Naskah Akademis Perda Pengembangan dan Pengelolaan Perfilman Jawa Tengah

(1)

(2)

i   

Segala puj i dan syukur kehadir at Tuhan Yang Maha Kuasa kar ena at as ber kat r ahm at dan kar unia- Nya penyusunan Lapor an Akhir Naskah Akadem is Per at ur an Daer ah Jaw a Tengah Tent ang Pengem bangan dan Pengelolaan Per film an Jaw a Tengah dapat diselesaikan.

Tuj uan ut am a dar i penyusunan Naskah Akadem is ini yait u sebagai dasar penyusunan kebij ak an Perda Pengem bangan dan Pengelolaan Perfilm an Pr ov insi Jaw a Tengah yang t er kait dengan kear ifan lokal dan sebagai penyeim bang dalam pem bent ukan per da yang part isipat if baik dar i sisi fungsi pengem banga dan pengelolaan per film an, per kem bangan indust r i film m aupun fungsi pengaw asan pada saat pr oduksi hingga pem ut ar an film . Unt uk dapat m ew uj udk an nask ah akadem is secar a ny at a m aka m et ode Yuridis Norm at if dan Yur idis Em pir is ( Sosio legal) m enj adi m et ode yang digunakan dalam penyusunan naskah.

Selanj ut nya, kam i ber har ap penyusunan naskah akadem is ini dapat m em ber ikan m anfaat posit if bagi pengem bangan dan pengelolaan per film an di Jaw a Tengah. Kam i j uga m engharapk an m asuk an dan sar an dar i ber bagai pihak unt uk lebih m eningkat kan k ualit as dar i dokum en rencana usaha ini, sehingga dapat m em berikan m anfaat lebih besar bagi pihak- pihak yang ber kepent ingan.

Yogyakar t a, Desem ber 2015


(3)

ii   

D a ft a r isi ... I I

Ba b I Pe n da h u lu a n ... 1

A. Lat ar Belakang ... 1

B. I dent ifikasi Masalah ... 9

C. Tuj uan dan Kegunaan Naskah Akadem is ... 11

D. Met ode Penulisan Naskah Akadem is ... 13

Ba b I I Ka j ia n Te or it is da n Pr a k t ik Em pir is ... 1 6 A. Kaj ian Teor it is ... 16

B. Kaj ian Ter hadap Asas/ Pr insip y ang t er k ait dengan Peny usunan Norm a ... 33

C. Kaj ian t er hadap Pr akt ik Penyelenggar aan, Kondisi yang ada, sert a perm asalahan yang dihadapi m asyarakat ... 39

D. Kaj ian t er hadap I m plikasi pener apan Sist em Bar u yang akan diat ur dalam Per at ur an daer ah ... 42

Ba b I I I Ev a lu a si da n An a lisis Pe r a t u r a n Pe r u n da n g- Un da n ga n Te r k a it ... 4 5 Ba b I V la n da sa n Filosofis, Sosiologis, da n Yu r idis ... 6 0 A. Landasan Filosofis ... 62

B. Landasan Yur idis ... 66

C. Landasan Sosiologis ... 69

Ba b V Ru a n g Lin gk u p Pe n ga t u r a n ... 74

A. Ket ent uan Um um ... 74

B. Ruang Lingk up dan I si Pengat uran ... 76

Ba b V I Pe n u t u p ... 9 0 A. Kesim pulan ... 90


(4)

iii   

Tabel 4.1 Per kem bangan Jum lah Pengunj ung DTW dan Event Jat eng

Tahun 2010- 2014 ... 72

D a ft a r Sk e m a

Skem a 3.1 Der aj at Heir ar kis At uran Per film an ... 58

D a ft a r Sin gk a t a n

Kem endiknas : Kem ent er ian Pendidikan Nasional Per da : Per at ur an Daer ah

UU : Undang- Undang

Pnps : Progr am Nasional Per um usan St andar BP2N : Badan Per t im bangan Per film an Nasional PARFI : Per sat uan Ar t is Film I ndonesia

GPBSI : Gabungan Pengusaha Biosk op Selur uh I ndonesia GASFI : Gabungan St udio Film I ndonesia

ASI REVI : Asosiasi I m por t Rek am an Video MPR : Maj elis Per m usyaw ar at an Rakyat DPR : Dew an Per w ak ilan Rakyat

DPD : Dew an Per w ak ilan Daer ah

MA : Mahkam ah Agung

MK : Mahkam ah Konst it usi

BPK : Badan Pem er ik sa Keuangan

KY : Kom isi Yudisial

BI : Bank I ndonesia

DPRD : Dew an Per w ak ilan Rakyat Daer ah DTW : Daya Tar ik Wisat a

PP : Per at ur an Pem er int ah


(5)

BAB 1 - PENDAHULUAN 1

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Film sebagai karya seni budaya yang terwujud berdasarkan

kaidah sinematografi merupakan fenomena kebudayaan, sementara

perfilman adalah berbagai hal yang berhubungan dengan film. Hal itu

bermakna bahwa film merupakan hasil proses kreatif warga negara

yang dilakukan dengan memadukan keindahan, kecanggihan

teknologi, serta sistem nilai, gagasan, norma, dan tindakan manusia

BAB

I


(6)

BAB 1 - PENDAHULUAN 2

film tidak bebas nilai karena memiliki seuntai gagasan vital dan pesan

yang dikembangkan sebagai karya kolektif dari banyak orang yang

terorganisasi. Itulah sebabnya, film merupakan pranata sosial (

social

institution

) yang memiliki kepribadian, visi dan misi yang akan

menentukan mutu dan kelayakannya.

Film sebagai karya seni budaya yang dapat dipertunjukkan

dengan atau tanpa suara juga bermakna bahwa film merupakan

media komunikasi massa yang membawa pesan yang berisi gagasan

vital kepada publik (khalayak) dengan daya pengaruh yang besar.

Itulah sebabnya film mempunyai fungsi pendidikan, hiburan,

informasi, dan pendorong karya kreatif. Film juga dapat berfungsi

ekonomi yang mampu memajukan kesejahteraan masyarakat dengan

memperhatikan prinsip persaingan usaha yang sehat. Dengan

demikian film menyentuh berbagai segi kehidupan manusia dalam

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kondisi film dan perfilman Indonesia baik di tingkat nasional dan

daerah semakin berkembang pesat mengikuti laju perkembangan

globalisasi dan teknologi informasi, hal terlihat dari semakin beraneka

ragamnya film, semakin banyaknya perusahaan film,

filmmaker

dikalangan masyarakat film, maupun masyarakat umum, bahkan di

kalangan pelajar. Beberapa Film di Indonesia menembus industri

perfilman Amerika, diantaranya:

The Raid: Redemption

, Daun di Atas


(7)

BAB 1 - PENDAHULUAN 3

Lovely

Man

,

dan

Denias

Senandung

di

Atas

Awan

(http://www.pusakaindonesia.org). Di wilayah Jawa Tengah (Jateng)

juga muncul film-film terbaik, misalnya di Purbalingga sudah ada film

yg terkenal yatu

langka rence

”, selain itu banyak karya lainnya yang

telah mampu bersaing di tingkat nasional dan internasional.

Pada sisi yang lain, peranan pemerintah dalam bidang perfilman

di Indonesia sangat besar, namun kondisi ini belum terkelola dengan

baik dan maksimal. Peranan ini dimulai dari tahapan inisiasi

kebijakan dan peningkatan kualitas produksi

pertunjukan

promosi

pendistribusian - pengawasan (perlindungan), serta peningkatan

kualitas SDM bagi insan perfilman. Realitasnya masih belum

terciptanya kesamaan pemahaman seluruh pemangku kepentingan

yang berkaitan dengan bidang perfilman, sehingga harus diakui

bahwa peranan pemerintah yang besar tidak di dukung oleh

kebijakan dan

political will

yang baik. Artinya, saat ini kondisi

perfilman di Indonesia dan khususnya di Jateng kurang diperhatikan

oleh Pemerintah baik Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/ Kota.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33

Tahun 2009 Tentang Perfilman, Pasal 54 menyebutkan bahwa

pemerintah daerah berkewajiban:

a.

memfasilitasi pengembangan dan kemajuan perfilman;


(8)

BAB 1 - PENDAHULUAN 4

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32; dan

d.

memfasilitasi pembuatan film dokumenter tentang warisan budaya

bangsa di daerahnya.

Selain itu, pemerintah daerah memiliki tugas sesuai dengan

Pasal 55:

a.

melaksanakan kebijakan dan rencana induk perfilman nasional;

b.

menetapkan serta melaksanakan kebijakan dan rencana perfilman

daerah; dan

c.

menyediakan sarana dan prasarana untuk pengembangan dan

kemajuan perfilman.

Berdasarkan Undang-Undang tersebut pemerintah daerah

memiliki kewajiban dan tugas untuk memfasilitasi segala kegiatan

perfilman di daerah untuk menunjang ekonomi di daerah. Selain itu,

pemerintah daerah berwenang menetapkan serta melaksanakan

kebijakan dan rencana perfilman daerah. Pemerintah daerah harus

memposisikan

diri

lebih

sebagai

fasilitator

bagi

pendorong

perkembangan film yang merupakan ekspresi kreatifitas anak

bangsa, karena selama ini pemerintah daerah dirasakan kurang

serius mendorong perfilman nasional terutama perfilman di daerah.

Adapun pembinaan dari pemerintah tidak berjalan maksimal baik dari

fasilitas, anggaran, dan koordinasi karena pembuatan film dilakukan


(9)

BAB 1 - PENDAHULUAN 5

hubungan tata kerja di bidang perfilman.

Untuk itulah, Pemerintah Daerah Provinsi Jateng membuat

sebuah kebijakan dalam bentuk peraturan daerah mengenai

Pengembangan dan Pengelolaan Perfilman Jateng, kebijakan ini

berlandaskan pada pemahaman bahwa film sebagai simbol

kepribadian dan kearifan lokal yang harus dilestarikan, karena film

adalah salah satu bukti sejarah yang dapat dicerna masyarakat

dengan mudah. Pelestarian film sebagai karya cipta manusia bernilai

tinggi telah mendapatkan perhatian besar baik dalam skala nasional

maupun internasional. Disamping itu dalam rangka pemanfaatan

hasil budaya bangsa tersebut, karya cetak dan karya rekam perlu

dihimpun, disimpan, dipelihara, dan dilestarikan di suatu tempat

tertentu sebagai koleksi nasional dan daerah.

Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh kondisi perfilman belumlah

maksimal, selain peranan pemerintah yang kurang mendukung dan

belum merata di seluruh Kabupaten/Kota di Jateng. Permasalahanya

tentu belum adanya harmonisasi pembangunan perfilman pada level

provinsi dan kabupaten/kota. Dalam konteks sosiologis bahwa kondisi

perfilman seperti ini sangat dipengaruhi oleh kompetensi dan dedikasi

orang-orang yang bekerja secara kolektif, kemajuan teknologi, dan

sumber daya lainnya. Dalam arti bahwa kualitas film sangat

tergantung pada kemampuan si pembuatnya. Kurangnya wadah


(10)

BAB 1 - PENDAHULUAN 6

yang diselenggarakan oleh pemerintah. Banyak sekali film-film dari

sineas lokal yang tidak punya panggung di tingkat lokal dan nasional,

justru memperoleh penghargaan di tingkat internasional.

Beberapa kegiatan pengembangan dan pengelolaan perfilman,

meliputi: Pameran Film Dokumenter Semarang; Bhaksos Insan Film

Semarang; Roadshow Film Pekalongan, Kab. Sukoharjo, Kab. Jepara;

Bengkel Seni Film I Kab. Klaten; Bengkel Seni Film II Kab. Blora;

Bengkel Seni Film III Tegal; Festival Film Dokumenter Tingkat Jateng

Kab. Sukoharjo.

