Pertanggungjawaban Pidana Notaris Terhadap Akta yang Dibuatnya

Perbuatan dan orang yang melakukannya tidak dapat dipisahkan. Pertama, ditinjau tentang perbuatannya, kemudian mengenai orangnya. 125

C. Pertanggungjawaban Pidana Notaris Terhadap Akta yang Dibuatnya

Karenanya, dengan berpegang pada ucapan Simons, kesalahan terdiri atas keadaan batin orang yang melakukan perbuatan pidana dan hubungan antara keadaan batin itu dengan perbuatan yang dilakukan. Secara umum, notaris dituntut untuk memahami konsep akuntabilitas accountability atau pertanggungjawaban. Akuntabiltas mempersoalkan keterbukaan transparancy menerima kritik dan pengawasan controlled dari luar serta bertanggung jawab kepada pihak dari luar atas hasil pekerjaannya atau pelaksanaan tugas-jabatannya. Konsep akuntabilitas yaitu terdiri atas: 126 1. Akuntabilitas Spiritual Hal ini berkaitan secara langsung-vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bersifat pribadi. Akuntabilitas seperti ini dapat dilihat pada kalimat yang tercantum dalam sumpahjanji jabatan notaris. Bagaimana implementasi akunt- abilitas spiritual ini akan bergantung kepada diri notaris yang bersangkutan. Akuntabilitas spiritual seharusnya mewarnai dalam setiap tindakanperbuatan notaris ketika menjalankan tugas jabatannya. Artinya, apa yang diperbuat bukan hanya dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, melainkan juga kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. 2. Akuntabilitas Moral kepada Publik 125 Simons, dalam Roeslan Saleh, Op.Cit., hal 139. 126 www.materihukum.comakuntabilitas.html , diakses pada tanggal 13 Maret 2012, pukul 19.22 WIB. Universitas Sumatera Utara Kehadiran notaris adalah untuk melayani kepentingan masyarakat luas yang membutuhkan akta-akta otentik ataupun surat-surat lain yang menjadi kewenangan notaris. Masyarakat berhak untuk mengontrol “hasil kerja” dari notaris. Salah satu konkretisasi dari akuntabilitas ini, misalnya masyarakat dapat menuntut notaris jika ternyata hasil pekerjaannya merugikan anggota masyarakat atau tindakan notaris yang mencederai masyarakat yang menimbulkan kerugian baik materil maupun immateril. 3. Akuntabilitas Hukum Notaris bukan orangjabatan yang “imun” kebal dari hukum. Adanya perbuatantindakan notaris yang menurut ketentuan hukum yang berlaku dapat dikategorikan melanggar hukum pidana, perdata, administrasi, maka notaris harus bertanggung jawab. 4. Akuntabilitas Profesional Notaris dapat dikatakan profesional jika dilengkapi dengan keilmuan mumpuni intellectual capital yang dapat diterapkan dalam praktik, dalam hal bagaimana mengolah nilai-nilai atau ketentuan-ketentuan yang abstrak menjadi suatu bentuk yang tertulis akta sesuai yang dikehendaki oleh para pihak. Para notaris dituntut meningkatkan kualitas dan kuantitas keilmuan agar senantiasa profesional. 5. Akuntabilitas Administratif Notaris sebelum menjalankan jabatantugasnya, tentu sudah mempunyai surat pengangkatan sebagai notaris, sehingga legalitasnya tidak perlu diper- tanyakan lagi. Perihal administrasi notaris dalam hal pengangkatan dan pengga- Universitas Sumatera Utara jian karyawan masih menjadi pertanyaan bagi notaris sampai saat ini. Banyak notaris yang mengangkat karyawan karena pertemanan ataupun persaudaraan, pada dasarnya apapun latar belakangnya tetap harus ada pembenahan secara administratif. Perihal pengarsipan akta-akta terkadang hanya ditata secara asal- asalan, padahal akta tersebut adalah arsip negara yang harus diadministrasikan secara seksama. Sangat beralasan jika notaris harus belajar manajemen kantor notaris yang bahan dasarnya dari pengalaman-pengalaman notaris senior yang sudah dibukukan. 6. Akuntabilitas Keuangan Bentuk akuntabilitas dalam bidang keuangan ini, yaitu melaksanakan kewajiban pembayaran pajak ataupun membayar kewajiban lain pada organisasi, seperti iuran bulanan. Pembayaran gaji para karyawan tidak senantiasa mengacu atau lebih dari Upah Minimum Regional UMR. Uraian diatas hanya merupakan bagian kecil dari independensi dan akuntabilitas pejabat umum notaris. Sebenarnya hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris, dan Peraturan Jabatan Peja- bat Pembuat Akta Tanah yang diuraikan dalam bahasa hukumundang-undang. Betapapun restriktifnya suatu perundang-undangan tidak dapat mengatur hal-hal kecil yang mungkin terjadi dalam praktik, tetapi dengan pemahaman independensi dan akuntabilitas seperti itu kita dapat bagaimana seorang notaris dalam men- jalankan tugasjabatannya. 