Perlu diketahui bahwa penelitian sejenis ini sudah pernah dikerjakan, misalnya Hutapea 2007 dalam skripsinya Tuturan pada Upacara Adat
Perkawinan Masyarakat Batak Toba, tetapi objek penelitiannya berbeda. Sejauh yang diamati, belum ada penelitian tentang tuturan dalam upacara perkawinan
masyarakat Tapanuli Selataan dengan kajian pragmatik. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan atau menjelaskan berbagai jenis
tuturan dalam upacara perkawinan di Tapanuli Selatan.
1.1.2 Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Jenis-jenis tuturan apa sajakah yang terdapat pada upacara perkawinan
masyarakat Tapanuli Selatan? 2.
Apa sajakah fungsi tuturan pada upacara perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan?
3. Apakah makna tuturan pada upacara perkawinan bagi masyarakat
Tapanuli Selatan.
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah: 1.
Mengungkapkan kekhasan tuturan upacara perkawinan di Tapanuli Selatan.
jenis tindak tutur nonliteral karena apa yang dimaksudkan oleh penutur tidak sesuai dengan makna leksikalnya. Penutur menanyakan apakah sudah dipakai
“cincin ijuk”, yang bermakna bahwa penutur ingin mengetahui apakah mahar gadis tersebut sudah diberikan.
Selanjutnya, pada contoh di bawah ini terdapat tuturan langsung dengan menggunakan modus deklaratif.
5 Omas sigumorsing 120 pitu noli manaek mijur [....]
emas kuning 120 tujuh kali naik turun [....] ‘Emas kuning 120 tujuh kali lipat.’
Pada tuturan di atas, yang dibicarakan ialah emas. Tuturan ini tergolong tindak tutur nonliteral sebab maksud penutur yang sebenarnya adalah jumlah
untuk mahar si gadis yang harus dipenuhi oleh pengantin pria. Dari beberapa contoh yang dikemukakan di atas tampak bahwa tuturan
perkawinan pada masyarakat Tapanuli Selatan memiliki beragam modus dan makna yang berbeda, yang disesuaikan dengan maksud penutur. Tentunya penting
untuk mengungkapkan beragam modus dan makna pada tuturan perkawinan itu untuk mengetahui sistem budaya yang berlaku di Tapanuli Selatan.
Di samping itu, kekhasan dan keunikan tuturan upacara perkawinan di Tapanuli Selatan terletak pada bentuk atau struktur lingualnya yang berbeda
dengan bentuk atau struktur lingual dalam percakapan sehari-hari. Elemen-elemen leksikal yang khas dalam tuturan upacara perkawinan masyarakat Tapanuli
Selatan ini menunjukkan bagaimana pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang akan diungkapkan. Hal ini menunjukkan bahwa tuturan yang
diungkapkan tidak sembarangan, dan pada dasarnya telah terkonsep.
Perlu diketahui bahwa penelitian sejenis ini sudah pernah dikerjakan, misalnya Hutapea 2007 dalam skripsinya Tuturan pada Upacara Adat
Perkawinan Masyarakat Batak Toba, tetapi objek penelitiannya berbeda. Sejauh yang diamati, belum ada penelitian tentang tuturan dalam upacara perkawinan
masyarakat Tapanuli Selataan dengan kajian pragmatik. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan atau menjelaskan berbagai jenis
tuturan dalam upacara perkawinan di Tapanuli Selatan.
1.1.2 Masalah