Sementara, perkembangan Perfilman di Jateng sudah merebak

ke kalangan pelajar, terbukti beberapa film dokumenter telah di

produksi oleh pelajar di beberapa sekolah, yaitu: SMKN 8 Surakarta

(

Repertoar Dalam Sakit, Jatuh Cinta Pada Pertiwi, Cumi

), SMKN 3

Jepara (

17 Yang Terlupakan

), SMKN 1 Kendal (

Kreasi Lipatan Jiwa,

Dibalik Topeng Barong

), SMK Nawa Bhakti Kebumen (

Cintailah Batik

Indonesia

), SMAN Rembang (

Kado Suket

), SMKN 1 Klaten (

Merapi

Naungan Hidup Kami, Maluku di Ambon, Nafas Lurik Pedan)),

SMK

Tunas Harapan (

The Girl and the Flowers

), SMAN 1 Sigaluh

Banjarnegara (

Sabrina Pembatik Cilik

) (http://www.filmpelajar.

com/category/wilayah/jawa-tengah). Kondisi ini masih sangat minim,

mengingat jumlah Sekolah Menengah Atas di Jateng sangatlah besar,

artinya pembangunan perfilman dikalangan pelajar pun belumlah


(11)

BAB 1 - PENDAHULUAN 7

besar dalam pembentukan Fasilitasi Laboratorium seni budaya dan

film, dalam bentuk fasilitasi berupa bangunan fisik dan sarana

pendukung laboratorium seni budaya dan film kepada satuan

pendidikan tingkat SMA pada provinsi di Indonesia dalam rangka

apresiasi masyarakat dan pelajar terhadap seni budaya dan film yang

memiliki kelebihan dimana dapat dipertunjukkan seni dan budaya

sekaligus dapat berfungsi sebagai bioskop mini (mini teater).

Selain itu, dikalangan insan perfilman dan masyarakat perfilman

bahwa perkembangan dunia perfilman sangat pesat dengan

tumbuhnya pembuat film, kegiatan dan usaha perfilman yang luas di

kalangan masyarakat dan pelajar. Kondisi ini belum berbanding lurus

dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang

perfilman dan kemandirian perekonomian masyarakat di Jateng.

Pembangunan dan pemberdayaan untuk meningkatkan kreativitas

insan perfilman dan masyarakat perfilman belumlah maksimal,

apalagi jika patokan yang digunakan adalah film sebagai identitas

kepribadian masyarakat dan kearifan lokal Jateng.

Pada sisi yang lain, masih lemahnya kualitas produksi film dan

kualitas sumber daya manusia insan perfilman dan masyarakat

perfilman di Jateng. Sementara persaingan dalam kegiatan dan usaha

perfilman

semakin

kompetitif,

bahkan

di

Jateng

mulai

berkembangnya agen-agen/

talent

yang tidak berijin, dan bahkan


(12)

BAB 1 - PENDAHULUAN 8

Jateng namun tidak memberikan kemanfaatan bagi peningkatan

kualitas produksi film maupun kualitas insan perfilman di Jateng.

Perusahaan Perfilman dari luar Jateng (terutama dari Jakarta)

memperoleh manfaat yang besar dari Jateng, mengingat lokasi yang

dijadikan latar produksi film adalah keindahan alam

kemenarikan

kearifan lokal Jateng, dan keunikan serta kekhasan dari Jateng.

Beberapa permasalahan di atas tentu disebabkan belum adanya

kebijakan perfilman daerah yang secara terpadu dan menyeluruh

yang melibatkan komponen pemerintah daerah - insan perfilman dan

masyarakat perfilman. Selain itu, lebih detail bahwa hal ini

disebabkan oleh belum adanya peraturan daerah yang mengatur

mengenai Pengembangan dan Pengelolaan Perfilman di daerah

Jateng.

Dengan

belum

adanya

perda

tersebut,

tentunya

menyebabkan kewajiban dan tugas pemerintah Provinsi dan

Kabupaten/Kota menjadi kurang maksimal. Hak dan kewajiban

masyarakat perfilman, insan perfilman, pelaku kegiatan dan usaha

perfilman menjadi tidaklah jelas.

Diharapkan, dengan adanya Perda Perfilman di Jateng yang

berpijak pada “film sebagai kepribadian masyarakat dan kearifan

lokal Jateng

”, d

iharapkan dapat meningkatkan kualitas produksi film

untuk dapat bersaing di kancah daerah, nasional dan internasional.

Terpenting adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia


(13)

BAB 1 - PENDAHULUAN 9

perfilman. Lebih lanjut, tentu berdampak pada peningkatan

kesejahteraan masyarakat Jateng.

B.

Identifikasi Masalah

Masalah yang dapat diidentifikasikan terkait dengan pembuatan

peraturan daerah mengenai Pengembangan dan Pengelolaan

Perfilman daerah adalah sebagai berikut:

1.

Kondisi perkembangan perfilman daerah sangat pesat dengan

tumbuhnya kegiatan dan usaha perfilman, pembuat film yang luas

di kalangan masyarakat dan pelajar. Kondisi ini belum berbanding

lurus dengan peningkatan kualitas film (produk) dan kualitas

sumber

daya

manusia

insan

perfilman

dan

kemandirian

perekonomian masyarakat;

2.

Belum adanya kebijakan pemerintah daerah provinsi yang berpijak

pada gagasan “film sebagai keperibadian dan kearifan lokal” yang

secara terpadu melalui Pengembangan dan Pengelolaan Perfilman

daerah. Kondisi ini membutuhkan keterpaduan pembangunan

wilayah Jateng, padahal pembangunan perfilman daerah memiliki

manfaat yang sangat besar bagi perkembangan dan perekonomian

masyarakat Jateng, misalnya pengelolaan perfilman sebagai salah

satu ujung tombak pengenal kepribadian dan kearifan lokal Jateng

di dunia internasional maupun pengenal pariwisata Jateng.


(14)

BAB 1 - PENDAHULUAN 10

pengembangan

dan

pengelolaan

perfilman

belum

berjalan

maksimal. Untuk itu, permasalahan tersebut harus dipecahkan

atau diselesaikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD

melalui pembentukan Perda yang mempertimbangkan seluruh

aspek secara holistik, sistematis dan komprehensif.

Sasaran yang akan diwujudkan dalam penyusunan Naskah

Akademik ini, antara lain sebagai berikut:

1.

Tersusunnya dasar-dasar pemikiran, prinsip-prinsip dasar, materi

muatan Rancangan Peraturan Daerah yang dilandasi kajian ilmiah

“film sebagai kepribadian dan kearfian lokal”

dalam bentuk laporan

Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah yang sistematis,

komprehensif, holistik, dan futuristik.

2.

Memuat gagasan konkret yang berlandaskan nilai-nilai filosofis,

yuridis, dan sosiologis mengenai pentingnya Perda Pengembangan

dan Pengelolaan Perfilman Daerah berbasis pada kepribadian dan

kearifan lokal Jateng, sehingga dengan landasan tersebut

Pemerintahan Daerah dapat membentuk Peraturan Daerah yang

berkualitas dan menjadi solusi atas permasalahan perfilman yang

selama ini terjadi.


(15)

BAB 1 - PENDAHULUAN 11

Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12

Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

mengatur ketentuan bahwa naskah akademik adalah naskah hasil

penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya

terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam

rancangan peraturan daerah provinsi sebagai solusi terhadap

permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat level propinsi.

Berdasarkan definisi tersebut tujuan naskah akademik adalah suatu

pengkajian terhadap suatu masalah untuk menemukan solusi atas

masalah tersebut. Solusi tersebut dapat dipertanggungjawabkan

dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah. Artinya tepat bahwa

naskah akademik yang di susun ini adalah rangkaian agenda

membangun

konstruksi

berfikir

bahwa

peraturan

daerah

pembangunan dan pemberdayaan perfilman daerah menjadi semakin

penting bagi masyarakat, khususnya masyarakat perfilman di Jateng.

Secara substanstif, penulisan naskah akademik ini dimaksudkan

untuk memberikan justifikasi akademik atas penyusunan raperda

pengembangan dan pengelolaan perfilman daerah, yang tujuannya

adalah:


(16)

BAB 1 - PENDAHULUAN 12

dan Pengelolaan Perfilman Provinsi Jateng yang berlandaskan pada

kepribadian masyarakat dan kearifan lokal.

2.

Sebagai bandul penyeimbang untuk mendorong pembentukan

perda yang partisipatif, baik dari sisi fungsi pengembangan dan

pengelolaan perfilman, perkembangan industri film maupun fungsi

pengawasan pada saat produksi film sampai pemutaran.

3.

Melakukan analisis akademik mengenai berbagai aspek dari Perda

Pengembangan dan Pengelolaan Perfilman Daerah yang hendak

dirancang dengan melakukan pengkajian secara mendalam

mengenai dasar-dasar yuridis, filosofis dan sosiologis, dan

komitmen politik (politik hukum).

4.

Mengkaji taraf harmonisasi dan sinkronisasi peraturan daerah yang

hendak dirancang dengan peraturan perundang-undangan yang

berkaitan, baik pada level di atasnya maupun pada level yang

setara. Sehingga dikemudian hari tidak terjadi permasalahan yang

berkaitan dengan substansi dan proses pembentukan Perda

tersebut (misalnya bertentangan dengan Peraturan yang lebih

tinggi atau prosesnya yang tidak sesuai dengan pedoman

penyusunan Perda).

5.

Sebagai wahana yang memuat materi muatan yang di dalamnya

dilengkapi cakupan materi, urgensi, konsepsi, landasan, alas

hukum, prinsip-prinsip yang digunakan serta pemikiran tentang


(17)

BAB 1 - PENDAHULUAN 13

dapat dipertanggungjawabkan secara ilmu hukum sesuai politik

hukum yang dikehendaki Pemerintahan Daerah Provinsi Jateng. Hal

ini dapat memberikan kejelasan dan pandu arah mengenai

Pembentukan Perda Pengembangan dan Pengelolaan Perfilman

Daerah dan implementasinya dikemudian hari.

D.

Metode Penulisan Naskah Akademik

Metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik ini

adalah metode Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris (Sosio legal),

uraian di bawah ini:

1.

Yuridis Normatif

Metode yuridis normatif digunakan sebagai cara untuk melakukan

pengayaan bahan-bahan dalam penulisan naskah akademis ini.

Metode ini dilakukan dengan mempelajari berbagai peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan perfilman, buku,

dokumen, laporan, dan literatur lainnya. Metode ini sangat berguna

terutama untuk hal yang berkaitan dengan pengembangan dan

pengaplikasian teori-teori dan data yang menunjang guna

menjawab permasalahan yang ada.

2.

Yuridis Empiris

Metode ini merupakan metode sosio legal yang menekankan pada

data primer yang berasal dari lapangan, pengambilan data ini


(18)

BAB 1 - PENDAHULUAN 14

discussion

)

dengan

stakeholder

yang

terlibat

dalam

penyelenggaraan perfilman di Jateng. FGD bertujuan untuk

menggali data-data primer yang berasal dari lapangan (diskusi dan

tanya jawab) yang menghadirkan: Pemerintah Daerah, akademisi,

tokoh perfilman, insan perfilman, masyarakat perfilman, dan

pihak-pihak yang terkait dengan perfilman daerah di Jateng.

FGD telah dilakukan beberapa kali di beberapa tempat yang

berbeda (Semarang, 28 Oktober 2015; Purbalingga, 4 Nopember

2015; Surakarta, 10 Nopember 2015; Semarang, 30 Nopember

2015), dan finalisasi naskah akademik di lakukan melalui FGD di

Semarang dengan mengundang

stakeholder

perfilman se Jateng.

