Perbuatan dan orang yang melakukannya tidak dapat dipisahkan. Pertama, ditinjau tentang perbuatannya, kemudian mengenai orangnya.
125
C. Pertanggungjawaban Pidana Notaris Terhadap Akta yang Dibuatnya
Karenanya, dengan berpegang pada ucapan Simons, kesalahan terdiri atas keadaan batin orang
yang melakukan perbuatan pidana dan hubungan antara keadaan batin itu dengan perbuatan yang dilakukan.
Secara umum, notaris dituntut untuk memahami konsep akuntabilitas accountability atau pertanggungjawaban. Akuntabiltas mempersoalkan
keterbukaan transparancy menerima kritik dan pengawasan controlled dari luar serta bertanggung jawab kepada pihak dari luar atas hasil pekerjaannya atau
pelaksanaan tugas-jabatannya. Konsep akuntabilitas yaitu terdiri atas:
126
1. Akuntabilitas Spiritual
Hal ini berkaitan secara langsung-vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bersifat pribadi. Akuntabilitas seperti ini dapat dilihat pada kalimat yang
tercantum dalam sumpahjanji jabatan notaris. Bagaimana implementasi akunt- abilitas spiritual ini akan bergantung kepada diri notaris yang bersangkutan.
Akuntabilitas spiritual seharusnya mewarnai dalam setiap tindakanperbuatan notaris ketika menjalankan tugas jabatannya. Artinya, apa yang diperbuat bukan
hanya dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, melainkan juga kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
2. Akuntabilitas Moral kepada Publik
125
Simons, dalam Roeslan Saleh, Op.Cit., hal 139.
126
www.materihukum.comakuntabilitas.html , diakses pada tanggal 13 Maret 2012,
pukul 19.22 WIB.
Universitas Sumatera Utara
Kehadiran notaris adalah untuk melayani kepentingan masyarakat luas yang membutuhkan akta-akta otentik ataupun surat-surat lain yang menjadi
kewenangan notaris. Masyarakat berhak untuk mengontrol “hasil kerja” dari notaris. Salah satu konkretisasi dari akuntabilitas ini, misalnya masyarakat dapat
menuntut notaris jika ternyata hasil pekerjaannya merugikan anggota masyarakat atau tindakan notaris yang mencederai masyarakat yang menimbulkan kerugian
baik materil maupun immateril. 3.
Akuntabilitas Hukum
Notaris bukan orangjabatan yang “imun” kebal dari hukum. Adanya perbuatantindakan notaris yang menurut ketentuan hukum yang berlaku dapat
dikategorikan melanggar hukum pidana, perdata, administrasi, maka notaris harus bertanggung jawab.
4. Akuntabilitas Profesional
Notaris dapat dikatakan profesional jika dilengkapi dengan keilmuan mumpuni intellectual capital yang dapat diterapkan dalam praktik, dalam hal
bagaimana mengolah nilai-nilai atau ketentuan-ketentuan yang abstrak menjadi suatu bentuk yang tertulis akta sesuai yang dikehendaki oleh para pihak. Para
notaris dituntut meningkatkan kualitas dan kuantitas keilmuan agar senantiasa profesional.
5.
Akuntabilitas Administratif
Notaris sebelum menjalankan jabatantugasnya, tentu sudah mempunyai surat pengangkatan sebagai notaris, sehingga legalitasnya tidak perlu diper-
tanyakan lagi. Perihal administrasi notaris dalam hal pengangkatan dan pengga-
Universitas Sumatera Utara
jian karyawan masih menjadi pertanyaan bagi notaris sampai saat ini. Banyak notaris yang mengangkat karyawan karena pertemanan ataupun persaudaraan,
pada dasarnya apapun latar belakangnya tetap harus ada pembenahan secara administratif. Perihal pengarsipan akta-akta terkadang hanya ditata secara asal-
asalan, padahal akta tersebut adalah arsip negara yang harus diadministrasikan secara seksama. Sangat beralasan jika notaris harus belajar manajemen kantor
notaris yang bahan dasarnya dari pengalaman-pengalaman notaris senior yang sudah dibukukan.
6. Akuntabilitas Keuangan
Bentuk akuntabilitas dalam bidang keuangan ini, yaitu melaksanakan kewajiban pembayaran pajak ataupun membayar kewajiban lain pada organisasi,
seperti iuran bulanan. Pembayaran gaji para karyawan tidak senantiasa mengacu atau lebih dari Upah Minimum Regional UMR.