127 127 Habib Adjie, Buku I, Op.Cit., hal 33. Universitas Sumatera Utara Tanggung jawab hukum pidana muncul bilamana notaris telah melakukan perbuatan hukum yang dilarang oleh undang-undang atau melakukan kesalahanperbuatan melawan hukum pidana, baik karena sengaja maupun karena kelalaian yang menimbulkan kerugian pihak lain. Notaris dapat dijatuhi pidana jika terbukti bersalah melakukan ketentuan atau tindak pidana yang diatur dalam UUJN dan KUHP. Sanksi pidana terhadap notaris yang terbukti melakukan pelanggaran tidak dapat ditemukan di dalam UUJN. Hal ini disebabkan pembuat undang- undang menginginkan untuk mengintegrasikan ketentuan pidana dalam satu kitab undang-undang saja yaitu KUHP. Bab sebelumnya telah membahas tentang perbuatan pidana, batasan pelanggaran yang dilakukan oleh notaris dalam menjalankan tugas jabatannya. Pertanggungjawaban pidana notaris harus melihat kepada kemampuan bertanggung jawab notaris, kesengajaankealpaan notaris, serta alasan penghapusan pidana notaris. Notaris adalah manusia alamiah natuurlijk persoon sebagai subjek hukum pidana. Sanksi pidana terhadap notaris harus dilihat dalam rangka menjalankan tugas jabatan notaris, artinya dalam pembuatan atau prosedur pembuatan akta harus berdasarkan kepada aturan hukum yang mengatur hal tersebut, dalam hal ini UUJN. Semua tata cara pembuatan akta sudah ditempuh, suatu hal yang tidak mungkin secara sengaja notaris melakukan suatu tindak pidana yang berkaitan dengan akta tersebut. Suatu perbuatan “bunuh diri” jika seorang notaris secara sengaja bersama-sama atau Universitas Sumatera Utara membantu penghadap secara sadar membuat akta untuk melakukan suatu tindak pidana. Pengertian sengaja dolus yang dilakukan oleh notaris merupakan suatu tindakan yang disadari atau direncanakan atau diinsyafi segala akibat hukumnya, dalam hal notaris sebagai sumber untuk melakukan kesengajaan bersama-sama dengan para penghadap. Sanksi pidana terhadap notaris tunduk pada ketentuan pidana umum, yaitu KUHP. 128 Notaris wajib menjamin kepastian hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap yang tercantum atau disebutkan pada bagian awal akta dan semua prosedur telah dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku UUJN. Pihak yang tersebut merasa telah menghadap notaris dan menandatangani akta di hadapan notaris pada saat yang diyakini benar, tetapi ternyata dalam salinan dan minuta akta tidak sesuai dengan kenyataan yang diyakininya, maka para pihak yang bersangkutan melakukan tindakan pengingkaran terhadap kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap yang tercantum dalam akta. 129 Surat akta mengandung arti atau makna tertentu dari sebuah pikiran yang kebenarannya harus dilindungi. Diadakannya kejahatan pemalsuan surat ditujukan kepada perlindungan hukup terhadap kepercayaan masyarakat Pembuktian dari pihak yang mengingkari tersebut dan kesalahan dari notaris yang bersangkutan sangat diperlukan dalam hal ini. Apabila semacam itu dikategorikan sebagai suatu tindak pidana, maka notaris dikualifikasikan melakukan tindak pidana Pasal 263, 264, 266 jo. Pasal 55 atau 56 KUHP. 128 Habib Adjie, Buku III, Op.Cit., hal 119. 129 Ibid., hal 76. Universitas Sumatera Utara terhadap kebenaran isi surat. 