FGD ini dilakukan untuk menggali data primer mengenai perfilman

daerah Jateng, selain itu juga untuk melihat politik hukum

pemerintah daerah. FGD ini dihadiri beberapa

stakeholder

,

meliputi: (1) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata; (2) Biro Hukum

Provinsi Jateng dan SKPD terkait; (3) Pakar Perfilman (akademisi)

yang memberikan penilaian kualitas naskah akademik; (4) Insan

Perfilman, Masyarakat perfilman, pelaku kegiatan dan usaha

perfilman, dan pemerhati film daerah; (5) Tim Penyusun Naskah

Akademik. Dalam metode ini, juga dapat dilakukan observasi yang

mendalam serta penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan


(19)

BAB 1 - PENDAHULUAN 15

daerah.

Secara sistematis penyusunan naskah akademik dilakukan

melalui tahapan-tahapan yang runtut dan teratur. Tahapan yang

dilakukan melalui:

1.

Identifikasi permasalahan terhadap perfilman di Propinsi Jateng

(penelitian normatif dan empiris)

2.

Inventarisasi data primer dan data sekunder (bahan-bahan hukum)

yang terkait dengan perfilman.

3.

Sistematika data primer dan sekunder

4.

Analisis data primer dan sekunder bahan hukum.

5.

Perancangan dan penulisan Naskah Akademik

6.

Perancangan dan penulisan Rancangan Peraturan Daerah.

Melalui rangkaian tahapan ini diharapkan mampu memberi

rekomendasi yang mendukung perlunya reinterpretasi dan reorientasi

pemahaman terhadap perfilman di Propinsi Jateng, sehingga penting

untuk dibuat kebijakan hukum melalui Peraturan Daerah yang

bekualitas dan partisipatif.


(20)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 

KAJI AN TEORI TI S D AN

PRAKTI K EM PI RI S

A.Ka j ia n Te or it is

Kaj ian t eor it is yang digunakan adalah kaj ian- kaj ian t ent ang film dan per film an, m eliput i kaj ian:

1 .Film

Menur ut Undang- Undang Republik I ndonesia Nom or 33 Tahun 2009 Tent ang Per film an Pasal 1 angka 1 film adalah kar ya seni budaya yang m er upakan pr anat a sosial dan m edia kom unikasi m assa yang dibuat ber dasar kan kaidah sinem at ografi dengan at au t anpa suara dan dapat dipert unj uk k an. Film j uga disebut sebagai

BAB

II


(21)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK  EMPIRIS 

budaya bangsa, film yang dit ayangk an m encer m inkan kar akt er budaya anak bangsa.

Film sebagai kar ya seni budaya yang t er w uj ud ber dasar kan kaidah sinem at ogr afi m er upakan fenom ena kebudayaan. Hal it u ber m akna bahw a film m er upakan hasil proses kr eat if w ar ga negar a yang dilakukan dengan m em adukan keindahan, kecanggihan t ek nologi, ser t a sist em nilai, gagasan, nor m a, dan t indakan m anusia dalam ber m asyar akat , ber bangsa, dan ber negar a. Dengan dem ikian film t idak bebas nilai kar ena m em iliki seunt ai gagasan vit al dan pesan y ang dikem bangkan sebagai kar ya k olekt if dari banyak or ang yang t er or ganisasi. I t ulah sebabnya, film m er upakan pr anat a sosial ( social inst it ut ion) yang m em iliki kepr ibadian, visi dan m isi yang akan m enent ukan m ut u dan kelayakanny a. Hal it u sangat dipengaruhi oleh kom pet ensi dan dedikasi orang- orang yang beker j a secar a kolekt if, kem aj uan t eknologi, dan sum ber daya lainnya.

Film sebagai kar y a seni budaya yang dapat dipert unj ukkan dengan at au t anpa suara j uga berm akna bahw a film m erupakan m edia kom unikasi m assa yang m em baw a pesan yang ber isi gagasan vit al kepada publik ( k halayak ) dengan daya pengar uh yang besar . I t ulah sebabnya film m em punyai fungsi pendidikan, hibur an, inform asi, dan pendor ong k arya kreat if. Film j uga dapat ber fungsi ekonom i yang m am pu m em aj ukan kesej aht er aan m asyar akat


(22)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 

dengan m em per hat ik an pr insip per saingan usaha y ang sehat . Dengan dem ikian film m enyent uh ber bagai segi kehidupan m anusia dalam ber m asy ar ak at , ber bangsa, dan ber negar a.

Film m er upakan m edia dem okrasi, sebuah m edia y ang dapat dim anfaat kan banyak or ang dengan kat a lain film m enj adi eksist ensi dar i hak asasi. Hak ber ekspresi dan ber pendapat yang m er upakan hak yang paling m endasar hak asasi m anusia har us dij am in dalam undang- undang. Selain it u, film j uga m enj adi pr anat a sosial, dalam ar t i bahw a film adalah hasil pr oses kr eat if par a sineas yang m em adukan ber bagai unsur , seper t i gagasan, sist em , nilai, pandangan hidup, keindahan, nor m a, t ingkah laku, dan kecanggihan t eknologi. Dengan dem ik ian film t idak bebas nilai di dalam nya t er dapat pesan yang ber isi gagasan- gagasan pent ing yang dik em bangk an sebagai karya kolek t if. Film sebagai inst it usi sosial m em iliki kepr ibadian, m engusung kar akt er t er t ent u dengan visi dan m isi y ang akan m enent ukan kualit as. I ni sangat dipengar uhi oleh kom pet ensi dan kualifikasi, dedikasi par a sineas, kecanggihan t eknologi yang digunakan, ser t a sum ber daya lainny a ( Teguh Tr aint on, 2 013: x - x i) .

Sebagai indust r i ( an indust r y) , film adalah sesuat u y ang m erupakan bagian dari pr oduksi ekonom i suat u m asyarakat dan m est i dipandang dalam hubungannya dengan produk - produk lainnya. Sebagai kom unikasi ( com m unicat ion) , film m er upak an


(23)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK  EMPIRIS  9 bagian pent ing dar i sist em yang digunakan oleh par a individu dan kelom pok unt uk m engirim dan m ener im a pesan ( send and r eceive

m essages) . Film adalah sek edar gam bar yang bergerak, adapun

per ger akannya disebut sebagai int er m it t en m ovem ent , ger akan yang m uncul hanya kar ena ket er bat asan kem am puan m at a dan ot ak m anusia m enangkap sej um lah per gant ian gam bar dalam seper sekian det ik. Film m enj adi m edia yang sangat ber pengar uh, m elebihi m edia- m edia yang lain, karena secar a audio dan visual dia beker j a sam a dengan baik dalam m em buat penont onnya t idak bosan dan lebih m udah m engingat , kar ena for m at nya yang m enar ik .

Film adalah gam bar hidup dar i seonggok seluloid dan diper t ont onk an m elalui pr oy ek t or . Di m ana sekar ang pr oduksi film t idak hanya m enggunakan pit a seluloid ( pr oses k im ia) t et api m em anfaat kan t ekhnologi video ( pr oses elekt onik) nam un keduanya t et ap sam a yait u m erupak an gam bar hidup. Pada saat film dim ulai, suasana di bioskop ( m isalnya) akan diat ur sedem ikian r upa sehingga em osi penont on akan t er cur ah habis di t em pat t ersebut . Adegan- adegan y ang dit im bulkan oleh or ang- or ang film dibuat seny at a m ungkin. Alhasil, m enur ut Effendy ( 2003: 208) bahw a “ apabila penont on sudah t ahu m aksud pesan y ang disam paikan, m aka penont on biasanya m engeluar kan apr esiasi dengan m enangis dan t er t aw a” .


(24)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 

Film m em iliki beberapa kar akt erist ik ( Elv inaro Ardiant o, dk k., 2004: 145- 147) , m eliput i:

a.Layar yang luas/ lebar . Film m enggunakan layar lebar , k elebihan m edia film adalah layar nya yang ber ukur an luas, layar film yang luas t elah m em berik an k eleluasaan penont onny a unt uk m elihat adegan- adegan yang disaj ikan dalam film . Apalagi dengan adanya k em aj uan t eknologi, layar film di Bioskop pada um um nya sudah t iga dim ensi, sehingga penont on seolah- olah m elihat kej adian nyat a dan t idak ber j ar ak. Nam un per kem bangan selanj ut ny a sudah banyak film - film yang t elah di t am pilkan dalam beber apa t elevisi.

b.Pengam bilan gam bar. Sebagai konsekuensi layar lebar, m aka pengam bilan gam bar at au shot dalam film biosk op m em ungkinkan j ar ak j auh at au ext r em e long shot dan panor am ic

shot , yakni pengam bilan pem andangan m enyelur uh.

c. Konsent r asi penuh, konsent r asi penuh t er j adi pada saat kit a m enont on film dim ana sem ua t er bebas dar i hir uk pik uk suar a di luar dan sem ua m at a t er t uj u pada film yang dit am pilkan di layar . d.I dent ifikasi psikologis. Film m em baw a penont on unt uk

m enghay at i sesuat u pesan y ang am at m endalam dan pik iran k it a lar ut dalam alur film t er sebut dan secara t idak sadar k it a m enyam akan ( m engident ifikasikan) pr ibadi k it a dengan salah seorang pem eran dalam film t ersebut .


(25)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK  EMPIRIS 

Selain it u, t erdapat pula pengert ian per film an. Perfilm an adalah ber bagai hal yang ber hubungan dengan film , yang m encakup kegiat an dan usaha per film an. Kegiat an dan usaha per film an m er upakan segala bent uk kegiat an yang ber hubungan dengan produksi, dist r ibusi, apresiasi, dan eksibisi film . Sebagai m edia m assa audio visual yang at r akt if, film di I ndonesia sebenar nya sudah ada pada m asa kolonial Belanda yang diat ur dengan Film

Or donnant ie 1940 ( St aat sblad 1940 No.507) , selanj ut nya pasca

kem er dekaan diat ur dengan Undang- Undang Nom or 1 Pnps Tahun 1964 t ent ang Pem binaan Per film an ( Lem bar an Negar a Republik I ndonesia Tahun 1964 Nom or 11, Tam bahan Lem baran Negara Republik I ndonesia Nom or 2622) , pada m asa or de baru diat ur dengan Undang- Undang Nom or 8 Yahun 1992 t ent ang Per film an ( Lem bar an Negar a Republik I ndonesia Tahun 1992 Nom or 32, Tam bahan Lem bar an Negar a Republik I ndonesia Nom or 3473) , dan t er akhir diat ur dalam Undang- Undang Nom or 33 Tahun 2009 t ent ang Per film an ( UU Per film an) ( Lem bar an Negar a Republik I ndonesia Tahun 2009 Nom or 141, Tam bahan Lem bar an Negar a Republik I ndonesia Nom or 5060) .

Saat ini, I ndonesia t elah m em ilik i Undang- undang Perfilm an yang dilat ar belak angi oleh alasan filosofis, sosiologis, y ur idis, yait u:


(26)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 

a.film sebagai kar ya seni budaya m em iliki per an st r at egis dalam peningkat an ket ahanan budaya bangsa dan kesej aht er aan m asy ar akat lahir bat in unt uk m em per kuat ket ahanan nasional dan kar ena it u negar a ber t anggung j aw ab m em aj ukan per film an; b.film sebagai m edia kom unikasi m assa m er upakan sar ana

pencer dasan kehidupan bangsa, pengem bangan pot ensi dir i, pem binaan akhlak m ulia, pem aj uan kesej aht er aan m asyar akat , sert a w ahana prom osi I ndonesia di dunia int er nasional, sehingga film dan per film an I ndonesia per lu dikem bangkan dan dilindungi; c. film dalam er a globalisasi dapat m enj adi alat penet rasi

kebudayaan sehingga perlu dij aga dari pengaruh negat if yang t idak sesuai dengan ideologi Pancasila dan j at i dir i bangsa I ndonesia;

d.upaya m em aj ukan per film an I ndonesia har us sej alan dengan dinam ika m asyar akat dan kem aj uan ilm u penget ahuan dan t eknologi;

Menur ut Undang- undang Per film an bahw a t uj uan film dibuat di dalam neger i dan dapat diim por dar i luar neger i dengan segala pengar uhnya. Film yang dibuat di dalam neger i dan film im por dari luar negeri yang beredar dan dipert unj uk kan di I ndonesia dit uj ukan unt uk t er binanya akhlak m ulia, t er w uj udnya kecer dasan kehidupan bangsa, t er pelihar anya per sat uan dan kesat uan bangsa, m eningkat nya har kat dan m ar t abat bangsa, ber kem bangnya dan


(27)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK  EMPIRIS 

lest ar inya nilai budaya bangsa, m eningkat nya kesej aht er aan m asy arakat , dan ber kem bangnya film ber basis budaya bangsa yang hidup dan ber kelanj ut an. Film I ndonesia yang diekspor t er ut am a dim aksudkan agar budaya bangsa I ndonesia dikenal oleh dunia int ernasional.