Uraian diatas hanya merupakan bagian kecil dari independensi dan akuntabilitas pejabat umum notaris. Sebenarnya hal tersebut telah diatur dalam
Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris, dan Peraturan Jabatan Peja- bat Pembuat Akta Tanah yang diuraikan dalam bahasa hukumundang-undang.
Betapapun restriktifnya suatu perundang-undangan tidak dapat mengatur hal-hal kecil yang mungkin terjadi dalam praktik, tetapi dengan pemahaman independensi
dan akuntabilitas seperti itu kita dapat bagaimana seorang notaris dalam men- jalankan tugasjabatannya.
127
127
Habib Adjie, Buku I, Op.Cit., hal 33.
Universitas Sumatera Utara
Tanggung jawab hukum pidana muncul bilamana notaris telah melakukan perbuatan hukum yang dilarang oleh undang-undang atau
melakukan kesalahanperbuatan melawan hukum pidana, baik karena sengaja maupun karena kelalaian yang menimbulkan kerugian pihak lain. Notaris
dapat dijatuhi pidana jika terbukti bersalah melakukan ketentuan atau tindak pidana yang diatur dalam UUJN dan KUHP.
Sanksi pidana terhadap notaris yang terbukti melakukan pelanggaran tidak dapat ditemukan di dalam UUJN. Hal ini disebabkan pembuat undang-
undang menginginkan untuk mengintegrasikan ketentuan pidana dalam satu kitab undang-undang saja yaitu KUHP.
Bab sebelumnya telah membahas tentang perbuatan pidana, batasan pelanggaran yang dilakukan oleh notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya. Pertanggungjawaban pidana notaris harus melihat kepada kemampuan bertanggung jawab notaris, kesengajaankealpaan notaris, serta
alasan penghapusan pidana notaris. Notaris adalah manusia alamiah natuurlijk persoon sebagai subjek
hukum pidana. Sanksi pidana terhadap notaris harus dilihat dalam rangka menjalankan tugas jabatan notaris, artinya dalam pembuatan atau prosedur
pembuatan akta harus berdasarkan kepada aturan hukum yang mengatur hal tersebut, dalam hal ini UUJN. Semua tata cara pembuatan akta sudah
ditempuh, suatu hal yang tidak mungkin secara sengaja notaris melakukan suatu tindak pidana yang berkaitan dengan akta tersebut. Suatu perbuatan
“bunuh diri” jika seorang notaris secara sengaja bersama-sama atau
Universitas Sumatera Utara
membantu penghadap secara sadar membuat akta untuk melakukan suatu tindak pidana. Pengertian sengaja dolus yang dilakukan oleh notaris
merupakan suatu tindakan yang disadari atau direncanakan atau diinsyafi segala akibat hukumnya, dalam hal notaris sebagai sumber untuk melakukan
kesengajaan bersama-sama dengan para penghadap. Sanksi pidana terhadap notaris tunduk pada ketentuan pidana umum, yaitu KUHP.
128
Notaris wajib menjamin kepastian hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap yang tercantum atau disebutkan pada bagian awal akta dan semua
prosedur telah dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku UUJN. Pihak yang tersebut merasa telah menghadap notaris dan menandatangani akta di
hadapan notaris pada saat yang diyakini benar, tetapi ternyata dalam salinan dan minuta akta tidak sesuai dengan kenyataan yang diyakininya, maka para
pihak yang bersangkutan melakukan tindakan pengingkaran terhadap kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap yang tercantum
dalam akta.
129
Surat akta mengandung arti atau makna tertentu dari sebuah pikiran yang kebenarannya harus dilindungi. Diadakannya kejahatan pemalsuan surat
ditujukan kepada perlindungan hukup terhadap kepercayaan masyarakat Pembuktian dari pihak yang mengingkari tersebut dan
kesalahan dari notaris yang bersangkutan sangat diperlukan dalam hal ini. Apabila semacam itu dikategorikan sebagai suatu tindak pidana, maka notaris
dikualifikasikan melakukan tindak pidana Pasal 263, 264, 266 jo. Pasal 55 atau 56 KUHP.
128
Habib Adjie, Buku III, Op.Cit., hal 119.
129
Ibid., hal 76.
Universitas Sumatera Utara
terhadap kebenaran isi surat.