130 1. Pasal 263 KUHP Pemalsuan surat pada umumnya Pasal 263, 264, 266 KUHP tersebut di atas mengatur tentang pemalsuan surat, yang akan diuraikan sebagai berikut: Kejahatan pemalsuan surat pada umumnya adalah berupa pemalsuan surat dalam bentuk pokok bentuk standar, rumusannya yaitu: 1 barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian kewajiban atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-oleh surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun. 2 Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barang siapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian. Rumusan pada ayat 1 terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut: a. Unsur-unsur objektif: 1 Perbuatan: a membuat surat palsu; b memalsukan surat; 2 Objek: surat: a yang dapat menimbulkan suatu hak b yang menimbulkan suatu perikatan c yang menimbulkan suatu pembebasan utang d yang diperuntukkan sebagai bukti daripada suatu hal 3 Dapat menimbulkan akibat kerugian dari pemakaian surat tersebut 130 Adami Chazawi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, Selanjutnya disebut Buku III, hal 97. Universitas Sumatera Utara b. Unsur-unsur subjektif: dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu. Sedangkan ayat 2 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a. Unsur-unsur objektif: 1 Perbuatan: memakai; 2 Objeknya: a surat palsu b surat yang dipalsukan 3 Pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian; b. Unsur-unsur subjektif: dengan sengaja. Membuat surat palsu ialah membuat surat yang isinya bukan semestinya tidak benar, atau membuat surat sedemikian rupa sehingga menunjukkan asal surat itu yang tidak benar. Memalsukan surat ialah mengubah surat sedemikian rupa, sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli sehingga surat itu menjadi lain dari yang asli. 131 Perbedaan prinsip antara perbuatan membuat surat palsu dan memalsukan surat adalah bahwa dalam membuat surat palsu, sebelum perbuatan dilakukan belum ada surat, kemudian dibuat surat yang isinya sebagian atau seluruhnya adalah bertentangan dengan kebenaran. Memalsukan surat, sebelum perbuatan dilakukan sudah ada sebuah surat surat asli. Terhadap surat asli ini dilakukan perbuatan memalsu yang Keduanya dapat terjadi terhadap sebagian atau seluruh isi surat. 131 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP Serta Komentar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1994, hal 195. Universitas Sumatera Utara akibatnya surat yang semula benar menjadi surat yang sebagian atau seluruh isinya tidak benar dan bertentangan dengan kebenaran. 132 Kerugian yang timbul akibat dari pemakaian surat tersebut tidak perlu diketahui atau disadari oleh pelaku. Tidak ada ukuran-ukuran tertentu untuk menentukan akan adanya kerugian jika surat palsu atau surat dipalsu itu dipakai. Tidak semua surat yang menjadi objek pemalsuan, di atas telah disebutkan 4 empat macam surat yang menjadi objek pemalsuan. Surat- surat yang termasuk dalam akta otentik memiliki kekuatan pembuktian sempurna berdasarkan Pasal 1870 KUHPdt, dibuat oleh atau di hadapan pejabat publik yang memiliki wewenang untuk membuat akta tersebut menurut undang-undang. Suatu surat diperuntukkan sebagai bukti mengenai suatu hal yaitu di mana surat tersebut berisi suatu halkejadian yang memiliki pengaruh bagi yang bersangkutan, misalnya perkawinan yang menimbulkan hak dan kewajiban suami istri. 133 Adanya kemungkinan kerugian dapat ditentukan dengan diberlakukan suatu asas, bahwa kemungkinan kerugian ini tidak hanya dinilai berdasarkan tujuan menurut undang-undang maupun berdasarkan akibat- akibat yang biasanya berhubungan dengan penggunaan surat-surat itu. 134 Terdapat perbedaan antara ayat 1 dan ayat 2, 135 132 Adami Chazawi, Buku III, Op.Cit., hal 101. 133 Ibid., hal 105. 134 H.A.K. Moch. Anwar, Op.Cit., hal 193. 135 Adami Chazawi, Buku III, Op.Cit., hal 106-107. dari unsur kesalahan, pada ayat 1 “maksud” harus ada sebelum atau setidak-tidaknya pada saat akan memulai perbuatan. Pada ayat 2, “sengaja” meliputi baik Universitas Sumatera Utara perbuatan memakai surat seolah-olah surat itu asli atau tidak dipalsu maupun pemakaian yang dapat menimbulkan kerugian. Timbulnya kerugian pada ayat 1 adalah akibat dari pemakaian surat palsu atau surat dipalsu, dan pemakaian surat itu belum dilakukan. Ayat 2 menyebutkan kerugian timbul akibat pemakaian surat palsu atau surat dipalsu di mana pemakaian surat tersebut telah dilakukan tetapi kerugian nyata-nyata belum timbul. 