2 .Fu n gsi Film

Undang- Undang Republik I ndonesia Nom or 33 Tahun 2009 Tent ang Per film an Pasal 4 m enyebut kan bahw a fungsi film yait u: a.Budaya

b.Pendidikan. c. Hibur an d.I nfor m asi

e.Pendorong karya k reat if f. Ek onom i

Pandangan lain m enyebut kan bahw a film it u m erupakan karya sinem at ografi yang dapat berfungsi sebagai cult ur al educat ion at au pendidikan budaya, m eskipun pada aw alnya difungsikan sebagai m edia hibur an, nam un kem udian dalam per kem banganny a difungsik an sebagai m edia propaganda, alat penerangan bahk an pendidikan, dem ikian j uga efekt if unt uk m eny am paikan nilai- nilai budaya. Sebagai m edia edukasi difungsikan unt uk pem binaan gener asi m uda dalam r angka nat ion and char act er building, fungsi


(28)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 

edukasi akan t ercapai apabila film nasional m em produk si film - film sej arah y ang obyekt if at au film dokum ent er dan film y ang diangkat dar i kehidupan sehar i- har i.

Dalam k ont eks pendidikan kult ural, m aka basis per film an daerah adalah penguat an nilai- nilai k epr ibadian dan kearifan lok al yang m enj adi pedom an hidup m asyarakat . Secar a lebih seder hana diur aik an dalam t uj uan t uj uan filosofis Undang- undang No.33 Tahun 2009 “ bahw a film sebagai kar y a seni budaya m em iliki per an st rat egis dalam peningk at an ket ahanan budaya bangsa dan kesej aht er aan m asyar akat lahir bat in unt uk m em per kuat ket ahanan nasional dan kar ena it u negar a ber t anggung j aw ab m em aj ukan per film an” . Selain it u, dalam penj elasan Undang- Undang No.33 Tahun 2009 Tent ang Per film an, bahw a Film sebagai kar ya seni budaya yang t er w uj ud ber dasar kan kaidah sinem at ogr afi m er upakan fenom ena kebudayaan. Hal it u ber m akna bahw a film m er upakan hasil pr oses kr eat if w ar ga negar a yang dilakukan dengan m em adukan keindahan, kecanggihan t eknologi, ser t a sist em nilai, gagasan, nor m a, dan t indakan m anusia dalam ber m asyar akat , ber bangsa, dan ber negar a. Dengan dem ikian film t idak bebas nilai kar ena m em iliki seunt ai gagasan vit al dan pesan yang dik em bangkan sebagai kar ya kolekt if dar i banyak orang yang t er or ganisasi. I t ulah sebabnya, film m er upakan pr anat a sosial ( social inst it ut ion) yang m em ilik i kepr ibadian, visi dan m isi yang


(29)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK  EMPIRIS 

akan m enent uk an m ut u dan kelayakanny a. Dalam kont eks buday a, bahw a film m em iliki fungsi penguat an kepr ibadian dan pem ber dayaan kear ifan lokal.

3 .Pe n ga r u h Film

I ndonesia m em ilik i k ondisi y ang ber beda dengan negara-negar a yang m enj adi pelaku ut am a indust r i per film an global. Kondisi I ndonesia yang m em iliki ket er bat asan aspek pr oduksi film nasional m enj adikan negar a ini lebih banyak m engak ses kom odit i film dar i luar / m engim por film . Hal ini t ent u saj a sangat ber pengar uh pada per kem bangan dan pengelolaan kegiat an dan usaha per film an. Pengaruh yang dibaw a oleh film dar i luar t idak hanya ber upa pengar uh dalam m akna sist em dan t eknis sem at a, nam un j uga pengaruh dalam m akna ideologis. Bent uk ideologis it u bisa ber upa nilai dan nor m a yang ber beda dengan ket et apan hukum di I ndonesia. Per bedaan ini baik secar a langsung m aupun t ak langsung akan berim bas pada dekonst ruksi dan per ubahan nilai dan nor m a yang belum t ent u ber m akna posit if bagi m asyar akat , bangsa, dan negar a.

Film sebagai sebuah k om odit as infor m asi hiburan t idak dapat dipisahkan dar i nilai- nilai, nor m a, dan budaya yang dibaw anya. Per kem bangan per film an sedikit banyak t ent u saj a akan m em pengar uhi pola dan gaya hidup m asyarakat yang


(30)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 

m engaksesnya. Hadir nya nilai dan norm a bar u ini m erupakan aspek - aspek yang m em punyai pot ensi m em bent uk budaya bar u at au m er ubah buday a y ang sudah ada. Beber apa aspek t er sebut m ungkin t idak sesuai dengan nilai dan nor m a luhur yang sudah ada di I ndonesia dan t elah t erw ariskan dar i generasi ke gener asi.

Nilai yang dibaw a dalam film t idak selalu berasal dar i ideologi barat , t idak selalu berasal dar i film im por saj a. Nilai dan norm a yang t idak sesuai dengan budaya I ndonesia j uga sangat m ungk in berasal dar i film produk si dalam neger i. Kondisi ini j elas m em berikan pengaruh yang sangat luar biasa, art inya bahw a pengar uh film yang sangat besar t er sebut biasanya ak an ber langsung sam pai w akt u yang cukup lam a. Pengar uhnya akan t im bul t idak hanya digedung bioskop saj a, m elainkan ke luar gedung bioskop, bahkan sam pai pada akt ifit as kesehar iannya. Biasanya anak - anak dan pem uda yang r elat if lebih m udah t er pengar uh. Mer eka ser ing m enir ukan gaya at au t ingkah laku par a bint ang film . Dengan dem ikian kit a dapat m er asakan bahw a film m em puny ai “ pow er of influence” yang sangat besar , sum ber nya t er let ak pada per asaan em osi penont onnya. Ber ikut ini ada beberapa fakt or yang m enyebabkan film m enj adi “ pow er of


(31)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK  EMPIRIS 

a.Fakt or dengan adanya film it u sendir i, m aka kit a m em peroleh t anggapan- t anggapan secar a langsung dan m em berikan keadaan yang sebenar nya.

b.Fakt or pem egang peranan ( t okoh ut am a) dalam film it u sendir i. Fakt or ini seakan- akan m enyuruh penont on unt uk m em ikir kan dan m er asak an sem ua adegan y ang dilihat ny a.

c. Fakt or cahaya yang t er dapat dalam film . Secar a psikologi cahaya yang berbeda- beda m enim bulkan perasaan lain t erhadap penont on.

d.Fakt or m usik yang m engiringi film it u, sehingga m em berikan sugest i pada penont on.

e.Ger akan- ger akan yang har m onis ant ar a gam bar dan cahaya. Di sini adanya ker j asam a ant ar a gam bar yang visual dan audit if dalam m em bent uk per asaan hat i penont on.

f. Fakt or penem pat an kam er a dapat m em per lihat kan sugest i pada penont on. Dengan adany a penem pat an k am er a ( sudut pengam bilan adegan) akan m enim bulkan gej ala dir i dengan obj ek yang sedang dilalui di dalam suat u sit uasi.

4 .Je n is Film

Film m em ilik i klasifikasi, m enurut isi ( subst ansi) nya yait u: a.Film Cer it a ( Fik si)


(32)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 

Film cer it a ( st or y film ) adalah j enis film yang m engandung suat u cer it a yang lazim dipert unj ukkan di gedung- gedung Bioskop dengan bint ang film t enar dan film ini di dist ribusikan sebagai bar ang dagangan ( Elv inar o Ar diant o, dkk., 2004: 148) . Film cer it a j uga dibuat at au dipr oduksi ber dasar k an cer it a y ang dik ar ang dan dim ainkan oleh akt or dan akt r is ( Mar seli Sum ar no, 1996) .

b.Film dok um ent er . Film dokum ent er di defenisikan oleh Rober t Flaher t y sebagai kar ya cipt aan m engenai kenyat aan ( creat iv e

t reat m ent of act ualit y) . Film docum ent er ini m er upakan hasil

int erpret asi seseorang pem buat any a m engenai kenyat aan t er sebut , banyak kebiasaan or ang I ndonesia yang diangk at dalam film dokum ent er , seper t i upacar a Ngabean di Bali, dan lainnya. c. Film Anim asi. Film anim asi ( car t oons film ) dibuat sebagian besar

dikonsum si anak- anak, nam un t er dapat film anim asi yang diper unt ukkan bagi or ang dew asa seper t i Donal Bebek, Mickey Mouse, Tom Jer r y , dan lainnya.

5 .Ke gia t a n da n Usa h a Pe r film a n

Dalam Undang- undang Per film an diat ur ket ent uan bahw a kegiat an dan usaha perfilm an adalah penyelenggaraan perfilm an yang langsung ber hubungan dengan film ( pr oduksi, dist r ibusi, apr esiasi, dan eksibisi film ) . Kegiat an dan usaha per film an dilakukan ber dasar kan kebebasan ber kr easi, ber inovasi, dan


(33)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK  EMPIRIS  9 ber kar ya dengan m enj unj ung t inggi nilai- nilai agam a, et ika, m or al, kesusilaan, dan budaya bangsa. Yang dim aksud dengan “ m enj unj ung t inggi nilai- nilai agam a, et ika, m or al, kesusilaan, dan budaya bangsa” adalah bahw a kebebasan ber kr easi, ber inovasi, dan berk arya dalam kegiat an perfilm an harus sej alan dan t idak boleh ber t ent angan dengan nilai- nilai agam a, et ika, m or al, kesusilaan, dan budaya bangsa.

Pasal 6 UU Per film an m eny ebut kan bahw a film yang m enj adi unsur pokok kegiat an dan usaha per film an dilar ang m engandung isi y ang:

a.m endorong khalayak um um m elakukan kekerasan dan perj udian ser t a penyalahgunaan nar kot ika, psikot r opika, dan zat adikt if lainnya, y ang dim aksud dengan “ dilar ang m engandung isi yang m endor ong khalayak m elakukan keker asan dan per j udian ser t a penyalahgunaan narkot ika, psikot ropika, dan zat adikt if lainnya” adalah bahw a isi film dilar ang m em pert ont onkan per ilaku yang dapat m enyebabk an k halayak um um t er ger ak unt uk m enir u t indakan k ek er asan dan perj udian ser t a peny alahgunaan nark ot ika, psik ot ropika, dan zat adikt if lainny a.

b.m enonj olkan por nogr afi, yang dim aksud dengan “ m enonj olkan por nografi” adalah bahw a isi film m em pert ont onkan k ecabulan, at au eksploit asi sek sual yang m elanggar norm a kesusilaan dalam m asy arak at ;


(34)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 

c. m em pr ovokasi t er j adinya per t ent angan ant ar kelom pok, ant arsuk u, ant ar - r as, dan/ at au ant ar golongan, yang dim aksud dengan “ m em provokasi" adalah bahw a film ber isi hasut an yang m enyebabkan t er j adinya konflik hor izont al dan per t ent angan ant ar kelom pok, ant ar suku, ant ar - r as, dan/ at au ant ar golongan d.m enist ak an, m elecehkan, dan/ at au m enodai nilai- nilai agam a,

yang dim aksud dengan “ m enist akan, m elecehkan, dan/ at au m enodai nilai- nilai agam a” adalah bahw a isi film ber isi penist aan, pelecehan, penghinaan, dan penodaan aj aran agam a;

e.m endor ong khalay ak um um m elakukan t indakan m elaw an hukum ; dan/ at au

f. m er endahkan har kat dan m ar t abat m anusia.