130
1. Pasal 263 KUHP Pemalsuan surat pada umumnya
Pasal 263, 264, 266 KUHP tersebut di atas mengatur tentang pemalsuan surat, yang akan diuraikan sebagai berikut:
Kejahatan pemalsuan surat pada umumnya adalah berupa pemalsuan surat dalam bentuk pokok bentuk standar, rumusannya yaitu:
1 barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian kewajiban atau sesuatu
pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-oleh surat itu asli dan tidak
dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dihukum karena
pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
2 Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barang siapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah
surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.
Rumusan pada ayat 1 terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut: a.
Unsur-unsur objektif: 1
Perbuatan: a
membuat surat palsu; b
memalsukan surat; 2
Objek: surat: a yang dapat menimbulkan suatu
hak b yang menimbulkan suatu perikatan
c yang menimbulkan suatu pembebasan utang d yang diperuntukkan sebagai bukti daripada suatu hal
3 Dapat menimbulkan akibat kerugian dari pemakaian
surat tersebut
130
Adami Chazawi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, Selanjutnya disebut Buku III, hal 97.
Universitas Sumatera Utara
b. Unsur-unsur subjektif: dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang
lain memakai seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu. Sedangkan ayat 2 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
a. Unsur-unsur objektif:
1 Perbuatan: memakai;
2 Objeknya:
a surat palsu
b surat yang dipalsukan
3 Pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian;
b. Unsur-unsur subjektif: dengan sengaja.
Membuat surat palsu ialah membuat surat yang isinya bukan semestinya tidak benar, atau membuat surat sedemikian rupa sehingga
menunjukkan asal surat itu yang tidak benar. Memalsukan surat ialah mengubah surat sedemikian rupa, sehingga isinya menjadi lain dari isi yang
asli sehingga surat itu menjadi lain dari yang asli.
131
Perbedaan prinsip antara perbuatan membuat surat palsu dan memalsukan surat adalah bahwa dalam membuat surat palsu, sebelum
perbuatan dilakukan belum ada surat, kemudian dibuat surat yang isinya sebagian atau seluruhnya adalah bertentangan dengan kebenaran.
Memalsukan surat, sebelum perbuatan dilakukan sudah ada sebuah surat surat asli. Terhadap surat asli ini dilakukan perbuatan memalsu yang
Keduanya dapat terjadi terhadap sebagian atau seluruh isi surat.
131
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP Serta Komentar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1994, hal 195.
Universitas Sumatera Utara
akibatnya surat yang semula benar menjadi surat yang sebagian atau seluruh isinya tidak benar dan bertentangan dengan kebenaran.
132
Kerugian yang timbul akibat dari pemakaian surat tersebut tidak perlu diketahui atau disadari oleh pelaku. Tidak ada ukuran-ukuran tertentu untuk
menentukan akan adanya kerugian jika surat palsu atau surat dipalsu itu dipakai.
Tidak semua surat yang menjadi objek pemalsuan, di atas telah disebutkan 4 empat macam surat yang menjadi objek pemalsuan. Surat-
surat yang termasuk dalam akta otentik memiliki kekuatan pembuktian sempurna berdasarkan Pasal 1870 KUHPdt, dibuat oleh atau di hadapan
pejabat publik yang memiliki wewenang untuk membuat akta tersebut menurut undang-undang. Suatu surat diperuntukkan sebagai bukti mengenai
suatu hal yaitu di mana surat tersebut berisi suatu halkejadian yang memiliki pengaruh bagi yang bersangkutan, misalnya perkawinan yang menimbulkan
hak dan kewajiban suami istri.
133
Adanya kemungkinan kerugian dapat ditentukan dengan diberlakukan suatu asas, bahwa kemungkinan kerugian ini tidak hanya dinilai
berdasarkan tujuan menurut undang-undang maupun berdasarkan akibat- akibat yang biasanya berhubungan dengan penggunaan surat-surat itu.
134
Terdapat perbedaan antara ayat 1 dan ayat 2,
135
132
Adami Chazawi, Buku III, Op.Cit., hal 101.
133
Ibid., hal 105.
134
H.A.K. Moch. Anwar, Op.Cit., hal 193.
