- PENDAHULUAN 3 Naskah Akademis Perda Pengembangan dan Pengelolaan Perfilman Jawa Tengah

Penyusunan Naskah Akademis Pengembangan dan Pengelolaan Perfilman Jawa Tengah 2015

BAB 1 - PENDAHULUAN 4

c. memfasilitasi pembuatan film untuk pemenuhan ketersediaan film Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32; dan d. memfasilitasi pembuatan film dokumenter tentang warisan budaya bangsa di daerahnya. Selain itu, pemerintah daerah memiliki tugas sesuai dengan Pasal 55: a. melaksanakan kebijakan dan rencana induk perfilman nasional; b. menetapkan serta melaksanakan kebijakan dan rencana perfilman daerah; dan c. menyediakan sarana dan prasarana untuk pengembangan dan kemajuan perfilman. Berdasarkan Undang-Undang tersebut pemerintah daerah memiliki kewajiban dan tugas untuk memfasilitasi segala kegiatan perfilman di daerah untuk menunjang ekonomi di daerah. Selain itu, pemerintah daerah berwenang menetapkan serta melaksanakan kebijakan dan rencana perfilman daerah. Pemerintah daerah harus memposisikan diri lebih sebagai fasilitator bagi pendorong perkembangan film yang merupakan ekspresi kreatifitas anak bangsa, karena selama ini pemerintah daerah dirasakan kurang serius mendorong perfilman nasional terutama perfilman di daerah. Adapun pembinaan dari pemerintah tidak berjalan maksimal baik dari fasilitas, anggaran, dan koordinasi karena pembuatan film dilakukan Penyusunan Naskah Akademik Pengembangan dan Pengelolaan Perfilman Jawa Tengah 2015

BAB 1 - PENDAHULUAN 5

lebih banyak secara mandiri. Selain itu, terdapat ketidakjelasan hubungan tata kerja di bidang perfilman. Untuk itulah, Pemerintah Daerah Provinsi Jateng membuat sebuah kebijakan dalam bentuk peraturan daerah mengenai Pengembangan dan Pengelolaan Perfilman Jateng, kebijakan ini berlandaskan pada pemahaman bahwa film sebagai simbol kepribadian dan kearifan lokal yang harus dilestarikan, karena film adalah salah satu bukti sejarah yang dapat dicerna masyarakat dengan mudah. Pelestarian film sebagai karya cipta manusia bernilai tinggi telah mendapatkan perhatian besar baik dalam skala nasional maupun internasional. Disamping itu dalam rangka pemanfaatan hasil budaya bangsa tersebut, karya cetak dan karya rekam perlu dihimpun, disimpan, dipelihara, dan dilestarikan di suatu tempat tertentu sebagai koleksi nasional dan daerah. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh kondisi perfilman belumlah maksimal, selain peranan pemerintah yang kurang mendukung dan belum merata di seluruh KabupatenKota di Jateng. Permasalahanya tentu belum adanya harmonisasi pembangunan perfilman pada level provinsi dan kabupatenkota. Dalam konteks sosiologis bahwa kondisi perfilman seperti ini sangat dipengaruhi oleh kompetensi dan dedikasi orang-orang yang bekerja secara kolektif, kemajuan teknologi, dan sumber daya lainnya. Dalam arti bahwa kualitas film sangat tergantung pada kemampuan si pembuatnya. Kurangnya wadah