Pasal 7 UU Perfilm an j uga m enyebut kan bahw a film yang m enj adi unsur pok ok k egiat an per film an dan usaha perfilm an diser t ai pencant um an penggolongan usia penont on film yang m eliput i film :

a.unt uk penont on sem ua um ur ;

b.unt uk penont on usia 13 ( t iga belas) t ahun at au lebih

c. unt uk penont on usia 17 ( t uj uh belas) t ahun at au lebih; dan d.unt uk penont on usia 21 ( dua puluh sat u) t ahun at au lebih.


(35)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK  EMPIRIS 

6 .Or ga n isa si Pe n du k u n g Pe m ba n gu n a n Pe r film a n

Perfilm an nasional t um buh dan berkem bang di ir ingi oleh sem akin banyaknya Or ganisasi per film an di I ndonesia yang m em punyai per annya m asing- m asing, diant ar anya adalah:

a.Badan Per t im bangan Per film an Nasional ( BP2N) . Dalam r angka pem binaan per film an dan unt uk m engem bangkan ser t a m ew uj udkan int er aksi posit if ant ar a m asyar akat per film an, Pem er int ah dan m asyar akat pada um um nya, Pem er int ah m em bent uk badan pert im bangan perfilm an nasional, yang ber fungsi m em ber ikan per t im bangan dalam m asalah per film an. b.Per sat uan Ar t is Film I ndonesia ( PARFI ) . Sebagai sebuah

or ganisasi per film an PARFI j uga m em punyai sebuah t uj uan yait u m enj adi perekat sert a pem ersat u keluar ga besar film , m enj adi r um ah yang nyam an bagi insan per film an nasional dan m encer m inkan bagi per t um buhan dan per kem bangan insan film yang kr eat if dan ber budaya, ber j uang unt uk m eningkat kan pr ofesionalism e insan film agar t er pandang, ber w ibaw a, dan ber m ar t abat , m endor ong t um buhny a indust r i per film an naional yang dapat ber m anfaat bagi upaya pem er int ah dalam m engat asi m asalah kem isk inan dan pengangur an dengan m em per luas lapangan ker j a.

c. Gabungan Pengusaha/ per usahaan Bioskop Selur uh indonesia ( GPBSI ) . Akt ivit as dar i GPBSI yait u m em bina dan


(36)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 

m engem bangkan kem am puan, kegiat an dan kepent ingan per usahaan bioskop dalam usaha m em per t unj ukkan film , m encipt akan dan m engem bangkan ik lim usaha per bioskopan yang m em ungkink an keik ut sert aan perusahaan biosk op unt uk ber per an ser t a dalam pem bangunan nasional, m enj adi w adah kom unikasi dan konsult asi baik ant ara sesam a perusahaan bioskop m enj adi pem er int ah at au sebaliknya.

d.Gabungan St udio Film I ndonesia ( GASFI ) . GASFI ber t uj uan m engem bangkan usaha di bidang j asa t eknik perfilm an nasional pada um um nya dan pem bangunan bidang per film an pada khususny a ber upaya m elepaskan dir i dar i k et ergant ungan pada r ekayasa dan t ekhnologi asing. Ser t a ber usaha m ew uj udkan agar sem ua film nasional dapat dikerj akan di dalam neger i sebagai kar ya ut uh bangsa.

e.Asosiasi im por t Rek am an Video ( ASI REVI ) . Or ganisasi ini ber upaya dan ber usaha m em ber ant as pem baj akan dan penegakkan hukum di bidang Hak Cipt a khususnya perfilm an. sebagai sebuah or ganisasi yang m ew adahi per usahaan-per usahaan yang ber ger ak di bidang pr oduksi dan dist r ibusi r ek am an v ideo Pr ogr am k erj a ASI REVI didasar k an at as kepent ingan anggot anya. Dalam k ait annya dengan pem baj ak an rekam an video dengan kepent ingan m elindungi anggot anya dar i ker ugian akibat pem baj akan r ekam an video.


(37)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK  EMPIRIS 

B.Ka j ia n t e r h a da p Asa s/ Pr in sip Ya n g Te r k a it D e n ga n Pe n y u su n a n N or m a

Pr oses pem bent ukan Per da yang dim ulai dar i pr akar sa hingga pengesahan t er sebut j uga har us m er uj uk pada asas- asas hukum pem bent ukan undang- undang, dalam Pasal 5 Undang- undang No.12 Tahun 2011 m engat ur ket ent uan Per at ur an Per undang-undangan har us dilakukan ber dasar kan pada asas Pem bent ukan Perat uran Perundang- undangan yang baik , yang m eliput i: asas kej elasan t uj uan; asas kelem bagaan at au pej abat pem bent uk yang t epat ; asas kesesuaian ant ara j enis, hierar k i, dan m at eri m uat an; asas dapat dilaksanakan; asas kedayagunaan dan kehasilgunaan; asas kej elasan r um usan, asas ket er bukaan.

Dengan adanya Undang- undang No.12 Tahun 2011 yang m enggant ikan Undang- undang No.10 Tahun 2004, m aka asas- asas Pem bent ukan Perundang- Undangan yang baik t ert uang dalam Pasal 5 Undang- Undang No.12 Tahun 2011. Pasal 5 m engenai asas- asas pem bent ukan per at uran daerah di baw ah ini:

a.Asas Kej elasan Tuj uan, art inya bahw a Per da Pem bangunan Perfilm an Daerah har us m em puny ai t uj uan y ang j elas yang hendak dicapai.

b.Asas kelem bagaan at au pej abat pem bent uk yang t epat , ar t inya bahw a Per da Pem bangunan Per film an Daer ah har us dibuat oleh Dew an Perw akilan Rak yat Daerah dengan Pem erint ah Daerah


(38)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 

Pr ovinsi Jat eng ( Gubernur yang diw akili oleh Dinas Kebudayaan dan Par iw isat a) . Per at ur an daer ah t er sebut dapat dibat alkan at au bat al dem i hukum apabila dibuat oleh lem baga negar a at au pej abat yang t idak ber w enang t er sebut , nam un dapat diusulkan oleh salah sat u lem baga t er sebut .

c. Kesesuaian ant ar a j enis, hier ar ki, dan m at er i m uat an, ar t inya bahw a Per da Pem bangunan Per film an Daer ah har us benar - benar m em per hat ikan m at er i m uat an yang t epat sesuai dengan j enis dan hierark i Perda;

d.Dapat dilaksanak an, ar t inya bahw a Per da Pem bangunan Per film an Daer ah har us m em per hit ungkan efekt ivit as Per at ur an daer ah t er sebut di dalam m asyar akat , baik secar a filosofis, sosiologis, m aupun yuridis.

e.Kedayagunaan dan kehasilgunaan, ar t inya bahw a Per da Pem bangunan Per film an Daer ah dibuat kar ena m em ang benar -benar dibut uhkan dan ber m anfaat dalam m engat ur kehidupan ber m asyar akat , ber bangsa, dan ber negar a;

f. Kej elasan r um usan, art inya bahw a Per da Pem bangunan Per film an Daer ah har us m em enuhi per syar at an t eknis penyusunan Per at ur an Per undang- undangan, sist em at ika, pilihan kat a at au ist ilah, ser t a bahasa hukum yang j elas dan m udah dim enger t i sehingga t idak m enim bulkan ber bagai m acam int er pr et asi dalam pelaksanaannya;


(39)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK  EMPIRIS 

g.Ket er bukaan, ar t inya bahw a Per da Pem bangunan Per film an Daer ah m ulai dar i per encanaan, penyusunan, pem bahasan, pengesahan at au penet apan, dan pengundangan bersifat t r anspar an dan t er buka. Dengan dem ikian, selur uh lapisan m asy arak at m em puny ai k esem pat an y ang seluas- luasny a unt uk m em berikan m asukan dalam Pem bent uk an Perat uran daerah t ersebut .

Asas- asas hukum m at eriil perat ur an per undang- undangan yang baik dapat ber upa asas t erm inologi dan sist em at ika yang j elas, asas dapat dikenali, asas per lakuan yang sam a dalam hukum , asas kepast ian hukum , dan asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan indiv idual ( Yuliandr i, 2009: 114) . Pasal 2 Undang- undang Per film an m engat ur ket ent uan bahw a m at er i m uat an per film an daer ah har us m er uj uk pada asas Ket uhanan Yang Maha Esa, dalam ar t i ar t inya bahw a Per da Pem bangunan Per film an Daer ah har us m enem pat k an Tuhan sebagai yang m aha suci, m aha agung, dan m aha pencipt a. Selain it u, Per da Pem bangunan Per film an Daerah j uga har us m er uj uk pada asas m anfaat ( bahw a per film an m em baw a m aslahat bagi m asyar akat , bangsa, dan negar a I ndonesia; asas keber sam aan ( bahw a per film an diselenggar akan dengan sem angat m aj u ber sam a) ; asas kem it raan ( bahw a per film an diselenggar akan ber dasar kan ker j a sam a yang saling m engunt ungkan, m enguat kan,


(40)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 

dan m endukung) ; dan asas kebaj ikan ( bahw a per film an har us m endat angkan kebaikan, keselam at an, dan keber unt ungan)

Selain it u, Pasal 6 Undang- undang No.12 Tahun 2011 ber kait an dengan pr oses penent uan m at er i undang- undang, bahw a m at er i m uat an undang- undang har us m encer m inkan asas, yait u: a.Asas Pengay om an, art iny a bahw a m at er i Per da Pem bangunan

Per film an Daer ah har us ber fungsi m em ber ikan pelindungan unt uk m encipt akan ket ent r am an m asyar akat .

b.Asas Kem anusiaan, art inya bahw a m at er i Per da Pem bangunan Per film an Daer ah har us m encer m ink an pelindungan dan penghor m at an hak asasi m anusia ser t a har kat dan m ar t abat set iap w ar ga negar a dan penduduk I ndonesia secar a proporsional;

c. Asas Kebangsaan, ar t inya bahw a m at er i Per da Pem bangunan Per film an Daer ah har us m encer m inkan sifat dan w at ak bangsa I ndonesia yang m aj em uk dengan t et ap m enj aga pr insip Negar a Kesat uan Republik I ndonesia;

d.Asas Kek eluar gaan, ar t iny a bahw a m at er i Per da Pem bangunan Per film an Daer ah har us m encer m inkan m usyaw ar ah unt uk m encapai m ufakat dalam set iap pengam bilan keput usan;

e.Asas Kenusant araan, art inya bahw a m at er i Per da Pem bangunan Per film an Daer ah senant iasa m em per hat ikan kepent ingan selur uh w ilayah I ndonesia ( secar a khusus w ilayah Jat eng) dan m at er i


(41)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK  EMPIRIS 

m uat an per at ur an daer ah per film an y ang dibuat di daer ah m erupakan bagian dari sist em hukum nasional yang ber dasarkan Pancasila dan UUD 1945;

f. Asas Bhinneka Tunggal I ka, ar t inya bahw a m at er i Per da Pem bangunan Per film an Daer ah har us m em per hat ikan ker agam an penduduk, agam a, suku dan golongan, kondisi khusus daerah ser t a buday a dalam kehidupan berm asyarakat , ber bangsa, dan ber negar a;

g.Asas Keadilan, ar t inya bahw a m at er i Per da Pem bangunan Perfilm an Daer ah harus m encerm inkan keadilan secar a proporsional bagi set iap w ar ga negara.

h.Asas Kesam aan kedudukan dalam huk um dan pem er int ahan, ar t inya bahw a Per da Pem bangunan Per film an Daer ah t idak boleh m em uat hal yang ber sifat m em bedakan ber dasarkan lat ar belakang, ant ara lain, agam a, suk u, r as, golongan, gender , at au st at us sosial.

i. Asas Ket er t iban dan Kepast ian Hukum , ar t inya bahw a m at er i Per da Pem bangunan Per film an Daer ah har us dapat m ew uj udk an ket er t iban dalam m asyar akat m elalui j am inan kepast ian hukum . j . Asas Keseim bangan, keser asian, dan keselar asan, ar t inya bahw a

m at er i Per da Pem bangunan Per film an Daer ah har us m encer m inkan keseim bangan, keser asian, dan keselar asan, ant ar a kepent ingan individu, m asyar akat dan kepent ingan


(42)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 

bangsa dan negar a.

k.Asas sesuai dengan bidang hukum m asing- m asing yang t er kait dengan Perda Pem bangunan Per film an Daerah.