135
Adami Chazawi, Buku III, Op.Cit., hal 106-107.
dari unsur kesalahan, pada ayat 1 “maksud” harus ada sebelum atau setidak-tidaknya
pada saat akan memulai perbuatan. Pada ayat 2, “sengaja” meliputi baik
Universitas Sumatera Utara
perbuatan memakai surat seolah-olah surat itu asli atau tidak dipalsu maupun pemakaian yang dapat menimbulkan kerugian. Timbulnya kerugian pada ayat
1 adalah akibat dari pemakaian surat palsu atau surat dipalsu, dan pemakaian surat itu belum dilakukan. Ayat 2 menyebutkan kerugian timbul
akibat pemakaian surat palsu atau surat dipalsu di mana pemakaian surat tersebut telah dilakukan tetapi kerugian nyata-nyata belum timbul.
2. Pasal 264 KUHP Pemalsuan yang diperberat
1 Sitersalah dalam perkara memalsukan surat, dihukum selama-lamanya delapan tahun, kalau perbuatan itu dilakukan:
1e. mengenai surat otentik; 2e. mengenai surat utang atau surat tanda utang certificaa dari sesuatu
surat negara atau sebagiannya atau dari sesuatu balai legistelling umum;
3e. mengenai saham-saham aandeel atau surat utang atau sertifikat tanda saham atau tanda uang dari sesuatu perserikatan, balai atau perseroan
atau meskapai; 4e. mengenai talon atau surat utang sero devidend atau tanda bunga uang
dari salah satu surat yang diterangkan pada 2e dan 3e atau tentang surat keterangan yang dikeluarkan akan pengganti surat itu;
5e. mengenai surat utang-piutang atau surat perniagaan yang akan diedarkan.
2 dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barang siapa dengan sengaja menggunakan akte itu seolah-olah isinya cocok dengan hal yang
sebenarnya yang pertama, seolah-olah surat itu aslli dan tidak dipalsukan, jika pemakaian surat itu dapat mendatangkan sesuatu
kerugian.
Ayat 1 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a.
Semua unsur baik objektif maupun subjektif pasal 263; b.
Unsur-unsur khusus pemberatnya bersifat alternatif, berupa objek surat- surat tertentu, ialah:
1 Akta-akta otentik;
Universitas Sumatera Utara
2 Surat hutang atau sertifikat hutang dari suatu negara, bagian negara, atau
lembaga umum; 3
Surat sero, surat hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan, atau maskapai;
4 Talon, tanda dividen atau tanda bukti bunga dari surat-surat pada but ir 2
dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu; 5
Surat-surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan. Sedangkan unsur-unsur dalam ayat 2 adalah sebagai berikut:
a. Unsur-unsur objektif:
1 Perbuatan: memakai;
2 Objeknya: surat-surat tersebut pada ayat 1;
3 Pemakaian itu seolah-oleh isinya benar dan tidak dipalsu.
b. Unsur-unusr subjektif: dengan sengaja
Pasal 264 ayat 1 memiliki unsur-unsur yang sama dengan pasal 263 ayat 1. Perbedaannya terletak pada objek dari pemalsuan, objeknya adalah
beberapa jenis surat tertentu, seperti akta otentik dan sebagainya. Pemalsuan terhadap beberapa jenis surat itu dianggap memiliki sifat membahayakan
umum, khususnya yang tersebut di dalam Pasal 264 ayat 1 ke-2, ke-3 dan ke-5, berhubung terjadinya kejahatan ini menghilangkan kepercayaan
terhadap segala surat sejenis itu, terhadap surat-surat mana masyarakat memberikan kepercayaan.
136
136
H.A.K. Moch. Anwar, Op.Cit., hal 197.
Universitas Sumatera Utara
3. Pasal 266 KUHP Menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta
otentik 1 Barang siapa menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam suatu
akta otentik tentang suatu kejadian yang sebenarnya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang
lain menggunakan akta itu seolah-olah keterangannya itu cocok dengan hal sebenarnya, maka kalau dlam mempergunakannya itu dapat
mendatangkan kerugian, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
2 dengan hukuman serupa itu juga dihukum barang siapa dengan sengaja menggunakan akte itu seolah-olah isinya cocok dengan hal yang
sebenarnya jika pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian.
Ayat 1 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a.
Unsur-unsur objektif: 1
Perbuatan: menyuruh memasukkan; 2
Objeknya: keterangan palsu; 3
Ke dalam akta otentik; 4
Mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan dengan akta; 5
Jika pemakaiannya dapat menimbulkan kerugian. b.
Unsur-unsur subjektif: dengan maksud memakai atau menyuruh memakai seolah-olah keterangan itu sesuai dengan kebenaran.
Ayat 2 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a.
Unsur-unsur objektif 1
Perbuatan: memakai; 2
Objeknya: akta otentik tersebut ayat 1; 3
Seolah-olah isinya benar. b.