2. Pasal 264 KUHP Pemalsuan yang diperberat 1 Sitersalah dalam perkara memalsukan surat, dihukum selama-lamanya delapan tahun, kalau perbuatan itu dilakukan: 1e. mengenai surat otentik; 2e. mengenai surat utang atau surat tanda utang certificaa dari sesuatu surat negara atau sebagiannya atau dari sesuatu balai legistelling umum; 3e. mengenai saham-saham aandeel atau surat utang atau sertifikat tanda saham atau tanda uang dari sesuatu perserikatan, balai atau perseroan atau meskapai; 4e. mengenai talon atau surat utang sero devidend atau tanda bunga uang dari salah satu surat yang diterangkan pada 2e dan 3e atau tentang surat keterangan yang dikeluarkan akan pengganti surat itu; 5e. mengenai surat utang-piutang atau surat perniagaan yang akan diedarkan. 2 dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barang siapa dengan sengaja menggunakan akte itu seolah-olah isinya cocok dengan hal yang sebenarnya yang pertama, seolah-olah surat itu aslli dan tidak dipalsukan, jika pemakaian surat itu dapat mendatangkan sesuatu kerugian. Ayat 1 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a. Semua unsur baik objektif maupun subjektif pasal 263; b. Unsur-unsur khusus pemberatnya bersifat alternatif, berupa objek surat- surat tertentu, ialah: 1 Akta-akta otentik; Universitas Sumatera Utara 2 Surat hutang atau sertifikat hutang dari suatu negara, bagian negara, atau lembaga umum; 3 Surat sero, surat hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan, atau maskapai; 4 Talon, tanda dividen atau tanda bukti bunga dari surat-surat pada but ir 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu; 5 Surat-surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan. Sedangkan unsur-unsur dalam ayat 2 adalah sebagai berikut: a. Unsur-unsur objektif: 1 Perbuatan: memakai; 2 Objeknya: surat-surat tersebut pada ayat 1; 3 Pemakaian itu seolah-oleh isinya benar dan tidak dipalsu. b. Unsur-unusr subjektif: dengan sengaja Pasal 264 ayat 1 memiliki unsur-unsur yang sama dengan pasal 263 ayat 1. Perbedaannya terletak pada objek dari pemalsuan, objeknya adalah beberapa jenis surat tertentu, seperti akta otentik dan sebagainya. Pemalsuan terhadap beberapa jenis surat itu dianggap memiliki sifat membahayakan umum, khususnya yang tersebut di dalam Pasal 264 ayat 1 ke-2, ke-3 dan ke-5, berhubung terjadinya kejahatan ini menghilangkan kepercayaan terhadap segala surat sejenis itu, terhadap surat-surat mana masyarakat memberikan kepercayaan. 136 136 H.A.K. Moch. Anwar, Op.Cit., hal 197. Universitas Sumatera Utara 3. Pasal 266 KUHP Menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik 1 Barang siapa menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik tentang suatu kejadian yang sebenarnya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akta itu seolah-olah keterangannya itu cocok dengan hal sebenarnya, maka kalau dlam mempergunakannya itu dapat mendatangkan kerugian, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun. 2 dengan hukuman serupa itu juga dihukum barang siapa dengan sengaja menggunakan akte itu seolah-olah isinya cocok dengan hal yang sebenarnya jika pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian. Ayat 1 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a. Unsur-unsur objektif: 1 Perbuatan: menyuruh memasukkan; 2 Objeknya: keterangan palsu; 3 Ke dalam akta otentik; 4 Mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan dengan akta; 5 Jika pemakaiannya dapat menimbulkan kerugian. b. Unsur-unsur subjektif: dengan maksud memakai atau menyuruh memakai seolah-olah keterangan itu sesuai dengan kebenaran. Ayat 2 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a. Unsur-unsur objektif 1 Perbuatan: memakai; 2 Objeknya: akta otentik tersebut ayat 1; 3 Seolah-olah isinya benar. b. Unsur-unsur subjektif: dengan sengaja. Universitas Sumatera Utara Perbuatan menyuruh memasukkan keterangan palsu mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 137 a. Inisiatif untuk membuat akta adalah berasal dari orang yang menyuruh memasukkan, bukan dari pejabat pembuat akta otentik; b. Perkataan unsur menyuruh memasukkan berarti orang itu dalam kenyataannya memberikan keterangan-keterangan tentang suatu hal yang bertentangan dengan kebenaran atau palsu; c. Pejabat pembuat akta otentik tidak mengetahui bahwa keterangan yang disampaikan oleh orang yang menyuruh memasukkan