Dalam pem bent ukan Perat ur an daerah Pem bangunan Perfilm an Daer ah, m aka asas- asas ini har us m enj adi pedom an ( direct ives) dalam pr oses pem buat an Per da m engingat fungsinya yang pent ing dalam per syar at an kualit as at ur an hukum , sehingga Per da yang dihasilk an m em iliki efekt ivit as dar i segi pencapaian t uj uan ( doelt r effendheid) , pelaksanaan ( uit voer baar heid) dan penegakan huk um ny a ( handhaafbaarheid) ( Yuliandr i, 2009: 151- 152) . Menur ut A.Ham id S At t am im i ( 1990: 331) , asas- asas um um pem bent uk an per at ur an per undang- undangan yang baik m er upakan asas- asas yang ber fungsi unt uk m em ber ikan pedom an dan bim bingan bagi penuangan isi perat uran ke dalam bent uk dan susunan y ang sesuai, sehingga t epat penggunaan m et ode pem bent ukannya, ser t a sesuai dengan pr oses dan pr osedur pem bent ukan yang t elah dit ent ukan. Beber apa asas yang t epat dim asukan dalam Per at ur an Daerah Per film an adalah: Ket uhanan Yang Maha Esa; kem anusiaan; bhinneka t unggal ika; keadilan; kem anfaat an; kepast ian huk um ; keber sam aan; kem it r aan; kebaj ikan; penguat an kepr ibadian; dan kear ifan lokal.


(43)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK  EMPIRIS  9 C.Ka j ia n t e r h a da p Pr a k t ik Pe n y e le n gga r a a n , Kon disi Ya n g

Ada , Se r t a Pe r m a sa la h a n Ya n g D ih a da pi M a sy a r a k a t

Prakt ik pengem bangan dan pengelolaan Perfilm an di Jat eng sam pai saat ini hanya m endasar kan pada kebij akan di t ingkat pusat , dalam ar t i Pem er int ah Daer ah Pr ovinsi hanya m elaksanakan Undang- undang No.33 Tahun 2009 t ent ang Per film an, sem ent ar a pada level lokal hanya m er uj uk pada pola pem bangunan par iw isat a daer ah, ar t inya m em ang sam pai saat ini Jat eng t idak m em ilik i pij akan hukum bagi pengem bangan dan pengelolaan per film an daerah. Kondisi ini m eny ebabkan kualit as film k urang m am pu ber saing di pasar film nasional m aupun int er nasional, kualit as sum ber daya m anusia bidang perfilm an k ur ang baik dan k ur ang ber pij ak pada pengut am an nilai- nilai k ear ifan lok al. Secar a ekonom i, per kem bangan per film an di Jat eng belum m em ber ikan kont r ibusi yang r iil bagi per ekonom ian m asyar akat Jat eng.

Kondisi ini salah sat unya disebabk an k ar ena k et iadaan kebij akan yang m enduk ung di t ingkat daerah. Lebih lanj ut , t er dapat dam pak kondisi perfilm an Jat eng yang m enyebabkan kondisi per ubahan pem aham an dan sosial- ekonom i m asyar akat , m asy arak at t idak t er lindungi secar a k onst it usional t er hadap dam pak negat if per film an. Selain it u, m asyar akat per film an bahkan m asy arak at um um belum m erasakan m anfaat pengem bangan dan


(44)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 

pengelolaan per film an unt uk peningkat an kr eat ifit as dan peningkat an ekonom i dar i kegiat an dan usaha per film an di Jat eng.

Ber dasar kan hasil Rapat Koordinasi Pusat dan Daer ah Bidang Kebudayaan Tahun 2015 yang diselenggar akan oleh Dinas Kebudayaan dan Par iw isat a Provinsi Jat eng m enyebut kan bahw a bidang seni budaya dan film m asih m em iliki beber apa kelem ahan, m eliput i:

a.Belum opt im alnya pem ikir an t ent ang aspek- aspek kem anusiaan dalam pem bangunan kebudayaan di Jat eng;

b.Jat eng per lu m em iliki konsep- konsep yang t idak hanya bagian dar i st r ukt ur for m al nam un j uga panut an selain unt uk pem bangunan, j uga polit ik kebudayaan ser t a m engant isipasi globalisasi khususnya per kem bangan ipt ek

c. Per luny a pem et aan kebuday aan secar a online;

d.Kur angny a pengk ay aan fest iv al- fest iv al seni buday a, m isal Fest ival Medhal Sabdo ( sam but an) , Fest ival Panem brom o ( k oor ) , Fest ival Macapat ser t a m enghidupk an kem bali Pek an Seni Jat eng yang dahulu per nah ada;

e.Belum opt im alny a k er j asam a dengan Dinas Pendidik an unt uk m em asukkan pendidikan budi pekert i m elalui m at a pelaj ar an y ang ada at au m enj adi m at a pelaj ar an dalam k ur ik ulum ;

f. Pent ingnya Undang- undang ser t a Per da t ent ang Kebudayaan dan Rencana I nduk Pengem bangan Kebuday aan;


(45)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK  EMPIRIS 

g.Belum opt im alny a pelibat an Dinas Kebudayaan Kab./ Kot a t er kait hibah sebagai count er part Pem er int ah Pr ov insi;

h.Belum opt im alnya pem ut ar an lagu daer ah di t em pat - t em pat um um seper t i air port , st asiun ker et a api, t er m inal, hot el dan r est or an ser t a di lingkungan inst ansi pem er int ah m isal lagu “ Gugur Gunung” set elah apel pagi.

Kondisi ini j ika dikait kan dengan per film an daerah, m aka t er dapat benang m er ah bahw a selam a ini belum ada har m onisasi pengelolaan per film an ant ar a pusat dan daer ah, dan ant ar a lem baga- lem baga di daer ah ( baik ant ar dinas pada level provinsi m aupun dengan pem da kabupat en dan kot a, m aupun dengan kalangan m asyar akat , insan per film an dan pelaku kegiat an dan usaha per film an) , t er m asuk belum adanya kew aj iban daer ah m em bent uk dinas at au sub dinas yang secara k husus m engurusi perfilm an. Selain it u, belum adany a harm onisasi pengelolaan perfilm an dengan agenda lain, m isalnya pengelolaan perfilm an dengan penguat an kear ifan lokal dengan m em buat film dokum ent er m acapat , dengan film it u ada khasanah lokal yang t er angkat dalam r anah nasional m aupun int er nasional, yang dam pak nya t ent u pengenalan budaya dan m enar ik ber bagai w isat aw an budaya dar i daerah lain at au negara lain.

Selain it u, dikalangan insan per film an dan m asyar ak at per film an bahw a per k em bangan dunia per film an sangat pesat dengan


(46)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 

t um buhnya pem buat film , per usahaan per film an, kegiat an per film an lainnya yang luas di kalangan m asyarakat dan pelaj ar , kondisi ini belum berbanding lurus dengan peningkat an kualit as sum ber daya m anusia di bidang per film an, t er ut am a sineas film di Jaw a Tengah. Pengem bangan dan pengelolaan unt uk m eningkat kan kreat iv it as I nt inya bahw a k ebut uhan huk um t er hadap pengat ur an per film an sangat diper lukan, m engingat sam pai saat ini belum adanya at ur an y ang m enj adi pedom an pelak sanaan Pengem bangan dan Pengelolaan Perfilm an di Jat eng, ser t a belum adanya per lindungan huk um bagi insan per film an di Jat eng. Selain it u, sam pai saat ini kondisi perfilm an belum berpij ak pada pem aham an “ film sebagai kepr ibadian m asy ar akat dan kear ifan lokal Jat eng” , sehingga kualit as pr oduksi film bany ak yang belum sinkr on dengan nilai- nilai kear ifan lokal. Bahkan, kualit as sum ber daya m anusia m asyar akat perfilm an, insan perfilm an, pelaku kegiat an dan usaha perfilm an belum m em aham i sepenuhnya film sebagai ker pibadian dan kear ifan lokal di Jaw a Tengah.

D . Ka j ia n t e r h a da p I m plik a si Pe n e r a pa n Sist e m Ba r u y a n g a k a n dia t u r da la m Pe r a t u r a n D a e r a h

I m plikasi pener apan Per da Pengem bangan dan Pengelolaan Per film an Daer ah Jat eng, m eliput i:


(47)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK  EMPIRIS 

a.Ter penuhinya kebut uhan hukum m asyar akat m elalui Per da yang par t isipat if. Kebut uhan hukum adalah adanya at ur an yang m enj adi pedom an pelaksanaan Pengem bangan dan Pengelolaan Per film an di Jat eng yang ber basis pada keper ibadian dan kear ifan lok al, ser t a per lindungan huk um bagi insan per film an di Jat eng. b.Film sebagai kepr ibadian m asyar akat dan kearifan lokal Jat eng

m em iliki pij akan yang kuat , m engingat Jat eng adalah suat u pr ov insi yang m em iliki kem enar ikan, keunik an dan kekhasan t er sendir i. Film daer ah ini akan m enj adi sim bol m asyar akat Jat eng, sehingga film yang di produk si akan selalu m engandung kepr ibadian dan kear ifan lok al Jat eng.

c. Dengan adanya Per da Per film an di Jat eng yang ber pij ak pada “ film sebagai k epribadian m asyarak at dan kear ifan lokal Jat eng” , dihar apk an dapat m eningk at kan k ualit as pr oduk si film unt uk dapat ber saing di kancah daer ah, nasional dan int er nasional. Yang sangat pent ing adalah peningkat an kualit as sum ber daya m anusia yang diikut i dengan pem aham an yang baik sineas Jat eng t erkait kepribadian dan kear ifan lok al. Art inya sineas Jat eng m em adukan karya yang berkualit as dan bercir ikan Jat eng. d.Ter capainya t uj uan per film an daer ah. Kondisi kualit as per film an

akan sem akin m eningkat bercir ikan karakt er unik dan k has dan t ent unya kem andir ian dar i insan per film m asyar akat per film an-pelaku kegiat an dan usaha per film an dapat t er w uj ud.


(48)

BAB   – KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 

e.Kew aj iban dan t ugas Pem erint ah Pr ov insi dan Pem erint ah Kabupat en/ Kot a, Hak dan Kew aj iban insan per film an- m asyar akat per film an- pelaku kegiat an dan usaha per film an m enj adi kuat dan j elas dengan adanya per at ur an daer ah ini. Dengan kej elasan t ersebut akan ber im plikasi pada penguat an kom it m en

st akeholder dan ker j asam a yang kuat ant ar a Pem da- m asyar akat

unt uk m ew uj udkan Jat eng sebagai w ilay ah yang m elahir kan “ film dan sineas yang berkepr ibadian dan berkear ifan lokal” .