Unsur-unsur subjektif: dengan sengaja.
Universitas Sumatera Utara
Perbuatan menyuruh memasukkan keterangan palsu mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
137
a. Inisiatif untuk membuat akta adalah berasal dari orang yang menyuruh
memasukkan, bukan dari pejabat pembuat akta otentik; b.
Perkataan unsur menyuruh memasukkan berarti orang itu dalam kenyataannya memberikan keterangan-keterangan tentang suatu hal yang
bertentangan dengan kebenaran atau palsu; c.
Pejabat pembuat akta otentik tidak mengetahui bahwa keterangan yang disampaikan oleh orang yang menyuruh memasukkan keterangan
kepadanya itu adalah keterangan yang tidak benar; d.
Oleh karena pejabat tersebut tidak mengetahui perihal tidak benarnya keterangan tentang sesuatu hal itu, tidak dapat dipertanggungjawabkan,
terhadap perbuatannya yang melahirkan akta otentik yang isinya palsu itu, dan karenanya ia tidak dapat dipidana.
Apabila setelah memberikan keterangan perihal sesuatu yang diminta untuk dimasukkan ke dalam akta otentik pada pejabat pembuatnya,
sedangkan akta itu belum dibuat atau keterangan tersebut belum dimasukkan ke dalam akta, maka kejahatan itu belum terjadi secara sempurna melainkan
baru terjadi percobaan kejahatan saja. Pelanggaran yang dilakukan notaris yang disertai dengan unsur
kesalahan tidak cukup untuk memidanakan notaris. Unsur kemampuan bertanggung jawab notaris harus ada sehingga atas perbuatan dan kesalahan
137
Adami Chazawi, Buku III, Op.Cit., hal 113.
Universitas Sumatera Utara
yang dilakukan notaris dapat dimintakan pertanggungjawabkan secara pidana. Kemampuan bertanggungjawab dalam hukum pidana dilihat dari faktor akal
dan kehendak. Akal, yaitu dapat membeda-bedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan. Kehendak, yaitu dapat
menyesuaikan perbuatan dengan keinsyafan atas mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak.
Rumusan pasal 263, 264, 266 KUHP di dalamnya terdapat istilah “dengan maksud”, artinya apabila notaris menginginkan terjadinya suatu
akibat yaitu merugikan para pihak atau salah satu pihak atau memiliki tujuan tertentu terhadap pembuatan akta palsu pemalsuan akta tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa notaris mengetahui secara jelas perbuatannya dan menginginkan menghendaki tejadinya suatu akibat. Notaris memiliki
kemampuan bertanggung jawab terhadap perbuatannya tersebut. Naskah Rancangan KUHP 2006, pada pasal 42 ayat 1 berbunyi “tidak
dipidana, jika seseorang tidak mengetahui atau sesat mengenai adanya keadaan yang merupakan unsur tindak pidana atau berkeyakinan bahwa
perbuatannya tidak merupakan satu tindak pidana, kecuali ketidaktahuan, kesesatan, atau keyakinan itu patut dipersalahkan kepadanya”.
138
138
Mahmud Mulyadi, Feri Antoni Surbakti, Op.Cit., hal 49.
Alasan penghapusan pidana seperti daya paksa overmacht yang diatur dalam Pasal
48 dan Pasal 49 noodweer ditujukan kepada natuurlijk person karena mensyaratkan keadaan jiwa tertentu yang mutlak terdapat pada diri manusia.
Universitas Sumatera Utara
Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban pidananya sepanjang perbuatan yang dilakukan oleh notaris melanggar pasal-pasal tertentu dalam
UUJN atau KUHP dan terbukti secara sengaja atau khilaflalai, bahwa akta yang dibuat di hadapan notaris dijadikan alat untuk melakukan suatu tindak
pidana atau membuat akta dengan cara melawan hukum yang menimbulkan kerugian bagi pihak tertentu atas lahirnya akta tersebut. Diperlukan adanya
kesalahan besar untuk pekerjaan di bidang ilmu pengetahuan seperti notaris. Sanksi pidana merupakan ultimum remidium, yaitu obat terakhir apabila
upaya-upaya pada cabang hukum lain tidak mempan atau dianggap tidak efektif. Artinya penggunaan sanksi pidana harus dibatasi.
D. Mekanisme Pertanggungjawaban Pidana Notaris yang Melakukan Perbuatan Pidana