleh bakteri. Setelah dilakukan pengisian produk ke dalam botol, selanjutnya botol akan diberi penutup dan disegel serta dikemas dengan menggunakan kemasan karton. Gambar 11 menunjukkan produk xanthone manggis.

Gambar 11. Produk xanthone manggis

Produk ini memiliki khasiat dan banyak terkandung berbagai unsur didalamnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pebriyanthi (2010), produk xanthone ini memiliki kadar xanthone sebanyak 46,49 mg/100ml, kadar air sebesar 41,73 %, kadar protein 0.86%, kadar vitamin C 14,08%, total gula 60,41%, dan kadar alkohol 0.85%.

Secara umum produk olahan xanthone ini memiliki prospek yang cukup menjanjikan. Produk olahan ini juga memberikan nilai tambah yang besar bagi komoditas manggis. Namun masih ada beberapa kendala yang dihadapi industri untuk menjaga kontinuitas produksi seperti karakteristik bahan baku yang bersifat musiman, sentra produksi manggis yang cukup jauh dari lokasi industri, serta harga bahan baku yang fluktuatif.