(49)

BAB   – EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT 

EV ALUASI D AN AN ALI SI S PERATU RAN

PERU N D AN G- UN D AN GAN TERKAI T

Secar a m et odologis upay a m encar i suat u nor m a huk um y ang m elandasi nor m a yang lebih r endah dan upaya m encar i nor m a yang lebih rendah bert ent angan dengan nor m a y ang lebih t inggi t idak ber langsung t er us m ener us t anpa bat as ( r egr essus ad infinit um ) , sebab pada akhir nya har us ada nor m a yang dianggap sebagai nor m a yang t er t inggi/ puncak at au sam pai ber hent i pada nor m a yang diat asny a t idak ada lagi nor m a y ang lebih t inggi, disebut gr oundnor m at au St aat sfundam ent alnor m .

BAB

III


(50)

BAB   ‐ EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT 

hukum I ndonesia m em bent uk bangunan pir am ida, nor m a hukum yang ber laku ber ada dalam suat u sist em yang ber j enj ang- j enj ang, ber lapis- lapis, sek aligus berkelom pok - kelom pok . Absahnya suat u nor m a hukum secar a ver t ikal dit ent ukan sej auhm ana nor m a hukum yang ber ada di baw ah t idak ber t ent angan ( sesuai at au t idak ) dengan nor m a hukum di at asnya. Dalam ar t i bahw a nor m a hukum t er sebut ber laku, ber sum ber dan ber dasar pada nor m a hukum yang lebih t inggi, dan norm a huk um y ang lebih t inggi berlaku, ber sum ber dan berdasar pada norm a hukum yang lebih t inggi pula, dem ikian set er usnya sam pai pada suat u nor m a dasar negar a I ndonesia, yait u: Pancasila ( cit a hukum r akyat I ndonesia, dasar dan sum ber bagi sem ua nor m a hukum di baw ahnya) .

Nor m a huk um dalam k ont eks negara dim ak nai sebagai per at ur an per undang- undangan, dan sebagai konsekuensi dar i negar a hukum dengan m enganut pr insip heir ar ki nor m a hukum , m aka sist em perat uran perundang- undangan j uga bersifat heirarkis. Pasal 1 angka 2) Undang- undang No. 12 Tahun 2011 t ent ang Pem bent ukan Per at ur an Per undang- undangan m enyebut kan bahw a Per at ur an Per undang- undangan adalah per at ur an t er t ulis yang m em uat norm a hukum yang m engik at secara um um dan dibent uk at au dit et apkan oleh lem baga negar a at au pej abat yang ber w enang


(51)

BAB   – EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT 

undangan.

Heir ar ki per at ur an per undang- undangan di at as ber t uj uan m enent uk an deraj at nya m asing- m asing dengan konsek uensi j ika ada per at ur an yang ber t ent angan, m aka yang dinyat akan ber laku adalah yang der aj at nya lebih t inggi. Di sini ber laku asas lex super ior i der ogat

legi infer ior i ( hukum yang der aj at nya lebih t inggi m engesam pingkan

hukum yang der aj at nya lebih r endah) ( Bagir Manan, 2003: 206) . Unt uk it u, kaj ian ini ber t uj uan unt uk m encipt akan kepast ian hukum agar t erdapat sinkr onisasi ant ara Perat uran Daer ah dengan Perat uran Pem er int ah sebagai per at ur an lebih t inggi yang m enj adi payung hukum nya at aupun Per at ur an yang lebih t inggi lainnya.

Sinkronisasi ini diperlukan agar Perat uran Daerah absah secara konst it usional, selain it u unt uk m enghindar i t er j adinya t um pang t indih pengat ur an. Bahkan lebih j auh diarahkan agar perda yang dibuat t idak ber t ent angan dengan per at ur an yang ber ada di at asnya. Unt uk m engant isipasi adanya ket idakhar m onisan/ per t ent angan nor m a huk um diper lukan upay a har m onisasi. Dalam ar t i bahw a har m onisasi m er upakan upaya m aupun pr oses yang hendak m engat asi bat asan- bat asan per bedaan, hal- hal yang ber t egangan, dan kej anggalan ( Her yandi, 2009: 505) . Har m onisasi per lu m endapat per hat ian k ar ena dalam prakt ik ny a t im bul per t ent angan ant ar a sat u nor m a hukum dengan yang lainnya, hal ini disebabkan bahw a t idak


(52)

BAB   ‐ EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT 

adanya pr oblem per t ent angan nor m a hukum ( I m am Soebechi, 2012: 266) .

Har m onisasi nor m a hukum ini bukan sesuat u yang dapat t er j adi dengan sendirinya, m elainkan harus dicipt akan, salah sat u upayanya adalah m elalui evaluasi dan analisis per at ur an per undang- undangan t er kait yang dilakukan pada saat pem bent ukan Per at ur an. Hasil evaluasi dan analisis pem bent uk an Perat uran Daerah t ent ang Pengem bangan dan Pengelolaan Per film an Daer ah Pr opinsi Jat eng, m eliput i:

1.Undang- Undang Dasar 1945

Pasal 18 ayat ( 6) m enyat akan bahw a pem er int ah daer ah ber hak m enet apkan per at ur an daer ah dan per at ur an- per at ur an lain unt uk m elaksanakan ot onom i dan t ugas pem bant uan. Pasal ini m em ber ikan kew enangan kepada pem er int ah daer ah unt uk m em buat perat uran daerah t erkait perat uran yang belum diat ur di daer ah seper t i per at ur an daerah t ent ang per film an di Jat eng yang kurang diper hat ikan oleh pem er int ah daerah Propinsi Jat eng. Per at ur an daer ah t ent ang per film an dihar apk an dapat m engakat sek t or par iw isat a di Pr opinsi Jat eng.

2.Undang- Undang Republik I ndonesia Nom or 10.Tahun 2009 Tent ang Kepar iw isat aan. Pasal 23 ayat ( 1) hur uf c m eny at ak an bahw a pem er int ah dan pem erint ah daerah ber kew aj iban m em elihara,


(53)

BAB   – EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT  9 daya t ar ik w isat a dan aset pot ensial yang belum t er gali. Film m erupakan aset daer ah yang dapat m enj adi daya t ar ik bagi w isat aw an, oleh karena it u pem er int ah daer ah w aj ib ikut m engem bangkan perfilm an daerah unt uk m enunj ang sekt or par iw isat a. Pasal 4 m enyat akan t uj uan dar i par iw isat a yait u a. m eningkat kan pert um buhan ek onom i, b. m eningk at kan kesej aht er aan r ak yat , c. m enghapus k em iskinan, d. m engat asi pengangguran, e. m elest arikan alam , lingk ungan, dan sum ber daya, f. m em aj ukan kebudayaan, g. m engangkat cit ra bangsa, h. m em upuk rasa cint a t anah air , i. m em perkuk uh j at i diri dan eksat uan bangsa, dan j . m em per er at per sahabat an ant ar bangsa. Film - film daer ah dapat m eningkat kan per t um buhan ekonom i dan m engat asi pengangguran, kar ena film - film t er sebut t ent unya ber dam pak pada sekt or ket enagaker j aan.

3.Undang- undang Nom or 33 Tahun 2009 t ent ang Per film an.

 Pasal 54: Pem er int ah daer ah ber kew aj iban: a) m em fasilit asi pengem bangan dan kem aj uan perfilm an; b) m em berikan bant uan pem biayaan apr esiasi dan pengar sipan film ; c) m em fasilit asi pem buat an film unt uk pem enuhan ket ersediaan film I ndonesia sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 32; dan m em fasilit asi pem buat an film docum ent er t ent ang w ar isan budaya bangsa di daerahnya.


(54)

BAB   ‐ EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT 

m elaksanakan kebij akan dan r encana induk per film an nasional; b) m enet apkan sert a m elaksanakan kebij akan dan r encana per film an daerah; dan c) m enyediakan sar ana dan prasar ana unt uk pengem bangan dan kem aj uan per film an. Dalam m enet apkan kebij akan dan r encana per film an daer ah sebagaim ana dim aksud pada ayat ( 1) hur uf b, pem er int ah daer ah m engacu pada kebij akan dan r encana induk per film an nasional.

 Pasal 56: Pem er int ah daerah ber w enang unt uk m em ber ikan ker inganan paj ak daerah dan r et r ibusi daer ah t er t ent u unt uk per film an, dalam penj elasan pasal t er sebut diat ur ket ent uan bahw a " paj ak daer ah dan r et r ibusi t er t ent u" adalah ker inganan paj ak dan bea m asuk unt uk ekspor film , im por bahan baku dan per alat an film , ser t a paj ak dan r et r ibusi daerah at as per t unj ukan film .

Dar i beber apa pasal t er sebut , yang paling m em ber ikan k ew enangan pem bent uk an Per at ur an Daer ah Pem bangunan Per film an Daer ah adalah Pasal 55 hur uf b) yang m engat ur kew enangan daer ah unt uk “ m enet apkan ser t a m elaksanakan kebij akan dan r encana per film an daer ah” . Unt uk it ulah, kew enangan pem er int ah daer ah t er sebut dim aksim alkan m elalui


(55)

BAB   – EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT 

dapat efekt if.

4.Undang- undang Nom or 12 Tahun 2011 t ent ang Pem bent ukan Per at ur an Per undang- undangan. Pasal 14 m enyebut kan bahw a “ Mat er i m uat an Per at ur an Daer ah Pr ovinsi dan Per at ur an Daer ah Kabupat en/ Kot a ber isi m at er i m uat an dalam r angka penyelenggaraan ot onom i daer ah dan t ugas pem bant uan ser t a m enam pung kondisi khusus daerah dan/ at au penj abaran lebih lanj ut Per at ur an Per undang- undangan yang lebih t inggi”

5.Undang- undang Nom or 23 Tahun 2014 t ent ang Pem erint ahan Daer ah. Pasal 17 m engat ur ket ent uan bahw a “ Daer ah ber hak m enet apkan kebij akan Daer ah unt uk m enyelenggar akan Ur usan Pem er int ahan yang m enj adi kew enangan Daer ah”

6.Undang- Undang Nom or 28 Tahun 2014 Tent ang Hak Cipt a

Dalam undang- undang ini bahw a film m em iliki hak cipt a, yait u hak eksk lusif pencipt a yang t im bul secara ot om at is ber dasar k an pr insip dek lar at if set elah suat u cipt aan diw uj udkan dalam bent uk ny at a t anpa m engur angi pem bat asan sesuai dengan ket ent uan per at uran per undang- undangan. Film sebagai hak cipt a t ent u har us dilindungi dan t ent unya akan ber dam pak pada per ekonom ian pencipt a film t er sebut dan m asyarakat secar a um um .

7.Per at ur an Pem er int ah Republik I ndonesia Nom or 6 Tahun 1994 Tent ang Penyelanggar aan Usaha Per film an.


(56)

BAB   ‐ EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT 

perfilm an nasional, sesuai dengan fungsinya di bidang ekonom i, Pem er int ah dapat m em berikan kem udahan dan ker inganan dalam penyelenggaraan usaha per film an. Pem er int ah m em iliki t ugas m em ber ik an k er inganan m engenai k egiat an perfilm an, t erut am a film didaerah yang sedang m engalam i per kem bangan.