keterangan kepadanya itu adalah keterangan yang tidak benar; d. Oleh karena pejabat tersebut tidak mengetahui perihal tidak benarnya keterangan tentang sesuatu hal itu, tidak dapat dipertanggungjawabkan, terhadap perbuatannya yang melahirkan akta otentik yang isinya palsu itu, dan karenanya ia tidak dapat dipidana. Apabila setelah memberikan keterangan perihal sesuatu yang diminta untuk dimasukkan ke dalam akta otentik pada pejabat pembuatnya, sedangkan akta itu belum dibuat atau keterangan tersebut belum dimasukkan ke dalam akta, maka kejahatan itu belum terjadi secara sempurna melainkan baru terjadi percobaan kejahatan saja. Pelanggaran yang dilakukan notaris yang disertai dengan unsur kesalahan tidak cukup untuk memidanakan notaris. Unsur kemampuan bertanggung jawab notaris harus ada sehingga atas perbuatan dan kesalahan 137 Adami Chazawi, Buku III, Op.Cit., hal 113. Universitas Sumatera Utara yang dilakukan notaris dapat dimintakan pertanggungjawabkan secara pidana. Kemampuan bertanggungjawab dalam hukum pidana dilihat dari faktor akal dan kehendak. Akal, yaitu dapat membeda-bedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan. Kehendak, yaitu dapat menyesuaikan perbuatan dengan keinsyafan atas mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak. Rumusan pasal 263, 264, 266 KUHP di dalamnya terdapat istilah “dengan maksud”, artinya apabila notaris menginginkan terjadinya suatu akibat yaitu merugikan para pihak atau salah satu pihak atau memiliki tujuan tertentu terhadap pembuatan akta palsu pemalsuan akta tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa notaris mengetahui secara jelas perbuatannya dan menginginkan menghendaki tejadinya suatu akibat. Notaris memiliki kemampuan bertanggung jawab terhadap perbuatannya tersebut. Naskah Rancangan KUHP 2006, pada pasal 42 ayat 1 berbunyi “tidak dipidana, jika seseorang tidak mengetahui atau sesat mengenai adanya keadaan yang merupakan unsur tindak pidana atau berkeyakinan bahwa perbuatannya tidak merupakan satu tindak pidana, kecuali ketidaktahuan, kesesatan, atau keyakinan itu patut dipersalahkan kepadanya”. 138 138 Mahmud Mulyadi, Feri Antoni Surbakti, Op.Cit., hal 49. Alasan penghapusan pidana seperti daya paksa overmacht yang diatur dalam Pasal 48 dan Pasal 49 noodweer ditujukan kepada natuurlijk person karena mensyaratkan keadaan jiwa tertentu yang mutlak terdapat pada diri manusia. Universitas Sumatera Utara Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban pidananya sepanjang perbuatan yang dilakukan oleh notaris melanggar pasal-pasal tertentu dalam UUJN atau KUHP dan terbukti secara sengaja atau khilaflalai, bahwa akta yang dibuat di hadapan notaris dijadikan alat untuk melakukan suatu tindak pidana atau membuat akta dengan cara melawan hukum yang menimbulkan kerugian bagi pihak tertentu atas lahirnya akta tersebut. Diperlukan adanya kesalahan besar untuk pekerjaan di bidang ilmu pengetahuan seperti notaris. Sanksi pidana merupakan ultimum remidium, yaitu obat terakhir apabila upaya-upaya pada cabang hukum lain tidak mempan atau dianggap tidak efektif. Artinya penggunaan sanksi pidana harus dibatasi.

D. Mekanisme Pertanggungjawaban Pidana Notaris yang Melakukan Perbuatan Pidana

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Perkawinan Poligami Tanpa Persetujuan Istri Yang Sah (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 330K/Pid/2012)

2 54 126

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam pemalsuan Akta Otentik (Studi tentang putusan Mahkamah Agung republik Indonesia Nomor:1014k/Pid/2013) Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam pemalsuan Akta Otentik (Studi tentang putusan Mahkamah Agung republik Ind

0 1 11

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 0 17

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 0 2

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 0 17

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 5 62

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 0 9

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA A. Jabatan Notaris - Tanggung Jawab Werda Notaris Terhadap Akta Yang Dibuatnya

6 44 38