8.Pem er int ah Pr ov insi Jat eng Per at ur an Daer ah Prov insi Jat eng Nom or 10 Tahun 2012 Tent ang Rencana I nduk Pem bangunan Kepar iw isat aan Pr ov insi Jat eng Tahun 2012–2027

Pem bangunan Kepar iw isat aan Pr ovinsi Meliput i: a. dest inasi par iw isat a; b. pem asar an par iw isat a; c. indust r i par iw isat a; dan d. kelem bagaan kepar iw isat aan. Film dapat m enj adi sebuah dest inasi w isat a, apabila film yang diangkat adalah film daerah, m aka dapat m enar ik w isat aw an unt uk m engunj ungi daerah t ersebut

Dar i beber apa at ur an per undang- undangan di at as, t er dapat hal yang m enar ik unt uk dilakukan pengkaj ian t erkait kew enangan pem er int ah daer ah pr ovinsi dalam bidang per film an. Sinkr onisasi ini per lu dilakukan m engingat ada perbedaan at uran kew enangan pem er int ah daer ah pr ovinsi dalam Undang- undang Per film an dan Undang- undang Pem er int ahan Daer ah.


(57)

BAB   – EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT 

j elas bahw a Pem erint ah Daer ah Pr ovinsi m em iliki t ugas unt uk “ m enet apkan ser t a m elaksanakan kebij akan dan r encana per film an daer ah” , sedangkan lam pir an Undang- undang Pem er int ahan Daerah per ihal pem bagian ur usan konkur en ant ar a Pem er int ah Pusat dan Daer ah Pr ov insi dan Daer ah Kabupat en/ Kot a, Point V. Pem bagian Ur usan Pem er int ahan Bidang Kebuday aan m engat ur k et ent uan bahw a sub ur usan Per film an Nasional hanya m enj adi ur usan pusat t er kait dengan “ Pem binaan per film an nasional” . Ket ent uan dalam Undang- undang Pem da ini hanya m engat ur per film an nasional di t ingkat pusat , dan t idak j elas m engat ur per film an daerah, padahal per t um buhan per film an daer ah sangat pesat . Ar t iny a dengan t idak di at ur nya per film an di daerah, bukanlah m enut up kew enangan daer ah unt uk m em bent uk kebij akan daerah m engenai perfilm an. Meruj uk pada Pasal 14 Undang- undang Nom or 12 Tahun 2011 t ent ang Pem bent ukan Per at ur an Per undang- undangan m enyebut kan bahw a “ Mat er i m uat an Per at ur an Daer ah Pr ov insi dan Per at ur an Daer ah Kabupat en/ Kot a ber isi m at er i m uat an dalam r angka penyelenggar aan ot onom i daer ah dan t ugas pem bant uan ser t a m enam pung kondisi khusus daer ah dan/ at au penj abaran lebih lanj ut Per at ur an Per undangundangan yang lebih t inggi” .


(58)

BAB   ‐ EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT 

m engingat kedua undang- undang t er sebut m em iliki t ingkat an yang sam a, nam un m em iliki kekhususan pengat uran yang ber beda. Dengan m er uj uk pada asas t er sebut bahw a Undang- undang Per film an secar a hukum sah unt uk m engenyam pingkan Undang-undang Pem er int ahan Daer ah dalam kasus ini.

Ter kait dengan kew enangan Pem er int ah Daer ah Pr ovinsi dalam bidang per film an daer ah, dapat dilihat dar i t abel di baw ah ini:


(1)

Pe yusu a  Naskah Akade ik   Pe ge ba ga  da  Pe gelolaa  Perfil a  Jawa Te gah  5

BAB 5 – RUANG LINGKUP PENGATURAN

BAB V I PEM BI N AAN D AN PEN GAW ASAN

1.Pem binaan per film an dilakukan oleh Guber nur dalam bent uk

pendidikan dan/ at au pelat ihan yang ber t uj uan unt uk : m eningkat kan penget ahuan insan per film an t ent ang pem buat an film yang baik ; m encipt akan dan m enghasilkan t enaga perfilm an yang t er am pil dan pr ofesional ser t a ber et ika dan ber akhlak m ulia; t r ansfer penget ahuan dan t eknologi m oder n pem buat an per film an; dan m em bent uk kegiat an dan usaha per film an yang m am pu m encipt akan film yang ber kualit as dan ber kepr ibadian dan ber kear ifan lokal Jaw a Tengah.

2.Pengaw asan per film an dilakukan oleh Guber nur , yang dilakukan

dengan t uj uan: m enj aga r uh per film an daerah “ film sebagai kepr ibadian dan kear ifan lokal” ; m enj aga kualit as film ; m enj aga per edar an at au penj ualan film agar t idak m elanggar ket ent uan per at ur an per undang- undangan t ent ang hak cipt a; dan m enj am in isi film y ang dibuat agar sesuai dengan perat ur an per undang-undangan dan kepr ibadian dan kear ifan lokal Jaw a Tengah.

BAB V I I PARTI SI PASI M ASYARAKAT

1.Masyarakat dapat ber par t isipasi dalam per film an, m eliput i:

a.apr esiasi dan pr om osi film ;

b.penyelenggaraan pendidikan dan/ at au pelat ihan per film an;


(2)

BAB 5 – RUANG LINGKUP PENGATURAN  9

d.pengar sipan film ;

e.k ine k lub;

f. m em berikan penghargaan

g.penelit ian dan pengem bangan;

h.m em berikan m asuk an perfilm an ( kr it ik ) ; dan

i. m em pr om osikan Jaw a Tengah sebagai lokasi pem buat an film

luar Jat eng at au dar i luar neger i.

2.Per an ser t a m asyar akat sebagaim ana dapat dilakukan oleh:

per or angan; per guruan t inggi; organisasi kem asyar akat an; dan/ at au or ganisasi pr ofesi.

BAB V I I I SAN KSI AD M I N I STRATI F

Sanksi adm inist r at if dapat ber upa: t egur an t er t ulis; denda adm inist rat if; penut upan sem ent ara; dan/ at au pem bubaran at au pencabut an izin.

BAB I X PEN UTUP

Bab Penut up dalam Per at ur an Daer ah ber kait an st at us Per at ur an Per undang- undangan yang sudah ada; dan saat m ulai ber lak u Per at ur an Per undang- undangan.


(3)

Pe yusu a  Naskah Akade ik   Pe ge ba ga  da  Pe gelolaa  Perfil a  Jawa Te gah  5

BAB   ‐ PENUTUP 9

PEN UTUP

A.Ke sim pu la n

1.Ber dasarkan Undang- Undang Republik I ndonesia Nom or 33

Tahun 2009 Tent ang Per film an, Pasal 55 m enyebut kan bahw a pem er int ah daer ah m em ilik i t ugas: a) m elaksanakan kebij akan dan r encana induk per film an nasional; b) m enet apk an ser t a m elaksanakan kebij akan dan r encana per film an daer ah; dan c) m enyediakan sar ana dan pr asar ana unt uk pengem bangan dan k em aj uan per film an. Ber dasar k an Undang- Undang t er sebut pem er int ah daer ah m em ilik i k ew aj iban dan t ugas unt uk

BAB

VI


(4)

BAB   ‐ PENUTUP 9 m em fasilit asi segala kegiat an per film an di daerah unt uk m enunj ang ek onom i di daerah. Sem ent ara kondisi per kem bangan per film an di Jaw a Tengah sangat pesat dengan t um buhny a pr oduk si film ( secar a k uant it as) , k egiat an dan usaha per film an yang sem akin luas di kalangan m asyar akat dan pelaj ar . Nam un, kondisi ini belum ber banding lur us dengan peningkat an kualit as film dan kualit as sum ber daya m anusia insan per film an dan m asy ar akat per film an.

2.Belum adanya kebij akan pem er int ah daer ah baik pr ovinsi

m aupun pem er int ah kabupat en/ kot a yang secar a t er padu m elalui pengem bangan dan pengelolaan perfilm an daerah. Unt uk it u, m asalah di at as har us dipecahkan at au diselesaikan m elalui pem bent ukan Per da Pem bangunan Perfilm an Daerah yang m em per t im bangkan selur uh aspek secar a holist ik, sist em at is dan kom pr ehensif, dan fut ur ist ik.

3.Per film an di Jat eng m em ilik i k ar ak t er y ang unik dan k has,

Pengem bangan dan Pengelolaan Per film an ber basis pada pem aham an bahw a film sebagai kepr ibadian m asyar ak at dan kear ifan lokal Jat eng. Film daerah ini akan m enj adi sim bol m asy arak at Jat eng, sehingga film y ang di pr oduksi akan selalu m engandung k epr ibadian dan kearifan lokal Jat eng.

4.Dengan adanya Per da Per film an di Jat eng yang ber pij ak pada


(5)

Pe yusu a  Naskah Akade ik   Pe ge ba ga  da  Pe gelolaa  Perfil a  Jawa Te gah  5

BAB   ‐ PENUTUP 9

Jat eng” , dihar apkan dapat m eningkat kan kualit as produksi film yang bercir i k has k epr ibadian dan kearifan lok al, sehingga film yang dihasilk an m am pu unt uk dapat bersaing di kancah daerah, nasional dan int er nasional. Yang sangat pent ing adalah peningkat an kualit as sum ber daya m anusia m asyar akat perfilm an, insan perfilm an, pelak u kegiat an dan usaha per film an di Jaw a Tengah.

B.Sa r a n

Ber dasar kan ur aian di at as m aupun m asukan dar i ber bagai kalangan ( st akeholder s) dalam basis good gover nance, m aka dapat disim pulkan dan sekaligus disar ankan sebagai ber ikut :

1.Per da Pengem bangan dan Pengelolaan Per film an di Jat eng har us

ber pij ak pada “ film sebagai kepr ibadian m asy ar akat dan kear ifan lokal Jat eng”

2.Rancangan Per at ur an Daerah t ent ang Pengem bangan dan

Pengelolaan Per film an Daer ah yang ber sifat kom pr ehensif, holist ik , solut if, dan fut ur ist ik harus segera dibuat sebagai landasan bagi pem bangunan per film an yang ber sifat t er padu dan m enyelur uh ber dasar kan pada penguat an kepr ibadian dan kear ifan lokal Jat eng


(6)

Republik I ndonesia Dalam Meny elenggarakan Pem er int ahan Negar a, Suat u St udi Analisis Mengenai Keput usan Pr esiden Yang Ber fungsi Pengat ur an Dalam Kur un Wakt u Pelit a I - Pelit a I V, Progr am Dok t or Fakult as Pasca Sar j ana. Jak ar t a: Univ er sit as I ndonesia.

Bagir, Mahan. 2003. Teor i dan Polit ik Konst it usi. Yogy ak ar t a: FH UI I Press.

B. Hest u Cipt o Handoyo. 2009. Hukum Tat a Negar a I ndonesia. Yogy ak ar t a: Univ . At m a Jay a.

I m am Soebechi. 2012. Judical Rev iew : Per da Paj ak dan Ret ribusi Daer ah. Jak ar t a: Sinar Gr afik a.

Jim ly Asshidiqie. 2010. Per ihal Undang- Undang. Jak ar t a: Raj aGr afindo Per sada.

Jazim Ham idi. 2006. Revolusi Hukum I ndonesia: Makna, Kedudukan, dan I m plikasi Hukum Naskah Pr oklam asi 17 Agust us 1945 dalam Sist em Ket at anegar aan RI . Jak ar t a: Konst it usi Pr ess.

- - - dan Kem ilau Mut ik. 2011. Legislat iv e Dr aft ing. Yogy ak ar t a: Tot al Media.

Yuliandri. 2009. Asas- Asas Pem bent ukan Per at ur an Per undang- undangan Yang Baik: Gagasan Pem bent ukan Undang- undang Ber kelanj ut an. Jak ar t a: Raj aw ali Per s.

I dy Subandy I br ahim . 2011. Buday a Populer sebagai Kom unikasi; Dinam ika Popscape dan Mediascape di I ndonesia Kont em por er, Yogy ak ar t a: Jalasut r a.

Marselli Sum arno. 1994. Dasar - Dasar Apr easi Film . Jak ar t a : Gr am edia. Effendy, Onong Uchj ana. 2003. I lm u, t eor i dan filsafat kom unikasi.

Bandung: Cit ra Adit y a Bakt i.